3. laserasi Palpebra

January 14, 2019 | Author: Hafizh Al-Amanah | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

mantab...

Description

BAB I

Laporan Kasus

Penyakit Laserasi Palpebra

Disusun Oleh : Muhammad Rubangi 213.121.0073

Dosen Pembimbing : dr. Fenti Kusumawardhani Hidayah, Sp. M

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG 2017

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sejumlah mekanisme trauma tumpul dan tajam wajah dapat men yebabkan laserasi kelopak mata. Bahkan benda tumpul yang tampaknya tidak berbahaya di tempat kerja dapat menyebabkan laserasi kelopak mata. Cedera yang melibatkan kelopak mata dan daerah periorbital umumnya terjadi setelah trauma tumpul atau penetrasi pada wajah. Luka tersebut dapat bervariasi dari lecet kulit sederhana sampai kasus yang lebih kompleks yang menyebabkan kehilangan jaringan yang luas serta fraktur tulang-tulang wajah. Pada saat awal pemeriksaan yang menjadi prioritas utama adalah memperhatikan faktor yang mengancam jiwa secara sistemik. Setelah kondisi yang dapat mengancam jiwa stabil, perhatian dapat diarahkan ke luka yang spesifik pada adnexa okular. Pada  proses pengembalian struktur dan fungsi harus tetap mengarah pada prinsip-prinsip estetika dasar yang menjadi perhatian utama dari ahli bedah rekonstruksi. 1.2

Rumusan Masalah

1.2.1

Bagaimanakah anatomi dan fisiologi palpebra?

1.2.2

Bagaimana definisi, gejala klinis, penegakan diagnose dan penatalaksanaan laserasi  palpebra ?

1.3

Tujuan

1.3.1

Mengetahui anatomi dan fisiologi palpebra.

1.3.2

Mengetahui definisi, gejala klinis, penegakan diagnose dan penatalaksanaan laserasi  palpebra.

1.4

1.4.1

Manfaat

Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya, dan ilmu kesehatan mata  pada khususnya.

I.4.2

Sebagai proses pembelajaran bagi mahasiswa preklinik yang sedang mengikuti matakuliah mata.

BAB II

LAPORAN KASUS 2.1. Kasus 2.1.1. Anamnesis Identitas

 Nama

: An. T

Usia

: 15 tahun

Pendidikan

: Siswa SMP

Keluhan Utama

Kelopak mata kanan atas berdarah

Riwayat Penyakit Sekarang

Kelopak mata kanan atas berdarah setelah terkena baling-baling mainan helikopter 5 jam sebelum ke RS. Mata terasa sangat nyeri. Penglihatan buram tidak dirasakan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Alergi (-)

Riwayat Terapi

(-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Alergi (-)

2.1.2. Pemeriksaan Fisik Status Generalis

Keadaan Umum

: kesakitan

Kesadaran

: compos mentis

Vital Sign

: TD 120 / 80 mmHg, N 100 x/menit, RR 20 x/menit, T Ax 36,8 C TB 

165cm BB 60 kg

Kepala/Leher

Kepala

: (mata di status lokalis), tidak didapatkan kelainan

Leher

: tidak ada kelainan

Thoraks

Cor

: ictus cordis mid clavicular line sinistra, batas jantung kanan parasternal line sinistra, HR 100 x/menit reguler, bising (-)

Pulmo

: simetris, stem fremitus D~S, sonor, vesikuler, ronkhi/wheezing (-)

Abdomen

: supel, hepar/lien tidak teraba, tidak teraba tumor, tidak nyeri tekan, tanda cairan bebas (-) BU 36 x/menit

Ekstremitas Superior / Inferior

: simetris, hangat, anemis (-)

2.1.3. Status Lokalis Pemeriksaan Oftalmologis

Pemeriksaan dengan head loupe dan senter + oftalmoskop direk 5/5

AV

5/5

Tidak dilakukan

TIO

7/7,5

Kedudukan Orthoforia Pergerakan

Konjungtiva tarsal : kemotik + hiperemi +.

P

Tenang

CB

Tenang

Subconjunctival bleeding Jernih Dalam, hifema -

C

Jernih

COA

Dalam

Bulat, sentral, refleks cahaya +

I/P

Bulat, sentral, refleks cahaya +

Jernih

L

Jernih

Jernih

V

Jernih

Papil bulat, batas tegas, CDR 0,3

F

Papil bulat, batas tegas, CDR 0,3

aa/vv 2/3, RM +, retina baik

aa/vv 2/3, RM +, retina baik

2.1.4. Resume

An. T usia 15 th datang dengan keluhan kelopak mata kanan atas berdarah. Pada anamnesis  pasien didapatkan Kelopak mata kanan atas berdarah setelah terkena baling-baling mainan helikopter 5 jam sebelum ke RS. Mata terasa sangat nyeri. Penglihatan buram tidak dirasakan. Pada pemeriksaan status lokalis didapatkan laserasi palpebra. Sedangkan pada konjungtiva didapatkan kemotik + hiperemi +. Tidak didapatkan perdarahan subkonjungtiva. Diagnosis kerja

Laserasi palpebra superior OD Penatalaksanaan

- Bersihkan luka apabila diyakini bola mata intak - Pertimbangkan pemberian profilaksis tetanus - Berikan antibiotik sistemik - Segera rujuk ke dokter spesialis mata untuk mendapatkan penanganan secepatnya

2.2. Anatomi Palpebra/kelopak

 palpebra Merupakan alat pelindung bola mata yang paling baik yaitu dengan membasahi mata dan melakukan penutupan mata bila terjadi rangsangan dari luar. Fissura palpebra merupakan tempat diantara kelopak mata atas dan bawah. Bentuk fissura Palpebra elips ketika terbuka.

Commisura (canthi) mata adalah sudut medial dan lateral dimana kelopak mata bertemu. Medial commisura dimana lebih lebar daripada lateral commisura, dikarakteristikan sebagai elevasi yang kecil kemerahan dan gemuk disebut lacrimal caruncle/lake.

Palpebra adalah lipatan tipis yang terdiri atas kulit, otot, dan jaringan fibrosa, yang  berfungsi melindungi struktur- struktur mata yang rentan. Palpebra sangat mudah digerakkan karena kulitnya paling tipis di antara kulit di bagian tubuh lain. Di palpebra terdapat rambut halus, yang hanya tampak dengan pembesaran, Di bawah kulit terdapat jaringan areolar longgar yang  bisa mengembang pada edema masif. Musculus orbicularis oculi melekat pada kulit. Permukaan dalamnya dipersarafi nervus cranialis facialis, dan fungsinya adalah untuk menutup palpebra. Otot ini terbagi atas bagian orbital, praseptal, dan pratarsal. Bagian orbital, yang terutama  berfungsi untuk menurup mata dengan kuat, adalah suatu otot sirkular tanpa insersio temporal. Otot praseptal dan pratarsal memiliki caput medial superfisial dan profundus yang berperan dalam  pemornpaan air mata (Vaughan,2010). Tepian palpebra dirunjang oleh tarsus, yaitu lcmpeng fibrosa kaku yang dihubungkan ke tepian orbita oleh tendo-tendo kantus rnedialis dan lateralis. Septum orbltale, yang berasal dari tepian orbita, melekat pada aponcurosis levatoris, kemudian menyatu dengan tarsus. Pada palpe bra inferior, septum bergabung dengan tepi bawah tarsus. Septum rnerupakan sawar yang penting antara palpcbra dan orbita. Di belakangnya terletak bantalan lemak pra-aponeurotik, suatu  petuniuk bedah yang penting. Bantalan lemak tambahan terletak di medial palpebra superior. Di  bawah septum orbitale, palpebra inferior memiliki dua bantalan lemak yang terpisah secara anatomis Terbenam di dalam lemak terdapat kompleks otot Ievators retraktor utama palpebra superior dan padanannya, sulopalpebra berasal dari musculus rectus inferior dan berinsersio  pada batas bawah tarsus. Ia berfungsi menarik palpebra inferior saat melihat ke bawah, Musculus tarsalis superior dan inferior membentuk Iapisan berikutnya, yang melekat pada konjungtiva. Otot-otot sirnpatis ini juga merupakan retraktor palpebra. Konju.ngtiva melapisi perrnukaan dalam palpebra. Konjungtiva palpebralis menyatu dengan konjungtiva yang berasal dari bola mata dan mengandung kelenjar-kelenjar yang penting untuk pelumasan kornea (Vaughan,2010). Palpebra superior lebih besar dan lebih rnudah digerakkan daripada palpebra inferior. Sebuah alur yang dalam, biasanya terdapat di posisi tengah palpebra superior bangsa kulit putih, merupakan tempat melekatnya serat- serat otot levator. Alur ini jauh lebih dangkal atau bahkan tidak ada pada palpebra orang Asia. Dengan meningkat- nya usia, kulit tipis palpebra superior cenderung menggantung di atas alur palpebra tersebut dan bisa sampai menyentuh bulu mata. Penuaan juga menipiskan septum orbitale sehingga terlihat bantalan Jemak di bawalmya. Kantus

lateralis terletak 1-2 mm lebih tinggi dari kantus medialis. Karena Jonggarnya insersio tendo ke tepian orbita, kantus lateralis akan sediklt naik saat melihat ke atas (Vaughan,2010).

2.3. Laserasi Palpebrae

Laserasi kelopak adalah terpotongnya jaringan pada kelopak mata. Penyebab laserasi kelopak dapat berupa sayatan benda tajam, trauma tumpul (kecelakaan lalu lintas atau olahraga), maupun gigitan hewan. Laserasi pada kelopak perlu ditangani segera agar fungsi dan kosmetik kelopak dapat dipertahankan (IDI,2014). 2.3.1. Hasil Anamnesis (Subjective) (IDI,2014).

Keluhan 1. Terdapat rasa nyeri periorbita 2. Perdarahan dan bengkak pada kelopak 3. Mata berair 4. Tidak terdapat penurunan tajam penglihatan bila cedera tidak melibatkan bola mata Faktor Risiko Terdapat riwayat trauma tajam maupun tumpul 2.3.2. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) (IDI,2014).

Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan refleks pupil dan tajam penglihatan 2. Pemeriksaan mata dengan lup dan senter untuk mengidentifikasi: a. Luas dan dalamnya laserasi pada kelopak, termasuk identifikasi keterlibatan tepi kelopak, kantus medial atau kantus lateral. Pemeriksa dapat menggunakan lidi kapas selama pemeriksaan.  b. Adanya benda asing c. Keterlibatan bola mata Pemeriksaan Penunjang Tidak diperlukan

2.3.4. Penegakan Diagnostik (Assessment) (IDI,2014).

Diagnosis Klinis Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Diagnosis banding Tidak ada 2.3.5. Komplikasi (IDI,2014).

Trauma pada sistem lakrimal 2.3.6. Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) (IDI,2014).

Penatalaksanaan 1. Bersihkan luka apabila diyakini bola mata intak 2. Pertimbangkan pemberian profilaksis tetanus 3. Berikan antibiotik sistemik 4. Segera rujuk ke dokter spesialis mata untuk mendapatkan penanganan secepatnya Benda berbentuk partikel harus dikeluarkan dari palpebrae yang mengalami abrasi untuk mengurangi risiko pembentukan tato (tattooing) pada ku lit. Luka kemudian diirigasi dengan saline dan ditutup dengan salep antibiotik dan kasa steril. Jaringan yang terlepas dibersihkan dan dilekatkan kembali. Karena vaskularitas palpebra sangat baik, besar kemungkinan tidak terjadi nekrosis iskemik. Laserasi partial-thickness di palpebrae yang tidak mengenai tepi palpebra dapat diperbaiki secara bedah sama seperti laserasi kulit lainnya. Namun, laserasi full-tltickness palpebra yang mengenai batas palpebra harus diperbaiki secara hati-hati untuk mencegah penonjolan tepi  palpebra dan trikiasis (Vaughan,2010). Perbaikan palpebra mata yang benar memerlukan aproksimasi tepi palpebra, lempeng tarsal, dan kulit yang teriaserasi dengan tepat. Hal ini diawali dengan menempatkan jahitan nonabsorbahle (silk atawnylon) 6-0 dengan dua jarum (double-armed) menggunakan teknik matras melewati tepi lempeng tarsal. Pertama-tama jarum dimasukkan melalui tepi-tepi lempeng tarsal yang bersesuaian sebelum keluar melalui orifisium kelenjar meibom di sisi yang berseberangan. Jarum yang lain (dengansilk 6-0) lalu dimasukkan dengan cara serupa dengan jarak 3-4 mm. Jahitan nonabsorbable 6-0 yang kedua ditempatkan melalui folikel-folikel bulu mata, yang

 berjarak sama-2 mm, pada tiap sisi laserasi. Jahitan-jahitan ini jangan dikencangkan sampai tarsus diperbaiki dengan jahitan interrupted memakai benang o.bsorbsble 5-0 (Gambar 19-3C). Akhirnya, kulit ditutup dengan jahitan irterrupted menggunakan nylon, zticryl, atar silk 6-0 (Garnbar19-3D). Kemudian dioleskan salep antibiotik pada jaringan palpebra yang telah diperbaiki tersebut. Bila perbaikan primer tidak dilakukan dalam 24 jam, terjadinya edema mengharuskan penutupan clitunda (Vaughan,2010). Luka harus dibersihkan secara cermat dan diberikan antibiotik. Setelah bengkak mereda, dapat dilakukan perbaikan. Debridement harus dilakukan seminimal mungkiry terutama bila kulitnya tidak longgar. Laserasi di dekat kantus internus sering kali mengenai kanalikulus. Perbaikan disarankan untuk dilakukan sejak dini karena jaringan menjadi sernakin sulit diidentifikasi dan diperbaiki saat membengkak. Manfaat perbaikan langsung laserasi kanalikulus masih diperdebatkan. Aposisi sederhana ujung-ujung laserasi sering kali sudah cukup memadai. Penggunaan stent atau intubasi dapat memperberat derajat kerusakan kanalikulus, dan dengan demikian meningkatkan risiko stenosis bahkan dapat menyebabkan kerusakan bagian-bagian lain sistem kanalikular selama manipulasi bedah. Namury laserasi tajam melalui kanalikulus distal dapat diperbaiki dengan Veirs rod atau stent bentuk lain. Dernikian puia avulsi atau laserasi kanalikulus proksimal kemungkinan memerlukan intubasi nasokanalikuiar silikon dengan Quickert probe. Terdapat berbagai metode untuk melakukan intubasi pada suatu kanalikulus tunggal yang ditujukan untuk menghindari penggunaan pigtnil probe yang berisiko dan traumatik;

 probeini cenderung merusak bagian-bagian lain dari sistem kanalikular (Vaughan,2010).

2.3.7. Konseling dan Edukasi (IDI,2014).

1. Memberitahu pasien bahwa luka pada kelopak perlu menjalani pembedahan (menutup luka) 2. Menggunakan alat / kacamata pelindung pada saat bekerja atau berkendara. 3. Anjurkan pasien untuk kontrol bila keluhan bertambah b erat setelah dilakukan tindakan, seperti mata bertambah merah, bengkak atau disertai dg penurunan visus. Kriteria Rujukan Setelah dilakukan penatalaksanaan awal, pasien segera dirujuk ke dokter mata.

Peralatan 1. Lup 2. Senter 3. Lidi kapas Prognosis 1. Ad vitam : Bonam 2. Ad functionam : dubia 3. Ad sanationam : dubia

2.4. Pembahasan Kasus

Pada kasus ini, diagnosa pasien dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan  pemeriksaan oftalmologi. Pasien seorang anak berusia 15 tahun datang ke Rumah Sakit dengan keluhan kedua merah sejak 5 jam sebelum ke RS. Pada anamnesis pasien didapatkan Kelopak mata kanan atas berdarah setelah terkena  baling-baling mainan helikopter 5 jam sebelum ke RS. Mata terasa sangat nyeri. Penglihatan  buram tidak dirasakan. Pada pemeriksaan status lokalis didapatkan laserasi palpebra yang menjadi dasar diagnosis. Sedangkan pada konjungtiva didapatkan kemotik + hiperemi +. Tidak didapatkan  perdarahan subkonjungtiva. Hal ini dapat disimpulkan bahwa keluhan yang dirasakan pasien merupakan laserasi palpebra yang terjadi akibat trauma benda tajam. Penatalaksanaan pasien ini dengan memberersihkan luka apabila diyakini bola mata intak, Pertimbangkan pemberian profilaksis tetanus, Berikan antibiotik sistemik, Segera rujuk ke dokter spesialis mata untuk mendapatkan penanganan secepatnya.

BAB III PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

laserasi kelopak mata merupakan rudapaksa pada kelopak mata akibat benda tajam yang mengakibatkan luka robek/laserasi. Dapat disebabkan oleh trauma benda tumpul, trauma  benda tajam, gigitan hewan atau manusia, luka bakar. Dalam penatalaksanaannya harus diobservasi secara menyeluruh. Teknik rekonstruksi yang digunakan disesuaikan berdasrkan area laserasi. Kehati-hatian dalam melakukan rekonstruksi harus diperhatikan untuk mencegah berbagai macam komplikasi yang terjadi setelah operasi. Prognosa ditentukan oleh berbagai macam faktor. 3.2. SARAN

Mahasiswa diharapkan memahami secara benar apa yang harus dilakukan pada kasus laserasi palpebra.

DAFTAR PUSTAKA American Academy of Ophthalmology. 2008.

Clinical approach to depositions and

degenerations of the conjunctiva, cornea, and sclera chapter 17 . In External Disease and Cornea. Singapore: Lifelong Education Ophthalmologist. pp 366 Ehlers JP, Shah CP, editors. The Wills Eye Manual-office and emergency room diagnosis and treatment of eye disease. 5th edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2008. Ikatan Dokter Indonesia. 2014. Panduan pelayanan klinis di fasilitas pelayanan primer . jakarta Kanski, J.J., dan Bowling, B. 2011. Clinical Ophthalmology A Systematic Approach. Seventh Edition. London: ELSEVIER. Karesh JW. The evaluation and management of eyelid trauma. Dalam : Duane’s Clinical Ophthalmology, Volume 5. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2006. (Karesh, 2006 ) Snell, Richard S. 2011. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC. Vaughan dan Asbury,S. 2012. General Ophthalmology. EGC : Jakarta

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF