January 17, 2019 | Author: andyca putra | Category: N/A
Download 4 Penggunaan Abu Sekam Padi Sebagai Filler Pada Campuran Hot Roller Sheet Hrs1...
PENGGUNAAN ABU SEKAM PADI SEBAGAI FILLER PADA CAMPURAN HOT ROLLED SHEET (HRS)
Siti Nurraj’ah Wati, ST E-mail: sitinurraj’
[email protected] Abstrak Salah satu unsure yang harus ada dalam campuran aspal panas jenis HRS adalah Filler. Adapun Filler yang biasa digunakan yaitu abu batu, kapur dan semen. Berdasarkan tersebut, penelitian ini mencoba mengemukakan bahan lain sebagai alternative pengganti bahan yang biasa digunakan filler yaitu abu sekam. Abu sekam diperoleh dari sisa proses pembakaran gabah padi, yang diharapkan mempunyai sifat – sifat yang sesuai jika digunakan sebagai filler pada campuran aspal panas. Tujuan dari penelitian ini, untuk melihat sampai seberapa jauh abu sekam dapat digunakan sebagai bahan pengisi (filler) untuk campuran aspal panas. Adapun manfaat dari penelitian penelitian ini, diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pemikiran bagi Pembina jalan, Dinas Pekerjaan Umum, dapat upaya menggunakan abu sekam sebagai bahan pengisi (filler) untuk campuran aspal panas. Material penyusun untuk campuran aspal panas terdiri dari batu pecah dan abu batu yang berasal dari Kecamatan Bukit Batu Km 36 Tangkiling, sedangkan pasir berasal dari Km 28 Tangkiling dan abu sekam dari desa Lempuyang Km 65 Sampit – Samuda, dengan penetrasi aspal 80/100. Penelitian ini besifat pengujian di Laboratorium. Laboratorium. Adapun Adapun untuk perancangan perancangan campuran menggunakan menggunakan Metode Aspalt Aspalt Institute. Hasil penelitian pada campuran aspal panas dengan berbagai variasi kadar filler menunjukkan bahwa terdapat satu komposisi yang optimal yaitu pada komposisi batu pecah 37.5%, abu batu 15%, pasir 35% dan abu sekam 12,5 % dengan aspal 8,5%. Kata Kunci: Filler, Abu Sekam, Metode Aspalt Institute. 1.
PENDAHULUAN
1.1 1.1 Lata Latarr Bel Belak akan ang g Dewasa ini pelaksanaan pembangunan jalan, baik yang sifatnya pembukaan jalan baru, peningkatan dan pemeliharaan pemeliharaan cenderung menggunakan aspal aspal panas sebagai lapis perkerasan. perkerasan. Salah satu unsur dari bahan yang harus ada dalam camouran aspal panas adalah filler . Biasa Biasanya nya dalam dalam agrega agregatt kasar kasar dan dan agre agrega gatt halu haluss suda sudah h terd terdap apat at kandungan filler , namu namun n demi demiki kian an kada kadarn rnya ya seri sering ng tida tidak k menc mencuk ukup upii persyaratan, sehingga perlu penambahan filler untuk menanggulangi kekurangan kadar filler filler dalam campuran tersebut. 1.2 1.2
Peru Perumu musa san n Masa Masala lah h Penelitian ini mencoba mengemukakan bahan pengganti alternatif yaitu dengan menggunakan abu sekam sebagai filler sebagai filler . Abu sekam sekam padi padi yang yang dipero diperoleh leh dari dari sisa – sisa proses pembakaran pembakaran gabah padi pada pabrik – pabrik penggilingan
padi, diharapkan mempunyai mempunyai sift – sifat yang yang sesuai sesuai jika jika digun digunaka akan n sebaga sebagaii filler adalah salah satu upaya mencari alternatif lain bahan filler sebagai abu batu, kapur dan semen yang sudah biasa digunakan.
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: a. Melihat pengaruh penggunaan abu seka sekam m padi padi seba sebaga gaii baha bahan n peng pengis isii ( filler filler ) untuk campuran aspal panas jenis (Hot Rolled Sheet ). ). b. Mengetahui kualitas penyerapan abu sekam pada HRS. c. Meng Menget etah ahui ui nila nilaii stab stabil ilit itas as camp campur uran an HRS dengan menggunakan abu sekamp padi. d. Menget Mengetahu ahuii varias variasii optima optimall pengg pengguna unaan an abu sekam padi pada HRS. 1.4 1.4 Bata Batasa san n Masa Masala lah h Pada peneliti penelitian an ini dilakukan dilakukan pembatasan pembatasan yaitu:
JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VO1, EDISI JANUARAI 2012 – APRIL 2012
Page 35
a. Jenis aspal yang digunakan untuk campuran HRS adalah aspal keras dengan penetrasi 80/100. b. Bahan tambahan yang bersifat sebagai pengisi ( filler ) adalah abu sekam padi berasal dari limbah tanaman padi yang diperoleh dari lokasi pabrik penggilingan padi Desa lampuyang Km.65 Sampit – Samuda. c. Agregat kasar yang digunakan adalah batu pecah dari daerah Kecamatan Bukit Batu Tangkiling dan agregat halus digunakan pasir alam Km.28 Jalan Tjilik Riwut Tangkiling. d. Untuk perancangan campuran digunakan metode Asphalt Institute. e. Evaluasi karakteristik campuran meliputi: stabilitas, rongga udara dan quotient Marshall, rongga terisi aspal dan flow yang seluruhnya menggunakan Standart Bina Marga. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hot Rolled Sheet (HRS) Hot Rolled Sheet adalah campuran dengan bahan pembentuk yang terdiri dari bitumen (aspal), agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi ( filler ) yang merupakan lapisan penutup dengan gradasi senjang dan dipadatkan dalam keadaan panas. HRS mempunyai fungsi sebagai lapis penutup untuk mencegah masuknya air dari permukaan di dalam konstruksi perkerasan. Tabel 1 Sfesifikasi Gradasi HRS
Komposisi Agregat
1” ¾” ½” 3/8” No. 4 No. 8 No. 30 No. 100 No. 200
Persen Berat dari Total Campuran Aspal 100 97 – 100 78 – 100 60 – 87 55 – 80 52 – 78 25 – 60 8 – 30 5 – 10
Tabel 2 Fraksi Rancangan Campuran HRS
Komposisi Agregat
Fraksi Agregat Kasar Fraksi Agregat Halus Fraksi Bahan Pengisi Fraksi Bitumen Efektif Fraksi Aspal Total
Persen Berat dari Total Campuran Aspal 20 – 40
47 – 67 5–9 > 6,8 % > 7,3%
Tabel 3 Sifat Campuran Yang Dipersyaratkan untuk HRS
Komposisi Agregat
Rongga Udara Hasil Bagi Marshall Stabilitas Marshall Rongga Terisi Aspal Kelelehan (flow)
Persen Berat dari Total Campuran Aspal 4–6% 1 – 4 KN/mm 450 – 850 Kg 75 – 85 %
2,0 – 4,5 mm
2.2 Filler Filler kadang – kadang digolongkan sebagai agregat, tetapi sesungguhnya filler adalah pengisi pori atau celah dan untuk mengeraskan selaput aspal yang menyelimuti partikel – partikel agregat, sehingga dapat diperoleh campuran yang stabil. Tabel 4 Sfesifikasi Gradasi Filler Uraian Saringan No. 30 No. 50 No. 100 No. 200
JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VO1, EDISI JANUARAI 2012 – APRIL 2012
% Berat lolos 100 95 – 100 90 – 100 30 - 100
Page 36
Menurut swamy (1986), sekam padi apabila dibakar dengan kondisi yang terkontrol akan menghasilkan abu sekam padi yang mempunyai sifat pozollan yang tinggi dan apabila dibakar dengan cara yang tidak dikontrol, maka abu yang dihasilkan berbentuk kristal dan tidak kreatif. Jika pembakaran abu sekam melebihi suhu 800 C maka akan menghasilkan kristal silika. Mehta (dalam Swamy, 1986) menunjukkan bahwa beton yang dibuat dengan semen Portland dan abu sekam padi memiliki ketahanan yang unggul terhadap lingkungan asam dibandingkan dengan semen portland dan pozzolan lainya. Selinder beton yang dibuat dengan 35% abu sekam padi dan 65% semen Portland tipe II setelah direndam dalam larutan asam (5% asam sulfat) untuk periode 1500 jam, menunjukkan bahwa beton kontrol mengalami penyusutan berat sebesar 27% sedang beton dengan abu sekam padi hanya mengalami penyusutan 13%. °
3. METODOLOGI PENELITIAN a. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode uji laboratorium. Material yang akan digunakan dalam penelitian ini diperiksa lebih dahulu di laboratorium untuk memperoleh karakteristik dari material tersebut. Data yang dihasilkan di laboratorium akan digunakan untuk perancangan campuran, selanjutnya dibuat briket (benda uji) untuk dilakukan tes Marshall sehingga dapat diketahui karakteristik fisik campuran. Penelitian ini terdiri atas tahapan-tahapan sebagai berikut : 1. Persiapan bahan dan alat Bahan terdiri dari batu pecah, abu batu, pasir, abu sekam dan aspal penetrasi 80/100. Alat terdiri dari saringan, penguji abrasi (keausan), penguji berat jenis, pengering agregat, pengukur suhu, pencampur, pemisah agregat dan penguji sampel (benda uji). 2. Penentuan sifat-sifat agregat meliputi penguji gradasi, keausan, kadar lempung, berat jenis dan penyerapan. 3. Penentuan proposi terhadap total agregat menggunakan metode diagonal, meliputi
proporsi batu pecah, abu batu, pasir dan abu sekam. 4. Penentuan proporsi terhadap total campuran dan variasi kadar aspal. b. Perencanaan Campuran Untuk Metode Marshall Perancangan campuran dengan Metode Marshaal bertitik tolak pada stabilitas yang dihasilkan. Kada aspal optimum ditentukan dengan melakukan pemeriksaan Marshall di laboratorium dari beberapa contoh dengan membuat beberapa variasi kadar aspal, sedangkan gradasi tetpa. Langkah pertama perencanaan campuran adalah proporsi penakaran sehingga diperoleh gradasi agregat campuran yang memenuhi spesifikasi. c. Tujuan Perencanaan Campuran Pekerjaan mix design dimaksudkan untuk mengetahui komposisi dan besarnya persentase agregat yang dibutuhkan dalam merencanakan aspal beton. Tujuan dari mendesain campuran lapis jalan aspal beton adalah untuk menentukan suatu adonan yang ekonomis. d. Uraian Mengenai Metode dan Persyaratan Rencana Campuran Metode yang dipergunakan adalah metode Marshall, sebelum mempersiapkan bahan percobaan, terlebih dahulu harus ditetapkan sebagai berikut : a. Material yang akan digunakan harus sudah memenuhi spesifikasi campuran b. Kombinasi campuran agregat harus memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Pada proses ini yang paling utama adalah merencanakan komposisi campuran batuannya dan sebagaimana dijelaskan diatas, namun demikian metode yang digunakan untuk penelitian adalah metode “Diagonal”. Syarat-syarat tersebut diatas yang perlu diperhatikan di laboratorium untuk keperluan schedule dalam mempersiapkan dan menganalisa agregat – agregatnya. Dari pembacaan langsung pada alat Marshall dapat diketahui ketahanan (stabilitas) terhadap kelelhan (flow) dari aspal.
JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VO1, EDISI JANUARAI 2012 – APRIL 2012
Page 37
a. Ketahanan (stabilitas) adalah kemampuan suatu campuran aspal untuk menerima beban sampai terjadi kelelehan plastis yang dinyatakan dalam kg atau pound.
e. Pengujian Campuran dengan Marshall Test Pengujian campuran ini dengan 6 (enam) tingkatan kadar aspal yakni : 7,0 %;7,3%; 7,6%; 7,9%; 8,2%; 8,5% dari berat campuran total (berat satu sampel 1000 gram). Untuk setiap persen sepal gradasi dibuat 2 (dua) benda uji. Dari hasil percobaan ini menghasilkan : 1. Stabilitas Besarnya stabilitas marshall didapat dari pembicaraan pada arloji (dial) alat Marshall. Hasil pembacaan terlebih dahulu dikalibrasi dengan kalibrasi alat dan dengan angka korelasi tinggi benda uji.
2. Density (kepadatan) Besarnya density didapatkan dari berat sampel dibagi isi atau dengan rumus : J=E/H…………………………… (1)
b. Kelelehan plastis (flow) adalah keadaan perubahan bentuk suatu campuran aspal yang terjadi suatu beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam mm.
K = rongga udara dalam campuran D = berat jenis maksimum campuran 5. Marshall Quotient (MQ) Besarnya angka Marshall ditentukan oleh :
P=M/102N……………………….(3) Keterangan : P = Marshall Quotient (kg/mm) M = stabilitas yang telah disesuaikan (kg) N = nilai Flow (mm) 6. Rongga terisi aspal adalah : Besarnya rongga terisi aspal adalah :
Keterangan : J
Quotient
……….
(4)
3
= density (gr/cm )
E = berat kering benda uji (gram) H = isi (cm 3) 3. Kelelehan plastis (flow) Kelelehan palastis didapatkan dari pembacaan dial pada alat Marshall dalam satuan mm 0,01”. Pembacaan ini bersamaan dengan pembacaan dial stabilitas pada saat mencapai maksimum. 4. Rongga udara dalam campuran (VIM) Besarnya rongga udara dalam campuran didapat persamaan berikut : K=100(DJ)/D…………………… (2)
Keterangan : R = rongga terisi aspal (%) K = rongga udara Q = rongga antar butir
4. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Rencana Campuran Prosedur untuk menentukan proporsi terhadap total agregat pada masing – masing agregat, baik batu pecah, abu batu, pasir dan filler dengan menggunakan metode ”Diagonal”. Dari data analisa masing – masing agregat, selanjutnya direncanakan bagaimana komposisi campuran agar memenuhi persyaratan gradasi.
Prosedur penentuan proporsi terhadap total agregat adalah sebagai berikut :
Keterangan :
JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VO1, EDISI JANUARAI 2012 – APRIL 2012
Page 38
1. Plotkan hasil analisa saringan rata – rata batu pecah, abu pecah, abu batau, pasir dan abu sekam (filler) 2. Tarik garis diagonal 3. Tentukan proporsi batu pecah dengan melihat ploting untuk batu pecah dan abu batu, kemudian tentukan garis batas bawah batu pecah = garis batas atas abu batu, lalu tarik garis vertical masing – masing hingga sama – sma menyentuh garis diagonal, kemudian baca skalanya dari atas. Skala baca tersebut sama dengan skala baca proporsi batu pecah dengan satuan persen. 4. Tentukan proporsi abu batu dengan melihat ploting untuk batu pecah, abu batu dan pasir kemudian tentukan garis batas bawah batu pecah + garis batas bawah abu batu = garis batas atas pasir, lalu tarik garis vertikal masing – masing hingga sama – sama menyentuh garis diagonal. Kemudian baca skalanya dari atas selanjutnya dikurangi hasil skala baca. Proporsi batu pecah sama dengan skala batu proporsi abu batu dengan satuan persen. 5. Tentukan proporsi pasir dengan melihat ploting untuk batu pecah, abu batu, pasir dan filler kemudian tentukan garis batas bawah batu pecah + garis batas bawah abu batu + garis batas bawah pasir = garis batas atas filler, lalu tarik garis vertikal masing – masing hingga sama – sama menyentuh garis diagonal, kemudian baca skalanya dari atas selanjutnya dikurangi hasil skala baca proporsi batu pecah dikurangi hasil baca skala proporsi abu batu sama dengan skala baca proporsi pasir dengan satuan persen. 6. Tentukan proporsi filler dengan cara 100 – skala baca proporsi batu pecah – hasil skala baca abu batu – hasil skala baca pasir, dengan satuan persen. 7. Dari hasil langkah – langkah diatas diperoleh proporsi terhadap total agregat yang terdiri dari batu pecah (%), abu batu (%) dan filler (%).
Gambar 1 Penentuan Proporsi Terhadap Total Agregat
Berdasarkan hasil perhitungan dengan cara diagonal diperoleh proporsi terhadap total agregat yang selanjutnya digunakan sebagai dasar acuan untuk mencari variasi proporsi terhadap total agregat dengan cara coba – coba dengan tahap memperhatikan spesifikasi total komposisi gradasi sebagai syarat mutlak. Campuran panas direncanakan berdasarkan proporsi terhadap total agregat dengan penggunaan aspal yang berfariasi (dibuat 6 variasi kadar aspal) yaitu : 7 %; 7,3 %; 7,6 %; 7,9 %; 8,2 %; 8,5 %; dari total berat total campuran, dengan berat contoh dibuat 1000 gram. b. Hasil Test Marshall Pada pengujian Marshall diperoleh besaran – besaran seperti stabilitas dan flow. Sebelum pengujian Marshall terlebih dahulu dibuat benda uji (briket) sebanyak 2 (dua) buah untuk tiap kadar aspal mulai 7 % - 8,5 % dengan variasi penambahan 0,3 % aspal dan dipadatkan sebanyak 2 x 27 tumbukan, sehingga diperlukan 48 benda uji (setiap satu komposisi masing – masing 12 buah). Benda uji yang telah dipadatkan didiamkan pada suhu kamar selama 24 jam. Kemudian ditimbang beratnya dalam suhu ruang dan beratnya ditetapkan. Selanjutnya benda uji tersebut direndam dalam water bath selama 24 jam. Kemudian benda uji ditimbanag dalam air dan beratnya ditetapkan. Benda uji diangkat dan dikeringkan sampai mencapai kering permukaan jenuh (SSD), kemudian ditimbang dala kondisi SSD dan dicatat beratnya.
JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VO1, EDISI JANUARAI 2012 – APRIL 2012
Page 39
Selanjutnya benda uji direndam dalam bak berisi air panas dengan temperature 600 C. Perendaman dilakukan selama waktu 30 menit, baru kemudian dilakukan pengujian dengan alat Marshall. Hasil pengujian tercantum dihalaman berikut. Tabel 5 Pengujian Marshall untuk Presentase Abu Sekam 12,5%
Hasil pengujian Marshall untuk masing – masing persentase abu sekam 12,5 %, 10%, 7,5% dan 5%, sebagai data pembanding digunakan data sekunder yang diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum Palangkaraya dengan proporsi campuran yang terdiri dari coarse aggregate 18%, medium aggregate 64%, fine aggregate 36% dan sand 32%. Tabel 6 Data Sekunder Pengujian Marshall Tanpa Abu Sekam
Analisis Hasil Test Marshall 1. Kepadatan (Densitas) Dari hasil tes Marshall (lihat lampiran 22) dapat dilihat bahwa kecenderungan dari nilai kepadatan adalah meningkat sejalan dengan meningkatnya kadar aspal.
2. Stabilitas Stabilitas adalah suatu kemampuan campuran aspal untuk menerima beban sampai terjadi kelelehan plastis. Dari grafik (lihat lampiran 22) terlihat awalnya nilai stabilitas meningkat aspal maksimum maka nilai stabilitas akan terus menurun. Ini berarti stabilitas tertinggi hanya terjadi pada saat kadar aspal maksimum. Jika telah tercapai kadar aspal maksimum maka jika terus dilakukan penambahan kadar aspal stabilitas campuran aspal akan semakin rendah.
3. Rongga Udara Nilai rongga udara yang terlalu kecil akan mengakibatkan lapisan aspalmeleleh keluar
JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VO1, EDISI JANUARAI 2012 – APRIL 2012
Page 40
(bleeding) pada saat beban lalu lintas diatasnya. Namun jika nilai rongga terlalu besar maka sangat berpengaruh pada durabilitas (daya tahan) lapisan permukaan dimana lapisan menjadi tidak kedap air dan udara, sehingga akan masuklah air dan udara kedalam campuran yang mengakibatkan terjadinya oksidasi dan aspal menjadi rapuh/getas. Dari grafik terlihat nilai rongga udara akan semakin kecil, seiring dengan penambahan kadar aspal. Ini berarti semakin besar kadar aspalnya, maka semakin besar kemungkinan terjadi bleeding.
5. Hasil Bagi Marshall Hasil bagi Marshall adalah perbandingan dari stabilitas dengan flow yang merupakan indicator dari sifat fleksibilitas (kelenturan) yang potensial terhadap keretakan. Dari hasil penelitian ini menunjukkan dengan peningkatan kadar aspal, nilai hasil bagi Marshall terjadi peningkatan. Namun jika telah sampai pada kadar aspal maksimim maka nilai hasil bagi Marshall akan terus menurun.
4. Kelelehan Plastis Kelelehan plastis adalah suatu keadaan bentuk yang terjadi akibat penambahan beban sampai terjadinya keruntuhan yang merupakan indikator terhadap fleksibilitas (kelenturan). Dari grafik terlihat bahwa pada awalnya nilai flow menurun seiring penambahan kadar aspal, setelah mencapai titik balik maka nilai flow menjdi meningkat seiring penambahan kadar aspal . Dimana nilai flow masih berada dalam spedifikasi yang telah ditentukan. Ini berarti campuran cukup mampu mengikuti deformasi yang terjadi akibat beban lalu lintas menimbulkan retak dan perubahan volume.
6. Rongga Terisi Aspal Rongga terisi aspal adalah persentase dari rongga antar butir yang terisi aspal efektif. Nilai rongga terisi aspal yang terlalu kecil maka daya lekat antar agregar menjadi kurang sehingga mudah lepas yang sangat mempengaruhi durabilitasnya. Tetapi nilai
JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VO1, EDISI JANUARAI 2012 – APRIL 2012
Page 41
rongga terisi aspal yang terlalu besar, kemungkinan terjadinya bleeding juga besar. Dari grafik nilai rongga udara terisi aspal semakin meningkat seiring penambahan kadar aspal. Ini berarti pada mulanya campuran (aspal), sifat durabilitas semakin baik, akan tetapi kemungkinan terjadi bleeding menjadi besar.
5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut: a. Abu sekam untuk pengisi ( filler ) pada aspal campuran panas (HRS), cukup mudah penggunaannya terutama dalam hal penakaran dan pencampuran karena abu sekam tidak mudah membatu, tidak membentuk butiran yang kasar dan dapat tercampur merata. b. Dari pengujian kualitas abu sekam dapat dilihat faktor penyerapan melebihi spesifikasi yang disyaratkan untuk HRS, berarti bila dipergunakan sebagai filler pada HRS untuk lapisan
c. Hasil penelitian penggunaan abu sekam sebagai filler pada campuran aspal panas jenis HRS dengan variasi kadar aspal dan variasi kadar filler , menunjukkan bahwa terdapat satu komposisi campuran yang optimal yaitu pada komposisi campuran batu pecah 37,5% (spesifikasi 20% - 40%), abu batu 15%, pasir 35% (spesifikasi 47% - 67%) dan abu sekam 12,5% (spesifikasi 5% - 9%) dengan kadar aspal 8,5%, maka stabilitas yang dihasilkan 807,12 kg (spesifikasi 450 – 850 kg) dan flow 4,05 mm (spesifikasi 2 – 4,5 mm). d. Dari hasil penelitian yang menggunakan filler abu sekam dengan suhu tidak terukur terdapat perbedaan kadar aspal yang cukup tinggi, dengan tanpa menggunakan abu sekam yaitu pada komposisi campuran yang menggunakan abu sekam terdapat kadar asapal optimal 8,5%, sedangkan tanpa abu sekam (data sekunder) 7,5%. e. Penelitian ini tidak dapat dipakai sebagai kesimpulan yang mewakili keseluruhan abu sekam, mengingat abu sekam yang dipergunakan pada penelitian ini hanya diambil dari satu lokasi yaitu di daerah Lampuyang km. 65 Sampit – Samuda. 5.2 Saran Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh dalam penelitian ini, beberapa saran yang dapat diusulkan, sebagai berkut: 1. Pembuatan benda uji (briket ) untuk satu variasi kadar aspal sebaiknya dibuat lebih banyak, agar dalam pengujian diperoleh hasil yang lebih akurat. 2. Penelitian ini sifatnya masah pada tahap awal dan masih terbuka kemungkinan untuk mengadakan penelitian kembali atas hasil – hasil yang sudah diperoleh dengan menggunakan material abu sekam dari berbagai lokasi yang tersedia. Penggunaan material/bahan yang sifatnya baru, harus melalui berbagai tahapan penelitian. Pengujian lanjutan dapat dilakukan pada beberapa laboratorium yang memiliki peralatan yang benar – benar teliti dan hasil dari penelitian bebrapa laboratorium inipun belum bisa dikatakan sebagai hasil akhir, tapi juga harus melalui tahapan pengujian di lapangan.
JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VO1, EDISI JANUARAI 2012 – APRIL 2012
Page 42
3.
1.
2.
3.
4.
5.
Dianjurkan untuk proses pembakaran sekam menggunakan alat pembakaran khusus agar abu sekam yang dihasilkan lebih sempurna.
DAFTAR REFERENSI AASHTO, (1982). Standart Spesification For Transportation Material and method For Sampling and Testing, Part I, “ Specification”, 13th Edition . Desriantomy, (2000). Penuntun Praktikum Bahan Perkerasan Jalan. Fakultas Teknik Universitas Palangkaraya. Direktorat Jenderal Bina Marga, (1996), Pengujian Bahan Jalan dan Jembatan, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta Direktorat Jenderal Bina Marga, (1996) Pengujian Tanah dan Bahan Batuan, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta Direktorat Jenderal Bina Marga (1998), Central Quality Control & Monitoring Unit , Manual Supervisi Lapangan Untuk Pengendalian Mutu Pada Kontrak Pemeliharaan dan Peningkatan Jalan, Jakarta
6.
7.
8.
9.
10. 11.
Deman, A dan Apu, (2000). Panggunaan Abu Terbang Sebagai Filler pada Campuran Aspal Panas Jenis HRS . Tugas Akhir, Prgram Studi Teknik Sipil Universitas Palangkaraya, Palangkaraya. Departemen Pekerjaan Umum, (1989), Metode Pengujian Agregat , Yayasan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta. Priyonosulistyo, HRC dan Sudarmoko (1999), Pemamfaatan Limbah Abu Sekam Padi untuk Peningkatan Mutu Beton , Laporan Penelitian, Lembaga Penelitian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Prasetyo, L. (1999), A bu Sekam Sebagai Material Untuk Meningkatkan Kuat Tekan Beton, Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta. Sukirman, S (1992). Perkerasan Lentur Jalan Raya . Penerbit Nova, Bandung Widjaja, A (1999), Karakteristik Beton Normal dan Neton dengan Abu Sekam Padi Pasca Bakar (Pendinginan Dengan Air dan Udara Bebas ), Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VO1, EDISI JANUARAI 2012 – APRIL 2012
Page 43