366198382-Asuhan-Keperawatan-Pada-Agregat-Kesehatan-Wanita-Dan-Pria.docx

March 25, 2019 | Author: Risal Biloro | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download 366198382-Asuhan-Keperawatan-Pada-Agregat-Kesehatan-Wanita-Dan-Pria.docx...

Description

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AGREGAT DALAM KOMUNITAS : KESEHATAN WANITA DAN PRIA Dosen Pengampu :Suwanti, S.Kep., Ns.,MNS

Disusun Oleh : 1. Aisah Bibi

(010114A003)

2. Anita Istifaizah

(010114A010)

3. Cahyo Widodo

(010114A016)

4. Dhinartika Dwi Lestari

(010114A024)

5. Estri Linda Wijayanti

(010114A030)

6. I Dewa Gede Partha Yoga M. (010114A036) (010114A036) 7. I Wayan Yoga Pradnyana

(010114A042)

8. Jamal Huda

(010114A049)

9. Lale Aulia Marsitah W.

(010114A055)

10. Lisa Erfana

(010114A062)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS NGUDI WALUYO UNGARAN 2017

DAFTAR ISI

Halaman Judul

……………………………………………………………………

Daftar isi

………………………………………………………………….

i ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

…………………………………………………..

BAB II TINJAUAN TEORI A. Penyakit Tidak Menular 1. Definisi

…………………………………………………..

2. Prevalensi Penyakit Tidak Menular

…………………………..

B. Hipertensi 1. Definisi

………………………………………………….

2. Etiologi

………………………………………………….

3. Patofisiologi Hipertensi

………………………………….

4. Tanda dan Gejala Hipertensi

………………………….

5. Faktor-faktor resiko hipertensi

………………………….

6. Komplikasi Hipertensi 7. Tingkatan Hipertensi

………………………………….

………………………………………….

8. Pengendalian Hipertensi

………………………………….

C. Kanker Payudara 1. Definisi

………………………………………………….

2. Etiologi

………………………………………………….

3. Faktor resiko kanker payudara 4. Manifestasi klinis

………………………….

…………………………………………

5. Klasifikasi TNM kanker payudara & harapan hidup 6. Tipe kanker payudara

…………………………………………

7. Pemeriksaan penunjang 8. Komplikasi

………….

…………………………………

…………………………………………………

9. Penatalaksanaan

…………………………………………

1

10. Pengobatan kanker payudara

………………………………………….

11. Pencegahan kanker payudara

………………………………………….

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian

………………………………………………………………….

B. Diagnosa Keperawatan

………………………………………………….

C. Intervensi Keperawatan

………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA

………………………………………………………………….

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara global. Data WHO menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi di dunia  pada tahun 2008, sebanyak 36 juta atau hampir dua pertiganya disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular. PTM juga membunuh penduduk dengan usia yang lebih muda. Di negara-negara dengan tingkat ekonomi rendah dan menengah, dari seluruh kematian yang terjadi pada orang-orang berusia kurang dari 60 tahun, 29% disebabkan oleh PTM, sedangkan di negara-negara maju, menyebabkan 13% kematian. Proporsi penyebab kematian PTM pada orang-orang berusia kurang dari 70 tahun, penyakit cardiovascular merupakan penyebab terbesar (39%), diikuti kanker (27%), sedangkan penyakit pernafasan kronis, penyakit pencernaan dan PTM yang lain bersama-sama menyebabkan sekitar 30% kematian, serta 4% kematian disebabkan diabetes. Menurut Badan Kesehatan Dunia WHO, kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkirakan akan terus meningkat di seluruh dunia, peningkatan terbesar akan terjadi di negara-negara menengah dan miskin. Lebih dari dua pertiga (70%) dari populasi global akan meninggal akibat penyakit tidak menular seperti kanker, penyakit jantung, stroke dan diabetes. Dalam jumlah total, pada tahun 2030 diprediksi akan ada 52 juta jiwa kematian per tahun karena penyakit tidak menular, naik 9 juta jiwa dari 38 juta jiwa pada saat ini. Secara global, regional dan Nasional pada tahun 2030 transisi epidemiologi dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular semakin jelas. Diproyeksikan  jumlah kesakitan akibat penyakit tidak menular dan kecelakaan kecelak aan akan meningkat dan  penyakit menular akan menurun. PTM seperti kanker, jantung, DM dan paru obstruktif kronik, serta penyakit kronik lainnya akan mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun 2030. Sementara itu penyakit menular seperti TBC, HIV/AIDS, Malaria, Diare dan penyakit infeksi lainnya diprediksi akan mengalami

 penurunan pada tahun 2030. Peningkatan kejadian PTM berhubungan dengan  peningkatan faktor risiko akibat perubahan gaya hidup seiring dengan perkembangan dunia yang makin modern, pertumbuhan populasi dan peningkatan usia harapan hidup. Indonesia dalam beberapa dasawarsa terakhir menghadapi masalah Triple  Burden Diseases. Di satu sisi, penyakit menular masih menjadi masalah ditandai dengan masih sering terjadi KLB beberapa penyakit menular tertentu , munculnya kembali beberapa penyakit menular lama ( Re-Emerging Diseases). Di sisi lain, PTM menunjukkan adanya kecenderungan yang semakin meningkat dari waktu ke waktu. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 dan 2001, tampak bahwa selama 12 tahun (1995-2007) telah terjadi transisi

epidemiologi dimana kematian karena

 penyakit tidak menular semakin meningkat, sedangkan kematian karena penyakit menular semakin menurun. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (2007), terdapat 50.1% responden lakilaki yang terkena Hipertensi. Hal ini dikarenakan prevalensi merokok di Indonesia sangat tinggi, terutama pada laki-laki mulai dari anak, remaja dan dewasa. Data dari Riskesdas tahun 2010 menunjukkan prevalensi perokok 16 kali lebih tinggi pada laki-laki (65.9%) dibandingkan perempuan (4.2%). Selain dari merokok, hal lain yang memicu tingginya hipertensi disebabkan oleh kebiasaan memakan makanan yang kadar asupan lemaknya >30%, aktivitas fisik yang sangat kurang dan mengalami stress. Sedangkan, prevalensi asma dan kanker di Indonesia cenderung lebih tinggi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Prevalensi kanker cenderung lebih tinggi pada masyarakat kota dibanding pedesaan dan cenderung lebih tinggi pada orang yang berpendidikan tinggi. Hal ini disebabkan karena gaya hidup yang tidak sehat, kebiasaan mengkonsumsi makanan cepat saji, serta kurangnya aktivitas fisik (Riskesdas, 2013). Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi  prevalensi PTM di Indonesia, namun belum sepenuhnya mencapai derajat kesehatan

yang optimal. Sebagai seorang perawat, peran kita tidak hanya sebagai pemberi  pengobatan ataupun perawatan di rumah sakit, namun juga dapat berperan sebagai  perawat komunitas yang berperan meliputi pendidik, pengamat kesehatan, koordinator pelayanan kesehatan, peran pembaharu, role model dan fasilitator kesehatan. Peran perawat komunitas dalam mengurangi PTM yaitu dengan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat seoptimal mungkin melalui praktik keperawatan komunitas, dilakukan melalui peningkatan kesehatan (Promotif), dan  pencegahan penyakit (preventif) di semua tingkat pencegahan (levels of prevention) tanpa mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitative.

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Penyakit Tidak Menular 1. Definisi Penyakit tidak menular (PTM) merupakan salah satu atau masalah kesehatan dunia dan Indonesia yang sampai saat ini masih menjadi perhatian dalam dunia kesehatan karena merupakan salah satu penyebab dari kematian (Jansje & Samodra 2013). Penyakit tidak menular (PTM), juga dikenal sebagai  penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang, mereka memiliki durasi yang panjang dan pada umumnya berkembang secara lambat (Riskesdas, 2013). Menurut Bustan (2007), dalam Buku Epidemiologi Penyakit Tidak Menular mengatakan bahwa yang tergolong kedalam PTM antara lain adalah; Penyakit kardiovaskuler (jantung, atherosklerosis, hipertensi, penyakit jantung koroner dan stroke), diabetes mellitus serta kanker. 2. Prevalensi Penyakit Tidak Menular Menurut data WHO, PTM merupakan penyebab kematian utama di dunia di bandingkan penyebab lainnya. Hampir 80% kematian akibat PTM terjadi di  Negara  Negara berpenghasilan bawah - menengah (WHO, 2010).  – 

Penyakit Tidak Menular (PTM) di Indonesia diprediksi akan mengalami  peningkatan yang signifikan pada tahun 2030. Sifatnya yang kronis dan menyerang usia produktif, menyebabkan permasalahan PTM bukan hanya masalah kesehatan saja, akan tetapi mempengaruhi ketahanan ekonomi Nasional  jika tidak dikendalikan secara tepat, benar dan kontinyu. Berdasarkan Riskesdas tahun 2013 diketahui bahwa penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyakit kronis yang tidak ditularkan dari orang ke orang. Data PTM dalam Riskesdas 2013 meliputi : (1) asma; (2) penyakit paru obstruksi kronis (PPOK); (3) kanker; (4) DM; (5) hipertiroid; (6) hipertensi; (7)  jantung koroner; (8) gagal jantung; (9) stroke; (10) gagal ginjal kronis; (11) batu ginjal; (12) penyakit sendi / rematik.

Selain penyakit kanker, penyakit tidak menular (PTM) yang menyebabkan kematian tertinggi di dunia adalah penyakit kardiovaskuler. Tingginya angka mortalitas tersebut disebabkan oleh faktor risiko utama, yaitu peningkatan tekanan darah. Peningkatan tekanan darah seseorang akan meningkatkan risiko terkena stroke dan penyakit jantung koroner (WHO, 2011). Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan suatu keadaan tekanan darah seseorang > 140/90 mmHg (Essop & Naidoo, 2009). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibedakan menjadi 2, yaitu: hipertensi primer dan sekunder. Hipertensi primer / esensial merupakan hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan telah mendominasi 95% kasus-kasus hipertensi. Sementara itu, hipertensi sekunder (5%) adalah hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti penyakit parenkim ginjal,  penyakit renovaskuler, endokrin, sindrom Cushing, dan hipertensi gestasional (Gray, 2002).

Global Atlas on Cardiovascular Diseases Prevention and Control 2011, PTM meningkatkan 36 juta kematian di dunia antara lain: penyakit jantung dan  pembuluh darah (kardiovaskular) 48%(17,3 juta), kanker 21%(7,5 juta), penyakit saluran pernapasan kronis 12% (4,3 juta),dan penyakit diabetes melitus 3% (1  juta). Hampir

80% kematian akibat PTM terjadi di negara - negara

 berpenghasilan rendah dan sedang sekitar 17 juta kematian akibat penyakit kardiovaskular (penyakit jantung, stroke, dan penyakit pembuluh darah perifer), 3 juta diantaranya terjadi pada usia dibawah 60 tahun. WHO pada tahun 20062008 diperkirakan sebanyak 5,4 juta orang di dunia meninggal akibat rokok. Ada kecenderungan prevalensi perokok ini selalu meningkat dari waktu ke waktu. Global Adult Tembacco Survey  (GATS) tahun 2011 menemukan di Indonesia terdapat perokok laki -laki (67%), perokok perempuan (2,7%).

B. Hipertensi 1. Definisi Hipertensi adalah tekanan darah tinggi abnormal dan diukur paling tidak  pada 3 kesempatan yang berbeda (Corwin, 2009). Sedangkan menurut Wijaya dan Putri (2013) hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara abnormal dan terus menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan darah yang disebabkan suatu atau beberapa faktor resiko yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan darah secara normal. Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah arteri yang persisten (Nurarif dan Kusuma, 2013). 2. Etiologi Menurut Sagala (2009), hipertensi tergantung pada kecepatan denyut  jantung, volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance  (TPR). Peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang tidak dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi. Peningkatan TPR yang berlangsung lama dapat terjadi pada peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada arteriol, atau responsivitas yang berlebihan dari arteriol terdapat rangsangan normal. Kedua hal tersebut akan menyebabkan  penyempitan pembuluh darah. Pada peningkatan TPR, jantung harus memompa secara lebih kuat dan dengan demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk mendorong darah melintas pembuluh darah yang menyempit. Hal ini disebut peningkatan dalam afterload jantung dan biasanya berkaitan dengan  peningkatan tekanan diastolik. Apabila peningkatan afterload berlangsung lama, maka ventrikel kiri mungkin mulai mengalami hipertrofi (membesar). Hipertrofi menyebabkan kebutuhan ventrikel akan oksigen semakin meningkat sehingga ventrikel harus mampu memompa darah secara lebih keras lagi untuk memenuhi kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung juga mulai tegang melebihi panjang normalnya yang pada akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume sekuncup (Hayens, 2003).

3. Patofisiologi hipertensi Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor pada medula di otak, dari pusat vasomotor ini bermula  jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan  pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke  pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah (Sagala, 2009). Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan  jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Sagala, 2009). Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang  pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan  peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi (Sagala, 2009).

4. Tanda dan Gejala Hipertensi Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti  perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus optikus). Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukan adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh  pembuluh

darah

bersangkutan.

Perubahan

patologis

pada

ginjal

dapat

 bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan azetoma [peningkatan nitrogen urea darah ( Blood Urea Nitrogen) dan kreatinin]. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan strok atau serangan iskemiktransien yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan (Sagala, 2009). Menurut Sagala (2009) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa : nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial, penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi, ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat, nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus, edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler. Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lainlain (Sagala, 2009). 5. Faktor-faktor Resiko Hipertensi i. Usia Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan  bertambahnya umur maka semakin tinggi mendapat resiko hipertensi. Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Ini sering disebabkan oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang mempengaruhi

 jantung, pembuluh darah dan hormon. Hipertensi pada yang berusia kurang dari 35 tahun akan menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian prematur (Yulianti, 2005). ii. Jenis Kelamin Jenis kelamin juga sangat erat kaitanya terhadap terjadinya hipertensi dimana pada masa muda dan paruh baya lebih tinggi penyakit hipertensi pada laki-laki dan pada wanita lebih tinggi setelah umur 55 tahun, ketika seorang wanita mengalami menopause. Laporan Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6% dari pria dan 11% pada wanita. Laporan dari Sumatra Barat menunjukan 18,6% pada pria dan 17,4% wanita. Daerah perkotaan Semarang didapatkan 7,5% pada pria dan 10,9% pada wanita. Sedangkan di daerah  perkotaan Jakarta didapatkan 14,6 pada pria dan 13,7% pada wanita (Gunawan, 2001 dalam Sagala, 2009). iii. Riwayat Keluarga Riwayat keluarga juga merupakan masalah yang memicu masalah terjadinya

hipertensi.

Hipertensi

cenderung

merupakan

penyakit

keturunan. Jika seorang dari orang tua kita memiliki riwayat hipertensi maka sepanjang hidupnya memiliki kemungkinan 25% terkena hipertensi (Sagala, 2009). iv. Garam Dapur Garam dapur merupakan faktor yang sangat dalam patogenesis hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan hipertensi yang rendah jika asupan garam antara 515 gram perhari, prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadai melalui  peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah (Basha, 2004 dalam Sagala, 2009).

Garam mengandung 40% sodium dan 60% klorida. Orang-orang  peka sodium lebih mudah meningkat sodium, yang menimbulkan retensi cairan dan peningkatan tekanan darah (Sagala, 2009). Garam berhubungan erat dengan terjadinya tekanan darah tinggi gangguan pembuluh darah ini hampir tidak ditemui pada suku pedalaman yang asupan garamnya rendah. Jika asupan garam kurang dari 3 gram sehari prevalensi hipertensi  presentasinya rendah, tetapi jika asupan garam 5-15 gram perhari, akan meningkat prevalensinya 15-20% (Wiryowidagdo, 2004). Mengkonsumsi garam lebih atau makan-makanan yang diasinkan dengan

sendirinya

akan

menaikan

tekanan

darah

karena

garam

mempunyai sifat menahan air. Hindari pemakaian garam yang berlebih atau makanan yang diasinkan. Hal ini tidak berarti menghentikan  pemakaian garam sama sekali dalan makanan. Sebaliknya jumlah garam yang dikonsumsi batasi (Wijayakusuma, 2000 dalam Sagala, 2009). v. Merokok Merokok merupakan salah satu faktor yang dapat diubah, adapun hubungan merokok dengan hipertensi adalah nikotin akan menyebabkan  peningkatan tekanan darah karena nikotin akan diserap pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan diedarkan oleh pembulu darah hingga ke otak, otak akan bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas efinefrin (Adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih  berat karena tekanan yang lebih tinggi. Selain itu, karbon monoksida dalam asap rokok menggantikan oksigen dalam darah. Hal ini akan menagakibatkan tekanan darah karena jantung dipaksa memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup kedalam organ dan jaringan tubuh (Sagala, 2009). vi. Aktivitas/Olahraga Aktivitas sangat mempengaruhi terjadinya hipertensi, dimana pada orang yang kurang aktvitas akan cenderung mempunyai frekuensi denyut

 jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantung akan harus bekerja lebih keras pada tiap kontraksi. Otot jantung semakin keras dan sering memompa maka makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri (Sagala, 2009). vii. Depresi/Stres Depresi juga sangat erat merupakan masalah yang memicu terjadinya hipertensi dimana hubungan antara depresi dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan

darah

secara

intermiten

(tidak

menentu).

Depresi

yang

 berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat  perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh depresi yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota (Dunitz, 2001 dalam Sagala, 2009).

6. Komplikasi Hipertensi i. Stroke Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi.Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteriarteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma (Sagala, 2009). Gejala terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti, orang bingung, limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak (Santoso, 2006). Infark Miokard dapat

terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut.Karena hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia  jantung

yang

menyebabkan

infark.Hipertropi

ventrikel

dapat

juga

menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan (Sagala, 2009). ii. Gagal Ginjal Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan

tinggi

pada

kapiler-kepiler

ginjal,

glomerolus.

Rusaknya

glomerolus, darah akan mengalir keunit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Rusaknya membran glomerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik (Sagala, 2009). iii. Gagal jantung Gagal jantung atau ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang kembalinya kejantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul di paru, kaki dan jaringan lain sering disebut edema. Cairan didalam paru   paru menyebabkan sesak napas,timbunan cairan ditungkai  – 

menyebabkan kaki bengkak atau sering dikatakan edema (Sagala, 2009). Ensefalopati dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi

yang

cepat).

Tekanan

yang

tinggi

pada

kelainan

ini

menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang

intertisium

diseluruh

susunan

saraf

pusat.

Neuron-neuron

disekitarnya kolap dan terjadi koma serta kematian (Sagala, 2009).

7. Tingkatan Hipertensi Tabel 2.1. Klasifikasi Hipertensi menurut Joint National Committee 7 

Klasifikasi

Tekanan darah sistolik (mmHg)

Tekanan

darah

diastolic (mmHg)

 Normal

160

Atau > 100

 – 

 – 

8. Pengendalian Hipertensi Pengendalian hipertensi pada umumnya dilakukan oleh keluarga dengan memperhatikan pola hidup dan menjaga psikis dari anggota keluarga yang menderita hipertensi.Pengaturan pola hidup sehat sangat penting pada klien hipertensi guna untuk mengurangai efek buruk dari pada hipertensi. Adapun cakupan pola hidup antara lain berhenti merokok, mengurangi kelebihan berat badan, menghindari alkohol, modifikasi diet. Dan yang mencakup psikis antara lain mengurangi stress, olahraga, dan istirahat (Sagala, 2009). i. Berhenti merokok Merokok sangat besar peranannya meningkatkan tekanan darah, hal ini disebabkan oleh nikotin yag terdapat didalam rokok yang memicu hormon adrenalin yang menyebabkan tekanan darah meningkat. Nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah didalam paru dan diedarkan keseluruh aliran darah lainnya sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah.Hal ini menyebabkan kerja jantung semakin meningkat untuk memompa darah keseluruh tubuh melalui pembuluh darah yang sempit. Berhenti merokok tekanan darah akan turun secara perlahan, disamping itu jika masih merokok maka obat yang dikonsumsi tidak akan

 bekerja secara optimal dan dengan berhenti merokok efektifitas obat akan meningkat (Santoso, 2006). ii. Mengurangi kelebihan berat badan Pengurangan berat badan juga menurunkan resiko diabetes,  penyakit kardiovaskular, dan kanker. Tubuh yang berat akan semakin tinggi tekanan darah, jika menerapkan pola makan seimbang maka dapat mengurangi berat badan dan menurunkan tekanan darah dengan cara yang terkontrol. iii. Menghindari alkohol Alkohol dalam darah merangsang adrenalin dan hormon hormon  – 

lain yang membuat pembuluh darah menyempit atau menyebabkan  penumpukan natrium dan air. Minum-minuman yang beralkohol yang  berlebih juga dapat menyebabkan kekurangan gizi yaitu penurunan kadar kalsium dan mengurangi mengkonsumsi alkohol dapat menurunkan tekanan sistolik 10 mmhg dan diastolik 7 mmhg. iv. Modifikasi diet Modifikasi diet atau pengaturan diet sangat penting pada klien hipertensi, tujuan utama dari pengaturan diet hipertensi adalah mengatur tentang makanan sehat yang dapat mengontrol tekanan darah tinggi dan mengurangi penyakit kardiovaskuler.Ada empat macam diet untuk menanggulangi atau minimal mempertahankan keadaan tekanan darah yakni : diet rendah garam, diet rendah kolestrol, lemak terbatas serta tinggi serat, dan rendah kalori bila kelebihan berat badan (Sagala, 2009). Diet rendah garam diberikan kepada pasien dengan edema atau asites serta hipertensi. Tujuan diet rendah garam adalah untuk menurunkan tekanan darah dan untuk mencegah edema dan penyakit jantung (lemah  jantung). Adapun yang disebut rendah garam bukan hanya membatasi konsumsi garam dapur tetapi mengkonsumsi makanan rendah sodium atau natrium (Na). Oleh karena itu yang sangat penting untuk diperhatikan

dalam melakukan diet rendah garam adalah komposisi makanan yang harus mengandung cukup zat

  zat gizi, baik kalori, protein, mineral

 – 

maupun vitamin dan rendah sodium dan natrium (Sagala, 2009). Sumber sodium antara lain makanan yang mengandung soda kue,  baking powder, MSG (Mono Sodium Glutamat), pengawet makanan atau natrium benzoat (Biasanya terdapat didalam saos, kecap, selai, jelly), makanan yang terbuat dari mentega serta obat yang mengandung natrium (obat sakit kepala). Penderita hipertensi, biasakan penggunaan obat dikonsultasikan dengan dokter terlebih dahulu (Hayens, 2003). Diet rendah kolestrol dan lemak terbatas. Tiga bagian lemak didalam tubuh yaitu : kolestrol, trigliserid, dan pospolipid. Tubuh memperoleh kolestrol dari makanan sehari   hari dan dari hasil sintesis  – 

dalam hati. Kolestrol dapat berbahaya jika dikonsumsi lebih banyak dari  pada yang dibutuhkan oleh tubuh, peningkatan kolestrol dapat terjadi karena terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung kolestrol tinggi dan tubuh akan mengkonsumsi sekitar 25

  50 % dari

 – 

setiap makanan (Sagala, 2009). Diet tinggi serat sangat penting pada penderita hipertensi, serat terdiri dari dua jenis yaitu serat kasar (Crude Fiber)  dan serat kasar  banyak terdapat pada sayuran dan buah

  buahan, sedangkan serat

 – 

makanan terdapat pada makanan karbohidrat yaitu : kentang, beras, singkong dan kacang hijau. Serat kasar dapat berfungsi mencegah  penyakit tekanan darah tinggi karena serat kasar mampu mengikat kolestrol maupun asam empedu dan selanjutnya membuang bersama kotoran. Keadaan ini dapat dicapai jika makanan yang dikonsumsi mengandung serat kasar yang cukup tinggi (Mayo, 2005). Diet rendah kalori dianjurkan bagi orang yang kelebihan berat  badan.Kelebihan berat badan atau obesitas akan berisiko tinggi terkena

hipertensi. Demikian juga dengan orang yang berusia 40 tahun mudah terkena hipertensi.Perencanaan diet, perlu diperhatikan hal  hal berikut :  – 

a) Asupan kalori dikurangi sekitar 25% dari kebutuhan energi atau 500 kalori untuk penurunan 500 gram atau 0.5 kg berat badan per minggu.  b) Menu makanan harus seimbang dan memenuhi kebutuhan zat gizi. c) Perlu dilakukan aktifitas olah raga ringan. v. Manajemen stres/depresi Stres/depresi tidak menyebabkan hipertensi yang menetap, tetapi depresi berat dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah yang bersifat sementara yang sangat tinggi. Apabila periode depresi sering terjadi maka akan mengalami kerusakan pada pembuluh darah, jantung dan ginjal sama halnya seperti yang menetap (Sagala, 2009). vi. Aktifitas olahraga Manfaat olah raga yang sering di sebut olah raga isotonik seperti  jalan kaki, jogging, berenang dan bersepeda sangat mampu meredam hipertensi. Pada olah raga isotonik mampu menyusutkan hormone noradrenalin dan hormon   hormon lain penyebab naiknya tekanan darah.  – 

Hindari olah raga isometrik seperti angkat beban, karena justru dapat menaikkan tekanan darah (Mayer, 1980 dalam Sagala, 2009). Istirahat merupakan suatu kesempatan untuk memperoleh energi sel dalam tubuh, istirahat dapat dilakukan dengan meluangkan waktu. Waktu istirahat itu perlu dilakukan secara rutin diantara ketegangan jam bekerja sehari

  hari. Istirahat juga bukan berarti melakukan rekreasi yang

 – 

melelahkan, tetapi yang dimaksudkan dengan istirahat adalah usaha untuk mengembalikan stamina tubuh dan mengembalikan keseimbangan hormon dan dalam tubuh (Sagala, 2009).

C. Kanker Payudara 1. Definisi Carsinoma

Mammae  merupakan gangguan dalam pertumbuhan sel

normal mammae dimana sel abnormal timbul dari sel-sel normal, berkembang  biak dan menginfiltrasi jaringan limfe dan pembuluh darah (Nurarif & Kusuma, 2015). Kanker payudara adalah pertumbuhan yang tidak normal dari sel-sel  jaringan tubuh yang berubah menjadi ganas (Harianto 2005). Jadi kanker payudara (ca mammae) adalah suatu gangguan pada sel normal mammae yang tumbuh menjadi sel abnormal yang dapat berubah menjadi ganas. 2. Etiologi Penyebab kanker payudara belum dapat ditentukan, tetapi terdapat  beberapa faktor resiko yang telah ditetapkan, yaitu lingkungan atau genetik. Kanker payudara memperlihatkan proliferasi keganasan sel epitel yang membatasi duktus atau lobus payudara. Pada awalnya hanya terdapat hyperplasia sel dengan perkembangan sel-sel yang atipikal dan kemudian berlanjut menjadi karsinoma insitu dan menginvasi stroma. Kanker membutuhkan waktu 7 tahun untuk tumbuh dari satu sel menjadi massa. Hormone steroid yang dihasilkan oleh ovarium juga berperan dalam pembentukan kanker payudara (estradisol dan  progesterone mengalami perubahan dalam lingkungan seluler) (Brunner & Suddarth,2002). 3. Faktor resiko kanker payudara i. Riwayat keluarga tentang kanker payudara Keluarga tingkat pertama (keluarga maternal atau paternal ) dengan kanker payudara 2-3 kali lebih besar terkena kanker.Ibu dan saudara perempuan,atau 2 saudara perempuan terkena kanker payudara mempunyai resiko 6 kali lebih besar terkena kanker payudara. ii. Usia Usia 30-50 tahun mengalami peningkatan kasus ca.mammae dan tingkat menurun saat menopause.

iii. Lokasi geografis dan ras Pada orang Eropa barat dan Amerika Utara mengalami peningkatan kasus ca.mammae lebih dari 6-10 kali orang keturunan Amerika, perempuan Afrika - Amerika sebelum usia 40 tahun. iv. Bentuk tubuh Orang yang obesitas setiap penambahan 10 kg berat badan maka 80% lebih besar terkena kanker payudara. v. Sosial ekonomi dan status perkawinan Perempuan tidak menikah 50% lebih sering terkena kanker payudara dan kelompok sosial ekonomi menengah keatas. vi. Paparan radiasi Peningkatan resiko untuk setiap radiasi pada perempuan muda dan anak-anak,bermanifestasi setelah usia 30 tahun,periode laten minimun 10-15 tahun. vii. Kanker primer kedua Orang dengan kanker ovarium primer memiliki resiko kanker  payudara 3-4 kali lebih besar. Orang dengan kanker endometrium primer memiliki resiko kanker payudara 2 kali lebih besar. Orang dengan kanker kolorektal mempunyai resiko 2 kali lebih besar terhadap kanker payudara (Price, A Sylvia. 2006). viii. Menarke dini. ix.  Nulipara dan usia maternal lanjut saat kelahiran anak pertama. x. Menopouse. xi. Riwayat penyakit payudara jinak. xii. Obesitas resiko terendah diantara wanita pascamenopouse. xiii. Kontrasepsi oral lebih dari 7 tahun meningkatkan terjadinya ca.mammae (Depkes RI,2007). xiv. Terapi pergantian hormone. xv. Masukan alkohol (Brunner & Sudarth,2002)

4. Manifestasi klinis i.  Nyeri.  Nyeri yang menyebar pada payudara dan nyeri tekan yang terjadi saat menstruasi biasanya berhubungan dengan penyakit payudara jinak.  Nyeri yang jelas pada bagian yang ditunjuk dapat berhubungan dengan kanker payudara pada kasus lebih lanjut. Biasanya nyeri timbul jika kanker sudah bermetastase ke tulang (Brunner & Sudarth,2002). ii. Benjolan pada payudara. Benjolan ini mula-mula kecil makin lama semakin membesar, lalu melekat pada kulit atau menimbulkan perubahan pada kulit payudara atau  puting susu. iii. Erosi atau eksema puting susu. Kulit atau puting susu tertarik kedalam (retraksi) berwarna merah muda atau kecoklat-coklatan sampai menjadi edema, hingga kulit terlihat seperti jeruk ( peau d’orange) mengkerut atau timbul borok (ulkus pada  payudara). Ulkus itu semakin lama semakin besar dan mendalam sehingga dapat menghancurkan payudara, sering berbau busuk dan mudah berdarah. iv. Timbul pembesaran kelenjar getah bening ketiak bengkak pada lengan dan  penyebaran kanker diseluruh tubuh. v. Penglupasan papilla payudara vi. Keluar cairan abnormal dari puting susu berupa nanah darah, cairan encer  padahal ibu tidak sedang hamil ataupun menyusui. 5. Klasifikasi TNM Kanker Payudara dan Harapan Hidup TUMOR PRIMER (T) Tumor Primer T0

Tidak ada bukti tumor primer

Tis

Karsinoma in situ

T1

Tumor < 2 cm

T2

Tumor > 2 cm tapi 5 cm

T4

Perluasan

kedinding

dada,

inflamasi

KELENJAR GETAH BENING REGIONAL(N) Kelenjar Getah Bening Regional  N0

Tidak ada tumor dalam kelenjar getah bening regional

 N1

Metastasis kekelenjar ipsiteral yang dapat  berpindah-pindah

 N2

Metastase kekelenjar ipsiteral yang menetap

 N3

Metastase

kekelenjar

mamaria

interna

ipsilateral

METASTASIS JAUH (M) Metastasis Jauh M0

Tidak ada metastasis jauh

M1

Metastasisi jauh (termasuk menyebar ke kelenjar supraklavikular ipsilteral)

PENGELOMPOKAN STADIUM Pengelompokan

Bertahan

stadium

5

hidup

tahun

 pasien) Stadium 0

N0

MO

99%

Stadium 1

N0

MO

92%

TQ

N1

MO

82%

T1

N1

MO

T2

N0

MO

T2

N1

MO

T3

N0

MO

T0

N2

MO

T1

N2

MO

T2

N2

MO

T3

N1,N2

MO

T4

N apa saja

MO

T apa saja

N3

MO

T apa saja

N apa saja

M1

Stadium II A

Stadium IIB

Stadium IIIA

Stadium IIIB

Stadium IV

65%

47%

44%

14%

( American Joint Committee on Cancer ,1997.* National Cancer InstituteSurveillance,Epidemiology,and End Result  ,2001).

(%

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF