260110150113 Auliani Hafifah Jurnal 4
May 1, 2019 | Author: auliani | Category: N/A
Short Description
Analisis Fosfor dalam darah dan urin...
Description
JURNAL PRAKTIKUM ANALISIS BIOMEDIK DAN FORENSIK “
PENENTUAN FOSFAT DALAM DARAH DAN URIN UNTUK DETEKSI OSTEOPOROSIS”
Auliani Hafifah 260110150113 Kelas C 2015 Rabu, 07.00 – 10.00 10.00
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN 2018
PENENTUAN FOSFAT DALAM DARAH DAN URIN UNTUK DETEKSI OSTEOPOROSIS
I.
Tujuan
Menentukan kadar fosfat dalam sampel darah sebagai deteksi awal osteoporosis dengan menggunakan metode spektrofotometri visible.
II.
Prinsip 2.1 Reduksi – oksidasi
Reduksi dan oksidasi merupakan reaksi yang mewakili transfer elektron dari donor elektron (pereduksi) ke akseptor elektron (oksidator) (NCBI, 2009).
2.2 Hukum Lambert-Beer
Hukum Lambert-Beer menyatakan suatu hubungan linier antara absorbansi dan konsentrasi untuk setiap spektrum derivatif dengan berbagai orde. Hukum Labert-Beer dinyatakan dalam persamaan: ε . b . c dengan
A=
A = absorbansi, ε = absorbtivitas molar (L mol -1cm-1), c
= konsentrasi (mol L-1) dan b merupakan lebar celah (cm) (Owen, 1996).
III.
Reaksi
7PO43- + 12 (NH4)6MO7O24 + 36 H2O (NH4)3 + 12MoO3 + 51 NH4+ + 72 OH(NH4)3PO4+12MoO 4 + mild reducing agent Mo(V) (blue)
IV.
Teori Dasar
Mineral merupakan senyawa anorganik yang memiliki fungsi tertentu dalam tubuh dan harus terpenuhi kebutuhannya. Mineral dibutuhkan dalam jumlah relatif kecil, tetapi peranannnya dalam tubuh sangat penting. Berdasarkan jumlahnya, mineral dibedakan menjadi mineral makro, mikro, dan renik. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan dalam jumlah yang banyak dan biasanya memiliki peran yang sangat penting. Mineral makro terdiri atas Ca, P, K, Na, Mg, S, dan Cl. Mineral mikro adalah mineral yang dibutuhkan dalam jumlah relatif sedikit. Unsur Fe, Cu, Zn, Co, Mn, Se, dan I adalah golongan mineral mikro. Sedangkan mineral renik (trace) adalah mineral yang terdiri atas Mo, Cr, As, dan Si (Nelson dan Cox, 2002). Fosfor adalah senyawa penting dari semua jaringan tubuh yang memiliki variasi luas dalam fungsi vital, termasuk pembentukan substansi ATP dan pembentukan sel darah merah 2,3 difosfogliserat yang memudahkan pengiriman oksigen ke jaringan. Fosfor termasuk mineral terbanyak ke dua dalam tubuh, yakni sebesar 1% dari total berat badan. Fosfor banyak terdapat pada tulang dan gigi, selebihnya terdistribusi di dalam sel-sel tubuh (Kaviena et al ., 2010). Mineral ini berperan dalam berbagai fungsi, seperti permeabilitas sel, proses enzimatik, penyusun dinding sel, sistem penyangga carian tubuh, transmisi genetik, sumber energi tubuh dan regulasi metabolisme lemak, protein dan karbohidrat. Defisiensi
mineral
pertumbuhan,
ini
kehilangan
akan berat
mengakibatkan badan,
terjadinya
penurunan
nafsu
gangguan makan,
kelemahan, peningkatan hipersensitivitas dan bila defisiensi cukup berat maka akan terjadi perubahan pada tulang yang ditandai dengan penurunan mineralisasi, gangguan pertumbuhan, perubahan bentuk dan fraktur seperti yang terjadi pada rakhitis, osteomalasia, dan osteoporosis (McDowell, 1992). Fosfor merupakan mineral yang hadir sebagai fosfat di dalam sistem biologis. Kadar normal serum fosfor bervariasi pada manusia sesuai
dengan usia. Pada balita berkisar 4.5 – 8.3 mg/dL dan pada orang dewasa berkisar 2.5 – 4.5 mg/dL (Penid dan Alon, 2012). Kontrol homeostatis fosfat pada cairan ekstrasel diatur oleh ginjal dan hormon PTH. Terganggunya
kadar
fosfat
dalam
tubuh
disebut
hipofosfatemia
(kekurangan fosfat) atau hiperfosfatemia (kelebihan fosfat). Kondisi hipofosfatemia berkaitan dengan remodelling tulang yang merupakan proses pembentukan dan penyerapan atau resorbsi tulang oleh sel-sel osteoklas dan osteoblas (Favus, 1993). Gangguan pada proses ini dapat mengakibatkan
osteoporosis.
Osteoporosis
telah
menjadi
masalah
kesehatan global dengan ciri kerusakan pada mikroarsitektur masa tulang dan penyakit ini terjadi pada 150 juta orang di seluruh dunia per tahun (Mustafa et al ., 2011). Osteoporosis biasanya terjadi pada usia lanjut, namun penyakit ini juga dapat menyerang kaum remaja. Hal ini disebabkan oleh asupan gizi yang kurang baik dan rendahnya aktivitas tubuh. Sebagai akibat dari hal tersebut, tulang menjadi mudah retak atau bahkan mengalami patah tulang (Insani et al ., 2018). Untuk mengetahui gangguan mineral fosfat dan risikonya terhadap osteoporosis, Kraft dan Duer (1999) menganalisis fosfat anorganik dalam plasma dengan metode fosfomolibdat. Fosfor inorganik yang direaksikan dengan ammonium molybdate (Mo/VIII) akan membentuk ammonium phosphomolybdate. Reaksi reduksi ini menghasilkan “molybdenum blue” yang diukur secara spektrokopi.
V.
Alat dan Bahan 5.1 Alat
a. Beaker glass b. Labu ukur c. Mikropiper d. Neraca analitik e. Pipet volume f.
Sentrifugator
g. Spektrofotometer UV – Vis h. Tabung reaksi i.
Tabung sentrifugasi
5.2 Bahan
a. Ammonium molibdat b. Aquades c. Asam 1,2,4 – aminoaphtolsulfonat d. Asam sulfat 5 M e. Asam trikloroasetat 5% f.
Kalium fosfat
g. Kalium Iodida h. Natrium bisulfit i. Natrium sulfit j.
Sampel darah
k. Sampel urin
VI.
Prosedur Penentuan Fosfor dalam Darah
Pembuatan Larutan Asam Aminoaphtolsulfonat No.
1.
Prosedur
Hasil
Menambahkan 0.5 gr asam 1,2,4aminoaphtolsulfonat natrium
sulfit
(20
dan g
5
mL
Na 2SO3
anhidrat/100 mL) ke dalam 195 mL larutan
natrium
bisulfit
(15
g
NaHSO3/100 mL). 2.
Mengocok hingga seluruh serbuk larut.
3.
Jika belum larut, menambahkan lagi
1 mL natrium sulfit dan terus mengocok
hingga
seluruhnya
melarut
Pembuatan Larutan Stok Fosfor (100 mg/dL) No.
1.
Prosedur
Hasil
Melarutkan 0.439 gr KH 2PO4 dalam air dan mengencerkannya dalam labu ukur 100 mL.
Pembuatan Larutan Kerja Standar Fosfor No.
1.
Prosedur
Hasil
Memipet 1 mL larutan stok dan memasukkan ke dalam labu ukur 100 mL.
2.
Mengencerkan
dengan
asam
trikloroasetat (TCA) 5%. 3.
Memipet sebanyak 2 mL dan 5 mL larutan tersebut dan memasukkannya ke dalam labu ukur 10 mL.
4.
Mengencerkan dengan TCA 10%.
Pembuatan Larutan Amonium Molibdat No.
1.
Prosedur
Melarutkan
2.5
gr
Hasil
ammonium
molibdat dalam 80 mL air dan menambahkan 20 mL asam sulfat
5M
Penentuan Kadar Fosfat dalam Darah No.
1.
Prosedur
Hasil
Memasukkan 9.5 mL TCA 5% ke dalam tabung sentrifugasi 12 mL.
2.
Menambahkan
0.5
mL
serum,
campurkan dan mendiamkan campuran selama 5 menit. 3.
Menyentrifugasi pada kecepatan 1500 rpm selama 5 menit.
4.
Mengambil 5 mL supernatant dan memasukkan ke dalam tabung reaksi.
5.
Menyiapkan blanko dan larutans tandar dengan memipet 5 mL larutan TCA 5% dan 0.2, 0.5 dan 1.0 mg/dL larutan standar fosfor dan memasukkannya ke dalam 4 tabung rekasi berbeda
6.
Menambahkan 1 mL reagen molibdat ke dalam seluruh tabung reaksi dan menghomogenkannya
7.
Menambahkan 0.4 mL reagen asam aminoaptholsulfuric
dan
menghomogenkannya. 8.
Mendiamkan selama 5 – 10 menit atau lebih dan mengukur absorbansi tiap – tiap larutan pada = 690 nm. Mengatur absorbansi 0 menggunakan aquades.
9.
Memasukkan data absorbansi larutan
standar
yang
sudah
dkoreksi
oleh
blanko ke dalam kurva baku. 10.
Menentukan konsentrasi fosfor dalam filtrat bebas protein.
11.
Mengalikan
dengan
10
untuk
mendapatkan konsentrasi asli sampel serum.
Pembuatan Larutan KI 20% No.
1.
Prosedur
Hasil
Melarutkan 4 gr KI dan 0,1 gr dan 0,1 gr Na 2CO3 dan melarutkan dalam aquades hingga volumenya 20 mL.
Pembuatan Larutan Na 2SO3 0,5% No.
1.
Prosedur
Menimbang
sebanyak
Hasil
0,1
g
Na2SO3.7H2O dan melarutkan dalam aquades hingga 20 mL.
Pembuatan Larutan H 2SO4 10 N No.
1.
Prosedur
Hasil
Mengambil 5,5 mL larutan H 2SO4 36 N
dan
mengencerkan
dengan
aquades hingga 20 mL.
Pembuatan Larutan Standar Fosfat
No.
1.
Prosedur
Hasil
Membuat larutan stok fosfat dengan cara menimbang sebanyak 0,0493 g KH2PO4 kering
dan
melarutkan
dalam aquades ad 100 mL dalam labu ukur 2.
Mengencerkan larutan standar fosfat 100 ppm hingga didapat konsentrasi 2 ppm, 8 ppm, 16 ppm, 24 ppm dan 32 ppm.
Penentuan Kadar Fosfat dalam Urin No.
1.
Prosedur
Hasil
Memasukkan 100 µL sampel urin ke dalam tabung reaksi dan mengencerkan 50 kali dengan penambahan aquades hingga 5 mL
2.
Memasukkan sebanyak 100 µL sampel ke dalam microplate
3.
Menambahkan 30 µL larutan H 2SO4 10 N, 30 µL larutan (NH4)2MoO4 dan 30 µL larutan KI secara berurutan ke setiap sampel, mencampurkan hingga homogen
4.
Menutup
microplate dengan
cover
microplate dan memanaskan sampel dalam waterbath selama 15 menit, kemudian dinginkan 5.
Menambahkan aquades
3
sebanyak
µL 7
Na2SO3 dan µL
sehingga
larutan genap 200 µL. 6.
Mengukur absorbansi ampel dengan microplate
reader
pada
panjang
gelombang 350 nm dan 690 nm.
VII.
Simpulan
DAFTAR PUSTAKA
Favus MH. 1993. Primary on the Metabolic Bone Disease and Disorder of Mineral Metabolism. New York: Raven 3-9, 34-40. Insani, W.H., Nurhasanah, Joko, S. 2018. Aplikasi Geometri Fraktal untuk Identifikasi Osteoporosis pada Tulang Tangan dengan Metode Analisis Fourier 2D. Prisma Fisika, Vol. 6 No. 1, p: 62 – 64. Keviena et al .. 2010. Tulang . Jakarta (ID): UI Press. Kraft, W., Duer, U.M. 1999. Klinische labordiagnosticin der Tiermedizin'sA nflage, Scl auer . Stutgarf : 252-258. McDowell, L.R. 1992. Mineral in animal and human nutrition. San Diego : Academic Press. Mustafa, S., Nurhidayat, Koeswinarning, S., Bambang, P.P., Wasmen, M. 2011. Kualitas Tulang Tikus Betina Normal yang diberi Ekstrak Sipatah-patah pada Masa Pertumbuhan. Jurnal Veteriner , Vol. 12 No. 2, p: 113 – 119. NCBI.
2009.
Antioxidant
&
Redox
Signaling .
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2783918/
Available
at
Accesed
on
Sunday, 16 April 2018 at 12.00. Nelson DL, Cox MM. 2002. Lehninger Principles of Biochemistry 4th edition. New York (US): W.H. Freeman and Company. Owen, T. 1996. Fundamentals of UV-visible Spectroscopy. Waldbronn: HewlettPackard. Penido MG, Alon US. 2012. Phosphate homeostatis and its role in bone health. Pediatr Nephrol . 27(11): 2039-2048.
View more...
Comments