267730313 Laporan Praktikum Fitofarmasi

March 14, 2019 | Author: Telow Goyeng Sevenfoldism | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

dekok adalah suatu metode ektraksi...

Description

LAPORAN PRAKTIKUM FITOFARMASI

uni ca gr ana natum tum)” “SEDIAAN DEKOK KULIT BUAH DELIMA ( P unica

Disusun oleh:

Kelompok B-3

Anggota:

1. Yayan Ika R.

122210101024 122210101024

2. Elivia Rosa A.

122210101028 122210101028

3.  Nanda Suryaning R.

122210101032 122210101032

4. Yasmin

122210101034

5. Masuliatin Nasucha

122210101036 122210101036

6. Mia Riswani

122210101042 122210101042

7. Wilda Zidni Ilma

122210101044 122210101044

8. Choirul Umam

122210101046 122210101046

9. Mufitriatus S.

122210101048 122210101048

10. Galuh Sinoarsih

122210101050 122210101050

11. Faizah Oktaviana

122210101064 122210101064

12. Rani Firda N. I. A.

122210101066 122210101066

13. Ifa Rosi M.

122210101068 122210101068

BAGIAN BIOLOGI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER 2015

BAB I PENDAHULUAN

Buah delima ( Punica granatum) granatum) merupakan salah satu sumber antioksidan dari tumbuh-tumbuhan dengan kandungan polifenol dan antosianin yang cukup tinggi. Pigmen antosianin bertanggung jawab untuk warna merah, ungu dan biru dari buah, sayuran dan  bunga. Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi sel dari radikal bebas. Beberapa flavonoid yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan memiliki khasiat sebagai antioksidan. Salah satu komponen flavonoid dari tumbuh-tumbuhan yang dapat berfungsi sebagai antioksidan adalah zat warna alami yang disebut antosianin. Warna merah pada delima disebabkan oleh kandungan antosianin yang cukup tinggi pada buah delima merah antara lain delpherildin 3-glucoside dan 3,5 diglucoside, guanidin 3-glucoside dan 3,5 diglucoside, pelargonidin 3-glucoside dan 3,5 diglucoside. Rasa kesat pada buah delima disebabkan oleh kandungan flavonoid (golongan polifenol) yang tinggi. Salah satu peran dari flavonoid yang penting adalah sebagai antioksidan. Flavonoid dapat menstabilkan senyawa oksigen reaktif yang dapat mengurangi kerusakan yang diakibatkan radikal bebas. Buah delima juga kaya akan fitosterol. Fitosterol merupakan komponen biokimia yang mempunyai fungsi berlawanan dengan kolesterol bila dikonsumsi manusia. Selain itu, fitosterol juga tahan terhadap oksidasi, sehingga dapat digolongkan antioksidan pangan. Kulit delima putih memiliki kandungan alkaloid dan flavonoid yang mempunyai aktivitas antimikroba terhadap Candida albicans. albicans . Kemudian yang bertanggung jawab menghambat pertumbuhan Candida albicans adalah albicans  adalah komponen tannin. Delima telah lama dimanfaatkan buahnya untuk dikonsumsi dan beberapa bagian dari tanaman delima dimanfaatkan sebagai obat berbagai penyakit. Semua bagian tanaman  bersifat antivirus dan antibakteri. Sebagai anti bakteri, beberapa senyawa fitokimia dilaporkan dapat menghambat pertumbuhan bakteri penyebab penyakit. Salah satunya adalah kandungan ellagitanin dari tanaman Delima yang terutama terdapat dalam bagian kulit  buahnya (Henriette’s Herbal., Herbal., 2000). Selain ellagitanin, kulit buah delima juga mengandung flavonoid, triterpenes dan phenol yang terbukti memiliki efek antibakteri terhadap  Escherichia coli (Supayang, dkk., 2005). Terdapat penelitian terdahulu yang mengatakan bahwa buah delima dapat dimanfaatkan kulitnya dan buahnya sebagai agen atibakteri. Menurut Syamsu Hidayat dan Hutapes (2001). Reynald (2003), kulit buah delima mengandung zat tanin yang bersifat

antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus dan Staphylococcus. Menurut Fransiska (2009) ekstrak etanol kulit buah delima putih dapat menghambat  pertumbuhan Bacillus  pertumbuhan Bacillus subtilis dan Escherichia dan Escherichia coli secara coli secara in vitro. Menurut Anita (2009) dan Irene (2011) ekstrak buah delima dapat menghambat  pertumbuhan

Streptococcus

mutans  mutans  dan

menghambat

pembentukan

biofilm

pada

Staphylococcus aureus secara in vitro. Hal ini disebabkan oleh kandungan flavonoid dan tanin yang tinggi di dalam buah delima dan berfungsi sebagai agen antibakteri, sehingga dapat menghambat pelekatan bakteri pada permukaan gigi. Aksi farmakologi dan fitokimia sebagian besar komponen buah delima di duga memiliki aplikasi klinis untuk terapi dan pencegahan terhadap kanker dan penyakit lain yang disebabkan oleh reaksi antiinflamasi kronis (Lansky dan Newman, 2007) Berbagai penelitian terhadap aktivitas buah delima telah membuktikan bahwa buah delima memiliki kemampuan antibakteri, antioksidan, antiinflamasi dan antikanker, serta aktivitasnya dalam meregulasi proses fibrosis (Jurenka, 2008). Kandungan senyawa yang di duga aktif debagai antibakteri pada daun delima yaitu alkaloid dan tanin. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Ismail (2011) mengemukakan bahwa senyawa aktif sebagai antibakteri terhadap E.coli terhadap E.coli pada  pada kulit buah delima adalah alkaloid dan tanin. Rosidah dan Wila

(2012)

juga menambahkan bahwa tumbuhan lain yang bersifat antibakteri

terhadap  E.coli karena mengandung tanin dan alkaloid adalah daun jambu biji yang merupakan satu ordo dengan delima (ordo Myrtales). Melanjutkan dari penelitian mengenai antibakteri dari kulit buah  Punica granatum, Jang-Gi Choi dkk, penelitu yang berasal dari Korea melakukan penelitian mengenai hal ini. Obat tradisional di Korea sering menggunakan buah  Punica granatum debagai antibakteri. Penelitian ini dilakukan secara in vitro maupun in vivo aktivitas antibakteri dari kulit  P.granatum yang diekstraksi dengan EtOH (PGPE) yang diperoleh hasil penelitian bahwa ekstrak tersebut dapat melawan 16 macam bakteri Salmonella (Jang-Gi Salmonella (Jang-Gi Choi, et.all., 2011). Penelitian selanjutnya,  Punica granatum diketahui memiliki aktivitas antiinflamasi. Telah banyak digunakan serta telah bertahun-tahun digunakan pericarpium Granati ini untuk mengobati diare, perdarahan dan mastitis pada pengobatan di China. Pericarpium Granati mengandung jumlah tinggi senyawa fenolik seperti tanin, antosianin dan flavonoid (Madrigal-Calballo et.all., 2009 dan Ozkal & Dinc., 1994). Baru-baru ini beberapa peneliti asal China meneliti tentang aktivitas antiinflamasi  pada pericarpium Granati aqueous (APG). APG ini dapat melawan karagenan yang

diinduksikan pada tikus. Hasilnya menunjukkan bahwa APG berperan dalam pencarian radical, aktivitas penurunan dan aktivitas perlindungan liposom dalam sistem a seluler. Selain sebagai antiinflamasi, antibakteri dan antioksidan, Punica antioksidan,  Punica granatum digunakan sebagai pengobatan tradisional untuk pengobatan disentri, diare, cacingan dan penyakit  pernafasan (D. Ricci, Ric ci, et.all., 2006). Kulit dari Punica dari  Punica granatum digunakan untuk mengobati infeksi yang ditemukan dalam organ sexual manusia seperti mastitis, acne, alergi kulit, folliculitis (R.P. Singh, Chidambara dan Jayaprakasha, 2002). Pada praktikum kali ini, delima akan dibuat menjadi sediaan Dekokta (Dekok). Dekok adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi sediaan herbal dengan air pada suhu 90°C selama 30 menit. Ekstrak yang sudah berupa larutan dilakukan dengan penguapan  berputar dengan pengurangan tekanan yaitu rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak yang kental. Delima dibuat sediaan dekok disebabkan kita memakai simplisia dari kulit buah delima. Kulit buah delima merupakan salah satu bagian berupa bahan keras. Oleh sebab itu dibuat sediaan dekok yang cocok untuk simplisia berupa bahan keras. Sedangkan infusa dibuat untuk bahan simplisia berupa simplisia sediaan yang lunak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Delima

Buah Delima atau  Punica granatum merupakan buah yang sejak dulu digunakan sebagai bahan alternatif untuk selalu menjaga kesehatan tubuh. Akan tetapi, pola hidup sebagian masyarakat Indonesia yang serba instan ternyata menimbulkan banyak masalah kesehatan. Oleh karena itu buah delima mengandung banyak sekali manfaat, hendaknya masyarakat kembali menengok kandungannya dan mengkonsumsi buah ini. Buah delima ( Punica granatum) granatum) merupakan tanaman semak atau perdu yang dapat tumbuh dengan tinggi mencapai 5-8 meter. Klasifikasi ilmiah buah delima sendiri adalah: -

Kerajaan

: Plantae

-

Divisi

: Magnoliophyta

-

Kelas

: Magnoliopsida

-

Subkelas

: Rosidae

-

Ordo

: Myrtales

-

Famili

: Punicaceae

-

Genus

: Punica

-

Species

: Punica : Punica granatum

-  Naman binomial

: Punica granatum L.

-

: Punica : Punica malus

Sinonim

Daging buah delima mengandung banyak air, serta memiliki rasa manis keasaman yang menyegarkan. Kandungan kimia kulit buah delima mengandung alkaloid polletierene, granati, betolic acid, ursolic acid isoquercetin, elligatanin, resin, triterpenoid, kalsium dan  pati. Kulit buah dan kulit kayu delima juga astrigent yang kuat sehingga digunakan untuk  pengobatan diare. Kandungan lainnya adalah gula inversi 20% (5-10% diantaranya merupakan

glukosa), asam sitrat (0,5-3,5%), asam borat, dan asam malat. Buah delima

mengandung antioksidan tiga kali lebih banyak dibandingkan wine dan teh hijau dengan kandungan flavonoid yang berperan penting dalam tubuh, sekaligus memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak serta memberikan perlindungan pe rlindungan kulit. Antioksidan buah delima membantu mencegah oksidasi LDL atau kolesterol jahat yang menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah. Buah delima mengandung zat tanin yang tinggi, yaitu salah satu senyawa yang terdapat pada tanaman yang merupakan salah satu komponen astrigen dengan kemampuan mengikat dan mengendapkan protein sehingga bisa

diaplikasikan dalam pengobatan perdarahan (hemostatik), ulkus peptikum (luka terbuka pada lapisan lambung atau usus 12 jari), wasir dan diare dengan cara menyusutkan selaput lendir usus sehingga cairan diare berkurang. Manfaatnya pada gigi yaitu delima memiliki bahan antibakteri dan antivirus yang dapat membantu untuk mengurangi efek plak pada gigi. Tanaman yang memiliki nama  Punica granatum ini mengandung beberapa zat aktif seperti: 1. Alkaloid, yang dapat menetralisir racun dalam tubuh. 2. Saponin, yang berfungsi sumber anti bakteri dan antivirus, meningkatkan vitalitas, mengurangi kadar gula dalam darah, dan mengurangi penggumpalan darah. 3. Flavonoid, melancarkan peredaran darah ke seluruh tubuh dan mencegah terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah, mengurangi kandungan kolesterol serta

mengurangi

kadar

resiko

penyakit

jantung

koroner,

mengandung

antiinflamasi (antiradang), berfungsi sebagai antioksidan, membantu mengurangi rasa sakit jika terjadi terj adi pendarahan atau pembengkakan. 4. Polifenol berfungsi sebagai anti histamin (antialergi). Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Metode ekstraksi tanaman kulit  buah Delima (Punicae Granati pericarpium) terpilih adalah Dekok. Tanaman ini dapat pula dibuat untuk tingtur dimana adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara melarutkan senyawa kimia dalam pelarut yang tertera pada masing-masing monografi kecuali dinyatakan lain, tingtur digunakan menggunakan 20% zat khasiat dan 10% zat berkhasiat keras (DIRJEN POM, 1979). Tingtur adalah larutan yang mengandung etanol dan hidroalkohol yang dibuat dari  bahan tumbuhan atau senyawa senyawa kimia (FI IV, 1995). Metode ekstraksi Dekok yang digunakan yaitu ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 900°C selama 15 menit. Penguapan ekstrak larutan dilakukan dengan penguapan  berpusing dengan pengurangan tekanan yaitu rotatory rotator y evaporator sehingga diperoleh ekstrak yang kental (Harborne, 1987). Metode ini menggunakan pelarut air sehingga aman untuk dikonsumsi dibanding tingtur. Selain itu, tannin dan senyawa polifenol yang ada pada kulit buah delima yang memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi lebih mudah terekstraksi pada pelarut air. Pada  penelitian yang dilakukan Rajan, et.all., 2011. Ekstrak air mengandung tanin 114,23 ± 12,16 mg/g dan fenol 176,005 ± 5,29 mg/g dan ekstrak etanol mengandung tanin 81,66 ± 3,51 mg/g dan fenol 122,33 ± 6,42 mg/g.

Metode analisis senyawa marker dalam ekstrak atau sediaan secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Densitometer. Berikut beberapa metode analisis ekstrak buah  Punica  granatum dengan kondisi analisis yang berbeda dengan buku petunjuk: 

Lempeng KLT dikembangkan dengan eluen (fase gerak) air : asama asetat (3:2) dan di scanning dengan panjang gelombang 254 dan 366 nm. Untuk mengetahui adanya noda, lempeng KLT yang sudah dieluasi, disemprotkan dengan reagen FeCl3 5% (Jain et.all., 2012).



Analisis dengan menggunakan KLT, lempeng yang digunakan adalah lempeng selulosa dengan fase gerak asam asetat 7% dan visualisasi noda dengan menggunakan radiasi UV (254 nm) atau dengan disemprot larutan FeCl 3 (Tadataka, 1993).



Analisis TLC menggunakan lempeng selulosa dengan fase gerak air : asam asetat (4 : 1). Visualisasi noda dengan menggunakan reagen NaNO 2  sehingga menghasilkan warna ungu dan senyawa marker yang digunakan adalah ellagitanin (Machado et.all., 2002).



Analisis kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan lempeng silika gel 60 F254 dengan fase gerak BAW (n-butanol : asam asetat : air = 4 : 1 : 0,5). Uap yodium digunakan untuk memvisualisasi noda pada lempeng (Mohan et.al l., 2010).



Teknik Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dua arah biasanya digunakan untuk  pendahuluan ellagitanin. Jika hanya menggunakan KLT satu arah, hasil  pemisahan kurang maksimal akibat adanya bercak yang masih menyatu. Lempeng yang digunakan dalam KLT adalah selulosa, misalnya Mn 300 (polyethylene glycol) dengan pengembang I dari asam asetat 2% v/v dan  pengembang II dari campuran butanol : asam asetat ase tat : air (12 : 3 : 5). Penyemprot yang digunakan untuk ellagitanin adalah reagen vanilin / HCl dan reagen NaNO 2.

Bentuk sediaan: Dekokta (Dekok) Dekok adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi sediaan herbal dengan air pada suhu 90°C selama 30 menit. -

Pembuatan: Mencampur simplisia dengan derajat halus yang sesuai dalam panci dengan air secukupnya, panaskan di atas tangas api selama 30 menit terhitung mulai suhu 90°C sambil sekali-kali diaduk. Serkai selagi panas melalui kain flanel, tambahkan air

 panas secukupnya secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume dekok yang dikehendaki, kecuali dekok dari simplisia Condurango Corteks yang harus diserkai setelah didinginkan terlebih dahulu. Jika tidak ditentukan perbandingan yang lain dan tidak mengandung bahan berkhasiat keras, maka untuk 100 bagian dekok harus dipergunakan 10 bagian dari bahan dasr atau simplisia. Untuk bahan berikut, digunakan sejumlah yang tertera: Bunga artilas 4 bagian, Daun Digitalis 0,5 bagian, kulit akar Ipeka 0,5 bagian, Kulit Kina 6 bagian, Daun Kumis Kucing 0,5 bagian dan akar Senega 4 bagian.

-

Pembuatan dekok dau Kersen Daun Kersen dicuci bersih dan ditiriskan hingga bebas air, daun Kersen yang telah kering dicincang melintang dan membujur, kemudian direbus dengan air mendidih selama 15 menit dengan perbandingan 500 gram daun Kersen, 50 ml air untuk konsumsi 50%. Setelah 15 menit rebusan tersebut didinginkan. Setelah dingin daun Kersen konsentrasi 50% dapat digunakan untuk membuat larutan konsentrasi 10%, 20%, 30% dan 40% dengan pengenceran menggunakan aquabidest.

BAB III METODE

3.1

Alat dan Bahan

3.1.1

Alat

-

Panci infus

-

Ayakan

-

Corong gelas

-

Batang pengaduk

-

Timbangan analitik

-

Penangas air

-

Termometer

3.1.2

Bahan

-

Kulit buah delima

-

Air

-

Feriklorida 1%

-

Asam galat 0,1% dalam air

-

Kloroform

-

Metanol

3.2

Cara Kerja Sediaan Dekok Kulit Buah Delima ( Punica  Punica granatum) granatum)

3.2.1

Pembuatan Dekok Dekok kulit buah delima kadar 10%.

Kulit buah delima diserbuk halus dan ditimbang 10 g panci infus.

Ukur 100 ml air dimasukkan panci infus yang berisi serbuk simplisia.

Panci infus dipanaskan di atas penangas air dengan dengan suhu mencapai 90° 90°C.

Panci infus diangkat lalu diserkai dekok dalam botol yang telah dikalibrasi.

Add volume dekok 100 ml.

3.2.2

Analisis dengan KLT Ditotolkan pada lempeng KLT 10 μl dekok.

Membuat larutan pembanding asam galat 0,1% atau kuersetin 0,1% dalam etanol.

Ditotolkan pada lempeng KLT KLT dan dieluasi ke dalam chamber yang eluennya sudah jenuh. j enuh.

Lempeng KLT dikeluarkan dan dikeringkan.

Diamati pada UV dan dihitung Rf nya.

Disemprot dengan Feriklorida 1% sehingga warna noda menjadi ungu tua/ hitam.

Sedangkan untuk analisa senyawa tanin menggunakan uji Feriklorida dan uji gelatin. Sampel + FeCl3  hijau kehitaman = (+) tannin Sampel + gelatin + 5 ml NaCl 10%

 endapan

putih = (+) tanin

Untuk uji kandungan alkaloid dengan KLT Sampel + 5 ml HCl 2 N, panaskan. Bila sudah sudah dingin + 0,3 g NaCl, aduk dan saring



filtrat. Filtrat + 5 ml HCl + NH 4OH 28%

 ekstraksi

dengan 5 ml kloroform bebas air, saring dan

uapkan. Fase diam

: Kiesel gel GF 254

Fase gerak

: etil asetat : metanol : air (9 : 2 : 2)

Penampak noda

: pereaksi dragendorff

Bila timbul warna jingga  (+) alkaloid

3.3

Evaluasi

3.3.1

Organoleptis = meliputi bantuk, warna, bau, rasa

3.3.2

Uji pH dengan pH meter Elektroda di cuci dan dikeringkan.

Kalibrasi elektroda dengan elektroda dapar pH.

Elektroda dikeringkan kemudian dicuci lalu dicelupkan dalam larutan sampel.

3.3.3

Densitas dengan alat piknometer yang dilengkapi dengan termometer. Setarakan suhu piknometer sesuai dengan suhu yang tertera pada alat dengan cara dicelupkan dalam air es.

Timbang piknometer kosong.

Isi dengan larutan sampel dan setarakan suhu.

Timbang piknometer + sampel.

Hitung berat jenis.

3.3.4

Viskositas kinematik dengan alat viskometer

Memasukkan sampel dalam tabung 4 melalui pipa 3 sehingga permukaan cairan berada antara 2 garis batas M.

Pipa 1 ditutup dengan jari dan pipa 2 dihubungkan dengan selang.

Hisap cairan sampai bola 9 penuh.

Jari dan selang dilepas.

Hitung waktu selama cairan pindah M1-M2.

Diulangi 3x.

3.3.5

Volume sedimentasi dengan gelas ukur. Isi gelas ukur 100 ml dengan sampel suspensi ad volume 100 ml.

Diamati endapan dalam waktu tertentu dan dicatat.

Hitung F= Vu/V 0 --> F = volume sedimentasi, Vu = volume sedimentasi sistem flokulasi dan V0 = volume suspensi mula-mula.

3.3.6

Ukuran partikel dengan mikrometer okuler pada mikroskop Kalibrasi skala okuler terhadap skala obyektif. obyektif.

Teteskan 1 tetes sediaan pada obyek glass dan diamati di bawah mikroskop. mi kroskop.

Catat ukuran partikelnya.

BAB IV HASIL PENGAMATAN

Penotolan

: Sampel 4 μl dekok Punica granati pericarpium : Standar 2 μl asam galat

Fase gerak

: Kloroform : metanol : air (61 : 32 : 7)

Fase diam

: silika gel 60 F254

Deteksi

: Feri klorida 1%

Warna noda

: ungu tua/ hitam

Rf

: (-) karena tailing

 (+)

mengandung asam galat

BAB V PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dilakukan formulasi sediaan dekok dari kulit buah delima ( Punica  Punica granatum). granatum ). Buah delima merupakan tanaman semak atau perdu yang dapat tumbuh dengan tinggi mencapai 5-8 m. Klasifikasi ilmiah dari buah delima sendiri adalah: kingdom  plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Myrtales, famili Punicaceae, genus Punica, dan spesies Punica spesies Punica granatum. Secara tradisional tanaman delima putih ( Punica  Punica granatum L ) sering digunakan sebagai obat oleh masyarakat di Indonesia. Setiap bagian tanaman mempunyai khasiat tertentu, misalnya bunganya untuk radang selaput lendir gusi, tubuh terlalu gemuk; buahnya untuk disentri, diare (mencret), radang amandel, cacingan, sebagai astringen; kulit akar untuk obat cacing pita, cacing tambang, sedangkan kulit buahnya untuk keputihan, disentri, diare. Dalam kulit buah delima terkandung zat-zat tanin, alkaloid, (peletierina, isopeletierina, metil  peletierina, pseudopeletierina), kalium oksalat, asam elogat, asam ursulat, asam betulat dan  pati. Dekokta (Dekok)

Dekokta dapat diartikan sebagai sari-sari dalam air yang dibuat dari bahan-bahan alam yang direbus pada suhu 90 0 –  980 C. perbedaannnya dengan infusa adalah dekokta  penyariannya selama 30 menit sedangkan infuse hanya sekitar 15 menit dengan suhu yang sama. Untuk membuat infuse dan dekokta ditentukan oleh sifat dari bahan/sampel. Yang pada  bahan-bahan tdak terdapat minyak atsiri, dan pada bahan bahan dimana bagian-bagiannya tahan terhadap penghangatan. Pembuatan dekok atau infusa ditentukan oleh jenis bahan –  bahan  –  bahan  bahan yang digunakan  Dekokta 

Bahan –  Bahan  –  bahan  bahan yang keras (tidak lunak)



Bahan –  Bahan  –  bahan  bahan yang tidak memiliki minyak atsiri



Bahan –  Bahan  –  bahan  bahan yang tahan terhadap pemanasan

 Infusa 

Bahan –  Bahan  –  bahan  bahan yang lunak



Bahan –  Bahan  –  bahan  bahan yang memiliki minyak atsiri



Bahan  –   bahan dengan kandungan yang tidak kurang tahan terhadap adanya  pemanasan, seperti Ipecacuanha Radix, Hydratis Rhizoma dan bahan  –   bahan yang menganduk pati, seperti Liquiritiae Radix, Rhei Radix, dan sebagainya Menurut Acuan Sediaan Herbal (BPOM RI, 2010), dalam penyarian bahan berkhasiat

yang terdapat dalam bahan tumbuhan obat, derajat kehalusan merupakan hal yang terpenting.  Namun, derajat kehalusan bukan merupakan faktor tunggal yang mempengaruhi proses  pelepasan bahan berkhasiat, tetapi jumlah dan sifat alami dari bahan pendamping/metabolit  primer lain yang terdapat dalam bahan obat juga memegang peranan penting. Berdasarkan metode kerja yang telah dipaparkan, maka pembuatan dekokta dengan mencampur simplisia dengan derajat halus yang sesuai dalam panci dengan dengan air secukupnya, secukupnya,  panaskan diatas tangas air selama 30 menit terhitung mulai suhu 900C sambil sekali-sekali diaduk. Serkai selagi panas melalui kain flanel, tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume dekok yang dikehendaki. Jika tidak ditentukan perbandingan yang lain dan tidak mengandung bahan berkhasiat keras, maka untuk 100 bagian dekok harus dipergunakan 10 bagian dari bahan dasar atau simplisia. Derajat kehalusan untuk dekokta harus sesuai, semakin halus simplisia, maka proses dekok tidak efektif karena simplisia akan mengapung. Begitupula sebaliknya, semakin kasar derajat kehalusannya, proses dekokta juga kurang efektf karena kandungan yang diambil kurang efektif akibat kecilnya luas penampang yang kontak dengan solvent. Hasil dekokta yang didapatkan ialah berwarna coklat jernih. Hal ini sesuai dengan yang diharapkan. Apabila warna dekok kurang gela, maka ekstrak yang didapat kurang sempurna. Sebaliknya, jika berwarna coklat pekat, maka ekstarksi berjalan dengan sempurna. Berwarna jernih, karena adanya penyaringan. Analisis Kromatografi Lapit Tipis (KLT)

Setelah itu larutan tesebut diserkai dalam keadaan panas menggunakan kain flanel. Sediaan

dekok

yang

dihasilkan

kemudian

dianalisis

menggunakan

metode

KLT

(Kromatografi Lapis Tipis). Metode KLT merupakan metode pemisahan analit berdasarkan  perbedaan adsorbsi dan partisi pada fase diam dibawah pengaruh fase gerak. Pada praktikum kali ini fase gerak yang digunakan adalah kloroform : metanol : air (61:32:7) yang bersifat non polar. Sedangkan fase diam yang digunakan yaitu silika gel 60 F254 yang bersifat polar.

Sampel yang digunakan dalam praktikum ini bersifat non polar, sehingga ketika dieluasi maka analit dalam sampel akan terbawa oleh fase gerak. Ketika akan dilakukan penotolan pada lempeng KLT, dekok diencerkan terlebih dahulu menggunakan metanol. Hal ini dikarenakan pelarut disesuaikan dengan jenis eluen yang digunakan yaitu perbandingan antara kloroform, metanol dan air, sehingga analit dapat terpisah hingga terbentuk noda hitam setelah di semprot dengan penampak noda FeCL 3. Pengenceran dilakukan dua kali replikasi dengan perbandingan 1 : 2 dan 1 : 4 (dekok : metanol). Namun ketika sampel dekok ditambahkan pelarut metanol di dapatkan bentuk yang menyerupai sediaan gel dan sulit untuk melarutkannya. Sehingga berpengaruh terhadap hasil KLT (terjadi  fronting ). ). Setelah dekok diencerkan dengan metanol, dekok di totolkan ke lempeng KLT sebanyak satu kali penotolan (2µl). Setelah ditotolkan, dilanjtkan dengan mengeuasi lempeng dengan eluan yang sudah disediakan terlebih dahulu. Lempeng di eluasi sampai analit dapat dipisahkan (noda menuju ke atas lempeng). Kemudian, lempeng yang sudah tereluasi, di ambil dari chamber dan dikeringka terlebih dahulu dengan cara di anginanginkan, baru setelah itu di semprot dengan penampak noda FeCl3 untuk menampakkan noda analit (noda bewarna hitam). Data yang diperoleh dari KLT adalah nilai Rf yang berguna untuk identifikasi senyawa.  Nilai Rf untuk senyawa murni dapat dibandingkan dengan nilai Rf dari senyawa standar.  Nilai Rf dapat didefinisikan sebagai jarak j arak yang ditempuh oleh senyawa s enyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal. Oleh karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1,0.

Perhitungan nilai Rf didasarkan atas rumus :

 =

jarak yang ditempuh oleh komponen jarak yang ditempuh oleh pelarut 

 Nilai Rf dinyatakan hingga angka 1,0 beberapa pustaka menyatakan nilai Rf yang  baik yang menunjukkan menunjukkan pemisahan yang cukup baik adalah berkisar antara 0,2-0,8. Pada praktikum ini, kami tidak bisa menentukan nilai Rf karena noda yang dihasilkan  pada lempeng mengalami fronting. Hal ini disebabkan karena sampel yang kita gunakan terlalu pekat atau kurangnya proses pengenceran sehingga fase gerak tidak mampu membawa sampel bergerak keatas dan akhirnya tidak terjadi pemisahan komponen-komponen secara sempurna.

Daun Jambu Biji sebagai Anti Diare

Diare adalah defekasi yang sering dalam sehari dengan feses yang lembek atau cair, terjadi karena chymus yang melewati usus kecil dengan cepat kemudian feses melewati usus  besar dengan cepat pula sehingga tidak cukup waktu untuk absorpsi, hal ini menyebabkan dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit. Dehidrasi adalah suatu keadaan kekurangan cairan, kekurangan kalium (hypokalemia) dan adakalanya acidosis (darah menjadi asam), yang tidak jarang berakhir dengan shock dan kematian terutama bagi bayi dan anak kecil karena mereka memiliki cadangan intraseluler yang lebih sedikit sedangkan cairan ekstraselnya lebih mudah lepas daripada orang dewasa (Adnyana dkk, 2004). Salah satu penyebab terjadinya diare antara lain karena infeksi kuman penyebab diare. Ada 12 jenis bakteri penyebab diare, antara lain: Staphylococcus aureus, aureus ,  Bacillus cereus, cereus, Clostridium perferingens, perferingens,  Escherichia coli, coli, Vibrio cholera, cholera, Shigella sp., Salmonella sp., Clostridium difficile, difficile, Campylobacter jejuni, jejuni, Yersinia enterolitica, enterolitica,  Klebsiella pnemoniae, pnemoniae,

Vibrio haemolyticus. haemolyticus. Namun kasus diare di Indonesia lebih sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus, aureus , Escherichia coli, coli, Vibrio cholera, cholera, dan Salmonella sp. (Ajizah, 2004) Pengobatan diare dilakukan dengan pengobatan simtomatik dan pengobatan kausatif. Pengobatan kausatif dilakukan dengan mematikan kuman penyebab diare dengan antibakteri (Ajizah, 2004). Salah satunya dengan memberi dekok kulit buah delima yang banyak mengandung banyak zat kimia yang dapat mematikan bakteri yang menyebabkan terjadinya diare. Kandungan tanin yang merupakan senyawa antibakteri yang dapat menghambat  pertumbuhan bakteri Staphylococcus  Staphylococcus  dan Streptococcus. Streptococcus. Selain itu kandungan flavonoid, triterpene dan fenol dapat menghambat pertumbuhan  Escherichia coli dan  Bacillus subtilis dimana bakteri-bakteri tersebut merupakan beberapa dari penyebab pada sebagian besar kasus diare di masyarakat. Serkai

Serkai merupakan tahap penting yang harus diperhatikan dalam membuat sediaan infus maupun dekok. Pada umumnya infus harus diserkai selagi panas, kecuali infus simplisia yang mengandung minyak atsiri, diserkai setelah dingin. Infus daun sena, infus asam jawa dan infus simplisia lain yang mengandung lendir tidak boleh diperas. Untuk dekokta Condurango diserkai dingin, karena zat berkhasiat yang terkandung didalamnya akan larut dalam keaadaan panas, dan akan mengendap pada keadaan dingin. Sedangkan infus daun sena harus diserkai setelah dingin karena infus daun sena mengandung zat yang dapat menyebabkan sakit perut yang larut dalam air panas, tetapi tidak larut dalam air dingin. Untuk asam jawa sebelum dibuat infus dibuang bijinya dan diremas dengan air hingga massanya seperti bubur. Dosis

Setelah dibuka, masukkan ke dalam lemari es atau dikonsumsi pada hari yang sama. Ukuran / Derajat Kehalusan Simplisia

Dalam penyarian bahan berkhasiat yang terdapat dalam bahan tumbuhan obat, derajat kehalusan merupakan hal yang penting. Derajat kehalusan bukan merupakan faktor tunggal yang mempengaruhi proses pelepasan bahan berkhasiat, tetapi jumlah dan sifat alami dari  bahan pendamping/ metabolit primer lain yang terdapat dalam bahan obat juga memegang  peranan penting. p enting. Derajat Deraja t kehalusan ini i ni harus di sesuaikan dengan mudah atau tidaknya obat

yang terkandung tersebut untuk disari. Semakin halus simplisianya itu akan mempermudah  proses penyarian, ataupun sebaliknya semakin sukar disari maka simplisia harus dibuat semakin halus. Untuk beberapa simplisia: 

Daun, bunga dan herba: rajangan kasar dengan ukuran lebih kurang 4 mm.



Kayu, kulit dan akar, rajangan agak kasar dengan ukuran lebih kurang 2,5 mm



Buah dan biji digerus atau diserbuk kasar dengan ukuran lebih kurang 2 mm



Simplisia yang mengandung alkaloid dan saponin: serbuk agak halus dengan ukuran lebih kurang 0,5 mm.

Klasifikasi Serbuk

Simplisia Nabati dan Simplisia Hewani  Nomor  Nominal Serbuk 1

Batas derajat halus2 %

 Nomor Pengayak

Bahan Kimia  Nomor  Nominal Serbuk 1

Batas derajat halus2 %

 Nomor Pengayak

Sangat Kasar

8

20

60

Kasar

20

40

60

20

60

40

Setengah Kasar

40

40

80

40

60

60

Halus

60

40

100

80

60

120

Sangat Halus

80

100

80

120

100

120

Keterangan : 1

semua partike

l serbuk melewati pengayak dengan nomor nominal tertentu

2

 batas persentase yang melewati pengayak dengan ukuran ukuran yang telah ditentukan.

Pengawet untuk Sediaan Dekok

Asam benzoat/ asam benzene karboksilat/ asam phenil karboksilat (C 7H6O2  atau C6H5COOH) merupakan suatu senyawa kimia yang umum digunakan sebagai bahan  pengawet yang dianggap GRAS oleh FDA, dan secara kimia dapat dihasilkan melalui oksidasi fase cair dari toluena (Srour, 1989; WHO, 2000). Asam benzoat memiliki bentuk serbuk kristal padat, tidak berwarna, tidak berbau, sedikit terlarut didalam air, tetapi larut dalam etanol dan sangat mudah larut dalam benzena dan aseton.

Struktur asam benzoat Asam benzoat, dalam bahan pangan umum digunakan sebagai bahan pengawet.  Namun diluar itu, juga j uga dapat dimanfaatkan sebagai penghambat korosi (WHO, 2000). Dalam  beberapa penelitian menunjukan bahwa senyawa sen yawa benzoat dapat ditemukan secara alami al ami pada  beberapa jenis tanaman dan juga produk hewani baik dalam bentuk bebas maupun dalam  bentuk terikat. Asam benzoat dalam tanaman seperti pada beberapa tanaman berry (±500 mg/kg) seperti cranberry (V.vitis (V.vitis idaea) idaea) dan bilberry (V.macrocarpon (V.macrocarpon)) dengan kandungan sebesar 300 –  300  –  1300  1300 mg/kg buah ditemukan dalam bentuk glikosida (Hegnauer, 1996). Selain tanaman berry, Asam benzoat juga teridentifikasi pada beberapa spesies fitofag dan omnivora seperti pada (lagopus (lagopus mutus) mutus ) (Hegnauer, 1989).maupun pada muskox jantan ( Ovibos moschatus) moschatus) (Flood et al , 1989)

Penyimpanan

Menurut Acuan Sediaan Herbal (BPOM RI, 2010), sediaan yang berbeda dapat  bertahan untuk jangka ja ngka waktu yang berbeda sebelum mulai berkurang/kehilangan kandungan  bahan berkhasiatnya. Simpanlah infus atau dekok didalam lemari pendingin atau pada tempat yang teduh. Infus harus dibuat segar setiap hari (24 jam) dan dekok harus digunakan dalam waktu 48 jam. Sediaan yang berbeda dapat bertahan untuk jangka waktu yang berbeda sebelum mulai berkurang/kehilangan kandungan bahan berkhasiatnya. Simpanlah infus atau dekok didalam lemari pendingin atau pada tempat yang teduh. Infus harus dibuat segar setiap hari (24 jam) dan dekok harus digunakan dalam waktu 48 jam. Tingtur dan sediaan cair lannya seperti sirup dan minyak atsiri perlu disimpan dalam botol berwarna gelap pada tempat yang teduh terlindung dari cahaya matahari dan dapat bertahan selama beberapa bulan atau tahun.

BAB VI KESIMPULAN

Dari praktikum pembuatan sediaan dekok kulit buah delima ( Punica ( Punica granatum) granatum) ini dapat diambil kesimpulan bahwa: 6.1

Rf dari hasil KLT tidak dapat dianalisis karena tailing, dimana sampel terlalu pekat dan tidak diencerkan sehingga fase gerak tidak mampu membawa sediaan secara sempurna.

6.2

Noda yang dihasilkan berwarna ungu kehitaman yang berarti bahwa sampel kami mengandung flavonoid.

DAFTAR PUSTAKA

Apriliana, Dian. 2010.  Aktivitas Hepatoproteksi Ekstrak Polifenol Buah Delmia (Punica  granatum L.) terhadap Tikus Putih yang Diinduksi Parasetamol.  Parasetamol.   Departemen Biokimia. Fakultas MIPA Bogor: IPB Press. BPOM RI. 2010. Acuan Sediaan Herbal Vol. 5 Ed 1. Jakarta: BPOM RI Depkes RI. 1979. Farmakope 1979. Farmakope Indonesia III . Jakarta: Depekes RI. Depkes RI. 1995. Farmakope 1995. Farmakope Indonesia IV . Jakarta: Depkes RI. Harbone, J.B. 1987. Metode 1987.  Metode Fitokimia, Ed II. Bandung: II. Bandung: ITB Press. Heryani. 2010.  Aktivitas Fraksi Polifenol Buah Delima (Punica granatum L.) terhadap  Peroksidasi Lipid Darah Tikus yang Diinduksi Parasetamol. Departemen Biokimia. Fakultas MIPA Bogor: IPB Press. Jain, V., et.all. 2012.  Isolation of Antidiabetic Principle From Fruit Rinds of Punica  granatum. Evidance  granatum. Evidance Based Complementary and Alternative Medicine. Machada, T., et.all. 2001.  Antimicrobial Ellagitanninn of Punica granatum fruits. Journal of the Brazilian Chemical Society. Mohan, M., et.all. 2010. Cardioprotective Potential of   Punica granatum Extract in  Isoprotenol-Induced Myocardial Infarction in Wistar Rats. Journal of Pharmacology: Pharmacotherapeutics. Purwantini, Indah dan Subagus W. 2000.  Isolasi dan Indentifikasi Senyawa Anti-Jamur (Candida aidicans) dari Kulit Buah Delima (Punica granatum). Majalah Farmasi Indonesia. Yogyakarta: UGM. Rajan, S., dkk. 2011.  Antioxidant Potentials of Punica granatum Fruit rind Extract. International Journal of Pharmacy & Pharmaceutics Science. Todaka, No. R. 1993. Carbonic Anhydrate Inhibitor from the pericarps of Punica granatum. Brol. Pharm Bull.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF