3 Bab 3 Kegagalan Isolasi
December 13, 2017 | Author: WHaty SHawol Skellington | Category: N/A
Short Description
Download 3 Bab 3 Kegagalan Isolasi...
Description
Teknologi Material Isolasi – DR.Ir. Salama Manjang
KULIAH-3 KEGAGALAN ISOLASI PADA BENDA GAS Bab ini akan menjelaskan teori kegagalan isolasi pada benda gas. pada benda gas, diantara teori yang dibahas adalah gas sebagai isolator, proses dasar ionisasi dalam gas, mekanisme kegagalan Townsend, kegagalan pada gas elektronegatif, post breakdown phenomena, streamer breakdown, hukum Paschen, dan isolasi vakum. 3.1 GAS SEBAGAI MEDIA ISOLATOR Udara dan gas adalah suatu dielektrik yang paling mudah ditemukan, yang mana banyak digunakan sebagai bahan untuk mengisolasi peralatan listrik tegangan tinggi. Gas-gas yang biasa digunakan untuk mengisolasi adalah Nitrogen (N2), Karbondioksida (CO2), Freon (CCI2F2) dan Sulfur Heksaflorida (SF6). Isolasi berfungsi untuk memisahkan dua atau lebih penghantar listrik yang bertegangan, sehingga antara penghantar-penghantar tersebut
tidak
terjadi lompatan listrik (flashover) atau percikan (sparkover). Pada saat penerapan tegangan dilakukan, bermacam fenomena terjadi dalam dielektrik gas. Ketika tegangan yang diterapkan adalah rendah, maka arus yang mengalir diantara elektroda tersebut adalah kecil sehingga isolator masih dapat menahan sifat listriknya. Akan tetapi bila arus yang diterapkan adalah besar, maka arus yang mengalir dalam elektroda meningkat tajam dan ini menyebabkan terjadinya
suatu kegagalan listrik, yang mana ditandai
dengan pelepasan, yang mana ditandai dengan pelepasan muatan listrik (discharge). Kegagalan ini menyebabkan hilangnya tegangan dan mengalirnya arus dalam bahan isolasi. 1. Pelepasan yang bertahan sendiri (self-sustaining discharge), dan 2. Pelepasan yang tidak bertahan sendiri (non-self-sustaining discharge) Mekanisme kegagalan gas, yang biasa disebut percikan, adalah peralihan dari pelepasan tak bertahan ke berbagai jenis pelepasan yang tak bertahan ke berbagai jenis pelepasan yang bertahan sendiri. Percikan (spark) biasanya terjadi secara tiba-tiba.
1
Teknologi Material Isolasi – DR.Ir. Salama Manjang
Sifat mendasar dari kegagalan percikan (spark breakdown) adalah bahwa tegangan pada sela jatuh menurun karena proses yang menghasilkan kehantaran (conductivity) tinggi antara anoda dan katoda. Pada saat ini dikenal dengan dua mekanisme kegagalan gas, yaitu : 1. Teori/mekanisme Townsend, dan 2. Teori/mekanisme Streamer (Kanal). Bermacam-macam kondisi fisik dalam gas seperti : tekanan, temperatur (suhu), sifat dasar elektroda, permukaan alami elektroda dan tersedianya partikel-partikel penghantar dianggap sebagai dasar yang menentukan dalam terjadinya proses ionisasi. 3.2 PROSES DASAR IONISASI Udara ideal adalah gas yang hanya terdiri dari molekul-molekul netral, sehingga tidak dapat mangalirkan arus listrik. Tetapi dalam kenyataannya, udara yang sesungguhnya tidak hanya terdiri dari molekul-molekul netral saja tetapi ada sebagian kecil daripadanya berupa ion-ion dan elektron-elektron bebas, yang akan mengakibatkan udara dan gas mengalirkan arus walaupun terbatas. Kegagalan listrik yang terjadi di udara atau gas, pertama-tama tergantung dari jumlah elektron bebas yang ada diudara atau gas tersebut. Konsentrasi elektron bebas ini dalam keadaan normal sangat kecil
dan
ditentukan oleh pengaruh radioaktif dari luar. Pengaruh ini dapat berupa radiasi ultraviolet dari sinar matahari, radiasi radioaktif dari bumi, radiasi sinar kosmis dari angkasa luar dan sebagainya, yang menyebabkan udara terionisasi. Proses dasar pelepasan dalam gas yang bertanggungjawab dalam terjadinya kegagalan adalah : Ionisasi karena benturan elektron, ionisasi karena cahaya (fotoionisasi), ionisasi karena panas, proses ionisasi kedua dan proses penggabungan (rekombinasi).
2
Teknologi Material Isolasi – DR.Ir. Salama Manjang
3.2.1 IONISASI KARENA BENTURAN ELEKTRON Pada proses ionisasi ini elektron yang bebas bertumbukan dengan molekul gas netral dan mengakibatkan kenaikan pada elektron baru dan ion positif. Proses dari pelepasan elektron dari molekul gas yang bersamaan dengan dihasilkannya ion positif merupakan bentuk dari ionisasi. Jika dianggap suatu gumpalan gas yang bertekanan rendah dan medan listrik E diterapkan pada sebaran dua plat elektroda yang sejajar, seperti pada Gambar 3.1.Maka elektron-elektron yang berada pada katoda tersebut akan lebih dipercepat lagi dalam proses tumbukan dengan molekul gas yang lain selama pergerakannya menuju ke anoda. Jika energi (ε ) meningkat selama dalam pergerakan tumbukan melebihi potensial ionisasi, (Vi), yang mana energi hanya menghendaki untuk mengeluarkan elektron dari kulit atom, maka ionisasi dapat terjadi. Proses ini dapat digambarkan sebagai : e- + A
ε > Vi
e- + A+ e-
(3.1)
Dimana A adalah atom, A+ adalah ion positif dan e- adalah elektron.
Gambar 3.1 Penetapan studi pelepasan muatan Townsend Ada juga elektron yang dihasilkan pada katoda yang dipengaruhi oleh pengaruh luar, seperti : jatuhnya sinar ultra violet di katoda ionisasi partikel gas yang menghasilkan ion positif dan elektron tambahan. Ion-ion tambahan inilah yang menyebabkan ionisasi tumbukan dan proses ini terjadi berulang. Hal ini terlihat pada bertambahnya jumlah aliran elektron dan jumlah elektron yang
3
Teknologi Material Isolasi – DR.Ir. Salama Manjang
menuju ke anoda yang mana perunitnya lebih besar dari yang dilepaskan di katoda. Selanjutnya, ion positif juga mencapai katoda dan bertumbukan, sehingga memberikan peningkatan pada elektron berikutnya. 3.2.2 IONISASI KARENA CAHAYA (FOTOIONISASI) Fenomena
penggabungan
oleh
karena
radiasi
atau
fotoionisasi
melibatkan interaksi antara zat yang teradiasi. Fotoionisasi terjadi pada saat jumlah dari radiasi energi diserap oleh atom atau molekul melebihi daripada potensial ionisasinya. Proses radiasi yang dapat diserap oleh atom atau molekul adalah : 1. Eksistansi atom yang menuju ke tingkatan energi yang lebih besar. 2. Penyerapan yang berlanjut oleh eksitasi langsung pada atom atau disosiasi (pemisahan diri) pada molekul diatomik atau ionisasi langsung. Seperti pada atom yang mengeluarkan radiasi ketika elektron kembali ke keadaan yang sebelumnya. Proses bolak-balik terjadi pada saat atom menyerap radiasi. Proses ini dapat dituliskan sebagai : A+
hv + A
(3.2)
dan ionisasi terjadi pada saat : λ≤ c.
h Vi
(3.3)
Dimana, h adalah konstanta Planck. c adalah kecepatan cahaya, adalah panjang gelombang radiasi yang terjadi dan Vi adalah energi ionisasi atom. Dengan mensubtitusikan h dan c di dapat : 1.27 −6 λ≤ × 10 cm Vi
(3.4)
Dimana Vi dalam elektron volt (eV). Pada ionisasi energi yang tertinggi dan panjang gelombang radiasi yang pendek dapat menyebabkan proses terjadinya ionisasi. Ini diamati pada percobaan radiasi yang memiliki panjang
4
Teknologi Material Isolasi – DR.Ir. Salama Manjang
gelombang 1250 Ao juga dapat meyebabkan terjadinya proses fotoionisasi pada kebanyakan gas. 3.2.3 IONISASI KARENA PANAS (IONISASI TERMAL) Pada prinsipnya proses ionisasi karena panas (termal) tidak berbeda dengan proses ionisasi karena benturan dan cahaya. Perbedaannya terletak pada jenis energi yang diberikan kepada molekul atau atom gas netral. Jika gas dipanasi sampai suhu yang cukup tinggi, maka banyak atom netral akan memperoleh energi yang diperlukan untuk mengionisasikan atom-atom yang mereka bentur. Proses ini dituliskan sebagai : Ui (T) + A
(3.5)
A+ + e
Dimana : Ui (T)
= energi panas
A
= molekul atau atom gas mula-mula
A+
= molekul atau atom yang bebas 1 elektronnya
e-
= elektron yang dibebaskan oleh proses ionisasi
Pada umumnya istilah ionisasi termal mencakup hal-hal sebagai berikut : 1. Ionisasi karena benturan antara molekul-molekul atau atom gas yang bergerak dengan kecepatan tinggi akibat suhu yang tinggi. 2. Ionisasi karena radiasi panas. Ionisasi adalah sumber ionisasi utama pada api (flames) dan busur api bertekanan tinggi. 3.2.4 PROSES IONISASI KEDUA Pada proses ionisasi kedua ini, elektron kedua dihasilkan dari suatu pelepasan
bertahan
setelah
terbentuknya
ionisasi
oleh
benturan
dan
fotoionisasi. Proses ionisasi kedua dapat dijelaskan seperti berikut :
5
Teknologi Material Isolasi – DR.Ir. Salama Manjang
(1)
Emisi/pemancaran elektron karena dampak ion positif Ion positif terbentuk dari ionisasi karena benturan dan fotoionisasi dan oleh termuatnya muatan positif pada saat pergerakannya menuju ke katoda. Elektron dapat dikeluarkan dari permukaan logam katoda dengan menghujaninya dengan ion-ion positif atau atom-atom metastabil. Untuk memungkinkan pengeluaran (emisi), elektron sekunder dan ion yang membentur katoda harus membebaskan dua elektron, satu diantaranya digunakan untuk menetralkan muatan ion. Oleh karena itu, energi minimum yang diperlukan untuk emisi ion positif adalah : U min = Uk + Up ≥ 2 e ∅
(3.6)
Dimana : Uk = energi kinetik Up = energi potensial (2)
Emisi elektron karena foton Salah satu cara untuk melepaskan ion dari logam adalah dengan memberikan energi yang cukup untuk meningkatkan permukaan potensial plat. Energi juga dapat diambil dari bentuk foton pada frekuensi sinar ultra violet yang sesuai. Emisi elektron dari suatu permukaan logam terjadi pada kondisi yang kritis. Proses ini dapat dituliskan sebagai: h.f ≥ ϕ Dimana h
(3.7)
adalah fungsi kerja elektroda pada logam, frekuensi (f)
dituliskan dengan hubungan sebagai :
f =
ϕ h
(3.8)
Diketahui bahwa frekuensi ambang (permulaan) pada permukaan nikel dengan ϕ = 4.5 eV, maka frekuensi ini diidentikkan dengan panjang gelombang λ = 2775 A0 . Jika radiasi yang terjadi memiliki frekuensi yang lebih besar akan bergerak sebagian sebagai energi kinetik pada
6
Teknologi Material Isolasi – DR.Ir. Salama Manjang
emisi elektron dan yang sebagian sabagai panas di permukaan pada elektroda. Karena ϕ
adalah bentuk dari elektron volt, maka frekuensi
ambang terletak jauh dari daerah sianr ultraviolet pada spektrum radiasi elektromagnetik. (3)
Emisi elektron karena atom netral dan metastabil Atom yang metastabil ataupun molekul adalah partikel bergerak yang memiliki durasi yang besar (10-3 dst) bila dibandingkan dengan durasi pada partikel biasa (10-8 dst). Elektron dapat dikeluarkan dari permukaan logam dengan cara benturan pada atom yang dibangkitkan (metastabil) yang mana energi totalnya cukup untuk meningkatkan fungsi kerja. Proses ini sangatlah mudah untuk diamati, karena durasi pada keadaan atom lain yang dibangkitkan
terlalu pendek mencapai katoda dan
menyebabkan emisi elektron. Atom netral yang berada pada keadaan dasar juga dapat memberi peningkatan pada emisi elektron kedua jika energi kinetiknya tinggi (≅ 100 eV). 3.2.5. PROSES PENGGABUNGAN ELEKTRON Tumbukan dimana elektron-elektron dapat bergabung ke dalam atom atau molekul dan terbentuknya ion negatif disebut dengan penggabungan elektron. Proses penggabungan elektron bergantung pada energi elektron tersebut dan kealamian dari gas. Semua gas yang merupakan isolator listrik, seperti
02, CO2 , Cl2, F2, C3, F8, C4F10, CCl2F2, dan SF6 karakteristik yang
berbeda. Proses penggabungan elektron dapat dituliskan sebagai : Atom + e- + k
atom ion negatif + (Ea + K)
(3.9)
Energi yang dilepaskan sebagai bentuk dari hasil proses ini adalah energi kinetik (K) dan ditambah dengan daya tarik-manarik elektron (Ea). Pada saat penggabungan ataupun pengisolasian udara, atom dan molekul memiliki suatu peluang di kulit yang terluarnya, sehingga terdapat pada daya tarikmanarik elektron. Proses penggabungan memainkan peranan yang sangat
7
Teknologi Material Isolasi – DR.Ir. Salama Manjang
penting dalam pergerakan elektron-elektron bebas pada ionisasi gas ketika gangguan pada busur, dan terjadi dalam pengisolasian gas di switchgear. 3.3 PERSAMAAN KENAIKAN ARUS TOWNSEND Berdasarkan Gambar 3.1 diasumsikan bahwa n0 adalah elektron yang keluar dari katoda. Pada saat suatu elektron bertumbukkan dengan partikel netral, ion positif dan elektron terbentuk, (α) dikenal sebagai jumlah elektron yang dihasilkan di dalam jalur sebuah elektron yang bergerak sepanjang 1 cm searah dengan medan
α bergantung pada tekanan gas P dan E/P , yang
dikenal sebagai Koefisien kesatu ionisasi Townsend. Pada jarak
×
dari
katoda, maka jumlah elektron adalah n. Dan ini bergerak menuju jarak yang lebih jauh, sehingga dx memberikan kenaikan elektron (n× d× ). Pada saat : x = 0, nx = n0
(3.10)
dnx = αnx ; atau nx = n0 exp (αx) dx
(3.11)
atau :
Maka, jumlah elektron yang menuju ke anoda (x = d) menjadi : nd = n0 exp (αd)
(3.12)
Jumlah elektron baru yang terbentuk, pada rata-rata elektronnya; Exp (αd) − 1 =
nd − n0 n0
(3.13)
Untuk rata-rata arus dalam celah, yang mana jumlahnya sama dengan elektron yang bergerak per detik, maka persamaan menjadi I = I0 exp (αd)
(3.14)
Dimana : I0 adalah arus awal di katoda
8
Teknologi Material Isolasi – DR.Ir. Salama Manjang
3.4 KENAIKAN ARUS DARI KEHADIRAN PROSES KEDUA Pada proses dihujaninya elektron (avalanche) ternyata ada tambahan mekanisme yang ikut bekerja di dalam membantu memproduksi elektron di daerah itu. Dahulu Townsend mengira bahwa ion positif menabrak molekul sehingga menyebabkan elektron keluar. Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Ion positif yang bebas memilliki energi yang cukup utuk membebaskan elektron-elektron pada katoda saat ion positif mengenainya. 2. Atom
atau
ion
yang
dibangkitkan
pada
saat
dihujani
akan
mengeluarkan foton, yang mana akan menyebabkan keluarnya elektron karena proses fotoemisi. 3. Partikel yang metastabil dapat tersebar kembali karena emisi (keluarnya) elektron. Elektron yang dihasilkan dari proses ini disebut sebagai elektron kedua. Koefisien ionisasi kedua (γ ) didefinisikan dengan cara yang sama seperti (α), dengan asumsi jumlah elektron pada kedua proses dihasilkan oleh ion positif, foton, partikel yang dibangkitkan, ataupun partikel matastabil. Jumlah dari masing-masing koefisien karena perbedaan ketiga proses, misalnya : γ = γ 1 + γ 2 + γ 3 . γ disebut sebagai Koefisien ionisasi kedua Townsend. Dan ini adalah sebagai fungsi dari tekanan gas P dan E/P. Berdasarkan pada prosedur townsend untuk kenaikan arus, maka diasumsikan : n0 = jumlah elektron kedua yang dihasilkan karena proses ionisasi kedua. n0” = jumlah elektron total yang meninggalkan katoda. Maka : n0” = n0 + n0’
(3.15)
jumlah elektron total n yang menuju ke anoda menjadi : n = n0” exp (αd) = (n0 + n0’) exp (αd)
(3.16)
n0’ = γ [ n-(n0+n0’) ]
(3.17)
Dan
9
Teknologi Material Isolasi – DR.Ir. Salama Manjang
Dengan menghilangkan n0’ maka : n0 exp( αd ) 1 − γ[exp( αd ) −1]
(3.18)
I 0exp( αd ) 1 − γ[exp( αd ) − 1]
(3.19)
n= Atau I=
MEKANISME KEGAGALAN TOWNSEND Persamaan (3.19) menjelaskan rata-rata total arus dalam celah sebelum kegagalan terjadi. Pada jarak antara elektroda d yang semakin besar, angka persamaan mendekati nol. Dan pada saat jarak kritis d = d, maka : 1 − γ [ exp (αd) − 1 ] = 0
(3.20)
Untuk harga d < ds , I dianggap sama dengan I0 dan jika sumber supply eksternal I0 dipindahkan, maka I akan menjadi nol. Jika d = ds, 1 → α dan arus hanya dibatasi oleh tahanan dari power supply rangkaian luar. Maka kondisi ini disebut mekanisme kegagalan Townsend. Mekanisme ini dapat dituliskan sebagai : d = ds, I → ∝
(3.21)
Umumnya, nilai exp (αd) adalah besar dan karenanya persamaan diatas direduksi menjadi : γ [ exp (αd) − 1 ] = 1
(3.22)
Pada keadaan celah ruangan dan pemberian tekanan pada nilai tegangan V, dimana nilai yang diberikan yaitu d adalah memenuhi dalam kriteria kegagalan, maka ini disebut sebagai gagal percikan V, dan jarak ds, disebut jarak percikan. Mekanisme Townsend menjelaskan tentang fenomena kegagalan yang hanya terjadi pada tekanan yang rendah lebih tepatnya untuk
P dan d
(tekanan gas dan lebar celah), dan ini bernilai sebesar 1000 torr-cm ke bawah.
10
Teknologi Material Isolasi – DR.Ir. Salama Manjang
PERCOBAAN DALAM MENENTUKAN NILAI KOEFISIEN Dalam susunan percobaan seperti yang terlihat pada Gambar 3.2 sistem elektroda terdiri atas dua medan yang sama. Elektroda tegangan tinggi dihubungkan dengan sumber tegangan tinggi D.C yang memiliki besaran (antara 2 sampai 10 kVA). Sedangkan elektroda tegangan rendah terdiri atas sebuah elektroda pokok dan sebuah elektroda pelindung. Elektroda pokok dihubungkan dengan tanah (ground) melalui tahanan tinggi pada amplifier electrometer yang memiliki input tahanan sebesar 109 sampai 1013 ohms. Dan pada elektroda pelindungnya langsung dibumikan ke tanah. Amplifier electrometer dapat mengukur arus dengan batas sebesar antara 10-14 sampai 10-8 A.
Gambar 3.2 Pengaturan percobaan untuk pengukuran koefisien ionisasi α dan η (sumber: M.S Naedu K. 1985) Sistem elektroda ditempatkan pada ruang ionisasi, ruang ionisasi bukanlah ruangan yang terbuat dari plat Chromium ataupun logam anti karat. Ruangan dikosongkan mencapai tingkat kekosongan yang tinggi, sebesar 10-4 sampai 10-6 torr. Kemudian diisi dengan udara yang diinginkan, maka akan timbul gejolak pada beberapa saat sampai semua sisa gas dan udara dipindahkan. Tekaanan dalam ruangan ini disesuaikan dengan beberapa torr (satuan tingkat kekosongan udara) yang bergantung pada pemisahan celah dan ditinggalkan selama setengah jam supaya gas dapat mengisi ruangan secara menyeluruh. Pada katoda disinari dengan sinar ultra-violet (U.V) yang ditempatkan diluar ruangan. Sinar ultra-violet ini menghasilkan elektron awal (n0) dengan proses emisi fotoelektrik.
11
Teknologi Material Isolasi – DR.Ir. Salama Manjang
Pada saat tegangan D.C diterapkan dan tegagannya berada pada kedudukan yang rendah, maka arus mulai bergerak muncul karena adanya elektron dan ion positif, seperti yang terlihat pada Gambar 3.3 (a) dan 3.3 (b).
Gambar 3.3 Kuat arus sebagai suatu fungsi waktu a. Ketika elektron sekunder terbentuk oleh ion positif pada katoda b. Ketika elektron sekunder terbentuk oleh photon pada katoda ideal aktual
I(t) adalah jumlah kuat arus; I− dan I+ adalah arus ion elektron ; τ− dan τ+ adalah durasi transit ion dan elektron (sumber : M.S.Naedu K, 1985) Pada saat tegangan dinaikkan, muncul gerakan dan arus rata-rata D.C. yang tersusun seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3.4. pada bagian awal (T0), arus meningkat dengan lambat tapi tidak goyah (stabil) pada tegangan yang diterapkan. Pada bagian T1 dan T2 arus mulai meningkat, tapi tidak lagi stabil (goyah) di mana terdapat pengaruh mekaniesme Townsend. Sesudah melewati T2, arus meningkat dengan tajam dan percikan pun terjadi.
12
Teknologi Material Isolasi – DR.Ir. Salama Manjang
Kegagalan Pelepasan yang dapat pulih kembali I=I0
Pelepasan yang tidak dapat pulih kembali t
I01
Gambar 3.4 Kurva peningkata kuat arus pada Townsend T0 pelepasan muatan T1 T2 (sumber : M.S. Naedu K. 1985) Dalam menentukan koefisien α dan γ , Karakteristik arus danV tegangan pada setting celah yang berbeda dapat disusun. Dan dari hasilnya adalah a log I/I0 dengan lebar alur celah tersusun dibawah kondisi medan konstan (E) seperti yang terlihat pada Gambar 3.5. Pada gambar ini lengkung kurva dibagian awalnya menyatakan nilai γ. Dengan mengetahui nilai dari α, maka nilai γ dapat dicari dengan menggunakan persamaan (3.19) dan juga dengan memasukkan nilai dari bagian kurva atas dalam gambar. Percobaan ini dapat dilakukan berulang-ulang dengan tekanan yang berbeda.
E2
Log
I
I0
E1
E1< E2 < E3
E3
d1S
d2S
d3S
d
13
VS
Teknologi Material Isolasi – DR.Ir. Salama Manjang
Gambar 3.5 Kurva Townsend, perbandingan log (I/I0) dengan plot d (sumber: M.S. Naedu K. , 1985) Terlihat bahwa α /p dan γ adalah fungsi dari E / p. Tegangan percikan untuk setiap panjang celah ds adalah : Vs = E.ds
(3.23)
Dimana : ds = panjang celah kritis pada kuat medan yang diperoleh dari gambar. Dan ini juga dapat disimpulkan bahwa jika I0 (arus awal) bertambah, maka arus anoda rata-rata (I) juga akan bertambah. Untuk nilai log I/ I0 dan berbagai atom ditunjukkan oleh Gambar 3.6 dan Gambar 3.7.
Gambar 3.6 Kurva α/p dengan E/p untuk hidrogen dan nitrogen; p0 merupakan harga tekanan pada suhu 00C (sumber : M.S. Naeda K. 1985)
14
Teknologi Material Isolasi – DR.Ir. Salama Manjang
Gambar 3.7 Koefisien Ionisasi sekunder (γ) sebagai fungsi E/p untuk nitrogen, SF, dan freon (sumber : M.S. Naeda K. 1985) 3.7. KEGAGALAN PADA GAS ELEKTRONEGATIF Telah diketahui bahwa salah satu proses yang berpengaruh besar dalam kegagalan dalam gas adalah penggabungan elektron, dimana elektron-elektron bebas dapat melekat pada atom netral atau molekul dan akan membentuk ion negatif. Karena ion negatif dan ion positif yang terlalu banyak jumlahnya karena benturan/tumbukan, maka penggabungan dapat diwakilkan oleh pergerakan efektif elektron yang akan menyebabkan kenaikan arus dan kegagalan terjadi pada tegangan yang rendah. Pada proses penggabungan, gas yang paling penting peranannya adalah elektronegatif gas. Proses pertemuan dan penggabungan gas yang sering dijumpai adalah : 1. Penggabungan secara langsung, dimana elektron langsung dapat melekat dan membentuk ion negatif. 2. Penggabungan secara disosiasi, dimana molekul gas terbagi dua kedalam unsur pokok atom-atomnya dan atom elektronegatif terbentuk menjadi ion negatif.
15
Teknologi Material Isolasi – DR.Ir. Salama Manjang
Proses ini dapat dituliskan sebagai : (a) Proses penggabungan langsung AB + e
AB
(3.24)
(b) Pro AB + e ses penggabungan dengan disosiasi AB + e
A+B
(3.25)
Pada gas, Persamaan kenaikan arus Townsend dimodifikasi (diubah ) dengan tujuan untuk memasukkan penggabungan dan ionisasi. Koefisien gabung
(
η
)
didefinisikan
sama
dengan
jumlah
tumbukan
dan
penggabungannya disebabkan oleh satu elektron yang terlepas separuh 1cm dari arah medannya. Arus yang menuju ke anoda dapat dituliskan sebagai I = I0
[{α /(α − η)} exp( α − η)d ] − [η /(α − η)] 1 − {γα[{exp( α − η)d } − 1]}
Kriteria kegagalan Townsend pada penggabungan gas dapat disimpulkan dengan menyamakan penyebutnya pada Persamaan (3.26) menjadi nol, sehingga:
γ
α = [exp( α − η)d − 1] = 1 (α − η)
Ini menunjukkan bahwa untuk
(3.27)
α > η , kegagalan bisa mungkin saja
terlepas dari nilai α dan γ. Jika η > α, seperti pada Persamaan (3.27) maka akan menyerupai bentuk garis lurus yang mendekati suatu kurva dan tidak berpotongan pada jarak yang dekat karena meningkatnya nilai d, oleh karena itu nilai α + η adalah :
γ
α η = 1; atau α = (α − η) (1 − γ )
(3.28)
16
Teknologi Material Isolasi – DR.Ir. Salama Manjang
Karena nilainya, sangat kecil (10-4) maka persamaan (3.28) dapat dianggap bahwa α = η. Kondisi ini menunjukkan tidak ada kegagalan pada batas nilai (E/P). E/P kritis pada SF6 adalah 117 V cm-1torr-1 dan untuk CCLF2F2 adalah 121V cm-1torr-1 (keduanya pada suhu 200 C). Bentuk η nilai pada beberapa gas ditunjukkan pada Gambar 3.8.
Gambar 3.8 Kurva η/p dengan E/p untuk benda gas dielektrik ; p20 merupakan harga tekanan pada suhu 200 C (sumber : M.S. Naedu K. 1985)
Pada kondisi dimana arus mencapai anoda, maka persamaan 1 dapat ditulis sebagai berikut :
I = I0
[{α /(α − η)} exp( α − η)d ] − [η /(α − η)] α 1 − γ [{exp( α − η)d } − 1] α−η
(3.29)
Kriteria breakdown Townsend untuk gas yang menempel dapat pula diturunkan dengan membuat denominator dalam contoh (3.29) menjadi nol.
17
Teknologi Material Isolasi – DR.Ir. Salama Manjang
γ
a [exp( α − η)d − 1] = 1 (a − η)
Ini menunjukkan bahwa
untuk
(3.30)
α > η, breakdownnya selalu
memungkinkan terlepas dari nilai α, η, dan γ. Jika lain η = α, persamaan (3.18) mendekati bentuk simtotik dengan nilai d yang bertambah besar, maka :
γ
α =1 (α − η)
; or α =
η (1 − γ )
(3.31)
3.8 KETERLAMBATAN WAKTU UNTUK BREAKDOWN Pada bagian sebelumnnya, mekanisme dari kegagalan percikan dianggap sebagai fungsi dari proses ionisasi pada kondisi lapangan seragam. Tapi pada prakteknya, breakdown yang terjadi disebabkan oleh berubahnya tegangan (tegangan impuls). Ada perbedaan waktu anatar penerapan dari tegangan yang cukup untuk menyebabkan breakdown dan kemunculan breakdown itu sendiri. Perbedaan waktu ini disebut keterlambatan waktu atau time lag. Walau bagaimanapun, dengan tegangan yang bervariasi tinggi dalam waktu yang singkat (10-6s) elektron yang diperlukan tidak dijumpai di dalam celah, dan dalam kondisi seperti ini, breakdown tidak dapat terjadi. Waktu t yang terjadi antara penetapan tegangan yang cukup dapat menyebabkan terjadinya breakdown dan dalam peristiwa pemunculan elektron yang diperlukan perbedaan waktu statistik (ts) dari celah. Permunculan dari elektronelektron ini biasanya terdistribusi secara statistik setelah kemunculan elektron awal, waktu yang diperlukan untuk proses ionisasi supaya dapat berkembang dan menyebabkan breakdown pada celah dan waktu ini disebut perbedaan waktu pembentukan ( tt ). Waktu keseluruhan ts + tt = t, disebut juga perbedaan waktu total. Perbedaan waktu ini adalah merupakan hal yang perlu dipertimbangkan. Supaya breakdown dapat terjadi, tegangan V yang digunakan harus lebih besar daripada tegangan statis Vs, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.9. Perbedaan atau selisih tegangan ∆V =V.V disebut sebagai tegangan lebih dan perbandingan V/Vs disebut perbandingan impuls. Variasi antara
tt
dengan
18
Teknologi Material Isolasi – DR.Ir. Salama Manjang
tegangan lebih (v) ditunjukkan pada Gambar 3.10. Karakteristik waktu volt dari peralatan-peralatan elektronik yang sangat penting dalam koordinasi isolasi, ditunjukkan pada Gambar 3.11. Dari gambar 3.11 dapat dilihat bahwa sebuah celah batang mempunyai tegangan gagal lebih tinggi dari tegangan gagal dari
Tegangan
objek yang berbentuk bulat.
V
∆V VS
Tegangan yang jatuh
t Waktu Gambar 3.9 Kegagalan pada bagian muka tegangan impuls (sumber : M.S. Neudu K. 1985)
Gambar 3.10 Formative time lag (tf) sebagai fungsi ∆V a, b dan c adalah lebar celah yang berbeda o adalah nilai hasil percobaan (sumber : M.S . Naedu K. 1985)
19
Tegangan impulas
Teknologi Material Isolasi – DR.Ir. Salama Manjang
Sikat Celah batang Transformator
Celah bulat
Waktu Gambar 3.11 Kurva karakteristik lecutan yang menggunakan tegangan impuls (sumber : M.S. Naedu K. , 1985)
3.9. TEORI STREAMER DARI BREAKDOWN GAS Mekanisme Townsend ketika diterapkan dalam breakdown pada tekanan atmosfir ternyata mempunyai beberapa kekurangan. Pertama, menurut Teori Townsend, pertumbuhan hanya arus muncul sebagai hasil dari proses-proses ionisasi. Tapi ternyata pada prakteknya., tegangan breakdown yang ditemukan bergantung pada tekanan gas dan ukuran dari celah. Kedua, mekanisme tersebut diperkirakan perbedaan waktu berdasarkan urut-urutan dari 10-5 detik, sementara dalam praktek nyatanya, breakdown ditemukan muncul dalam waktu-waktu yang sangat singkat berdasarkan urutan dari 10-8 detik. Ketiga mekanisme Townsend memperkirakan bentuk yang sangat panjang dari penghentian arus, ternyata pada kenyataannya, penghentian arus ditemukan merupakan hal yang biasa. Mekanisme Townsend juga gagal dalam menyelesaikan semua fenomena yang telah diobservasi dan sebagai hasilnya, sekitar tahun 1940, Raether, Meek dan Loeb secara terpisah mengajukan Teori Streameter.
20
Teknologi Material Isolasi – DR.Ir. Salama Manjang
Teori Streameter ini memperkirakan perkembangan dari sebuah percikan yang
muncul
langsung
dari
sebuah
longsoran
tunggal
dimana
arus
dikembangkan oleh longsoran tersebut, dan merubah bentuk dari longsoran menjadi pita plasma. Perhatikan Gambar 3.12, sebuah elektron tunggal berawal dari katoda dengan ionisasi membentuk sebuah longsoran yang menyeberangi celah. Elektron-elektron dalam longsoran ini bergerak sangat cepat jika dibandingkan dengan ion-ion positif. Pada saat elektron-elektron mencapai anoda, io-ion positif berada pada posisi sebenarnya dan memebentuk sebuah medan positif pada anoda. Hal ini akan menaikan medan, dan longsoran-longsoran kedua akan terbentuk dari bebeberapa elektron yang dihasilkan dari proses foto-ionisasi. Hal ini akan muncul pertama-tama didekat anoda dimana tekanan ruang dalam keadaan maksimum. Hasil ini akan meningkatkan lebih jauh tekanan dalam ruang. Proses ini terjadi sangat cepat dan ruangan dengan arus positif ditambahkan
pada
katoda
dengan
sangat
cepat
sebagai
hasil
akan dari
pembentukan sebuah pita.
Gambar 3.12 Efek muatan ruang akibat banjiran elektron (sumber : M.S. Naedu K..,1985) Jalur –jalur sempit bercahaya yang muncul pada breakdown saat tekanan tinggi di sebut pita
21
Teknologi Material Isolasi – DR.Ir. Salama Manjang
(streamer) pada saat ujung dari pita mendekati katoda, sebuah titik katoda akan terbentuk, dan sebuah arus dari elektron-elektron bergerak cepat dari katoda untuk menetralisir medan positif dari pita, hasilnya adalah sebuah percikan dan breakdown percikan telah muncul. Tiga tahapan yang berurutan dalam perkembangan dari pita ini ditunjukkan secara diagram pada gambar 3.13. dimana (a) menunjukkan tahap dimana longsoran telah menyeberangi celah, (b) menunjukkan bahwa pita telah menyeberangi setengah dari panjang celah dan (c) menunjukkan bahwa celah telah
dijembatani oleh sebuah saluran
konduksi.
Gambar 3.13 Streamer langsung katoda (sumber : M.S. Naedu K., 1985) Meek
mengajukan
sebuah
kriteria
kuantitatif
sederhana
untuk
memperkirakan medan elektrik yang mengubah bentuk longsoran menjadi pita medan Er dihasilkan oleh medan tekanan pada radius r, diberikan oleh :
Er = 5.27 × 10 − 7
α exp( αx) V / cm ( x / p)
(3.32)
Dimana α adalah koefisien ionisasi pertama Townsend, P adalah tekanan gas dalam satuan torr, dan x adalah jarak dimana pita telah ditambahkan dalam celah. Menurut Meek, breakdown tegangan minimum dicapai pada saat Er = E dan x = d pada persamaan diatas.
22
Teknologi Material Isolasi – DR.Ir. Salama Manjang
α E 1 d αd + In = 14 .5 + In + In p p 2 p
(3.33)
Persamaan ini dapat dipecahkan antara α/p dan E/p pada saat dimana p dan d yang diberikan memenuhi persamaan. Tegangan breakdown diberikan oleh produk yang berhubungan dengan E dan d. Kriteria sederhana di atas memungkinkan terjadinya kesesuaian antara tegangan breakdown yang diperkirakan. Teori ini juga sesuai dengan kawat pijar yang diobservasi, saluran-saluran melengkung dan saluran-saluran percikan yang bercabang. Banyak keraguan dalam mekanisme Townsend saat ditetapkan pada breakdown gas bertekanan tinggi yang menyeberangi celah yang lebar. Masalah yang masih kontroversial adalah menentukan mekanisme mana yang berlaku pada kondisi medan yang seragam pada kisaran nilai tertentu. Secara umum hal ini masih diasumsikan bahwa pada nilai dibawah 1000 torrcm dan tekan gas bervariasi antara 0,01 sampai 300 torr, mekanisme Townsend berlaku, sementara pada tekanan dan nilai pada yang lebih tinggi. Mekanisme Streamer memainkan peranan yang dominan dalam menjelaskan fenomena breakdown. 3.10
HUKUM PASCHEN Seperti yang telah ditunjukkan sebelumnnya, kriteria breakdown dalam
gas diketahui sebagai berikut : γ [exp (αd) − 1] = 1
(3.34)
Dimana koefisien dan merupakan fungsi dari E/p yaitu :
E α = f1 p p dan
E γ = f 2 p
(3.35)
23
Teknologi Material Isolasi – DR.Ir. Salama Manjang
E=
V d
Dengan menggantikan nilai E untuk α dan γ maka akan didapat
V V [exp pdf1 − 1] = 1 f 2 pd pd Persamaan
(3.36)
(3.35) ini menunjukkan hubungan antara V dan pd, dan
menunjukkan bahwa tegangan breakdown bervariasi dan bergantung pada jenis gas. Setelah mengetahui sifat-safat dan fungsi F1 dan F2 maka ditulikan kembali Persamaan 3.35 sebagai berikut :
V = f ( pd ) Persamaan (3.35) dikenal sebagai hukum Paschen, dan telah diterapkan dalam eksperimen-ekperimen untuk bermacam-macam gas dan merupakan sebuah hukum yang sangat penting dalam rekayasa tegangan tinggi. Kurva Paschen, hubungan antara V dan pd ditunjukkan dalam Gambar 3.14
untuk tiga jenis gas yaitu CO2 , udara, dan H2 . Dapat dilihat bahwa
hubungan antara V dan (pd) bukan merupakan garis lurus dan mempunyai sebuah nilai minimum untuk setiap gas. Tegangan breakdown minimum untuk bermacam-macam gas tertera pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Tegangan gagal berbagai gas Gas Air
Vs min (V) 327
pd at Vs min (torr-cm) 0.567
Argon
137
0.9
H2
273
1.15
Helium
156
4.0
CO2
420
0.51
24
Teknologi Material Isolasi – DR.Ir. Salama Manjang
N2
251
0.67
N2O
418
0.5
O2
450
0.7
SO2
457
0.33
414
0.6
H2S (Sumber : M.S. Naedu. K., 1985)
Eksistansi dari percikan potensial dalam kurva Paschen dapat dijelaskan sebagai berikut : Untuk nilai-nilai pada > (pd)min , elektron-elektron yang menyeberang celah membuat tubrukan antara molekul-molekul gas lebih sering terjadi daripada (pd)min , tetapi energi yang dihasilkan antara tubrukan-tubrukan tersebut lebih rendah. Oleh sebab itu, tegangan yang lebih tinggi harus dipakai supaya breakdown dapat muncul. Meskipun demikian, pada beberapa macam gas, hukum Paschen tidak benar-benar dapat diterapkan, dan potensi percikan pada jarak yang lebih besar untuk nilai yang telah diketahui adalah lebih tinggi daripada jarak yang lebih rendah untuk nilai yang sama. Hal ini akan menunjukkan hubungan elektron-elektron yang hilang dan celah akibat dari penyebaran. Potensi percikan untuk celah medan yang seragam dalam udara, CO2 dan H2 pada suhu 20oC ditunjukkan pada Gambar 3.14 seperti yang telah diobservasi bahwa bahan katoda juga berpengaruh terhadap nilai-nilai breakdown. Ini ditunjukkan dalam Gambar 3.15 untuk katoda-katoda yang terbuat dari Barium, Magnesium dan Aluminium.
25
Teknologi Material Isolasi – DR.Ir. Salama Manjang
Gambar 3.14 Tegangan kegagalan ; pd untuk udara, karbondiaksida, dan hidrogen (sumber : M.S. Naedu K., 1985) Dalam rangka untuk menghitung pengaruh dari temperatur, hukum Paschen secara umum dinyatakan sebagai V = f (Nd) dimana N adalah kerapatan dari molekul-molekul gas. Hal ini diperlukan karena tekanan dari gas berubah dengan temperatur menurut hukum gas pv = NRT, dimana V adalah volume gas T adalah temperatur dan R merupakan konstanta. Berdasarkan dari hasil-hasil percobaan, potensi breakdown dari udara dinyatakan sebagai fungsi tenaga : 1/ 2
293 pd 293 pd V = 24 .22 + 6.08 760 T 760 T
(3.37)
Gambar 3.15
26
Teknologi Material Isolasi – DR.Ir. Salama Manjang
Hubungan tegangan kegagalan terhadap bahan katoda (sumber : M.S. Naedu K., 1985) Hal yang dapat dicatat dati persamaan (3.37) adalah tegangan breakdown pada tekanan dan temperatur yang sama adalah tidak tetap. Pada 760 torr 293o K.
6.08 E = V / d = 24.22 + kV / cm d
(3.38)
Persamaan ini meghasilkan nilai pembatas untuk E = 24 kV/ cm untuk 293 pd 760T
celah panjang dan nilai 30 kV / cm untuk =
, yang berarti bahwa
tekanan sebesar 760 torr pada suhu 20oC dengan lebar celah 1 cm. Ini adalah kekuatan breakdown normal dari udara pada temperatur ruangan dan tekanan atmosfer. 3.11
POST BREAKDOWN PHENOMENA DAN APLIKASINYA Post breakdown phenomea adalah sebuah fenomena setelah kegagalan
terjadi. Pada post breakdown fenomena terdapat dua buah gejala, yaitu glow dan arc discharge. Pada townsend discharge (Gambar 3.16) arus akan meningkat secara bertahap sebagai fungsi dari tegangan. Sampai dengan titik B, arus akan terus meningkat sedangkan tegangan akan bernilai tetap. Maka discharge (pelepasan akan mulai beralih dari townsend discharge menjadi glow discharge (BC). Pada tahap ini kenaikan arus akan menurunkan sedikit nilai tegangan (CD). Jika arus terus bertambah maka tegangan akan kembali naik, tetapi jika kenaikan terjadi terus maka penurunan nilai tegangan akan menjadi semakin besar. Ini adalah daerah dari arc discharge (EG). Fenomena yang terjadi pada daerah CG adalah post breakdown phenomena , yang terdiri dari glow discharge (CE) dan arc discharge (EG). 3.11.1 GLOW DISCHARGE
27
Teknologi Material Isolasi – DR.Ir. Salama Manjang
Glow discharge mempunyai karakteristik menyebarkan cahaya yang terang. Warna dari cahaya akan bergantung dari bahan katoda dan gas yang digunakan. Glow discharge akan meliputi sebagian dari katoda, sedangkan pada anoda akan menghasilkan cahaya peralihan dari gelap ke terang. Ini adalah gejala yang kita kenal sebagai glow discharge yang normal. Jika arus pada pada glow discharge ini meningkat terus sehingga discharge meliputi seluruh permukaan dari katoda maka ini akan menjadi glow discharge yang abnormal. Pada glow discharge, penurunan tegangan diantara kedua buah elektroda (katoda dan anoda) adalah konstan, berkisar antara 75 sampai 300 Volt, dengan nilai arus berkisar antara 1 mA sampai dengan 100 mA, tergantung dari gas yang digunakan. Penelitian mengenai glow discharge dapat diaplikasikan untuk voltage regulation tube (tabung pengaturan tegangan ), rectifier dan oscillator. 3.11.2 ARC DISCHARGE Jika arus yang mengalir diantara katoda dan anoda lebih besar dari 1 Ampere, maka penurunan tegangan tiba-tiba akan menjadi sangat besar. Cahaya yang ditimbulkan akan menjadi sangat terang. Gejala inilah yang kita kenal dengan sebutan arc discharge, arus pada katoda akan menjadi sangat besar (103 to 107 A/ cm2 ). Arc discharge berhubungan dengan temperatur yang tinggi, berkisar antara 1000oC sampai ribuan derajat celcius. Pelepasan muatan pada terdiri dari elektron (dominan) dan ion positif, yang disebut arc plasma. Penelitian tentang arc discharge dapat digunakan pada circuit breaker dan kontaktor. Selain itu, sebuah lampu karbon juga bekerja berdasarkan prinsip ini. Aplikasi lainnya, adalah sebagai alat untuk memotong logam, aplikasi yang paling baru dari arc discharge ini adalah sebagai sebuah pembangkit energi listrik yang menggunakan plasma pada suhu yang tinggi. Pembangkit suhu yang tinggi. Pembangkit listrik ini kita kenal dengan nama magneto-hydro dynamic (MHD).
28
Teknologi Material Isolasi – DR.Ir. Salama Manjang
Gambar 3.16 Kurva pelepasan dengan menggunakan elektroda tidak bersudut (sumber : M.S. Naedu K., 1985) 3.12
PERTIMBANGAN
TEKNIS
DALAM
MEMILIH
GAS
SEBAGAI
ISOLATOR Dalam beberapa tahun ini, banyak pertimbangan yang menentukan dalam memilih jenis gas yang digunakan untuk bahan isolator. Sebelum memilih jenis gas tertentu, ada baiknya kita mengetahui bagaimana sifat dari gas tersebut dan komposisi dari gas tersebut serta faktor apa saja yang menentukan kinerja dari gas tersebut. secara garis besar gas, gas dielektrik yang bagus untuk tegangan tinggi, mempunyai karakteristik sebagai berikut: (a) Kekuatan dielektrik yang tinggi (b) Kekuatan termal yang memadai (c) Tidak mudah terbakar (d) Temperatur kondensasi yang rendah (e) mempunyai sifat transfer panas yang bagus (f) harganya relatif murah Sulfur hexaflorida (SF6) adalah salah satu jenis gas yang dapat memenuhi kualifikasi diatas, dan telah digunakan secara luas sebagai bahan isolator. Dari beberapa persyaratan diatas, kekuatan dielektrik adalah yang terpenting.
3.12.1 ISOLASI VAKUM
29
Teknologi Material Isolasi – DR.Ir. Salama Manjang
Ide untuk menggunakan vacum insulation, telah lama dipikirkan. Sesuai dengan teori Townsend, arus yang terjadi pada celah antara katoda dan anoda, disebabkan karena aliran partikel yang terlepas dari ikatannya. Jika tidak ada sama sekali partikel yang mengalir diantara celah (vakum yang sempura ) maka tidak akan ada sifat konduktor yang terdapat di celah tersebut, akibatnya arus tidak akan mengalir pada celah tersebut, Dalam hal ini vacum adalah insulator yang sempurna. Tetapi pada kenyataannya dalam praktek, kegagalan masih dapat saja terjadi. a.
Apakah vakum itu ? Keadaan vakum adalah keadaan dimana tekanan yang terjadi jauh dibawah tekanan atmosfer. Pada sistem vaccum tekanan ini selalu dinyatakan dalam cm air raksa (cm Hg), dimana pada keadaan standard, 1 atmosfer berarti 76 cm Hg pada suhu 00C . Bentuk cm Hg telah distandarkan menjadi sebuah satuan lain yang kita kenal dengan nama “ T o r r “, dimana 1 mm Hg sama dengan 1 torr pada keadaan vaccum. Vaccum dapat diklasifikasikan menjadi : High vaccum
: 1 × 10-3 sampai 1 × 10-6 Torr
Very high Vacum
: 1 × 10-6 sampai 1 × 10-8 Torr
Ultra high
: 1 × 10-9 kebawah
Untuk tujuan insulator listrik biasanya dipakai high vaccum, 1 × 103 sampai 1 × 10-6 Torr. b.
Proses kegagalan pada vacum Pada proses kegagalan townsend telah dijelaskan bahwa elektron akan bertambah banyak melalui beberapa jenis proses ionisasi, dan terjadilah banjiran elektron (avalance). Pada high vaccum, elektroda dipisahkan beberapa centimeter, sebuah elektron yang bergerak menyeberangi celah tersebut akan bergerak tanpa mengalami tumbukan, maka dari itu arus yang timbul pada celah tidak dapat dikatakan
sebagai
akibat
dari
banjiran
elektron.
Namun
begaimanapun juga sebuah elektron yang bergerak bebas pada
30
Teknologi Material Isolasi – DR.Ir. Salama Manjang
celah akan menyebabkan proses kegagalan sama seperti teori townsend juga. Selama 70 tahun terakhir ini, banyak teori yang mengemukakan tentang proses kegagalan dalam Vaccum. Namun secara garis besar, dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu : (a) Mekanisme pertukaran partikel (particle exchange mechanism) (b) Mekanisme pemanasan anoda (anode heating mechanism) (c) Teori Clump (A)
MEKANISME PERTUKARAN PARTIKEL Pada mekanisme ini (Gambar 3.18) diasumsikan, pelepasan partikel pada salah satu elektroda akan menyebabkan terjadinya pelepasan elektroda pada bagian elektroda yang lainnya. Misalkan sebuah elektron terlepas dari sisi katoda, maka elektron ini akan bergerak menuju ke anoda, ketika sampai di katoda, elektron ini akan menumbuk permukaan dari katoda, tumbukan ini akan menyebabkan ion positif dan photon terlepas dari anoda. Ion positif dan photon ini juga akan bergerak menuju ke katoda, dan menumbuk permukaan katoda kembali, tumbukan ini akan menyebabkan beberapa elektron terlepas dari permukaan katoda, kajadian ini terus-menerus berulang. Kegagalan akan terjadi karena peristiwa akumulasi tumbukan diatas. Isulator vakum ini dapat dikatakan gagal, bila terjadi keadaan homogen antara ion positif dengan elektron pada celah udara.
Gambar 3.18 M e k a n i s m e p ert u k a r a n p a r t i k e l pada perist iwa kegagalan vakum (sumber : M .S.Naedu K ., 1985)
31
Teknologi Material Isolasi – DR.Ir. Salama Manjang
(B)
MEKANISME PEMANASAN ANODA Pada teori ini, dianggap elektron-elektron yang terlepas pada bagian katoda (lihat pada Gambar
3.19) akan bergerak menuju ke anoda,
elektron yang bergerak ini akan menumbuk dinding dari anoda, tumbukan yang bertubi-tubi dari elektro ini akan menyebabkan kenaikan suhu pada permukaan dari anoda. Karena pengaruh dari medan listrik yang tinggi dan adanya pemanasan pada permukaan anoda maka ion positif dari anoda akan terlepas juga.
Gambar 3.19 Mekanisme pemanasan mikroproyektil di permukaan katoda (sumber: M.S. Naedu K., 1985) MEKANISME CLUMP Dasar pemikiran teori Clump ini adalah sebagai berikut : 1. Sekumpulan
partikel
yang
merugikan
(clump)
berkumpul
pada
permukaan katoda 2. Karena pengaruh dari tegangan tinggi, partikel ini akan terlepas dan bergerak dengan kecepatan tinggi menyeberangi celah (gap) menuju ke anoda. 3. Kegagalan akan mulai terjadi pada saat partikel yang terlepas dari katoda tersebut menumbuk permukaan dari anoda.
32
Teknologi Material Isolasi – DR.Ir. Salama Manjang
Proses yang terjadi (lihat Gambar 3.20) selanjutnya sama seperti yang terjadi pada mekanisme lainnya, tumbukan ini akan menyebabkan terlepasnya partikel dari anoda, selanjutnya partikel-partikel yang terlepas dari anoda dan katoda akan bercampur pada celah udara, sehingga akan menyebabkan keadaan homogen pada celah udara ini. Maka proses kegagalan terjadi .
Gambar 3.20 (a,b,c) Mekanisme Clump pada kegagalan Vakum (sumber : M.S. Naedu K., 1985)
33
View more...
Comments