2013-2-01401-DI Bab2001
November 21, 2017 | Author: fir | Category: N/A
Short Description
arsitektur hemat energi...
Description
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Tinjauan Umum
2.1.1 Pengertian Kantor Kantor menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sebuah Balai yang merupakan gedung, rumah, atau tempat mengurus suatu pekerjaan perusahaan dan sebagainya (Poerwodarminta 176). Secara etimologis kantor berasal dari bahasa Belanda: “kantoor”, yang maknanya: ruang tempat bekerja, tempat kedudukan pimpinan, jawatan instansi dan sebagainya. Dalam bahasa Inggris “office” memiliki makna yaitu: tempat memberikan pelayanan (service), posisi, atau ruang tempat kerja. Kantor adalah suatu tempat untuk membuat keputusan. Keputusan itu mungkin bersifat sementara, rutin / mendasar, serta penting atau keduanya, tetapi yang jelas untuk itu dibutuhkan pendukung komunikasinya, baik kedalam maupun keluar.( Pile, John F, 1979:16). Kantor adalah suatu bangunan yang dipakai untuk
kegiatan
professional atau berkaitan dengan kegiatan menulis, tidak ada bagian dari bangunan tersebut digunakan untuk kegiatan sebagai tempat tinggal kecuali pembersih atau penjaga.( Harris, Cryil M, 1975:27). Kantor selain dibangun untuk kebutuhan maupun tuntutan yang berlaku umum, yang dimaksudkan untuk menarik sebanyak mungkin peminat dari segala lapisan yang membutuhkan (Ernst Neufert, 1993:1). Menurut Paul Mahieu Kantor adalah tempat dalam suatu badan usaha dimana dilaksanakan pekerjaan administratif (tata usaha) yang dapat dilakukan dengan mesin atau tangan. (The Liang Gie, 1983:105).
7
8
Menurut Glen W. Howard Pusat dari kegiatan administrasi (tata usaha) dan berperanan sebagai suatu kamar kerja dan belajar, suatu ruang rapat, suatu tempat perundingan, suatu pusat penerangan,suatu pusat pemberian pelayanan, suatu kamar untuk berkas-berkas, suatu ruang perjamuan dan seringkali suatu lambang dari kedudukan. (The Liang Gie, 1983:105) . Pengertian kantor dapat dibedakan menjadi 2 definisi, yaitu kantor dalam arti dinamis dan kantor dalam arti statis. 1. Kantor dalam arti dinamis merupakan proses penyelengaraan kegiatan pengumpulan, pencatatan, pengelolahan, penyimpanan dan penyampaian data/informasi. Kantor dalam arti dinamis dapat dikatakan merupakan kegiatan ketatausahaan atau kegiatan administrasi dalam arti sempit. 2. Kantor dalam arti statis dapat diartikan Ruang kerja, kamar kerja, markas, biro, instansi, lembaga, jawatan, badan, perusahaan, serta tempat
atau
ruangan
penyelenggara
kegiatan
/
aktivitas
pengumpulan, pencatatan, pengelolahan, penyimpanan data / informasi. 2.1.1.1 Tujuan dan Fungsi Kantor Tujuan kantor adalah wadah guna menampung kegiatan tulis menulis atau mengurus suatu pekerjaan yang dalam penggunaannya pemakai biaya tertentu. Kantor juga merupakan suatu prasarana untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan yang dimana perihal tersebut perkantoran sebagai penyedia informasi yang benar, berdasarkan fakta. Menurut Mills, tujuan kantor didefinisikan sebagai pemberi pelayanan komunikasi dan perekaman. Dari definisi tersebut, Mills memperluas menjadi fungsi kantor (pekerjaan yang dilakukan) yakni sebagai berikut: A. Menerima Informasi ( to receive infromation) Menerima informasi dalam bentuk surat, penggilan telepon, pesanan, faktur, dan laporan mengenai berbagai kegiatan bisnis.
9
Cth: Surat-surat, kutipan, harga, dll. B. Merekam / menyimpan data-data serta informasi (to record information) Tujuan merekam adalah menyiapkan informasi sesgera mungkin apabila manajemen meminta informasi tersebut sewaktu-waktu. Beberapa rekaman diminta untuk disimpan menurut hukum, atau disimpan untuk kebutuhan manajemen dalam perencanaan dan pengendalian
perusahaan
seperti
negoisasi,
transaksi,
kerespondensi, pesanan, faktur atau ringkasan rincian seperti laporan keuangan, laporan persedian, dll. Cth: Catatan persediaan, harga, dan catatan kepegawaian. C. Mengatur informasi (to arrange information) Informasi yang diakumulasi oleh kantor hampir tidak pernah dalam bentuk yang serupa layaknya ketika diberikan, seperti mengumpulkan informasi dan sumber-sumber yang berbeda dam membuat perhitungan / pembukuan. Kantor juga bertanggung jawab dalam memberikan informasi yang baik dalam melayani manajemen. Cth: Catatan pembiayaaan, pembukuan, penetapan harga, faktur / kuitansi, dll. D. Memberi Informasi (to give information) Apabila manajemen diminta sejumlah informasi yang diperlukan, maka kantor harus memberikan informasi tersebut dari rekaman yang tersedia. Sebagian informasi yang diberikan bersifat rutin, sebagian bersifat khusus. Cth: Faktur-faktur penjualan, laporanm perkembangan, laporan perkiraan, dll. E. Melindungi Aset (to safeguard assets) Kantor selain menjalani fungsi-fungsi diatas, masih terdapat fungsi lain dari kantor yaitu mengamati secara cermat berbagai kegiatan dalam perusahaan seperti diperlihatkan didalam rekaman dan mengantisipasi segala hal yang tidak ingin terjadi. Cth: Pemeliharaan uang tunai, surat-surat berharga, cek, giro, dll.
10
2.1.1.2 Jenis-jenis Kantor Secara garis besar jenis kantor dapat dibedakan menjadi 4 macem menurut L.Manasseh dan R.Cunliffe, yaitu: 1. Commercial Office Jenis perkantoran yang termasuk golongan ini adalah perkantoran (untuk toko, disewakan), perusahaan (Trading company), asuransi dan transportasi. 2. Industrial Office Jenis perkantoran ini terikat hams mempunyai hubungan fisik dengan pabriknya. 3. Profesional Office Jenis perkantoran ini tidak dipakai dalam waktu yang panjang dan merupakan perkantoran yang jumlah modal yang digunakan relatif kecil. 4. Institutional / Governmental Office Jenis perkantoran ini bersifat usaha yang teratur dalam bentuk lembaga. Biasanyanya digunakan dalam waktu yang lama atau panjang. 2.1.1.3 Klasifikasi Kantor Pengklasifikasian kantor terbagi menjadi 4 aspek yang terdiri dari : 1. Berdasarkan tujuan usaha dan lingkungan suasana kerja: a. Kantor administrasi pemerintah. b. Kantor administrasi perusahaan. c. Kantor administrasi sosial. 2. Berdasarkan pemiliknya a. Pemerintah. b. Swasta. 3. Berdasarkan sifat dan tujuan kegiatan a. Kantor yang sifatnya komersial untuk mencari keuntungan (kantor sewa). b. Kantor yang sifatnya non komersil (kantor yang dipakai sendiri).
11
4. Berdasarkan hirarki a. Kantor Pusat -
Kantor utama yang terbesar dan terpenting dalam menandakan lokasi fungsi terpenting dari suatu organisasi yang dipimpin.
b. Kantor Cabang -
Kantor yang mengurus kepentingan suatu perusahaan utama dilingkungan atau tempat yang berbeda dan kedudukannya berada dibawah kantor pusat. Membutuhakan ruangan yang sedikit jumlahnya, kecil dan tidak kompleks.( Arnold Friedman, 1976:45)
c. Kantor Perwakilan -
Kantor yang mengurus administrasi saja, tidak melakukan main bussiness dari kantor pusat. Berbeda dengan kantor cabang yang dapat melakukan kegiatan sesuai dengan maksud dan tujuan yang tertera dalam anggaran dasar perusahaan.
2.1.1.4 Tipe-Tipe kantor Kantor diklasifikasikan menjadi 3 tipe kantor, yaitu: 1. Tipe Kantor Berkamar Tipe kantor ini adalah ruangan untuk bekerja yang dipisahkan atau dibagi dalam kamar-kamar kerja. Kelebihan: -
Konsentrasi kerja lebih baik.
-
Pekerjaan yang bersifat rahasia, dapat lebih terjamin.
-
Lebih terkesan kewibawaan.
-
Kelengkapan alat-alat kantor lebih terjaga.
-
Tidak bising karena di ruangan tertutup.
Kekurangan: -
Komunikasi antara staff atau pegawai kurang efektif dan terkesan individual.
-
Biaya pengadaaan ruangan relatif lebih besar karena ruangan perorangan.
12
-
Pengawasan jadi lebih sulit (kecuali terdapat cctv didalam ruangan).
2. Tipe Kantor Terbuka Tipe kantor ini ruangan lebih besar untuk bekerja yang ditempati oleh beberapa staff atau pegawai yang bekerja bersama-sama diruangan tersebut. Kelebihan: -
Komunikasi antara staff atau pegawai lebih efektif karena sering bertatap muka.
-
Mempermudah dalam hal pengawasan.
-
Biaya lebih relatif lebih sedikit karena tidak membutuhkan ruangan yang tidak terlalu memakan space yang memakan tempat.
-
Ruangan bekerja lebih luas dan tidak mengganggu sirkulasi penghawaan.
-
Dapat menambah efisiensi komunikasi antara staff atau pegawai.
-
Kekompakan dalam bekerja sama dalam pekerjaan lebih dapat terlihat.
Kekurangan: -
Resiko timbulnya kegaduhan atau kebisingan antar pekerja lebih besar, sehingga sangat dimungkinkan tingkat konsentrasi staff atau pegawai menjadi berkurang.
-
Privasi dalam pekerjaan yang bersifat rahasia menjadi kurang aman.
3. Tipe Kantor Berpanorama Kantor dengan tipe ini memiliki ruangan kerja dengan objek pemandangan alam yang terbuka. Kelebihan: -
Kantor jadi terlihat segar karena pemandangan hijau.
-
Penghawaan dalam kantor lebih diminimalisir dengan suplai oksigen dari udara disekitar.
-
Jika terjadi sesuatu bencana yang tidak sengaja (misalnya kebakaran), akses keluar jadi lebih efisien.
13
-
Tidak membutuhkan pencahayaan yang tinggi, karena sudah terbantu dengan cahaya diluar ruangan.
Kekurangan: -
Keadaaan iklim atau cuaca ikut mempengaruhi kinerja kerja. Cth: Misalnya saat terjadi hujan yang disertai petir, dapat mengganggu atau mengurangi tingkat konsentrasi staff atau pegawai.
-
Biaya perawatan pada furnitur bertamabah, karena tidak hanya didalam ruangan melainkan diluar ruangan juga terdapat furnitur.
-
Konsentrasi pekerja juga menjadi teralihkan oleh suatu objek maupun suara bising dari daerah disekitar ruangan.
2.1.1.5 Karakteristik Gedung Perkantoran Dalam membangun suatu gedung perkantoran ada suatu karakteristik penting yang harus diperhatikan yaitu lokasi. Dalam suatu lokasi yang akan didirikan sebuah gedung perkantoran ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu: 1. Dekat dengan gedung perkantoran umum 2. Dilalui oleh kendaraan umum 3. Merupakan pusat kegiatan finansial 4. Dekat dengan gedung pemerintahan 2.1.1.6 Kriteria Kantor Di dalam produk properti perkantoran untuk mencapai
target
pasar
ada beberapa faktor yang menjadi kunci suksesnya. Beberapa faktor tersebut adalah A. Flexibilitas ruang Dipengaruhi oleh model dan bentuk bangunan yang memberikan kemudhan bagi penghuni untuk membentuk ruangan menurut selera dan tak membatasi ruang geraknya. B. Tingkat Hunian
14
Semakin tinggi tingkat hunian maka pendapatan dan keuntungan semakin besar selain itu tingkat hunian yang tinggi juga meningkatkan image pada sebuah gedung perkantoran. C. Harga Sewa Harus sesuai dengan keadaan pasar permintaan, dapat bersaing dan tak berada dibawah harga pasar yang ada. Biasanya untuk harga sewa di hitung per-meter persegi. D. Service Charge Penentuan Service Charge yang murah belum tentu efektif bagi penghuni ruang kantor, karena penghuni kantor mengharapkan tingkat pelayanan yang memuaskan. Biasanya biaya jasa ini sangat ditentukan oleh besarnya biaya operasional di gedung perkantoran itu dan dihitung permeter persegi. E. Citra / Image Sebuah perkantoran yang telah memiliki nama besar di masyarakat baik dalam bentuk-bentuk fisik, fasilitas bangunan, tingkat pelayanan, maupun kelebihan lain yang dimiliki akan lebih mudah menarik pengunjung. 2.1.1.7 Fasilitas Fungsional Kantor Adapun fasilitas yang terdapat pada kantor, antara lain: A. Area penerima / Lobby Pengunjung memperoleh kesan pertama pada area ini, sehingga desain dan penataan harus menarik, bersih, dan mampu memnuhi kebutuhan sang pemakai guna menunjang aktivitas /
kegiatan mereka masing-
masing. B. Unit pengelola Fasilitas ini digunakan oleh pengelola, untuk kegiatan administrasi, pemasaran, dll. C. Unit kantor sewa Merupakan kantor yang disewakan kepada penyewa. Dapat berupa kantor privat (Celluar Office), kantor semiformal, dan kantor terbuka (Open Space).
15
D. Ruang pertemuan / rapat Merupakan tempat berlangsungnya kegiatan konferensi, pertemuan, dll. Akses ke ruang pertemuan harus melalui koridor ataupun area penerima. E. Unit layanan umum Fasilitas yang bersifat komersial, seperti ruang serbaguna, retail, foodcourt, kafetaria, dll. F. Area Servis Melayani kebutuhan sanitasi, pelayanan kesehatan, dari pengguna bangunan. 2.1.1.8 Visi dan Misi Visi adalah suatu pandangan jauh tentang perusahaan , tujuan-tujuan perusahaan dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut pada masa yang akan datang. Visi itu tidak dapat dituliskan secara lebih jelas menerangkan detail gambaran sistem yang ditujunya, dikarenakan perubahan ilmu serta situasi yang sulit diprediksi selama masa yang panjang tersebut. Beberapa persyaratan yang hendaknya dipenuhi oleh suatu pernyataan visi: 1. Berorientasi ke depan 2. Tidak dibuat berdasarkan kondisi saat ini 3. Mengekspresikan kreatifitas 4. Berdasar pada prinsip nilai yang mengandung pernghargaan bagi masyarakat Misi adalah pernyataan
tentang apa yang harus dikerjakan oleh
lembaga dalam usahanya mewujudkan visi. Misi perusahaan adalah tujuan dan alasan mengapa perusahaan itu ada. Misi juga akan memberikan arah sekaligus batasan proses pencapaian tujuan.
16
2.1.2 Furnitur 2.1.2.1 Definisi Furnitur Furniture berasal dari bahasa Inggris yang bila diartikan ke Bahasa Indonesia memiliki arti mebel, yang memiliki definisi perabot yang diperlukan, berguna, atau di sukai, seperti barang atau benda yang dapat dipindah-pindah,
digunakan
untuk
melengkapi
rumah,
kantor,
dan
sebagainya. Sedangkan Furnitur berasal dari bahasa Prancis Fourniture (1520-30 Masehi). Fourniture mempunyai asal kata fournir yang artinya furnish atau perabot rumah atau ruangan. Furniture adalah peralatan rumah tangga yang fungsinya untuk menunjang kenyamanan hidup manusia. baik kenyamanan fisik ataupun rohani (Asri, Juni, 2002; 16). Untuk melengkapi suatu ruangan pada rumah hunian, perkantoran, perpustakaan, perhotelan atau restoran dan lain – lain, dibutuhkan mebel atau furniture. Dengan adanya furniture, maka fungsi ruang akan semakin jelas. Karena suatu mebel atau perabot dapat memberikan gambaran fungsi dan tujuan suatu ruang. Dijelaskan pula oleh Sudarsono. Sp, dalam mendesain furniture sangat ditentukan oleh 2 ( dua ) hal yang mendasar, yaitu : 1.
Bangunan atau ruangan yang akan diisi oleh perabot, misalnya : ruang tunggu, ruang tamu, ruang keluarga, ruang tidur, ruang baca dan lain – lain.
2.
Subjek atau manusia yang akan menggunakan furniture tersebut, misalnya : Pria atau wanita, tua atau muda, proporsi, anatomi, serta posisi manusia yang beraneka ragam dan lain – lain. (Sudarsono. Sp, 1987:5).
17
2.1.2.2 Klasifikasi Furnitur A. Loose Funiture Loose Furniture adalah jenis furnitur yang sangat umum, furnitur ini memiliki banyak jenis bentuk dan dapat dipindahkan dengan mudah.
Gambar 2.1 Loose Furniture (Sumber:Google image / Loose furniture)
B. Knock down Furnitur ini adalah suatu bentuk furnitur yang dibeli dan dibagi menajadi beberapa bagian dan memerlukan perakitan. Bentuk furnitur umumnya tiba di kotak dan berisi petunjuk bagi pembeli untuk merakit setelah pembelian.
Gambar 2.2 Knockdown Furniture (Sumber:Google image / Knockdown Furniture)
18
C. Indoor & Outdoor Indoor furnitur adalah furnitur yang berada di dalam ruangan. Furnitur ini terlindung dari pengaruh cuaca dan iklim karena berada di dalam ruangan yang tertutup. Untuk pemilihan material menjadi lebih bebas karena tidak perlu takut akan cuaca dan iklim. Sedangkan Outdoor furnitur adalah furnitur yang berada di luar ruangan dan berkontak langsung dengan matahari dan hujan. Maka pemilihan material harus diperhatikan dengan dengan benar.
Gambar 2.3 Indoor & Outdoor Furniture (Sumber:Google image / Indoor & Outdoor Furniture)
D. Built in Furniture Furnitur yang sesuai dengan keadaan dilokasi. Biasanya lemari baju menjadi salah satu yang paling sering dibuat built in. Karena dengan built in kita dapat memaksimalkan ruang penyimpanan sehingga tidak ada ruang yang terbuang sia – sia.
Gambar 2.4 Built in Furniture (Sumber:Google image / Built in Furniture)
19
E. Recyled Material Furniture Recyled Material Furniture adalah furnitur yang menggunakan bahan bekas/recyled material sebagai bahan bakunya.
Gambar 2.5 Recyled Furniture (Sumber: Google image / Recyled Furniture)
2.1.2.3 Sistem dan Kontruksi Furnitur A. Butt joints : adalah teknik menyambung kayu membentuk siku yang paling mudah dilakukan. Sambungan untuk
mengikat sambungan ini
diperlukan bantuan paku, sekrup, atau lem. Kekurangannya sambungan ini agak kasar penampilannya.
Gambar 2.6 : Butt Joints Sumber : Tikno, I. (2008) Mengenal konstruki kayu untuk furnitur dan bangunan. Jakarta: Esensi
20
B. Mitred Butt Joints : adalah jenis sambungan But Joints dimana ujung siku sambungan dipotong membentuk 45 derajat, sehingga ketika kedua papan dipadukan, kedua ujung siku akan bertemu dan membentuk sudut tepat 90 derajat. Di Indonesia sistem ini dikenal dengan istilah “adu manis”. Kelebihan sistem ini dibanding dengan basic joinery (penyambungan kayu standar) lainnya adalah sambungan akan terlihat lebih rapi. Namun kelemahannya adalah cara ini lebih sulit, dimana sudut potong harus benar-benar tepat dan presisi, karena bila tidak, sambungan akan bergeser dan sudutnya tidak tepat 90 derajat.
Gambar 2.7 : Mitred Butt Joints Sumber : Tikno, I. (2008) Mengenal konstruki kayu untuk furnitur dan bangunan. Jakarta: Esensi
C. Lap joints : Sambungan ini sangat sederhana dan juga hanya menggunakan ketebalan papan untuk disambungkan.
Gambar 2.8 : Lap joints Sumber : Tikno, I. (2008) Mengenal konstruki kayu untuk furnitur dan bangunan. Jakarta: Esensi
21
D. Half lap joints : Sambungan ini termasuk sambungan sudut, namun yang digunakan adalah baguan ketebalan papan. Cara membuat sambungan ini adalah dengan memotong ketebalan papan masing-masing menjadi setengahnya, kemudian papan menjadi satu. Setelah itu papan dapat dipaku atau dilem.
Gambar 2.9 : Half lap joints Sumber : Tikno, I. (2008) Mengenal konstruki kayu untuk furnitur dan bangunan. Jakarta: Esensi
E. Rabbet Joints : adalah sistem sambungan dengan cara membuat alur sepanjang kayu atau papan yang hendak dipasang secara perpasangan. Keduanya kemudian dipadukan menjadi satu sesuai alur yang telah dibuat. Jenis sambungan ini dapat dibuat dengan berbagai macam variasi.
Gambar 2.10 : Rabbet Joints Sumber : Tikno, I. (2008) Mengenal konstruki kayu untuk furnitur dan bangunan. Jakarta: Esensi
22
F. Box Joints : merupakan cara penyambungan sudut kayu dengan cara membuat gerigi pada ujung sambung secara overlaping atau tumpangtindih. Gerigi sambungan tersebut akan bertemu dan saling mengikat satu dengan yang lain. Keuntungan sambungan ini adalah hasilnya lebih kokoh dan kuat. Tapi cara pembuatannya lebih sulit dan memerlukan alat yang lengkap. Sistem Box Joints memerlukan pahat untuk memotong bagian dasar gerigi agar hasilnya lebih rapi.
Gambar 2.11 : Box Joints Sumber : Tikno, I. (2008) Mengenal konstruki kayu untuk furnitur dan bangunan. Jakarta: Esensi
G. Dovetail Joints : merupakan sambungan sudut yang mirip dengan sistem Box Joints. Perbedaan antara Box Joints dengan Dove Tail terletak pada ujung gerigi. Pada sistem Box Joints ujung dan pangkal gerigi memiliki sudut yang sama, yaitu 90 derajat. Sementara pada sistem dovetail, ujung gerigi dibuat agak melebar, mirip dengan ekor burung dara. Pada sistem Box Joints, sambungan dapat dilepas dengan cara menarik keduanya dari dua arah. Namun pada sistem Dovetail Joints, sambungan hanya dapat dilepas dari satu arah. Sistem Dovetail Joints lebih kokoh daripada sistem Box Joints.
Gambar 2.12 : Dovetail Joints Sumber : Tikno, I. (2008) Mengenal konstruki kayu untuk furnitur dan bangunan. Jakarta: Esensi
23
H. Through Dovetail adalah sambungan yang merupakan variasi dari Common Dovetail namun dibuat dengan banyak lidah. Sistem ini kuat, meski begitu sambungan akan terlihat pada kedua sisinya.
Gambar 2.13 : Through Dovetail Sumber : Tikno, I. (2008) Mengenal konstruki kayu untuk furnitur dan bangunan. Jakarta: Esensi
I. Dovetail-Keyed Mitered adalah sistem sambungan Dovetail yang didasari dengan sistem Mitered. Ujung sambungan dibuat dengan sudut 45 derajat, dan bertemu dengan rapi, kemudian diperkuat dengan sistem Dovetail sebagai penguncinya.
Gambar 2.14 : Dovetail-Keyed Mitered Sumber : Tikno, I. (2008) Mengenal konstruki kayu untuk furnitur dan bangunan. Jakarta: Esensi
24
J. Lapped Dovetail adalah sistem Dovetail yang satu bagian sisinya tidka di potong menembus ketebalan kayu, tapi hanya setengah atau tiga per empat bagian yang dipahat. Sehingga bila dilihat pada gambar dibawah ini, sisi kiri tidak nampak ada sambungan.
Gambar 2.15 : Lapped Dovetail Sumber : Tikno, I. (2008) Mengenal konstruki kayu untuk furnitur dan bangunan. Jakarta: Esensi
K. Secret Lapped Dovetail adalah sistem sambungan Dovetail namum sambungan tidak terlihat pada kedua sisinya. Apabila disambung, kedua sisinya akan terlihat seolah-olah seperti sambungan But Joints, namun sebenarnya pada bagian tengah terdapat gerigi untuk memperkuat sambungan.
Gambar 2.16 : Secret Lapped Dovetail Sumber : Tikno, I. (2008) Mengenal konstruki kayu untuk furnitur dan bangunan. Jakarta: Esensi
25
L. Sliding Dove Joints adalah cara penyambungan dua buah kayu dengan membuat aluar papan pertama, sesuai motif lidah Dove Joints yang dibentuk pada ujung papan kedua. Sistem ini sangat kuat dan presisi, namun pembuatan alurnya membutuhkan kecermatan yang tinggi.
Gambar 2.17 : Sliding Dove Joints Sumber : Tikno, I. (2008) Mengenal konstruki kayu untuk furnitur dan bangunan. Jakarta: Esensi
M. Finger Joints adalah sistem penyambungan kayu dengan membuat lidahlidah pada ujung kayu, sehingga kedua ujung kayu dapat dipadukan menjadi satu. Kegunaan dari sistem Finger Joints untuk kayu ini adalah untuk membentuk papan yang lebar. Sistem ini membutuhkan ketetapan pembuatan yang tinggi, sehingga untuk membuat lidah-lidahnya menggunakan mesin.
Gambar 2.18 : Finger Joint Sumber : Tikno, I. (2008) Mengenal konstruki kayu untuk furnitur dan bangunan. Jakarta: Esensi
26
N. Mortise & Tenon Joints adalah sistem penyambungan kayu dengan membuat lubang (Mortise) pada salah satu kayu yang hendak disambung, dan membuat lidah Tenon untuk di masukkan pada lobang Mortise tersebut. Sistem Mortise & Tenon ini juga dapat dibuat bervariasi tergantung model dan konstruksi model barang yang akan dibuat.
Gambar 2.19 : Mortise & Tenon Joints Sumber : Tikno, I. (2008) Mengenal konstruki kayu untuk furnitur dan bangunan. Jakarta: Esensi
O. Spline Joints adalah sistem penyambungan kayu dengan membuat alur pada kedua buah kayu yang akan disambung, dan memberikan sepotong kayu kecil sebagai bahan penyambung ditengahnya. Alur kayu juga dapat digantikan denga lubang seperti pada sistem Mortise & Tenon.
Gambar 2.20 : Spline Joints Sumber : Tikno, I. (2008) Mengenal konstruki kayu untuk furnitur dan bangunan. Jakarta: Esensi
27
P. Dowel adalah sistem sambungan kayu yang mirip dengna sistem Spline, yaitu
kayu disambung dengan pasak (Dowel). Bedanya adalah kayu
penyambungan (Dowel) berbentuk bundar, dan cara penyambungannya adalah dengan membuat lobang pada kayu-kayu yang hendak disambung. Dowel biasanya dibuat dengan alur atau gerigi, dengan tujuan agar menempel erat pada kayu yang disambung, dan pembuatan
alur
tersebut dimaksudkan agar dapat deposit lem kayu lebih banyak. Dowel juga dapat divariasi dengan bentuk bertingkat ata disebut dengan Stepped Dowel.
Gambar 2.21 : Dowel Sumber : Tikno, I. (2008) Mengenal konstruki kayu untuk furnitur dan bangunan. Jakarta: Esensi
Q. Pocket Joints merupakan sistem penyambungan sudut dengan cara memperkuat sambungan dengan menambahkan sekrup, setelah membuat lubang kecil dengan sudut kemiringan 30 sampai dengan 45 derajat. Sistem ini tidak berbeda dengan Mortise & Tenon atau Dowel Joints, hanya pada sistem ini digunakan sekrup untuk memperkuatnya yang dipasang secara diagonal dari kayu ke kayu.
Gambar 2.22 : Pocket Joints Sumber : Tikno, I. (2008) Mengenal konstruki kayu untuk furnitur dan bangunan. Jakarta: Esensi
28
R. Tongue & Groove adalah sistem yang biasanya digunakan untuk menyambung lantai kayu, atau bidang-bidang kayu dengna tujuan untuk memperlebar bidang tersebut. Pada selembar kayu, dibuat Tongue (lidah) pada salah satu sisinya, dan Groove (alur) pada sisi yang lain. Tongue & Groove ini akan saling sambung menyambung, hingga mencapai lebar yang diinginkan.
Gambar 2.23 : Tongue & Groove Sumber : Tikno, I. (2008) Mengenal konstruki kayu untuk furnitur dan bangunan. Jakarta: Esensi
2.1.3 Tinjauan Umum Kursi Kursi merupakan sebuah furnitur yang terdiri dari kaki, punggung, dan lengan sering, dirancang untuk mengakomodasi satu orang. (Mifflin, Houghton : 2000). Kursi yang baik menurut segi fungsinya harus dapat menahan beban seseorang yang mendudukinya, saat orang tersebut mau mendudukinya dengan kaki menyentuh tanah, pada saat dia duduk, dan mempunyai ruang gerak untuk mengganti posisi duduk. (Charlotte & Peter Fiell, 1997:7). Kursi lebih nyaman untuk diduduki dan penunjang pada kaki, memiliki sandaran bagi punggung untuk penunjang bagian belakang tubuh juga dilengkapi tanganan kursi untuk penyangga tangan, dan dilengkapi cushion atau finishing (Harold H. Hart, 1982: 7).
29
Menurut Harold H. Hart, dalam buku “ Chairs Trough The Ages “ pada lembar pengenalan, menegaskan bahwa penggunaan kursi belum popular, sebelum abad 16. Selanjutnya, Kursi pada masa tersebut berbentuk seperti kotak, sambungan konstruksi. Namun ketika pertengahan abad ke – 16, rancangan kursi mulaii emninggalkan bentuk kotak (panel kotak) yang berada dibawah dudukan tanganan.(Harold H. Hart,1982: 7). Demikian ditegaskan pula oleh SP. Gustami, dalam buku Seni Kerajinan Mebel Ukir Jepara, bahwa istilah “ tempat duduk “ , yang umumnya disebut kursi ( pengaruh dari budaya Eropa ), telah dikenal pada masyarakat Indonesia sebeum masuknya pengaruh unsur kebudayaan Eropa, yaitu; diperkirakan sejak zaman Hindu pada abad ke – 7. Pengenalan tersebut dapat ditelusuri melalui relief – relief pada dinding percandian, dan juga melaui berita – berita tertulis yang ada. Pengenalan istilah kursi pada masyarakat Indonesia, identik dengan sandarannya ( Praba ), yang khususnya dibuat untuk raja atau ratu yang dibuat sangat khusus dengan cita rasa estetika tinggi. Sehingga, kursi tersebut menjadi anggun dan sering sekali mempunyai makna simbolik yang mendalam. Penciptaannya melalui proses perencanaan yang kompleks, berbagai aspek; antara lain aspek fungsi, estetis, filosofis dan simbolis dipertimbangkan dengan baik. Yang hasilnya dapat mencerminkan kebesaran dan kewibawaan yang mengandung nilai – nilai budaya. Pada waktu – waktu tertentu Kursi raja sering diidentikan dengan “ raja “,
berkaitan dengan
berkembangnya konsep raja dewa yang telah meresap dalam kehidupan masyarakat Jawa (Gustami. SP, 2000 : 185 – 186).
2.1.4 Standarisasi Furniture merupakan sarana penunjang aktivitas hidup manusia. Dalam usaha mewujudkan hasil suatu produk yang baik serta pencapaian niali fungsi yang tepat, harus disesuaikan dengan proporsi dan anatomi tubuh manusia (sebagai pemakai) dengan sistem anatomi tubuh manusia.
30
Selain mengikuti factor anatomi tubuh manusia, dalam merancang perabot juga perlu di perhatikan factor anatomi tubuh manusia, dalam merancang perabot. Dan juga diperlukan perhatian terhadap benda yang dipakai sebagai aksesoris, yaitu ; ukuran – ukuran benda yang akan digunakan (disimpan), ukuran – ukuranbenda yang akan digunakan dan berhubungan dengan perabot yang sudah memiliki ukuran standar industry, ukuran – ukuran benda (Furniture) yang akan digunakan atau di letakan pada ruangan, serta juga diperhatikan ukuran ruang sebagai tempat diletakannya benda aksesoris (Furniture).sehingga dapat menghemat bahan mebel dan bisa memanfaatkan ruang sirkulasi yang maksimal. Dengan memperhatikan hal – hal tersebut diatas, maka produk yang di hasilkan oleh penggunaannya bagi konsumen tidak akan menimbulkan kesulitan dalam pengoperasiona serta fungsionalnya. Secara garis besar, agar tercapainya nilai fungsi yang maksimal pada perabot. Perlu diperhatikan hal – hal sebagai berikut :
a. Norma Tubuh Manusia ( ukuran furniture harus sesuai dengan anatomi tubuh manusia ) b. Norma Penanganan ( hal – hal praktis dan berhubungandengan saat pemakaian perabot sebagai penunjang aktivitas ) c. Norma Benda ( ukuran – ukuran benda yang akan disimpan dan berhubungan dengan perabot ) d. Norma Industri ( ukuran – ukuran benda yang akan digunakan dan berhubuungan dengan furniture yang sudah memiiki ukuran standar industri ) e. Pemanfaatan Ruang ( ukuran – ukuran benda perabot di perhatikan, sehinga ruang dipakai secara maksimal )
(M. Gani Kristanto, Teknik Mendesain Perabot Yang Benar, 1995)
31
2.1.5 Material Furnitur 2.1.5.1 Kayu Kayu merupakan salah satu material yang paling sering digunakan untuk furnitur. Kayu juga merupakan bahan yang kita dapatkan dari tumbuhtumbuhan dan termasuk vegetasi alam. Komponen terbesar kayu adalah selulosa komponen ini meliputi 70% berat kayu. Komponen lainnya adalah lignin dimana komponen ini meliputi 18% - 28% dari berat kayu. Komponen tersebut memberikan sifat keteguhan pada kayu. 2.1.5.2 Bagian-Kagian Kayu a. Kulit Luar adalah lapisan yang berada paling luar dalam keadaan kering berfungsi sebagai pelindung bagian-bagian yang lebih dalam pada kayu. b. Kulit Dalam adalah lapisan yang berada di sebelah dalam kulit luar yang bersifat basah dan lunak, berfungsi mengangkut bahan makanan dari daun ke bagian lain. c. Kambium adalah lapisan yang berada di sebelah kulit, jaringan yang ke dalam akan membentuk kayu baru sedangkan yang luar akan membentuk sel-sel jangat (kulit). d. Kayu Gubal berfungsi sebagai pengangkut air berikut zat bahan makanan ke bagian-bagian pohon yang lain. e. Kayu Teras berasal dari kayu gubal, sel-sel yang sudha kosong dan tua ini berisi zat-zat ekstrasi. f. Galih / Hati adalah bagian yang memiliki umur paling tua, karena galih (hati) ini sudah ada sejak permulaan kayu tumbuh. g. Garis Teras adalah jari-jari retakan yang timbul akibat penyusunan pada waktu pengeringan yang tidak teratur. h. Lingkaran Tahun adalah lingkaran tahun tumbuh antara kayu yang terbentuk pada permulaan dari akhir suatu musim, apabila pertumbuhan diameter terganggu oleh musim kemarau karena pengguguran daun ataupun serangan serangga / hama, maka lingkaran tahun dapat terdiri lebih dari satu lingkaran tahun dalam satu musim yang sama.
32
i. Jari-jari adalah bagian ini berada dari luar kedalam berpusat pada sumbu batang, berfungsi sebagai tempat saluran bahan makanan yang mudah diproses di daun guna pertumbuhan pohon.
Sumber 2.24 : Google image / bagian pohon
2.1.5.3 Sifat Fisik Kayu 1.
Berat dan Berat Jenis Berat suatu kayu tergantung dari jumlah zat kayu, rongga sel, kadar air dan zat ekstraktif didalamnya. Berat suatu jenis kayu berbanding lurus dengan BJ-nya.
Kayu mempunyai berat jenis yang berbeda-beda,
berkisar antara BJ minimum 0,2 (kayu balsa) sampai BJ 1,28 (kayu nani). Umumnya makin tinggi BJ kayu, kayu semakin berat dan semakin kuat pula. 2. Keawetan Keawetan adalah ketahanan kayu terhadap serangan dari unsur-unsur perusak kayu dari luar seperti jamur, rayap, bubuk dll. Keawetan kayu tersebut disebabkan adanya zat ekstraktif didalam kayu yang merupakan unsur racun bagi perusak kayu. Zat ekstraktif tersebut terbentuk pada saat kayu gubal berubah menjadi kayu teras sehingga pada umumnya kayu teras lebih awet dari kayu gubal.
33
3. Warna Kayu yang beraneka warna macamnya disebabkan oleh zat pengisi warna dalam kayu yang berbeda-beda. 4. Tekstur Tekstur adalah ukuran relatif sel-sel kayu. Berdasarkan teksturnya, kayu digolongkan kedalam kayu bertekstur halus (contoh: giam, kulim dll), kayu bertekstur sedang (contoh: jati, sonokeling dll) dan kayu bertekstur kasar (contoh: kempas, meranti dll). 5. Arah Serat Arah serat adalah arah umum sel-sel kayu terhadap sumbu batang pohon. Arah serat dapat dibedakan menjadi serat lurus, serat berpadu, serat berombak, serta terpilin dan serat diagonal (serat miring). 6. Kesan Raba Kesan raba adalah kesan yang diperoleh pada saat meraba permukaan kayu (kasar, halus, licin, dingin, berminyak dll). Kesan raba tiap jenis kayu berbeda-beda tergantung dari tekstur kayu, kadar air, kadar zat ekstraktif dalam kayu 7. Bau dan Rasa Bau dan rasa kayu mudah hilang bila kayu lama tersimpan di udara terbuka.
Beberapa jenis kayu mempunyai bau yang merangsang dan
untuk menyatakan bau kayu tersebut, sering digunakan bau sesuatu benda yang umum dikenal misalnya bau bawang (kulim), bau zat penyamak (jati), bau kamper (kapur) dsb. 8. Nilai Dekoratif Gambar kayu tergantung dari pola penyebaran warna, arah serat, tekstur, dan pemunculan riap-riap tumbuh dalam pola-pola tertentu. Pola gambar ini yang membuat sesuatu jenis kayu mempunyai nilai dekoratif.
34
9. Higroskopis Kayu mempunyai sifat dapat menyerap atau melepaskan air.
Makin
lembab udara disekitarnya makin tinggi pula kelembaban kayu sampai tercapai
keseimbangan
dengan
lingkungannya.
Dalam
kondisi
kelembaban kayu sama dengan kelembaban udara disekelilingnya disebut kandungan air keseimbangan (EMC = Equilibrium Moisture Content). 10. Sifat Kayu Terhadap Suara, Yang Terdiri Dari : a. Sifat akustik, yaitu kemampuan untuk meneruskan suara berkaitan erat dengan elastisitas kayu. b.
Sifat resonansi, yaitu turut bergetarnya kayu akibat adanya gelombang suara. Kualitas nada yang dikeluarkan kayu sangat baik, sehingga kayu banyak dipakai untuk bahan pembuatan alat musik (kulintang, gitar, biola dll).
11. Daya Hantar Panas Sifat daya hantar kayu sangat jelek sehingga kayu banyak digunakan untuk membuat barang-barang yang berhubungan langsung dengan sumber panas. 12. Daya Hantar Listrik Pada umumnya kayu merupakan bahan hantar yang jelek untuk aliran listrik. Daya hantar listrik ini dipengaruhi oleh kadar air kayu. Pada kadar air 0 %, kayu akan menjadi bahan sekat listrik yang baik sekali, sebaliknya apabila kayu mengandung air maksimum (kayu basah), maka daya hantarnya boleh dikatakan sama dengan daya hantar air. 2.1.5.4 Jenis-Jenis Kayu 1. BJ (berat jenis)
: Berat jenis adalah rasio suatu bahan dengan kerapatan
air. Simon, et.al, (1999) mengemukakan bahwa berat jenis adalah rasio antara kerapatan kayu dengan kerapatan air pada kondisi anomali air (4,4 derajat Celcius). Berdasarkan volume basahnya, berat jenis kayu akan mencerminkan berat kayunya, berikut klasifikasi berat kayu:
35
a. Kayu dengan berat ringan, bila BJ kayu < 0,3. b. Kayu dengan berat sedang, bila BJ kayu 0,36 – 0,56. c. Kayu dengan berat berat, bila BJ kayu > 0,56 2. Keawetan Kayu
: Keawetan alami ialah ketahanan kayu terhadap
serangan dari unsur-unsur perusak kayu deri luar seperti : jamur, rayap, hama, dan mahluk lainnya yang diukur dalam waktu tahunan. Keawetan kayu tersebut disebabkan oleh adanya satu zat di dalam kayu (zat ekstraktif) yang merupakan sebagai unsur racun bagi perusak-perusak kayu, sehingga perusak kayu tersebut tidak sampai masuk dan tinggal di dalamnya serta merusak kayu. Ada lima penggolongan kelas keawetan kayu :
a. Kelas awet 1 : Lama pemakaian awet I dapat mencapai 25 tahun. b. Kelas awet 2 : Lama pemakaian kelas awet II adalah 15 – 25 tahun. c. Kelas awet 3 : Lama pemakaian kelas awet III adalah 10 – 15 tahun. d. Kelas awet 4 : Lama pemakaian kelas awet IV adalah 5 – 10 tahun. e. Kelas awet 5 : Lama pemakaian kelas awet V adalah 5 tahun. 3. Kelas Kekuatan Kayu : Kekuatan kayu di Indonesia dihitung berdasarkan berat jenis kayu, keteguhan lengkung mutlak (Klm) dan keteguhan tekan mutlak. a. Kelas kekuatan I
: BJ 0,9 Klm 1.100 kg / cm2 Ktm kg / cm2.
b. Kelas kekuatan II
: BJ 0,6 - < 0,9 Klm 725 kg / cm2 - < 1100 kg /
cm2 Ktm 425 kg / cm2 - < 650 kg / cm2. c. Kelas kekuatan III
: BJ 0,4 - < 0,6 Klm 500 kg / cm2 - < 725 kg /
cm2 Ktm 300 kg / cm2 - < 425 kg / cm2. d. Kelas kekuatan IV
: BJ 0,3 -< 0,4 Klm 300 kg / cm2 - < 500 kg /
cm2 Ktm 215 kg / cm2 - < 300 kg / cm2. e. Kelas Kekuatan V
: BJ < 0,3 Klm < 300 kg / cm2 Ktm < 215 kg /
cm2. Tabel 2.1 Jenis-Jenis Kayu
NO 1
JENIS KAYU Jati
B.J RATA-
KELAS
KELAS
RATA
AWET
KUAT
0,70
I,II
II
36
2
Mahoni
0,64
III
III
3
Sonokeling
0,90
I
II
4
Sungkai
0,63
III
II,III
2.1.6 Finishing Kayu Wood Finish dapat dibedakan dalam 2 golongan besar, yaitu: 1. Opaque Finish Wood finish golongan ini akan menyebabkan permukaan kayu menjadi tertutup sama sekali sehingga tepat digunakan untuk kayu / material wood base dengan nilai dekoratif yang rendah. Opaque finish dapat dilakukan dengan menggunakan cat minyak (synthetic enamel), cat duco, atau pigmented-paint lainnya. 2. Clear Finish Clear Finish sifatnya akan memunculkan keindahan alami dari kayu, sehingga serat kayu akan terlihat menambah keindahan kayu tersebut. Dengan demikian pekerjaan clear finish akan lebih baik menggunakan bahan cat yang non-pigmented seperti pernis (synthetic varnish), sirlak (shellac), politur, dan lacquer, misalnya cat melamik, cat NC, dll. Penggunaan bahan cat dalam kedua golongan wood finish diatas sangat tergantung dari: 1. Penempatan benda yang difinishing, yaitu eksterior atau interior. 2. Kesan akhir yang diharapkan, misalnya natural atau lux. Kesan natural biasanya menggunakan cat 1 komponen yang bersifat low-build sehingga lapisan catnya mengikuti kontur dan tekstur kayu, sedangkan kesan lux bisa didapat dengan menggunakan cat komponen yang bersifat high-build sehingga membentuk lapisan cat yang lebih tebal, rata dan halus. 3. Alat aplikasi yang tersedia, misalnya jika hanya memiliki kuas, maka kita mencari cat yang lebih lambat kering agar hasil pengecatan tetap rata dan tidak ada jejak bekas kuas (brush-mark).
37
Aplikasi Finishing Kayu: a. Dipping (celup). Lebih dikenal juga dengan istilah perendaman. Bahan finishing diletakkan didalam suatu bejana / tangki kemudia benda kerja dicelupkan kedalam tangki tersebut. Proses ini bertujuan agar seluruh permukaan benda kerja, terutama pada bagian sudut & tersembunyi bisa terlapisi bahan finishing. b.
Wiping (pemolesan dengan kain). Proses ini sebaiknya tidak dipakai sebagai proses awal / dasar. Walaupun demikan beberapa bahan finishing tertentu hanya bisa diaplikasikan dengan cara ini, misalnya politur. Kualitas permukaan lebih baik dari proses celup tapi membutuhkan waktu lebih lama.
c. Brush (kuas). Merupakan cara paling murah dan mudah diantara yang lain. Hanya saja harus hati-hati dalam memilih kuas yang berkualitas. Bahan finishing yang cocok untuk cara ini termasuk cat, varnish dan pewarna. Sebagaimana ujung kuas, hasil permukaan finishing tidak sehalus dan serata aplikasi spray atau poles. d.
Spray (semprot). Membutuhkan beberapa alat tambahan khusus tapi tidak terlalu mahal. Alat utama yang diperlukan adalah kompresor untuk membuat tekanan udara dan spray gun, suatu alat untuk menyemprotkan bahan finishing bersamaan dengan udara bertekanan ke bidang kerja. Dengan pengaturan tertentu pada kekuatan tekanan, jumlah material yang disemprotkan, cara ini menghasilkan bidang permukaan yang sangat baik, halus dan cepat. Saat ini metode spray menjadi dasar hampir semua jenis bahan finishing lacquer dengan berbagai variasi jenis alat semprot (sprayer), dari yang manual hingga otomatis. Proses yang bisa dilakukan dengan cara spray meliputi lapisan dasar, pewarnaan (lapisan kedua) hingga lapisan akhir.
e. Shower (curah). Metode ini di implementasikan pada mesin finishing curtain (tirai), bahan finishing dicurahkan ke permukaan benda kerja dengan volume dan kecepatan tertentu sehingga membentuk lapisan tipis di atas permukaan benda kerja. Cara pengeringannya tergantung bahan finishing yang digunakan. Cara pengeringannya tergantung bahan finishing
38
yang digunakan. Kebanyakan digunakan oleh pabrik flooring (parket) atau furnitur indoor lainnya yang memakai papan buatan. f. Rolling. Prinsipnya sama dengan roller yang dipakai untuk mengecat tembok, tetapi yang dimaksud disini adalah alat apalikasi sebuah mesin roller yang seluruh permukaanya terbalut dengan bahan finishing cair dan benda kerja (papan) mengalir di bawahnya. Hanya roller bagian atas yang terbalut dengan bahan finishing, sedangkan roller bagian bawah hanya berfungsi untuk mengalirkan benda kerja kedalam mesin. Jenis bahan finishing yang digunakan adalah UV lacquer, melamine, NC lacquer. Jenis Bahan Finishing Kayu: a.
Oil Merupakann jenis finishing paling sederhana dan mudah aplikasinya. Bahan ini tidak membentuk lapisan 'film' pada permukaan kayu. Oil meresap ke dalam pori-pori kayu dan tinggal di dalamnya untuk mencegah air keluar atau masuk dari pori-pori kayu. Cara aplikasinya mudah dengan cara menyiram, merendam atau melumuri benda kerja dengan oil kemudian dibersihkan dengan kain kering.Bahan ini tidak memberikan keawetan pada aspek benturan, goresan ataupun benturan fisik lainnya.
b.
Politur Bahan dasar finishing ini adalah Shellac yang berwujud serpihan atau batangan kemudian dicairkan dengan alkohol. Anda juga bisa memperolehnya dalam bentuk siap pakai (sudah dicampur alkohol pada proporsi yang tepat). Di sini alkohol bekerja sebagai pencair (solvent). Setelah diaplikasikan ke benda kerja, alkohol akan menguap. Aplikasi dengan cara membasahai kain (sebaiknya yg mengandung katun) dan memoleskannya secara berkala pada permukaan layu hingga mendapatkan lapisan tipis finishing (film) pada permukaan kayu. Semakin banyak polesan akan membuat lapisan semakin tebal.
c. NC Lacquer Jenis yang saat ini populer dan mudah diaplikasikan adalah NC (NitroCellulose)
lacquer.
Bahan
finishing
ini
terbuat
dari
resin
Nitrocellulose/alkyd yang dicampur dengan bahan 'solvent' yang cepat
39
kering, yang kita kenal dengan sebutan thinner. Bahan ini tahan air (tidak rusak apabila terkena air) tapi masih belum kuat menahan goresan. Kekerasan lapisan film NC tidak cukup keras untuk menahanbenturan fisik. Bahkan walaupun sudah kering, NC bisa 'dikupas'menggunakan bahan pencairnya (solvent/thinner). Cara aplikasinya dengan system spray (semprot) dengan tekanan udara. d.
Melamine Sifatnya hampir sama dengan bahan lacquer. Memiliki tingkat kekerasan lapisan film lebih tinggi dari lacquer akan tetapi bahan kimia yang digunakan akhir-akhir ini menjadi sorotan para konsumen karena berbahaya bagi lingkungan. Melamine mengandung bahan Formaldehyde paling tinggi di antara bahan finishing yang lain. Formaldehyde ini digunakan untuk menambah daya ikat molekul bahan finishing.
e. PU (Poly urethane) Sifatnya hampir sama dengan bahan lacquer. Memiliki tingkat kekerasan lapisan film lebih tinggi dari lacquer akan tetapi bahan kimia yang digunakan akhir-akhir ini menjadi sorotan para konsumen karena berbahaya bagi lingkungan. Melamine mengandung bahan Formaldehyde paling tinggi di antara bahan finishing yang lain. Formaldehyde ini digunakan untuk menambah daya ikat molekul pada bahan finishing. f. UV Lacquer Satu-satunya aplikasi yang paling efektif saat ini dengan 'curtain method'. Suatu metode aplikasi seperti air curahan yang membentuk tirai. Benda kerja diluncurkan melalui 'tirai' tersebut dengan kecepatan tertentu sehingga membentuk lapisan yang cukup tipis pada permukaan kayu. Disebut UV lacquer karena bahan finishing ini hanya bisa dikeringkan oleh sinar Ultra Violet (UV).Paling tepat untuk benda kerja dengan permukaan lebar papan atau plywood. g.
Waterbased Lacquer Jenis finishing yang paling populer akhir-akhir ini bagi para konsumen di Eropa. Menggunakan bahan pencair air murni (yang paling baik) dan resin akan tertinggal di permukaan kayu. Proses pengeringannya otomatis lebih lama dari jenis bahan finishing yang lain karena penguapan air jauh lebih lambat daripada penguapan alkohol ataupun thinner. Namun kualitas
40
lapisan film yang diciptakan tidak kalah baik dengan NC atau melamine. Tahan air dan bahkan sekarang sudah ada jenis waterbased lacquer yang tahan goresan.Keuntungan utama yang diperoleh dari bahan jenis ini adalah lingkungan dan sosial. Di samping para karyawan ruang finishing lebih sehat, reaksi penguapan bahan kimia juga lebih kecil di rumah konsumen. Material serta masing-masing finishing mempunyai cara yang berbeda tergantung penanganan pada material itu sendiri. Dilihat dari pembagian jenis material, pada dasarnya ada 2 macam jenis finishing, yaitu: 1. Finishing bahan padat, material 100% menutupi permukaan kayu dan menyembunyikan tampak aslinya. Fisik bahan ini berupa lembaran atau rol. Paling baik dengan aplikasi secara maksimal 100% dan populer untuk pemakaian furnitur indoor dengan bahan dasar Plywood, MDF, Hardboard, Softboard dan jenis lembaran lainnya. 2. Finishing bahan cair, sangat banyak jenis dan variasi aplikasinya. Paling populer digunakan pada hampir seluruh jenis bahan yang padat. Sangat baik untuk finishing permukaan bidang lebar ataupun yang melengkung. Pada teknologi terkini, jenis finishing akhir cairan bisa memiliki kualitas yang sama kuatnya pada permukaan lebar. Jenis bahan finishing cair yang telah digunakan saat ini antara lain Oil, Politur, Nitro Cellulose (NC), Melamine, PolyUrethane (PU), dan yang sedang populet saat ini adalah Waterbased Lacquer. Semua bahan finsihing cair diatas membutuhkan minyak
sebagai
bahan
pencair
kecuali
Waterbased
Lacquer,
menggunakan air sebagai bahan pencairnya dan yang terpenting tidak mengandung toxic dan merupakan produk green yang perlu diterapkan pada finishing masa kini demi kesehatan pengguna furnitur.
Kedua jenis finishing tersebut merupakan jenis finishing material yang umum dan sering digunakan dalam proses finishing pada suatu furnitur yang ada di ruang lingkup kehidupan disekitar kita, dengan jenis pengaplikasian yang sesuai dengan masing-masing keuntungan dan kerugian dari pengaplikasian yang sesuai dengan jenis material itu sendiri untuk mendapatkan kualitas yang sesuai.
41
2.1.7 Stainless Steel 2.1.7.1 Pengertian dan Sejarah Stainlees Steel Awalnya, beberapa besi tahan karat pertama berasal dari beberapa artefak yang dapat bertahan dari zaman purbakala. Pada artefak ini ditemukan adanya kandungan krom, namun diketahui, bahwa yang membuat artefak logam ini tahan karat adalah banyaknya zat fosfor yang dikandungannya yang mana bersama dengan kondisi cuaca lokal membentuk sebuah lapisan basi oksida dan fosfat. Sedangkan, paduan besi dan krom sebagai lahan bahan tahan karat pertama kali ditemukan oleh ahlimetal asal Prancis, Pierre Berthier pada tahun 1821, yang kemudian diaplikasikan untuk alat-alat pemotong, seperti pisau. Kemudian pada akhir tahun 1890-an, Hans Goldschmidt dari Jerman, mengembangkan proses aluminothermic untuk menghasilkan kromium bekas karbon. Pada tahun 1904 – 1911, Leon guillet berhasil melakukan paduan dalam beberapa penelitiannya yang kini dikenal sebagai Stainless Steel. Baja tahan atau Stainless Steel adalah paduan besi dengan minimal 12% kromium. Komposisi ini membentuk protective layer (lapisan pelindung anti korosi) yang merupakan hasil oksidasi oksigen terhadap krom yang terjadi secara sporntan. Tentunya harus dibedakan mekanisme protective layer ini dibandingkan baja yang dilindungi dengan coating (misal seng dan cadmium) ataupun cat.
Gambar 2.25 Stainless Steel (Sumber: Google Image / Stainless Steel)
42
2.1.7.2 Klasifikasi Stainlees Steel Meskipun seluruh kategori Stainless Steel didasarkan pada kandungan krom (Cr), namun unsur paduan lainnya ditambahkan untuk memperbaiki sifat-sifat Stainless Steel sesuai aplikasi-nya. Kategori Stainless Steel tidak halnya seperti baja lain yang didasarkan pada persentase karbon tetapi didasarkan pada struktur metalurginya. Lima golongan utama Stainless Steel adalah Austenitic, Ferritic, Martensitic, Duplex dan Precipitation Hardening Stainless Steel. 1. Austenitic Stainlees Steel adalah Stainless Steel yang mengandung sedikitnya 16% Chrom dan 6% Nickel (grade standar untuk 304), sampai ke grade Super Autentic Stainless Steel seperti 904L (dengan kadar Chrom dan Nickel lebih tinggi serta unsur tambahan Mo sampai 6%). Molybdenum (Mo), Titanium (Ti) atau Copper (Co) berfungsi untuk meningkatkan ketahanan terhadap temperatur serta korosi. Austenitic cocok juga untuk aplikasi temperatur rendah disebabkan unsur Nickel membuat Stainless Steel tidak menjadi rapuh pada temperatur rendah. 2. Ferritic Stainless Steel memiliki kadar Chrom bervariasi antara 10,5 – 18% seperti grade 430 dan 40. Ketahanan korosi tidak begitu istimewa dan relatif lebih sulit difabrikasi / machining. Tetapi kekurangan ini telah diperbaiki pada grade 434 dan 444 dan secara khusus pada grade 3Cr12. 3. Martensitic Stainless Steel adalah jenis Stainless Steel yang memiliki unsur utama Chrom (masih lebih sedikit jika dibanding Ferritic Stainless Steel) dan kadar karbon relatif tinggi misal grade 410 dan 416. Grade 431 memiliki Chrom sampai 16% tetapi mikrostrukturnya masih martensitic disebabkan hanya memiliki Nickel 2%. Grade Stainless Steel lain misalnya 17-4PH / 630 memiliki tensile Strength tertinggi dibanding Stainless Steel lainnya. Kelebihan dari grade ini, jika dibutuhkan kekuatan yang lebih tinggi maka dapat di hardening. 4. Duplex Stainless Steel seperti 2304 dan 2205 (dua angka pertama menyatakan persentase Chrom dan dua angka terakhir menyatakan
43
persentase Nickel) memiliki bentuk mikrostruktur campuran austentic
dan
ferritic.
Duplex
ferritic-austenitic
memiliki
kombinasi sifat tahan korosi dan temperatur realtif tinggi atau secara khusus tahan terhadap Stress Corrosion Cracking. Meskipun kemampuan Stress Corrosion Crakingnya tidak sebaik ferritic Stainless Steel tetapi ketangguhannya jauh lebih baik (superior) dibanding ferritic Stainless Steel dan lebih buruk dibanding Austenitic Stainless Steel (yang diannealing) kira-kira 2 kali lipat. Sebagai tambahan, Duplex Stainless Steel ketahanan korosinya sedikit lebih baik dibanding 304 dan 316 tetapi ketahanan terhadap pitting coorrosion jauh lebih baik (superior) dibanding 316. Ketangguhannya Duplex Stainless Steel akan menurun pada temperatur dibawah – 50 oC dan diatas 300 oC. 5. Precipitation Hardening Steel adalah Stainless Steel yang keras dan kuat akibat dari dibentuknya suatu presipitat (endapan) dalam struktur mikro logam. Sehingga gerakan deformasi menjadi terhambat dan memperkuat material Stainless Steel. Pembentukan ini disebabkan oleh penmabahan unsur tembaga (Cu), Titanium (Ti), Niobium (Nb) dan alumunium. Proses penguatan umumnya terjadi pada saat dilakukan pengerjaan dingin (cold work). 2.1.7.3 Stainless Steel Tubing Jenis stainless dapat mempengaruhi jenis pamakaian dan kegunaan dari stainless steel tersebut, dikarenaka zat kandungan pada tiap Stainless mengandung zat fosfor yang berbeda-beda. Pemakaian stainlees steel tipe biasa digunakan dalam pembuatan paerabot, furnitur, aksesoris pengelola makanan dan minuman sesuai standar IAFP ( Internatioanal Association for Food
Protection). Oleh karena itu grade jenis stainless tubing yang
digunakan adalah jenis 304L dan 316L, dengan aplikasi yang cocok untuk furniture yang dituntut kesehatan (Hygiene) tingkat tinggi. Stainless Steel Tubing mempunyai standar nilai material, komposisi zat yang terkandung, serta ukuran diameter bervariabel dari 1/16 sampai 1
44
inch dan tergantung request pada tiap pengguna dalam pembuatan ukurannya berikut dibawah ini penjelasannya: Tabel 2.2 Ukuran Stainless Steel
a. Standart Instrumentasi Tubing Grade 316 / 316L
UNS
SS
S31603
2353
AFNOR
W.-NR.
Z2CND17 -
1.4435
13
b. Komposisi Zat Kandungan Kandungan
Komposisi (wt. %)
Chromium
17.0 -18.0
Nickel
12.5 – 14.0
Molybdenum
2.50 – 3.00
Carbon
0.030 - maksimal
c. Ukuran Stainless Steel Tubing 316/316L Diameter
1/16
1/8
1/4
3/8
Ketebalan dinding
Panjang
316 / 316L
Seamless
0,014
0,01
0,020
0,01
0,028
0,04
0,035
0,05
0,035
0,12
0,049
0,16
0,065
0,19
0,035
0,19
0,049
1/2
Berat
6(19,7)
0,25
0,065
0,32
0,035
0,26
0,049
0,35
0,065
0,45
0,083
0,55
ASTM A213 / A269
45
0,049
0,45
0,065
0,58
0,049
0,56
3/4
0,065
0,71
1
0,083
1,2
5/8
2.1.8 Aksesoris Interior 2.1.8.1 Definisi Aksesoris Interior Aksesoris adalah barang tambahan, alat ekstra, yang digemari banyak konsumen, barang yang berfungsi sebagai pelengkap dan pemanis dalam suatu ruangan. Aksesoris Interior adalah barang-barang yang berfungsi sebagai elemen pemanis / menambah nilai estetika di dalam sebuah ruangan. 2.1.8.2 Klasifikasi Aksesoris Interior A. Mirror : Fungsi sebuah cermin adalah untuk mengaca, memberi kesan luas pada suatu ruangan dan sebagai aksesoris ruangan.
Gambar 2.26 Mirror (Sumber : google image / Mirror Design)
46
B. Hanging Lamp : Berfungis sebagai penerang ruangan dan penambah estetika ruangan.
Gambar 2.27 Hanging Lamp (Sumber : google image / Hanging Lamp Design)
C. Standing Lamp : Lampu yang dapat berdiri sendiri dan dapat dipindahkan dengan mudah
Gambar 2.28 Standing Lamp (Sumber : google image / Standing Lamp Design)
47
D. Wall Lamp : Lampu yang menempel pada dinding sebagai penerang ruangan dan tidak dapat di pindah-pindahkan.
Gambar 2.29 Wall Lamp (Sumber : google image / Wall Lamp Design)
E. Trash Bin : Tempat sampah yang berada pada tiap ruang kegiatan aktivitas pada ruangan yang membutuhkan penempatan sampah atau kotoran yang tidak di pakai.
Gambar 2.30 Trash Bin (Sumber: google image / Trash Bin Design)
48
F. Vase Flower : Aksesoris ruangan yang meghiasi tiap ruang dengan bentuk yang berbeda-beda yang menghiasi dekorasi ruang.
Gambar 2.31 Vase Flower (Sumber: google image / Vase Flower Design)
G. Stationery : Akesoris perkakas yang membantu kinerja kerja pada area kerja yang mempunyai fungsi pelengkap membantu setiap kegiatan kerja.
Gambar 2.32 Stationery (Sumber: google image / Stationery Design)
49
2.2
Tinjauan Khusus
2.2.1
Data Lapangan
2.2.1.1 Data Perusahaan dan Proyek PT. Angkasa Pura II, JL. Soekarno-Hatta, Building 600, Jakarta 19120 Indonesia. Perusahaan ini adalah perusahaan yang dikendalikan oleh Badan Usaha Milik Pemerintah dengan kantor pusat di Bandara SoekarnoHatta. PT. Angkasa Pura II mengelolah kebandarudaraan diwilayah bagian barat Indonesia dengan total 13 bandar udara yang di kelola oleh PT. Angkasa Pura II dan mempunyai anak perusahaan dengan bidang yang berbeda-beda yaitu sebagia berikut: 1. Dapenda adalah unit anak perusahaan di bawah tangan Angkasa Pura II yang mengelolah dana pensiun bagi staff yang bekerja di perusahaan tersebut. 2. Angkasa Pura Solusi adalah unit perusahaan yang mengelolah proyek yang menyangkut kebandarudaraan mulai dari periklanan dalam wilayah bandara, kargo, parkiran kendaraan, serta pelatihan. 3. Gapura Angkasa adalah unit anak perusahaan yang mengeololah kargo pengiriman luar dan dalam untuk keperluan logistic. 4. Purantara adalah unit perusahaan yang menyediakan makanan bagi tiap maskapai maupun unit kantor pengelolaan yang berada di bandara. 5. Railink adalah unit kerja anak perusahaan yang menyediakan tiket kereta yang menawarkan pelayanan menuju bandara dengan masing-masing line tujuan yang di peruntukan.
50
2.2.2
Hasil Observasi Lapangan
2.2.2.1 PT. Angkasa Pura II
Gambar 2.33 Arsitektur Angkasa Pura II Sumber : Jimmy Alamat: Jalan Soekarno-Hatta Internatioanal Airport, Building 600, PO BOX 1001 / BUSH, Jakarta 19120 Indonesia
A. Sejarah Perusahaan PT. Angkasa Pura (Persero), disebut Angkasa Pura II atau Perusahaan merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam bidang usaha pelayanan jasa kebandarudaraan dan pelayanan jasa terkait bandar udara di wilayah Indonesia Barat. Angkasa Pura II telah mendapatkan kepercayaan dari Pemerintah Republik Indonesia untuk mengelola dan mengupayakan pengusahaan Pelabuhan Udara Jakarta
51
Cengkareng yang kin berubah nama menjadi Bandara Internasional Soekarno-Hatta serta Bandara Halim Perdanakusuna sejak Agustus 1984. Keberadaan Angkasa Pura II berawal dari perusahaan umum dengan nama Perum Pelabuhan Udara Jakarta Cengkareng melalui peraturan pemerintah nomor 20 tahun 1984, kemudian pada 19 Mei 1986 melalui peraturan pemerintah no 26 tahun 1986 berubah menjadi Perum Angkasa Pura II. Selanjutnya, pada 17 Maret 1992 melalui peraturan pemerintah no 14 tahun 1992 berubah menjadi perusahaan perseroan(Persero). Seiring perjalanan perusahaan, pada 18 November 2008 sesuai dengan Akta Notaris Silvia Abbas Sudrajat, SH, Spn nomor 38 resmi berubah menjadi PT. Angkasa Pura II (Persero). Beridirnya Angkasa Pura II bertujuan untuk menjalankan pengelolaan dan pengusahaan dalam bidang jasa kebandarudaraan dan jasa terkait bandar udara dengan mengoptimalkan pemberdayaan potensi sumber daya yang dimiliki dan penerapan praktik tata kelola perusahaan yang baik. Hal tersebut diharapkan agar dapat menghasilkan produk dan layanan jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan dan kepercayaan masyarakat. Kiprah Angkasa Pura II selama 29 tahun, telah menunjukkan kemajuan dan peningkatan usaha yang pesat dalam bisnis jasa kebandarudaraan melalui penambahan berbagai prasarana dan peningkatan kualitas pelayanan pada bandara yang dikelolanya. Angkasa Pura II telah mengelola 13 bandara, antara lain yaitu Bandara Soekarno-Hatta (Jakarta0, Halim Perdanakusuma (Jakarta), Polonia (Medan), Supadio (Pontianak), Minangkabau (Padang), SultanMahmud Badaruddin II (Palembang), Sultan Syarif Kasim II (Pekanbaru), Husein Sastranegara (Bandung), Sultan Iskandarmuda (Banda Aceh), Raja Haji Fisabilliah (Tanjungpinang), Sultan Thaha (Jambi), Depati Amir (Pangkal Pinang) dan Silangit (Tapanuli Utara). Selain itu Angkasa Pura II juga melayani jasa pelayanan lalu lintas udara untuk wilayah udara Flight Information Region (FIR) Jakarta.
52
B. Struktur Organisasi
Gambar 2.34 Struktur Organisasi (sumber : Jimmy)
C. Filosofi Logo Perusahaan dan Filosofi Warna
Gambar 2.35 Filosofi Logo (Sumber: Jimmy)
Logo baru Angkasa Pura II telah dirancang untuk menampilkan citra Angkasa Pura II yang lebih segar,modern serta dinamis guna mencerminkan positioning maupun arahan Angkasa Pura II yang baru yaitu ramah, berenerji tinggi, dan dinamis. Logo mengekspresikan Angkasa Pura II, yaitu terdiri dari symbol bola dunia dan marka Angkasa Pura II.
53
Gambar 2.36 Pencitraan Filosofi (Sumber: Jimmy)
Gambar pecitraan kepribadian dari Logo Angkasa Pura II terdiri dari : Elang: Berpikir visionaris dan unggul di bidangnya dapat mewakili identitas Angkasa Pura II. Mobil Honda Accord: Dikenal dengan Modern, handal, dan Simple. Angkasa Pura II memiliki karakteristik mampu menghadapi tantangan dan memberikan layanan yang dapat diandalkan. Ipad: Merupakan salah satu teknologi masa kini ,
memiliki
cara
kemudahan, mendukung komunikasi serta menerapkan teknologi canggih untuk keperluan kegiatan manusia. Sofa Kontemporer: Desain Modern, Simple dan berkelas, dirancang untuk memnuhi kenyamanan dan ketenangan. Angkasa Pura II memiliki semangat untuk melayani pelanggan dan memberikan rasa aman dan terpenuhi selama menggunakan jasanya. Garis: Melambangkan simbol dinamis dan senantiasa bergerak. Angkasa Pura II senantiasa mempertahankan tingkat pertumbuhanan yang stabil. Minuman Bervitamin: Segelas air vitamin mewakili indentitas Angkasa Pura II. Melambangkan citra atribut yang transparan dalam perusahaan yang bergerak dalam operator bandara. Menara Pencakar Langit: Keberhasilan Arsitektur dalam mendapatkan penghargaan, yang menerapkan teknologi mutakhir, serta memberikan
54
pelayanan yang efisien dan dapat melayani masyarakat luas. Angkasa Pura II juga ingin memberikan pelayanan yang bermutu tinggi, efisien didukung sumber daya manusia yang handal. Keluarga: Mencerminkan kepercayaan, pengertian dan selalu dapat di andalkan. Pencitraan ini menyiratkan pelayanan terbaik dan dinikmati oleh pelanggan, sekaligus memberikan rasa nyaman dan aman. Sky Diving: Mencerminkan semangat teamwork dan saling percaya. Citra ini mencerminkan kekuatan dan pengalaman manajemen dan pegawai Angkasa Pura II yang bekerja secara terpadu dan terkalkulasi demi mendapatkan hasil maksimal dan memberika pelayanan terbaik bagi pelanggan. Wujud dari ekspresi utama dari identitas Angkasa Pura II ini mengandung citra dan harapan baru yang terkait dengan keyakinan Angkasa Pura II. Tujuan utama dari penerapan identitas baru Angkasa Pura II adalah untuk menjaga serta meningkatkan citra dari Angkasa Pura II sebagai suatu aset yang tak ternilai. Pencitraan identitas baru ini juga tidak terlepas dari penerapan nilai-nilai positive yang ingin memberikan basis pelayanan terbaik dari suatu perusahaan terhadapat pelanggan dengan nilai ramah, memberikan rasa nyaman, efisien, dan memberikan kinerja terbaik.
Gambar 2.37 Warna Logo Perusahaan (Sumber : Jimmy)
55
Palet warna utama logo Angkasa Pura II terdiri dari lima warna utama yang tertera diatas. Kelima warna (dan turunannya) ini terkait dengan sejarah warna korporat Angkasa Pura II yang dikembangkan untuk membuat indentitas baru yang memberikan kesanlebih modern dan segar. Selain warna yang ditetapkan, warna putih juga berperan penting pada logo Angkasa Pura II. Penggunaan bidang putih juga merupakan warna yang penting pada penampilan logo Angkasa Pura II itu sendiri. Pilihan warna-warna ini tersedia untuk digunakan dalan mengkomunikasikan brand Angkasa Pura II agar lebih mudal dikenal, sederhana dan jelas, sehingga mampu menarik perhatian khalayak atas pesan yang ingin disampaikan. Logo Angkasa Pura II sendiri memilih lima warna dengan turunannya sebagai kesatuan untuk membentuk bola dunia Angkasa Pura II. D. Visi dan Misi Perusahaan Visi PT. Angkasa Pura II adalah Menjadi pengelola bandara udara kelas dunia yang termuka dan profesional. Untuk mewujudkan visi tersebut, Angkasa Pura II bertekad melakukan transformasi secara menyeluruh dan bertahap selama lima tahun pertama.
Gambar 2.38 Visi Persusahaan (Sumber : Google Image / Angkasa Pura II)
Misi PT. Angkasa Perusahaan adalah sebagai berikut: 1. Mengelola jasa bandar udara kelas dunia dengan mengeutamakan tingkat
keselamatan,
keamanan,
dan
kenyamanan
untuk
meningkatkan kepuasan pelanggan. 2. Mengembangkan SDM dan budaya persusahaan yang berkinerja tinggi dengan menerapkan sistem manajemen kelas dunia.
56
3. Mengoptimalkan strategi pertumbuhan bisnis secara menguntungkan untuk meningkatkan nilai pemegang saham serta meningkatkan kesejahteraan karyawan dan pemangku kepentingan lainnya. 4. Menjalin kerjasama yang saling menguntungkan dengna mitra usaha dan mitra kerja serta mengembangkan secara sinegis dalam pengelolaan jasa bandar udara. 5. Memberikan nilai tambah yang optimal bagi masyarakat dan lingkungan. E. Nilai-Nilai Perusahaan Angkasa Pura II memiliki nilai-nilai perusahaan yakni THE BEST T : Team Work H : Hospitality E : Excellence B : Balance E : Effectiveness & Effeciency S : Satisfaction T : Trustworthy
F. Area Pada Kantor a.
Area Receptionist Utama Merupakan ruang penerimaan tamu utama yang berada didekat pintu masuk utama, dimana tamu harus melapor untuk bertemu dan menyakan info dari tiap divisi kerja pada tiap lantai di dalam kantor Angkasa pura II. Area resepsionis ini juga sebagai penyedia informasi bagi tamu untuk melakukan janji ataupun sebagai penghubung antara tamu dengan staff dari tiap divisi kerja masing-masing.
57
Gambar 2.39 Area resepsionis utama (Sumber: Jimmy)
b. Area Lobby Utama Merupakan area tunggu sementara yang digunakan oleh tamu untuk bersantai dan menunggu kendaraan jemput maupun panggilan untuk menghadap divisi pada tiap lantai di kantor ini, furnitur yang terdapat pada ruangan ini memakai material yang berat, namun mempunyai dahan tahan yang lama. Kendala yang ditemukan dari hasil tanya jawab adalah mempunyai bobot yang cukup berat sehingga pemindahan furnitur membutuhkan waktu agak lama dan tidak efisien untuk pekerja dan pengunjung.
Gambar Area 2.40a Lobby Utama (Sumber: Jimmy)
58
Gambar 2.40b Furnitur Lobby Utama (Sumber: Jimmy)
Gambar 2.40c Furnitur Lobby Utama (Sumber: Jimmy)
59
Gambar 2.40d Meja Lobby utama (Sumber Jimmy)
Menggunakan material marbel pada kaki sehingga berat dan susah di pindahkan apabila ada kegiatan yang berada di dalam ruangan lobby tersebut. Misalkan serah terima jabatan, makan bersama dan kegaitan lainnya yang berada dalam ruangan tersebut.
Gambar 2.40e Rak Majalah (Sumber: Jimmy)
Merupakan furniture penunjang yang memfasilitasi pengujung agar tidak cenderung terlalu bosan pada saat menunggu di area lobby. Berbahan material material utama plat galvanis dan di berikan roda agar mudah di pindah-pindahkan.
60
Dari hasil wawancara dengan bapak Wibowo salah satu staff yang bekerja dan Public management, beliau merasakan kewalahan dengan furniture pada lobby utama yang disebabkan karna bobot pada furnitur tersebut berat dan memakan space yang cukup luas pada ruangan. Bapak Wibowo juga mengatakan bahwa pada ruangan lobby utama terdapat kegiatan yang terkadang membutuhkan space lobby untuk dikosongkan misalnya serah terima jabatan, makan bersama, acara penting yang lainnya sehingga furniture tersebut perlu dipindahkan ketempat yang lain sehingga kendala dalam penyimpanan furniture tersebut membutuhkan efisiensi agar tidak memakan ruang namun dalam masalah lapangan di temukannya susah di tata karena bobot yang berlebihan dan pembersihan pada lapangan memakan waktu. Kesimpulan permasalahan dari furniture tersebut tidak seharusnya berat dengan hirarki untuk tamu yang datang namun, mempunyai bobot ringan dan memakai bahan yang cukup untuk tahan lama sesuai dengan kebutuhan public area tersebut. c. Resepsionis umum
Gambar 2.41 Area resepsionis lantai 2 (Sumber: Jimmy)
Memberikan informasi tamu kepada staff divisi untuk meminta izin bertemu dan melakukan interaksi secara langsung kepada yang bersangkutan.
61
d. Lobby Tunggu Tamu Divisi
Gambar 2.42a Lobby Tunggu Tamu Divisi Lantai 2 (Sumber: Jimmy)
Gambar 2.42b Furnitur Lobby Tamu Divisi Lantai 2(Sumber: Jimmy)
Kursi pada lobby tunggu divisi menggunakan material kayu dengan fabric secara keseluruhan menutupi rangka pada kursi, namun fabric yang digunakan adalah fabric sintesis yang mempunyai masalah pada saat diduduki yaitu menimbulkan bunyi yang bergesekan dengan setiap gerakan pada dudukan. Tingkat penggunaan busa empuk pada kursi agak kurang sehingga pada saat menyandar tidak membuat nyaman pengujung dengan sudut tegak rangka kursi dan kemiringan kursi. Furnitur pada area ini juga dipindah-pindahkan sesuai dengan kebutuhan ruang yang terpakai pada acara tertentu.
62
Gambar 2.42c Furnitur Side Table Lobby Tunggu Divisi Lantai 2 (Sumber: Jimmy)
Pada furniture lobby ini tersedia side table yang digunakan untuk menjadi tempat menaruh telepon, dengan kurangnya prasarana furniture yang menunjang kegiatan pada kantor tersebut. Sehingga dapat di simpulkan bahwa prasaranan pada kegiatan pada area ini terbatas karena furniture penunjang aktivitas yang kurang memadai dan tidak sesuai dengan tingkat kegunaan masing-masing furniture tersebut.
Gambar 2.42d Kondisi duduk pada kursi (Sumber: Jimmy)
Bapak Hendra adalah salah satu pengujung yang penulis wawancarai saat menduduki kursi tersebut beliau mengatakan kursi tersebut mempunyai permasalahan dalam postur gaya duduk beliau dan posisi tangan yang membuat lelah pada saat duduk atau membaca.
63
Penulis juga melakukan wawancara dengan bapak Wibowo selaku koodinator Public management di Kantor Angkasa Pura II yang dimana area lobby tunggu divisi pada lantai tersebut merupakan salah satu area yang penting dalam penggunaan di kantor dan beliau sendiri merasakan sendiri karena area tersebut merupakan fasilitas dari divisi kerjanya. Beliau menceritakan bahwa terkadang furniture tersebut dipindahkan untuk kepentingan lain pada area tersebut sehingga membutuhakan space pada penyimpanan furniture tersebut. Lobby terkadang juga di gunakan oleh staff untuk melakukan kegiatan lain seperti
makan,
meeting
informal,
dan
beristirahat
untuk
berkomunikasi. Fasilitas yang terdapat pada ini kurang memadai menurut beliau seperti side table yang diperuntukan tidak ada dan digunakan untuk console table telepon area rak majalah untuk pengujung tidak disediakan sehingga terkadang membuat nyaman pengujung yang menunggu mengingat pengujung lebih lama menggunakan lobby tunggu ini dibanding lobby utama disebabkan terkadang masing-masing divisi staff terkadang terdapat urusan mendadak meeting perusahaan sehingga membuat tamu yang menunggu cukup memakan waktu lama untuk menunggu. Pembuatan sekat pada tengah-tengah ruangan ini diperlukan karena mengingat dekat dengan pintu masuk agar terlihat agak privasi sehingga staff rekan kerja mengetahui bahwa staff sedang menerima tamu agar lebih privat. e. Area Staff Kerja
Gambar 2.43a Area Kerja lantai 2 (Sumber: Jimmy)
64
Menggunakan sistem meja kubikal dan tipe kantor tertutup mengingat kantor Angkasa pura II adalah perusahaan di bawah pemerintahan.
Gambar 2.43b Kursi Area Kerja Lantai 2 (Sumber: Jimmy)
Kursi pada area kerja menggunakan kursi jadi ergonomis chair dengan menggunakan sistem adjustable dan beroda agar memudahkan staff untuk melakukan kinerja kerja di area kerja.
Gambar 2.43c Kursi Kerja Hadap Lantai 2 (Sumber: Jimmy)
Kursi hadap tiap area kerja menggunakan kursi ergonomis yang tidak menggunakan adjustable dan beroda, dikarenakan hirarki jabatan yang di mana pada saat menghadap penghadap menjadi dibawah penerima.
65
Gambar 2.43d Furniture Area Staff kerja Lantai 2 (Gambar: Jimmy)
Lemari brangkas yang digunakan adalah furniture yang berbahan material besi yang digunakan pada area penyimpanan data arsip tiap divisi kerja yang berguna menyimpan file-file yang penting.
f. Ruang Vice President
Gambar 2.44a Ruang Vice President Lantai 2 (Sumber: Jimmy)
Pada ruangan Vice President kursi ergonomis yang digunakan adalah kursi yang mempunyai tinggi hingga mencapai kepala dan bermaterial kulit, yang berfungsi untuk memberikan rasa nyaman dan membantu Vice President lebih tenang dalam pemberian keputusan kepada Staff kerja mereka.
66
Gambar 2.44b Ruang tamu Vice President (Sumber: Jimmy)
g. Ruang Meeting Staff
Gambar 2.45 Ruang Meeting Staff (Sumber: Jimmy)
Menggunakan Kursi ergonomi dan menggunakan material yang dilapisi HPl
pada meja yang mudah di bersihkan sehingga pada
selesai meeting dapat di bersihkan dengan efisien.
67
h. Ruang Direktur
Gambar 2.46a Ruang Kerja Direktur SDM lantai 6 (sumber : Jimmy)
Menggunakan furnitur ergonomis dan berbahan material stainless serta dilapisi kulit agar memberikan kesan maskulin, elegan, dan modern pada ruagan tersebut. Penggunaan furnitur pada ruangan ini menggunakan furnitur yang sudah ada dan dirancang untuk situasi kinerja kantor pada umumnya.
Gambar 2.46b Ruang Tamu Direktur SDM (Sumber: Jimmy)
68
Gambar 2.46c Ruang Meeting Direktur SDM (Sumber: Jimmy)
i. Ruang Auditorium
Gambar 2.47 Ruang Auditorium lantai dasar (Sumber: Jimmy)
Ruang yang berada pada lantai dasar ini digunakan sebagia ruang serbaguna dan pengadaan koferensi pada saat melakukan meeting dengan keperluan kepentingan yang bersangkutan dengan kebandar udaraan yang di kelola PT. Angkasa Pura II. Menggunakan kursi ergonomis dan meja rapat panjang
yang dilapisi kain putih agar
terlihat formal pada saat penggunaan ruangan.
69
j. Canteen
Gambar 2.48a Canteen (Sumber: Jimmy)
Pada canteen tersebut sebelumnya arsitektur pada bagunan ini tidak terncenakan, sehingga perusahaan membangun canteen pada area terbuka di belakang perkantoran dengan prasarana yang sedapatnya untuk dikelola secara umum.
Gambar 2.48b Area Makan Canteen (Sumber: Jimmy)
Pada pemakaian furniture untuk area makan kantin menggunakan furnitur yang berbahan plastik pada sandaran dan stainless pada kaki untuk kursi mengingat kondisi cuaca pada area makan yang terbuka dan pembersihan yang mudah dilakukan pada kegiatan outdoor makan tersebut.
70
2.2.2.2 PT.Angkasa Pura I (Kantor Pembanding 1)
Gambar 2.49 Arsitektur Angkasa Pura I Sumber : Google Image Alamat: Jalan Kota Baru Bandar Kemayoran Blok B.12 kav.2, Jakarta Pusat-Jakarta 10610
A. Sejarah Perusahaan PT Angkasa Pura I (Persero) disebut Angkasa Pura Airports bertekad mewujudkan perusahaan berkelas dunia yang profesional. Angkasa Pura Airports yakin dapat melakukan yang terbaik dengan memberikan pelayanan
keamanan,
keselamatan,
dan
kenyamanan
berstandar
internasional bagi para pelanggan. Sejarah Angkasa Pura Airports sebagai pengusahaan kebandarudaraan secara komersial di Indonesia bermula dari kunjungan kenegaraan Presiden Soekarno ke Amerika Serikat untuk bertemu dengan Presien John F Kennedy. Setibanya ditanah air, Presiden Soekarno menegaskan keinginannya kepada Menteri Perhubungan dan Menteri Pekerjaan Umum agar lapangan terbang di Indonesia dapat setara dengan lapangan terbang di negara maju.
71
Tak lama kemudian, pada tanggal 15 November 1962 terbitlah Peratura Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 1962 tentang Pendirian Perusahaan Negara (PN) Angkasa Pura Kemayoran. Tugas pokoknya adalah untuk mengelola dan mengusahakan Pelabuhan Udara Kemayoran di Jakarta yang saat itu merupkan satu-satunya bandar udara internasional yang melayani penerbangan domestik. Pada tanggal 17 Mei 1965, berdasarakan PP Nomor 21 tahun 1965 tentang perubahan dan tambahan PP Nomor 33 Tahun 1962, PN Angkasa Pura Kemayoran berubah nama menjadi PN Angkasa Pura,
dengan maksud untuk lebih membuka kemungkinan
mengelola bandar udara lain di wiliyah Indonesia. Secara
bertahap,
Pelabuhan
Udara
Ngurah
Rai-Bali,
Halim
Perdanakusumah-Jakarta, Poloni-Medan, Juanda-Surabaya, SepinganBalikpapan, dan Sultan Hasanuddin-Ujungpandang, kemudian bergabung dalam pengelolaan PN Angkasa Pura. Selanjutnya, berdasarkan PP Nomor 5 Tahun 1992,
bentuk Perum diubah menjadi Perseroan
Terbatas(PT) yang sahamnya dimiliki sepenuhnya oleh Negara Republik Indonesia sehingga namanya menjadi PT Angksa Pura I (Persero) dengan Akta Notaris Muhani Salim, SH tanggal 3 Janurai 1993 dan telah memperoleh persetujuan Menteri Kehakiman dengan keputusan Nomor C2-470.HT.01.01 Tahun 1993 tanggal 24 April 1993 serta diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 52 tanggal 29 juni 1993 dengan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Nomor 2914 / 1993. Perubahan Anggara Dasar Perusahaan terakhir adalah berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham tanggal 14 Januari 1998. Perubahan Anggaran Dasar tersebut telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor:C2-25829.HT.01.04 Tahun 1998 tanggal 19 November 1998 dan dicantumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 50 tanggal 22 Juni 1999 dengan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Nomor 3740 / 1999.
72
Hingga saat ini, Angkasa Pura Airports mengelola 13 (tiga belas) bandara di kawasan tengah dan timur Indonesia, yaitu: 1. Bandara Ngurah Rai – Denpasar 2. Bandara Juanda – Surabaya 3. Bandara Hasanuddin – Makassar 4. Bandara Sepingan – Balikpapan 5. Bandara Frans Kaisiepo – Biak 6. Bandara Sam Ratulangi – Manado 7. Bandara Syamsudin Noor – Banjarmasin 8. Bandra Ahmad Yani – Semarang 9. Bandara Adisutjipto – Yogyakarta 10. Bandara Adisumarmo – Surakarta 11. Bandara Internasional Lombok – Lombok Tengah 12. Bandara Pattimura – Ambon 13. Bandara El Tari - Kupang
B. Struktur Organisasi
Gambar 2.50 Struktur Organisasi (Sumber: Google Image / Angkasa Pura I)
73
C. Logo Perusahaan
D. Visi dan Misi Perusahaan Visi Perusahaan PT. Angkasa Pura I adalah Menjadi salah satu sepuluh perusahaan pengelola bandar udara terbaik di Asia. Misi Perusahaan PT. Angkasa Pura I adalah 1. Meningkatkan nilai pemangku kepentingan 2. Menjadi mitra pemerintah dan pendorong pertumbuhan ekonomi 3. Mengusahakan jasa kebandarudaraan melalui pelaynan prima yang memenuhi standar keamanan, keselamatan, dan kenyamanan 4. Meningkatkan daya saing perusahaan melalui kreatifitas dan inovasi 5. Mebebrikan kontribusi positif terhadap lingkungan hidup.
E. Nilai-Nilai Perusahaan SATU: S : Sinergi A : Adaptif T : Terpercaya U : Unggul
74
F.
Area Pada Kantor a. Area Receptionist Utama
Gambar 2.51 Area Resepsionis Utama (Sumber: Jimmy)
b. Area Lobby Utama
Gambar 2.52a Lobby Utama (Sumber: Jimmy)
Pada Furnitur lobby utama menggunakan furnitur jadi yang sama dengan kantor AngkasaPura II, dengan material Cushion yang berbeda dan warna yang berbeda. Terdapat aksesoris vas bunga dan pot bunga sebagai aksesoris dan pemanis lobby utama tersebut.
75
Gambar 2.52b Furnitur Lobby utama (Sumber: Jimmy)
Untuk lobby utama sendiri dibagi 2 bagian yang ada disebalah kiri dan seblah kanan ruang utama pintu masuk pada kantor Angkasa Pura I, dengan di kelilingi maket bandara dan ruang display Hotel Anak perusahaan Angkasa Pura Hospitality.
Gambar 2.52c Kursi Lobby Utama (Sumber: Jimmy)
76
Gambar 2.52d Detail Kursi Lobby (Sumber: Jimmy)
Pada permasalahan kursi lobby utama kantor Angkasa Pura I ini adalah bagian sambungan ujung kursi tidak di tekuk, sehingga membuat accident kepada pemakai karena terbentur maupun tidak sengaja terkena pada saat melakukan aktivitas dalam ruang tunggu tersebut.
Gambar 2.52e Meja Coffee Table (Sumber: Jimmy)
Pada kantor Angkasa Pura I ini coffe table mereka menggunakan sepenuhnya material stainlees pada kaki dan di balut cushion fabric agar terlihat elegan dan senuansa dengan kursi lobby, sehingga tingkat bobot meja tidak seberat pada meja coffe table Angkasa Pura II.
77
Penulis juga melakukan wawancara pada Bapak Fauzi selaku kordinator Public Affair di kantor angkasa Pura I, beli mengatakan permasalahan dalam pemindahan furniture sering terjadi pada saat pengadaan acara maupun rapat yang membutuhkan kursi yang nyaman. Sehingga terdapat masalahan pemindahan karena bobot kursi yang cukup berat membutuhkan 2 pekerja untuk memindahkan kursi tersebut dari lantai 1 ke ruang rapat auditorium maupun ruang serbaguna. Selain itu karena ukuran kursi yang besar memakan space area lobby, sehingga ketersedian kursi tidak memunuhi jumlah pengujung yang datang.
c. Area Tunggu Tamu Divisi
Gambar 2.53a Furnitur Lobby Tunggu Divisi lantai 2 (Sumber: Jimmy)
Gambar 2.53b Kursi Lobby Tunggu Divisi lantai 2 (Sumber: Jimmy)
78
Kursi pada Lobby Tunggu Divisi lantai 2 ini digunakan hingga pada gedung lantai 4, bahan utama kursi ini ada rangka stainless dibalut dengan fabric kasar sehingga terkadang menimbulkan bekas bercak kotor pada fabric kursi tersebut.
Penulis melakukan wawancara dengan sejumlah karyawan yang menggunkan kursi tersebut yaitu Bapak denny, Boby, Dina, dan Rangga. Dari hasil wawancara dengan mereka, penulis mendapatkan jawaban bahwa mereka lebih nyaman menggunakan kursi tanpa armrest pada saat kumpul, meeting, maupun bertemu dengan tamu. Hal tersebut disebabkan lebih kursi mudah di sejajarkan pada saat melakukan aktivitas kursi mengeliling pada saat ngumpul atau meeting nonformal sehingga tidak memberi batasan ruang aktif pada duduk dan membuat posisi komunikasi lebih nyaman dan efisien.
Gambar 2.53c Ruang Tunggu Divisi Lantai 3 (Sumber: Jimmy)
79
Gambar 2.53d Coffe Table Ruang Tunggu Divisi Lantai 2 (Sumber: Jimmy)
Coffee table pada ruang tunggu divisi ini menggunakan material kayu jati dan didesain dapat tersusun dan tertata menjadi kesatuan dari meja coffe table itu sendiri. Desain tersebut di maksudkan untuk membantu staff dalam pemindahan furnitur kepada ruang yang berbeda dengan bisa menjadikan coffe table ini menjadi side table pada tiap ruangan sudut.
d. Area Lobby Direksi Utama
Gambar 2.54a Area Resepsionis Lobby Direksi Utama Lantai 6 (Sumber: Jimmy)
80
Gambar 2.54b Furnitur Lobby Direksi Utama Lantai 6 (Sumber: Jimmy)
Gambar 2.54c Kursi Lobby Direksi Utama Lantai 6 (Sumber: Jimmy)
Pada kursi Lobby Direksi menggunakan material kayu jati yang mempunyai kualitas 1 yang dilapisi fabric agar membuat pengujung nyaman pada saat duduk menunggu direksi utama atau melakukan komunikasi dengan staff direksi. Terdapat ukurian pada motif kayu yang membuat kursi tersebut terlihat classic dan mewah pada ruangan lobby.
81
Gambar 2.54d Coffee Table Lobby Direksi Utama Lantai 6 (Sumber: Jimmy)
Coffee table menggunakan material utama kayu jati yang mempunyai kualitas no1, hal tersebut mengingat durbale yang tinggi untuk area public yang setiap hari sering digunakan pada kantor Angkasa Pura I pada saat menerima tamu dari luar, terdapat ukiran pada meja dan bentuk kaki yang classic pada meja tersebut.
Gambar 2.54e Asbak Rokok Lobby (Sumber: Jimmy)
82
Gambar 2.54f Aksesoris Lobby Trash Bin dan Vase (Sumber: Jimmy)
Penulis melakukan wawancara dengan bapak Surpiyadi yaitu Security penerima tamu dari lobby utama direksi. Beliau mengatakan bahwa pengujung / tamu lebih lama pada mengunggu area lobby divisi pada saat ingin bertemu staff, sehingga penggunaan ruang lobby ini lebih sering di banding lobby utama. Selain itu furniture pada lobby mempunyai masalah pada bobot karena berpengaruh pada proses cleaning yang dilakuka oleh staff cleaning yang membersihkan, seharusnya pembersihan dilakukan 4 kali seminggu menjadi 2 dalam seminggu, padahal pengaruh aktivitas yang sering terjadi meninggalkan kotor pada area tersebut dan harus segera di bersihkan demi menunjang tingkat kebersihan dan kenyamanan pengujung atau tamu yang datang untuk menunggu. e. Area Staff Kerja
Gambar 2.55a Area Kerja Staff Lantai 2 (Sumber: Jimmy)
83
Gambar 2.55b Cpu komputer (Sumber: Jimmy)
Pada permasalahan dalam area kerja ini terlihat tidak tersedia ruang penyimpanan Cpu komputer yang diletakan di atas meja maupun lantai, yag dimana dapat membahayakan accident dan membuat rusak Cpu yang menimbulkan data hilang.
Gambar 2.55c Meja Kerja Staff (Sumber: Jimmy)
Pada area meja kerja ini penulis melakukan wawancara langsung dengan staff kerja yaitu Ibu Yanti, beliau mengatakan kewalahan dengan kondisi ruang gerak dalam bekerja yang diaman file berserakan diatas meja dan tidak tersedia area untuke menyimpang file-file membuat meja kerja menjadi sempit dan mengurangi gerak aktifitas beliau.
84
Gambar 2.55d Kursi Ketik Area Staff (Sumber: Jimmy)
Gambar 2.55e Kursi Hadap Area Staff (Sumber: Jimmy)
Gambar 2.55f Kursi Kerja Area Staff (Sumber: Jimmy)
85
Gambar 2.55g Brangkas File Area Staff (Sumber:Jimmy)
f. Ruang Manager
Gambar 2.56a Ruang Manager Lantai 2 (Sumber: Jimmy)
Pada ruang manager terdapat 2 kursi hadap yang tidak memiliki armrest, pada ruangan terlihat berkas file-file yang tidak memiliki space sehingga ditaruh di lantai dengan keterbatasan space, tidak tersedia lemari atau rak penyimpanan file untuk penunjang kinerja manager.
86
Gambar 2.56b Kursi Tamu Manager (Sumber: Jimmy)
g. Ruang Meeting Staff
Gambar 2.57 Ruang Meeting Staff Lantai 4 (Sumber: Jimmy)
h. Ruang Meeting Direksi Utama
Gambar 2.58 Ruang Meeting Direksi Utama (Sumber: Jimmy)
87
i. Ruang SerbaGuna
Gambar 2.59 Ruang Serba Guna (Sumber: Jimmy)
Ruang Serba guna ini dapat disewakan secara umum untuk digunakanan sebagai ball room pernikahan, serta dapat digunakan berbagai aktivitas seperti rapat besar, gedung olahraga, dan serah terima jabatan pada kantor Angkasa Pura I.
j. Canteen
Gambar 2.60a Canteen (Sumber: Jimmy)
88
Gambar 2.60b Furnitur Canteen (Sumber: Jimmy)
Gambar 2.60c Kursi Canteen (Sumber: Jimmy)
Pada kantor AngkasaPura I tersedia kantin sendiri di dasar gedung kantor, pada kantin mereka menggunakan furniture yang sudah jadi dan tidak didesain secara khusus. Kursi makan menggunakan material stainlees dan di beri puff dudukan dan pada meja mengguna multiplex dilapisi finishing Hpl agar mudah dibersihkan.
89
2.2.2.3 PT. Garuda Indonesia
Gambar 2.61 Arsitektur kantor Garuda Indonesia Sumber :Google Image Alamat: Jalan M1.Area Perkantoran Gedung Garuda City Center, Soekarno International Aiport Cengkareng, 19120-Indonesia, P.O.Box 1004
A. Sejarah Perusahaan Sejarah Garuda indonesia sebagai bagian dari sejarah industri penerbangan komersil di Indonesia dimulai ketika bangsa yang muda ini berjuang untuk kemerdekaanya. Penerbangan komersil pertama dari Calcutta ke Rangon dilakukan pada 26 Januari 1949, dengan pesawat Douglas DC-3 Dakota bernomor R1-001 yang bernama Indonesia Airways. Di tahun yang sama , pada 28 Desember 1949, pesawat DC-3 lain terdaftar sebagai PK-DPD dengan logo Garuda Indonesia Airways terbang dari Jakarta ke Yogyakarta untuk menjemput presiden Soekarno. Ini adalah penerbangan pertama yang dilakukan atas nama Garuda Indonesia Airways. Selama tahun 80-an, Garuda indonesia melakukan retrukrisasi berskala besar untuk operasi dan armadanya. Pada masa inilah perusahaan mulai mengembangkan program pelatihan komprehensif untuk staf awak kabinnya, sekaligus mendirikan fasilitas pelatihan di Jakarta Barat yang
90
dinamai Garuda Indonesia Training Center. Perusahaan ini juga membangun sebuah pusat pemeliharaan pesawat di Bandara SoekarnoHatta. Diawal era 90-an, Garuda Indonesia mengembangkan strategi panjang yang diaplikasikan hingga tahun 2000. Perusahaan ini terus mengembangkan armadanya dan Garuda Indonesia pun masuk dalam jajaran 30 maskapai terbesar di dunia. Di samping inisiatif di pengembangan bisnis, tim manajemen baru mengelola perusahaan ini pada awal 2005, dan rencana-rencana baru diformulasikan untuk masa depan Garuda Indonesia. Manajemen baru Garuda Indonesia melakukan evaluasi ulang yang komprehensif dan restrukturisasi
keseluruhan
diperusahaan
ini.
Tujuannya
adalah
meningkatkan efisiensi operasional, mendapatkan stabilitas operasional, mendapatkan stabilitas keuangan yang melibatkan usaha-usaha di restrukturisasi utang termasuk kewajiban penyewaan (leasing Liabilities) dari European Export Credit Agency (ECA), peningkatan kesadaran antra karyawan tentang pentingnya pelayanan bagi para penumpang, dan, yang paling penting, menghidupkan kembali dan merevitalisasi semangat Garuda Indonesia. Kesuksesan program restrukturisasi utang dalam perusahaan ini membuka jalan bagi Garuda Indonesia untuk menawarkan sahamnya ke publik (go public) pada 2011. B. Struktur Organisasi
Gambar 2.62 Struktur Organisasi (Sumber: Google image/ Struktur Organisasi Garuda)
91
C. Logo Perusahaan
Kepala Burung Garuda (Lambang Negara RI), 5 “Bulu Sayap” melambangkan Pancasila dan “ Garuda is committed to respecting nature while celebrating the beauty of their national assets and rich Indonesian Culture”
D. Visi dan Misi Perusahaan
Visi perusahaan: Perusahaan penerbangan pilihan utama di Indonesia dan berdaya saing di internasional.
Misi Persusahaan: 1. Melaksanakan usaha jasa angkutan udara memberikan kepuasan kepada pelanggan jasa yang terpadu dengan industri lainnya melalui pengelolaan secara profesional dan didukung oleh sumber daya manusia yang mempunyai kompentensi tinggi. 2. Menghasilkan keuntungan dengan jaringan domestik yang kuat untuk terus meningkatkan pangsa pasar domestik dan internasional bagi usahawan, perorangan, wisatawan dan kargo termasuk penerbangan borongan. 3. Memiliki bisnis unit yang mendukung produk inti untuk mengingkatkan keuntungan serta menghasilkan pendapatan tambahan dari usaha unit pendukung tersebut.
92
E.
Area Kantor Garuda Indonesia a. Ruang Lobby Utama
Gambar 2.63 Lobby Utama (Sumber: Google Image / Kennardikie)
Pada lobby utama kantor Garuda Indonesia menggunakan kursi yang mempunyai armrest dengan bermaterial utama kayu Jati dan dilapisi semua permukaan rangka dengan kulit sintetis agar pembersihan lebih mudah an lebih tahan lama penggunaan furnitur tersebut.
b. Ruang Tunggu
Gambar 2.64 Ruang Tunggu (Sumber: Google Image / Kennardikie)
93
c. Area Staff Kerja
Gambar 2.65a Area Kerja Staff (Sumber: Jimmy)
Pada kantor pusat Garuda Indonesia area staff kerja masih menggunakan tipe meja kerja kubikal untuk menjadi slaah satu standar kantor dalam menyediakan fasiltas ruang tatanan kerja staff agar memberikan konsetrasi pada saat bekerja. Namun mempengaruhi tingkat komunikasi antar staff dalam menjalin komunikasi yang baik melakukan kerja sama atau bertukar pikiran.
Gambar 2.65b Kursi Kerja (Sumber: Jimmy)
94
d. Ruang Manager
Gambar 2.66 Ruang Kerja Manager (Sumber: Jimmy)
e. Ruang Meeting Staff
Gambar 2.67 Ruang Meeting Staff (Sumber: Jimmy)
95
f. Ruang Meeting Direksi
Gambar 2.68a Ruang Meeting Direksi (Sumber: Jimmy)
Gambar 2.68b Kursi Meeting Direksi (Sumber: Jimmy)
Menggunakan kursi ergonomic yang dilapisi kulit sintetis dan bagian upholstery terpisah agar mudah di bersihkan atau dicuci. Hal tersebut disebabkan ruang yang harus mempunyai tingkat kenyamanan dalam melakukan pertemuan untuk berdiskusi.
96
g. Ruang Auditorium
Gambar 2.69 Ruang Auditorium (Sumber: Google Image / Kennardikie)
h. Cafetaria
Gambar 2.70a Cafetaria Kantor Garuda (Sumber: Google Image / Kennardikie)
97
Gambar 2.70b Furnitur Cafetaria (Sumber: Jimmy)
Gambar 2.70c Furnitur Cafetaria (Sumber Jimmy)
98
Gambar 2.70d Coffee Table Cafetaria (Sumber: Jimmy)
Gambar 2.70f Kursi Cafetaria (Sumber: Jimmy)
Pada area cafetaria kantor Garuda Indonesia, penulis juga wawancarai bapak Bagas yaitu tamu dari kantor Garuda Indonesia yang sedang menikmati waktu tunggu beliau dengan memesan makanan sambil duduk, dari hasil wawancara beliau mengatakan ada beberapa point dari kursi yang membuat beliau tidak nyaman salah satunya armrest yang agak tinggi membuat beliu pegal saat membaca, bermain gadget pada saat menunggu, terkadang beliau mengangkat kaki dan bersila terpentok armrest dari kursi tersebut dan membuat beliau selalu mencari posisi nyaman dari kursi untuk melakukan gerakan aktivitas beliau.
99
i. Canteen
Gambar 2.71a Canteen Kantor Garuda Lantai Dasar (Sumber: Jimmy)
Gambar 2.71b Furnitur Canteen (Sumber: Jimmy)
100
j.
Sky Lounge (Area Makan Direksi)
Gambar 2.72a Furnitur Sky Lounge (Sumber: Jimmy)
Gambar 2.72b Furnitur Sky Lounge (Sumber: Jimmy)
101
2.2.3
Hasil Survey Pengguna Setelah penulis melakukan wawancara dari beberapa orang pada setiap kantor dengan permasalahan yang berbeda dari segi aktivitas, kebiasaan pemakai, kebutuhan pengujung, keinginan pihak pengelola dan staff serta pengamatan secara langsung ke lapangan, penulis membagi setiap faktor dari ketiga kantor yang telah di observasi tersebut menjadi berikut:
2.2.3.1 Furnitur Produk-produk yang penulis analisa dari hasil observasi dengan pengamatan ke lapangan secara langsung adalah Kursi yang terdiri dari kursi Ergonomic chair, Lounge chair, Armchair pada kantor terbebut,Coffee table , Trashbin, Stationery accessories, Rak majalah, Vas bunga, Side Table, Box file, serta Meja ergonomic. a. Bentuk dan Desain Bentuk-bentuk furnitur yang digunakan dari ketiga kantor tersebut hampir menyamai pada kantor umumnya. Dari ketiga kantor tersebut, terdapat masalah pada bagian ruang-raung dengan fasilitas furnitur yang ada pada masing-masing ruang. Bentukbentuk geomteri lebih sering terlihat pada ketiga kantor tersebut mulai dari area workstation, ruang meeting, ruang manager, hingga lobby. b. Material dan Finishing Dari penggunaan finsihing semua kantor yang penulis amati semua menggunakan finishing yang sama pada umumnya, untuk area kerja staff maupun manager hingga direksi menggunakan material dan finishing yang mudah untuk dibersihkan namum penggunaan untuk tidak jangka waktu yang cukup lama, untuk lobby pada kantor menggunakan material yang mempunyai bobot berat yang lumayan yang dapat menggangu proses cleaning pada area tersebut mengingat area tersebut merupakan public yang sering digunakan.
102
Contoh: Penggunaan Marbel pada meja yang mempunyai ukuran yang cukup memakan space, serta kursi lobby yang menggunakan keseluruhan rangka jati. c. Segi Efektivatas dan Efisiensi Untuk furniture pada ketiga kantor ini secara efektivias dan efiisensi kurang memadai pengguna staff maupun pengunjung. Dari kantor tersebut merupakan salah satu jasa public yang merupakan kantor yang sering menggunakan tingkat efektivitas ruang dan efisiensi untuk menunjang kegiatan staff maupun pengujung yang datang. 2.2.3.2 Pengguna atau pemakai Setelah penulis melakukan pengamatan langsung di lapangan yang berada di kantor Angkasa Pura, didapatkan data: 1. Karyawan yang berkerja di Kantor Angkasa Pura II rata-rata berumur : 31-40 Tahun. 2. Kebanyakan untuk jenis kelamin lebih dominan Pria. 3. Latar Belakang pendidikan 70% bergelar S1. 4. Untuk kegiatan aktivitas dari staff sendiri lebih di habiskan pada meja sendiri dan area lobby penerimaan tamu. 5. Untuk kegiatan lain seperti berkumpul, meeting non formal, komunikasi antar staff , makan bersama lebih dihabiskan pada area lobby tunggu divisi, disebabkan tipe meja kubikal yang menghambat komunikasi, dan area space yang cukup rumit untuk melakukan kegiatan aktivitas diluar pengerjaan dari kegiatan kantor. 6. Tamu yang datang rata-rata berumur 25 – 40 tahun. 2.2.4
Data Antropometri dan Ergonomi Antropometri menurut Bridger (1995) adalah ukuran tubuh manusia. Antropometri berasal dari bahasa Yunani yaitu anthropos ‘manusia’ dan metron ‘mengukur’. Antropometri merupakan kumpulan informasi dimensi tubuh manusia yang diperlukan untuk mendesain sistem kerja agar dapat suatu kondisi nyaman dan aman.
103
Ergonomi adalah sebuah studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang di tinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, rekayasa, manajemen, dan desain. Istilah “Ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu Ergon ‘kerja’ dan nomos ‘hukum alam’ (Bridger,1995). Menurut Gradjean (1980), inti ergonomi adalah kesesuaian antara karakter pekerjaan dengan karakter manusia (fitting the task to the man) permasalahan aktivitas manusia, di Amerika Serikta, ergonomi bisa pula disebut dengan istilah Human Factors. (Sriwarno, Andar Bagus.(2011). Pengantar Studi Perancangan Fasilitas Duduk) A. Kursi
Gambar 2.73 Ergonomi Kursi (Sumber: Human Dimension & Interior Space)
104
B. Lounge Chair and Coffe Table
Gambar 2.74 Ergonomi Lounge Chair (Sumber: Human Dimension & Interior Space)
Gambar 2.75 Ergonomi Lounge Chair & Coffee Table (Sumber: Human Dimension & Interior Space)
105
C. Ergonomi Ruang Tunggu
Gambar 2.76 Ergonomi Ruang Tunggu (Sumber: Dimension Human & Interior Space)
106
View more...
Comments