20070100 KA ANDAL Jalan Lingkar Simeulue

September 11, 2017 | Author: Henry Tobarumbun | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download 20070100 KA ANDAL Jalan Lingkar Simeulue...

Description

Peraturan Menteri Negara LH Nomor 308 Tahun 2005

KERANGKA ACUAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP Pembangunan Jalan Lingkar Pulau Simeulue Kabupaten Simeulue Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

Tim Teknis AMDAL Khusus Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh Pasca Gempa dan Tsunami Januari 2007

Peraturan Menteri Negara LH Nomor 308 Tahun 2005

KERANGKA ACUAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP Pembangunan Jalan Lingkar Pulau Simeulue Kabupaten Simeulue Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

Tim Teknis AMDAL Khusus Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh Pasca Gempa dan Tsunami Januari 2007

Tim teknis AMDAL khusus Dadang Purnama, Ph.D Ir. Bukhari R.A., M.Eng Drs. Rusydi, M.Si Ir. Ira Pria Utama Drs. Syahrizan Idris, P.G. Dipl.Sc Muslim, SE

(Ketua) (Sekretaris) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota)

KATA PENGANTAR Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 308 Tahun 2005 memuat pembentukan Tim Teknis AMDAL Khusus untuk melaksanakan proses pelingkupan atau penyusunan dokumen Kerangka Acuan ANDAL bagi setiap rencana kegiatan wajib AMDAL yang terkait dengan pembangunan rehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh pasca bencana gempa bumi dan tsunami. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah melalui Bapedalda Provinsi NAD membantu pembuatan Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL). Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 308 Tahun 2005, pelaksanaan kegiatan ini harus dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Kegiatan tersebut diprakirakan berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan, sehingga perlu dirumuskan lingkup dan kedalaman studi Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) yang dilakukan melalui penyusunan Kerangka Acuan (KA) ANDAL agar studi ANDAL dapat berjalan secara efektif dan efisien. Dokumen KA-ANDAL ini disusun dengan mengacu pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 308 Tahun 2005 dan panduan pelingkupan yang dikeluarkan Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Semoga Dokumen KA-ANDAL ini menjadi acuan bagi pemrakarsa dalam menyusun dokumen ANDAL, RKL-RPL dan juga bermanfaat baik instansi yang berkepentingan maupun pihak-pihak lain. Pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan atas selesainya penyusunan dokumen Kerangka Acuan ini.

Banda Aceh,

Januari 2007

Tim Teknis AMDAL Khusus Pembangunan Jalan Lingkar Pulau Simeulue Kabupaten Simeulue Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

i

DAFTAR ISI SK Kesepakatan KA-ANDAL Kata Pengantar Daftar Isi I. Pendahuluan .................................................................................1 II. Deskripsi Ringkas Rencana Kegiatan .....................................................3 III. Proses AMDAL khusus .................................................................... 11 IV. Dokumen ANDAL, RKL dan RPL Jalan Lingkar Pulau Simeulue .................... 13 V. Isu-isu utama.............................................................................. 15 Bagian 1. Perencanaan dan alternatif kegiatan ...................................... 15 Bagian 2. Isu lingkungan ................................................................. 16 Bagian 3. Penggunaan material konstruksi jalan ..................................... 17 Bagian 4. Dampak lingkungan lanjutan/turunan ..................................... 18 Bagian 5. Tata ruang, fungsi lahan, dan pengembangan wilayah ................. 19 Bagian 6. Sosial Ekonomi Budaya ....................................................... 20 Bagian 7. Lain-lain ........................................................................ 20 Bagian 8. Konsultasi masyarakat........................................................ 21 Bagian 9. Wilayah studi .................................................................. 21 Bagian 10. Kepakaran yang diperlukan ................................................ 23 VI. Daftar Lampiran ......................................................................... 23 Foto hasil observasi lapangan .............................................................5

ii

I. Pendahuluan Dalam rangka penerapan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 308 tahun 2005, Tim Teknis AMDAL khusus telah dibentuk untuk melaksanakan proses pelingkupan (penyusunan dokumen Kerangka Acuan, KA) bagi setiap rencana kegiatan wajib AMDAL yang terkait dengan pembangunan rehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh pasca bencana gempa dan tusnami. Salah satu kegiatan yang diajukan oleh Badan Pelaksana Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD – Nias adalah rencana pembangunan Jalan Lingkar Pulau Simeulue di Kabupaten Simeulue. Kegiatan pembangunan jalan ini dilaksanakan di bawah koordinasi Satuan Kerja (Satker) Sementara BRR – Pembinaan dan Perencanaan Jalan NAD di Direktorat Jalan dan Jembatan dengan penanggung jawab PPK Pengawasan Jalan dan Jembatan (sumber: deskripsi proyek, Agustus 2006). Satker inilah bersama dengan pemerintah daerah yang akan berperan sebagai pemrakarsa kegiatan pembangunan jalan ini. Jalan lingkar ini secara keseluruhan terutama mencakup ruas jalan Maudil – Nasreuhe sepanjang 48,56 km dan ruas jalan Nasreuhe – Sibigo sepanjang sekitar 100 km (sumber: deskripsi proyek, Agustus 2006) dimana angka tersebut masih harus ditetapkan berdasarkan pemilihan jalur jalan (trase) yang masih terus dikaji di masa perencanaan ini. Ruas jalan lainnya dari Sibigo ke arah Timur dan menyambung kembali ke Maudil merupakan jalur jalan yang sudah ada dan hanya memerlukan peningkatan dan pemeliharaan. Untuk itu, kajian lingkungan yang akan dilakukan harus sejalan dengan arahan dari dokumen KA ANDAL Rencana Peningkatan dan Pelebaran Jalan Suakbuluh – Lasikin – Maudil yang telah disusun oleh Tim Teknis AMDAL khusus pada Bulan Juli 2006 sebagai bagian keseluruhan dari Jalan Lingkar Pulau Simeulue. Sesuai dengan peraturan yang berlaku, kegiatan konstruksi fisik di lapangan tidak diperkenankan untuk mulai dikerjakan sebelum kajian kelayakan lingkungan di dalam studi AMDAL selesai dilakukan. Untuk itu, Satker BRR yang bertanggung jawab harus mengikuti

pola

perencanaan

yang

baik

dan

benar

tanpa

harus

terburu-buru

melaksanakan pekerjaan fisik karena alasan percepatan. Hal ini akan terlihat pada hasil kunjungan lapangan yang akan menunjukkan seberapa mendesak kebutuhan pengadaan jalan tersebut dan seberapa besar kebutuhan masyarakat akan pembangunan ruas jalan yang direncanakan. Hal ini akan diuraikan lebih jelas pada deskripsi kegiatan dan latar belakang justifikasi pentingnya studi ini. Memperhatikan luasan kegiatan, maka kegiatan ini jatuh pada kategori kegiatan wajib AMDAL dimana pembangunan dalam rangka

1

rehabilitasi dan rekonstruksi dilaksanakan sesuai Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 308/2005. Dengan selesainya laporan pelingkupan ini, maka tugas dari Tim Teknis AMDAL khusus dalam melakukan pelingkupan bagi kegiatan pembangunan jalan Lingkar Pulau Simeulue telah dapat diselesaikan. Tahap selanjutnya merupakan tahap pembahasan dokumen pelikupan ini bersama dengan pihak-pihak terkait lainnya. Komisi Penilai AMDAL Propinsi NAD akan memprakarsai proses pembahasan untuk selanjutnya meneruskan proses AMDAL hingga penilaian dokumen ANDAL, RKL dan RPL. Proses AMDAL bagi jalan Lingkar Pulau Simeulue mulai dilakukan pada tanggal 29 Agustus 2006 saat dilakukan diskusi tentang rencana kegiatan yang disampaikan oleh Ketua Satker dan PPK di Kantor Bapedalda Propinsi NAD. Selanjutnya dilakukan kunjungan lapangan mulai tanggal 30 Agustus 2006 untuk kebutuhan pelingkupan. Publikasi pengumuman pelaksanaan AMDAL untuk kegiatan ini belum dilakukan dan karenanya harus segera dilaksanakan dengan koordinasi sekretariat Komisi Penilai AMDAL Propinsi NAD. Tim Teknis AMDAL khusus yang melaksanakan pelingkupan terdiri ahli yang berasal dari praktisi, akademisi, ahli dari Kementerian Lingkungan Hidup, dan ahli dari Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Propinsi NAD, serta unsur pemerintah Kabupaten Simeulue. Tim Teknis AMDAL khusus yang telah dibentuk kemudian mulai melakukan proses pelingkupan mulai tanggal 29 Agustus hingga tanggal 4 September 2006 yang mengikuti tahap-tahap sebagai berikut: 1. Pengkajian terhadap rencana kegiatan yang disampaikan oleh Satker, 2. Penggalian informasi tambahan dari Satker Jalan Lingkar Kabupaten Simeulue melalui diskusi pembahasan di Kantor Bapedalda dan selama kunjungan lapangan, 3. Pelaksanaan tinjauan lapangan, 4. Identifikasi dampak potensial (desk study) oleh masing-masing anggota Tim Teknis, 5. Diskusi evaluasi dampak hipotetik oleh seluruh anggota Tim Teknis, 6. Verifikasi hasil tinjauan lapangan yang dipadankan dengan hasil evaluasi dampak hipotetik, 7. Penyusunan laporan pelingkupan menjadi dokumen Kerangka Acuan studi ANDAL

Untuk memberikan gambaran, bagian berikut ini menguraikan ringkasan kegiatan pembangunan jalan Lingkar Pulau Simeulue. Peta orientasi lokasi kegiatan pembangunan jalan dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini. Kabupaten Simeulue terletak pada posisi

2

2°15’ - 2°55’ Lintang Utara dan 95°40’ - 96°30’ Bujur Timur dengan panjang pulau sekitar 100,2 km dan lebar terpanjang 28 km (sumber: deskripsi kegiatan, Agustus 2006). Adapun luas pulau tersebut adalah sekitar 198.000 ha dengan jumlah penduduk sekitar 71.517 jiwa menurut Badan Pusat Statistik (sumber: Aceh dalam angka 2004 dalam deskripsi kegiatan, Agustus 2006). Sebagai gambaran kondisi sosial ekonomi, PDRB per kapita di Kabupaten Simeulue pada tahun 2002 adalah Rp. 2.972.027 dengan sektor pertanian yang memberikan kontribusi terbesar (68,16%). Melihat perkembangan ekonomi di pulau yang relatif stabil, angka-angka tersebut diperkirakan tidak jauh berubah pada tahun-tahun terakhir ini.

Gambar 1. Peta orientasi lokasi kegiatan pembangunan jalan Lingkar Pulau Simeulue

II. Deskripsi Ringkas Rencana Kegiatan Sebagaimana telah disebutkan di atas, cakupan dari rencana kegiatan Jalan Lingkar Pulau Simeulue adalah terutama ruas jalan dari Maudil – Nasreuhe dan ruas jalan dari Nasreuhe – Sibigo. Ruas jalan lainnya sudah dalam kondisi eksisting dan ditangani melalui administrasi proyek yang berbeda. Beberapa ruas jalan eksisting hanya memerlukan peningkatan, pemeliharaan dan atau pelebaran. Ruas jalan ini misalnya ruas jalan Sibigo – Sinabang dan ruas jalan Suakbuluh – Lasikin – Maudil. Dalam halnya ruas jalan yang menjadi cakupan dalam laporan ini, ruas jalan Maudil – Nasreuhe

3

merupakan kegiatan pemeliharaan dan peningkatan. Sementara ruas jalan dari Nasreuhe – Sibigo sebagian merupakan pembukaan baru yang melewati kawasan hutan dan umumnya berada di garis pantai serta belum ditetapkan statusnya. Ilustrasi dari rencana kegiatan ini dapat dilihat pada gambar 2 di halaman berikut.

4

Gambar 2.

Trase jalan Lingkar Pulau Simeulue (SIM Centre, BRR, 2006 dan Perencanaan Teknis Jalan Nasreuhe – Lewak – Sibigo, 2003)

5

Mengingat rencana pembangunan jalan ini akan melalui kawasan hutan, Satker sebagai pemrakarsa harus melakukan koordinasi dengan dinas terkait yang menangani kehutanan untuk memastikan bahwa trase jalan di ruas Nasreuhe – Sibigo telah mendapat izin dari kehutanan. Hal ini mengingat adanya informasi tata ruang dan fungsi hutan yang menunjukkan daerah di sekitar ruas Nasreuhe – Sibigo memiliki fungsi sebagai kawasan lindung (sumber: deskripsi kegiatan, Agustus 2006) walaupun peta tersebut memberikan definisi yang meragukan: “hutan lindung yang ditetapkan sementara sebagai hutan produksi terbatas.” Sumber data sekunder lainnya menunjukkan bahwa area tersebut sebagian besar masih hutan alam (virgin forest) seperti terlihat sbb.:

hutan hutan

Gambar 3. Data sekunder citra satelit pada lokasi ruas Nasreuhe – Sibigo yang didominasi oleh kawasan hutan (sumber: Googlenet).

6

Berdasarkan hasil pemantauan lapangan, kegiatan pembukaan trase jalan di ruas Nasreuhe – Sibigo sudah dilakukan. Hal ini harusnya tidak terjadi karena kegiatan tersebut belum dilengkapi dengan studi AMDAL, apalagi pembukaan tersebut telah mendapat konfirmasi yaitu dilakukan untuk trase sepanjang 30 km. Observasi lapangan menunjukkan bahwa pada saat ini sedang dilakukan pembukaan jalan di area hutan seperti terlihat pada gambar di bawah ini. Hal ini merupakan isu penting yang harus diberikan konfirmasi, dibahas, dan dianalisis pada tahap studi ANDAL.

Gambar 4.

Pembukaan trase jalan di area hutan pada lokasi ruas Nasreuhe – Sibigo

Secara umum, rencana kegiatan jalan Lingkar Pulau Simeulue ini memanfaatkan momentum penyaluran dana dari BRR untuk sekaligus memperbaiki infrastruktur jaringan jalan sehingga arus barang dan jasa melalui jalan darat antar kecamatan dapat terselenggara dengan lebih baik. Selain itu, jalan lingkar ini dimaksudkan pula untuk mengantisipasi aksesibilitas pemasaran hasil perkebunan sawit yang telah dan akan dikembangkan seluas 5.000 ha di Teluk Dalam 3.500 ha dan di Tepah Selatan 1.500 ha (sumber: KA ANDAL Suakbuluh – Lasikin – Maudil, Juli 2006). Beberapa hasil perkebunanan seperti cengkeh, kopra, hasil pertanian, dan perikanan lainnya juga memerlukan akses yang baik untuk pemasaran. Akses jalan yang baik dapat pula dimanfaatkan untuk mengantisipasi perkembangan wisata pantai di Pulau Simeulue yang berpotensi untuk wisata bahari. Secara fisik, kegiatan pembangunan jalan lingkar Pulau Simeulue di ruas Nasreuhe menuju Sibigo sudah dimulai kegiatan fisiknya dengan pembukaan trase jalan melalui

7

Lafakha hingga STA 24 (km 24) dari keseluruhan 46 km ruas Nasreuhe – Lewak – Sibigo (bagian dari total Nasreuhe – Sibigo yang memiliki panjang total 46 km ditambah sekitar 60 km yang belum direncanakan). Jalan eksisting dan jalan yang sedang dibangun ini (24 km) terdiri dari 10,4 km jalan eksisting dari Nasreuhe dan sekitar 14 km jalan yang baru dibuka sebagai bagian dari proyek yang lebih kecil sepanjang 30 km. Berdasarkan informasi di atas, jelas bahwa secara garis besar terdapat dua jenis kegiatan utama pada ruas jalan Maudil – Nasreuhe dan Nasreuhe – Sibigo, yaitu komponen pembukaan jalan baru dan pemeliharaan serta peningkatan jalan. Hal ini perlu diidentifikasi untuk memberikan prioritas pengelolaan lingkungan dimana pada ruas pembukaan jalan baru, masalah lingkungan harus dianalisis dengan teliti dan intensif sementara pada ruas pemeliharaan lebih cenderung pada aspek pengelolaan lingkungan. Dari realisasi kegiatan proyek 30 km ini, berarti paling tidak kegiatan ini sudah membuka sekitar 50% (14 km) sementara menurut pengakuan konsultan pengawas, secara total pekerjaan ini sudah berjalan hingga 76%. Karenanya, kajian lingkungan secara cepat harus memfokuskan pada arahan RKL dan RPL walaupun beberapa isu lingkungan masih bisa dikaji dan diprediksi dampaknya mengingat bahwa perkerasan jalan dan finalisasi pengaspalan jalan masih belum memiliki rencana yang definitif dan masih akan berlangsung cukup lama. Menurut informasi konsultan, secara umum kegiatan proyek 30 km ini sudah melebihi kontrak selama 240 hari (hingga awal September 2006) sejak kesepakatan kontrak bulan Nopember 2005 sehingga memerlukan addendum. Hingga saat ini rencana kerja tindak lanjut pentahapan proyek serta hubungan antara total ruas jalan sekitar 106 km, ruas 46 km yang telah memiliki perencanaan teknis, dan 30 km yang sedang dikerjakan di lapangan, serta kondisi eksisting 10,4 km dari Nasreuhe tidak terinformasikan secara jelas. Demikian pula besaran-besaran kegiatan untuk ruas sepanjang sekitar 60 km (dari keseluruhan 106 km) masih belum dapat dikonfirmasi. Hal ini

termasuk

jadwal

kegiatan

yang

masih

belum

fix.

Untuk

mengakomodasi

pembangunan yang baik maka perencanaan yang matang harus dilakukan tersebih dahulu sebelum melakukan kegiatan konstruksi fisik di lapangan. Adapun beberapa cakupan dan komponen kegiatan pembangunan jalan pada ruas 30 km yang sedang dikerjakan umumnya adalah sebagai berikut (sumber: informasi konsultan pengawas, harus diperinci kembali): 

Kegiatan utama pembukaan jalan baru dengan total lebar 11,5 meter yang melalui daerah hutan (klasifikasi hutan harus direkonfirmasi) dan persawahan di daerah Langi. Perkerasan yang direncanakan merupakan tipe selected embankment,



Galian drainase,



Galian biasa,

8



Timbunan biasa,



Timbunan pilihan,



Penyiapan badan jalan,



Penebangan pohon, dll.

Peralatan yang umumnya digunakan adalah excavator, buldozer, motor grader, vibrator roller, water tank, dan dump truck. Rencana mobilisasi peralatan berat ini harus segera diperhitungkan dengan baik (jumlah dan jadwalnya) guna mengantisipasi dampak negatif yang mungkin timbul akibat kegiatan konstruksi. Penggunaan sejumlah tenaga kerja merupakan aspek lain yang harus direncanakan untuk mengantisipasi dampak sosial ekonomi dan budaya. Adapun komponen kegiatan yang umum dilakukan bagi pemeliharaan dan peningkatan jalan adalah sebagai berikut: 

Mobilisasi tenaga kerja dan peralatan,



Pembangunan sarana drainase jalan,



Galian dan timbunan (cut and fill),



Pelebaran, perkerasan, dan penataan bahu jalan,



Perkerasan berbutir,



Perkerasan aspal,



Pekerjaan struktur,



Pengembalian kondisi,



Pemeliharaan harian.

Cadangan dan penyediaan material konstruksi jalan dipengaruhi oleh struktur geologis Pulau Simeulue. Material konstruksi jalan saat ini sebagian menggunakan batu karang laut dan hasil tinjauan lapangan menunjukkan kondisi ruas jalan eksisting rentan longsor dan penurunan badan jalan. Untuk itu diperlukan material konstruksi yang lebih kokoh seperti batu kali atau batu gunung. Berdasarkan hasil pelingkupan ruas jalan Suakbuluh – Maudil (KA ANDAL Suakbuluh – Lasikin – Maudil, Juli 2006), pemanfaatan batu karang pantai/pesisir untuk konstruksi jalan yang selama ini dilakukan selain menyebabkan terjadi longsor/penurunan badan jalan, apabila terus dilakukan akan mengakibatkan dampak negatif terhadap ekosistem pantai/pesisir. Di sisi lain, struktur lansekap pantai Pulau Simeulue secara umum memiliki kedalaman pantai yang dangkal sehingga rentan terhadap pengambilan material, terutama batu karang pantai. Kerentanan tersebut juga ditunjukkan oleh besarnya potensi longsoran pantai.

9

Oleh karenanya, Pemda Simeulue telah mengeluarkan larangan penambangan batu karang untuk tujuan pembangunan jalan atau untuk pemanfaatan lainnya. Adapun lokasi yang disarankan untuk pengambilan pasir dan batu (sirtu) adalah menjauh dari wilayah pantai/pesisir. Lubang-lubang bekas galian material konstruksi harus direhabilitasi secara tepat guna. Beberapa alternatif lokasi pengambilan sirtu yang ada adalah Kuala Umo (km 15), Kuala Baro (km 20), dan Kuala Bakti (km 46) dari Sinabang. Di ketiga lokasi ini pengambilan sirtu dilakukan di hulu dan sepanjang badan sungai. Untuk itu, perlu kajian mendalam dampak lingkungan akibat kegiatan pengambilan sirtu tersebut. Kebutuhan material konstruksi harus diestimasi dan diuraikan dengan baik pada deskripsi kegiatan di dalam laporan ANDAL. Sebagai informasi awal, bagi ruas jalan yang sudah memiliki perencanaan yang lebih baik yaitu ruas Nasreuhe – Lewak – Sibigo, komponen kegiatan dan kebutuhan material adalah sebagai berikut (sumber: Daftar Kuantitas Perencanaan Teknis Jalan Nasreuhe – Lewak – Sibigo, 2003, terlampir): 

Mobilisasi,



Pemeliharaan dan perlindungan lalu lintas,



Galian selokan drainase dan saluran air sebesar 53.600 m3,



Pasangan batu dengan mortar sebesar 19.832 m3,



Gorong-gorong pipa beton bertulang dengan diameter dalam 95-120 cm sepanjang 120 m,



Galian biasa sebesar 388.480,1 m3,



Galian batu sebesar 37.948 m3,



Timbunan biasa sebesar 82.091,4 m3,



Timbunan pilihan sebesar 9.000 m3,



Pemotongan pohon diameter < 10 cm sebanyak 500 buah,



Pemotongan pohon diameter 10 hingga < 30 cm sebanyak 500 buah,



Pemotongan pohon diameter 30 hingga < 50 cm sebanyak 750 buah,



Pemotongan pohon diameter 50 hingga < 75 cm sebanyak 500 buah,



Pemotongan pohon diameter > 75 cm sebanyak 100 buah,



Pelebaran perkerasan dan bahu jalan dengan lapis pondasi agregat kelas B sebesar 27.600 m3,



Perkerasan berbutir dengan lapis pondasi agregat kelas A sebesar 41.400 m3,



Perkerasan berbutir dengan lapis pondasi agregat kelas B sebesar 55.200 m3,



Perkerasan aspal dengan lapis resap pengikat sebesar 262.200 liter,



Perkerasan aspal dengan lapis pengikat sebesar 96.600 liter,



Perkerasan aspal dengan lapis aus aspal beton (AC-WC) 276.000 m2,

10



Perkerasan aspal dengan lapis pengikat aspal beton (AC-BC) 13.800 m2,



Struktur beton K250 sebesar 2.500 m3,



Baja tulangan U24 polos sebanyak 325.000 kg,



Pasangan batu sebesar 9.831,5 m3,



Pasangan batu kosong sebesar 1.987,5 m3,



Marka jalan thermoplastic seluas 19.320 m2,



Patok DMJ 920 buah,



Pipa untuk pembuangan air dari jalan sepanjang 3.333,3 m,



Papan nama sebanyak 2 buah.

Seluruh kegiatan utama, baik untuk pembukaan trase baru ataupun pemeliharaan dan peningkatan harus diuraikan lebih lanjut pada studi ANDAL. Secara lebih lebih terinci, kegiatan pembangunan jalan tersebut dijelaskan oleh pemrakarsa kegiatan pada lampiran 1.

III. Proses AMDAL khusus Sebagaimana telah disebutkan di atas, proses AMDAL untuk kegiatan pembangunan jalan Lingkar Pulau Simeulue menggunakan mekanisme khusus yang hanya berlaku di Propinsi NAD dan Pulau Nias sesuai dengan Peraturan Menteri LH 308/2005. Secara singkat, proses AMDAL secara keseluruhan dapat mengacu pada gambar di halaman berikut: Pembangunan jalan Lingkar Pulau Simeulue diharuskan menyelesaikan terlebih dahulu kajian

AMDAL

(tanda

panah

terputus-putus),

namun

kenyataannya

kegiatan

pembangunan ini sudah melakukan kegiatan konstruksi fisik (tanda panah solid). Karenanya, di samping melakukan kajian dampak, kegiatan ini harus segera dilengkapi pengelolaan lingkungan. Untuk mendapat pemahaman yang lebih lengkap, semua pihak terkait agar dapat membaca isi dari Peraturan Menteri LH 308/2005 secara lengkap agar memperoleh kejelasan tentang kerangka kerja proses AMDAL khusus. Sebagai bahan perbandingan dengan proses AMDAL konvensional yang berlaku di tempat lain di Indonesia, pengguna dokumen ini dapat melihat Peraturan Pemerintah RI nomor 27 tahun 1999 tentang AMDAL. Tanda panah menunjukkan tahap-tahap proses AMDAL yang telah dilakukan dan yang harus segera dilakukan karena telah terlambat dan tidak mengikuti sekuensial yang seharusnya dilakukan. Seharusnya pekerjaan pembangunan fisik tidak dilakukan sebelum proses kajian AMDAL selesai dilakukan. Tahap pengumuman, yang diberi tanda panah

11

terputus, belum dilakukan. Karenanya, seiring dengan proses pelingkupan ini, pemrakarsa harus segera melaksanakan pengumuman dan mengakomodasi masukan masyarakat di dalam proses konsultasi masyarakat pada saat melakukan pelibatan masyarakat dan studi ANDALnya.

Proses penapisan melalui daftar kegiatan wajib AMDAL

AMDAL disyaratkan

Belum dilakukan

Proposal kegiatan dari pemrakarsa dan pengumuman

Selesai dilakukan

Penyusunan Kerangka Acuan (KA ANDAL) oleh Tim Teknis dan Pembahasan KA ANDAL oleh Komisi & Pemrakarsa

AMDAL tidak diperlukan

Penyusunan Upaya Pengelolaan dan Pemantauan lingkungan (UKL-UPL)

Penyusunan dokumen ANDAL, RKL dan RPL oleh Pemrakarsa

Penilaian ANDAL, RKL dan RPL oleh Komisi

Persetujuan oleh Gubernur

Perijinan

Sudah dimulai

Pembangunan fisik

Gambar 5. Skema proses AMDAL yang akan dilakukan untuk Pembangunan Jalan Lingkar Pulau Simeulue di Kabupaten Simeulue

12

IV. Dokumen ANDAL, RKL dan RPL Jalan Lingkar Pulau Simeulue Dokumen ANDAL, RKL dan RPL yang dihasilkan dari studi ANDAL harus didasarkan pada dokumen Kerangka Acuan ini dan harus mencakup beberapa hal utama. Prinsip konservasi lingkungan harus diakomodasi dengan baik dalam kajian AMDAL ini dan dapat menghidari dampak lanjutan yang lebih besar seperti halnya penebangan liar. Dokumendokumen ini harus dilengkapi dengan suatu ringkasan yang disusun dengan bahasa yang sederhana, non teknis,

dan mudah dipahami oleh semua kalangan pembaca dan

pengguna dokumen ini. Ringkasan ini tidak saja ditujukan untuk dibaca oleh para eksekutif tetapi sedapat mungkin dapat dipahami oleh masyarakat luas. Dokumen ANDAL secara mendasar harus mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. Pendahuluan yang berisi maksud dan tujuan khusus dilaksanakannya kegiatan pembangunan jalan Lingkar Pulau Simeulue; 2. Uraian tentang kesesuaian kegiatan pembangunan jalan Lingkar Pulau Simeulue dengan tata ruang, kebijakan pembangunan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 3. Deskripsi kegiatan pembangunan jalan Lingkar Pulau Simeulue yang memungkinkan untuk mencapai maksud dan tujuan yang telah ditetapkan, termasuk rencana usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan; 4. Kondisi rona lingkungan awal di wilayah studi; 5. Kajian dampak lingkungan akibat kegiatan pembangunan jalan Lingkar Pulau Simeulue yang mencakup seluruh isu penting dan dampak hipotetik yang tercantum di dalam Bab V dari dokumen KA ini; 6. Arahan pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Dokumen RKL secara mendasar harus mencakup upaya-upaya dan rencana-rencana untuk menghindarkan

dampak,

mengurangi

dampak

(mitigasi),

mengelola,

serta

mengendalikan dampak yang mungkin terjadi. Khusus untuk kegiatan pembangunan jalan Lingkar Pulau Simeulue, dokumen RKL dan RPL harus lebih fokus pada berbagai tindakan pengelolaan dan pemantauan karena kegiatan ini sudah dilaksanakan pembangunannya. Dokumen RKL ini secara umum harus memuat hal-hal sebagai berikut: 1. Komponen atau

parameter

lingkungan

hidup yang

diprakirakan

mengalami

perubahan mendasar menurut hasil analisis dampak lingkungan hidup; 2. Sumber dampak yang telah dikaji pada dokumen ANDAL;

13

3. Tolok ukur dampak untuk mengukur perubahan komponen lingkungan hidup; 4. Tujuan rencana pengelolaan lingkungan hidup dan tolok ukur kinerja pengelolaan lingkungan dampak lingkungan hidup; 5. Upaya-upaya pengelolaan lingkungan hidup; 6. Lokasi pengelolaan lingkungan hidup; 7. Institusi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan lingkungan hidup. Dokumen RPL secara medasar harus mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. Komponen atau parameter lingkungan hidup yang dipantau; 2. Sumber dampak; 3. Parameter lingkungan hidup yang dipantau; 4. Tujuan pemantauan lingkungan hidup; 5. Metode pemantauan lingkungan hidup; 6. Jangka waktu dan frekwensi pemantauan; 7. Lokasi pemantauan lingkungan hidup; 8. Institusi yang bertanggung jawab dalam pemantauan lingkungan hidup. Penggunaan sumber-sumber data dan informasi yang sahih di dalam dokumen ANDAL, RKL dan RPL, baik dari penelitian langsung (data primer) ataupun data sekunder, literatur, penelitian lain, atau hasil konsultasi dengan instansi terkait dan dengan masyarakat harus dilakukan sesuai dengan kaidah penulisan referensi yang benar. Ketika penilaian (judgment) atau pendapat para ahli digunakan,

hal tersebut harus

disebutkan secara jelas sebagai suatu hasil penilaian ahli. Dasar penilaian atau pendapat para ahli tersebut harus dikemukakan alasan atau dasar pembenarannya. Keahlian yang membuat penilaian atau pendapat tersebut, termasuk kualifikasi dan pengalamannya, harus disampaikan pula. Jika ulasan terhadap suatu isu dampak memerlukan penelitian dan perhitungan yang bersifat teknis (misalnya untuk emisi debu dan gas buang, kepadatan lalu lintas, erosi, pengelolaan limbah cair atau drainase), hal ini diharapkan didampingi dengan pertimbangan profesional untuk memverifikasi kesimpulan dan rekomendasi yang diberikan. Sebagai tambahan, penyusunan dokumen ANDAL, RKL-RPL dapat juga mengacu pada Keputusan Kepala BAPEDAL nonor 09 tahun 2000.

14

V. Isu-isu utama Berikut adalah isu-isu utama yang terkait dengan potensi dampak akibat pembangunan jalan Lingkar Pulau Simeulue dimana pelaksana studi harus sedapat mungkin memenuhi permintaan dari dokumen Kerangka Acuan serta menjawab isu-isu utama ini.

Bagian 1. Perencanaan dan alternatif kegiatan 1. Uraikan rencana kegiatan pembangunan jalan lingkar Pulau Simeulue secara lengkap dan jelas. Deskripsikan berbagai alternatif konstruksi jalan yang akan digunakan (tipe yang digunakan) dan metode pembangunannya. 2. Deskripsikan dan berikan justifikasi tujuan dan manfaat dari pengembangan jalan lingkar tersebut. Selanjutnya, terkait dengan analisis jaringan jalan, kaji pula pusatpusat pengembangan wilayah eksisting dan prediksikan pusat-pusat pengembangan wilayah setelah pembangunan jalan tersebut. 3. Uraikan dan berikan alasan penggunaan alternatif-alternatif trase jalan berdasarkan situasi nyata di lapangan, disain awal, dan disain akhir yang disepakati, sehingga pilihan yang dilakukan menunjukkan alternatif yang terbaik (jalan lingkar atau jalan tembus). Kaji alternatif jaringan jalan yang ada di Pulau Simeulue dan pengaruh jalan Lauke – Bulu Hadek sebagai penghubung ruas timur dan barat terhadap pengembangan wilayah. 4. Kaji dan tetapkan perencanaan, penganggaran, serta jadwal pembangunan jalan, guna mengoptimalkan jalan yang baru dibangun (rencana penutupan sesegera mungkin, perkerasan, pengaspalan), pemeliharaan, dan kerusakan jalan tersebut khususnya jalan yang menggunakan bahan karang jari sebagai perbaikan tanah dasar agar tidak menimbulkan dampak lingkungan lanjutan. 5. Kaji penyebab ketidakselarasan pembangunan jembatan dan keseluruhan jaringan jalan serta sarankan pengelolaannya (sperti diantaranya penyediaan rambu-rambu lalu lintas, percepatan pembangunan jembatan, dll) guna mencegah kecelakaan lalu lintas bagi pengguna jalan. 6. Jelaskan alternatif penyediaan air bersih untuk para pekerja dan pemeliharaan jalan selama pekerjaan pembangunan dilakukan. 7. Kaji secara singkat pilihan “do nothing” atau skenario jika kegiatan pembangunan jalan Lingkar Pulau Simeulue tersebut tidak dilakukan.

15

Bagian 2. Isu lingkungan 1. Kaji potensi dampak kebisingan yang ditimbulkan selama masa konstruksi dan masa ketika operasional jalan. 2. Emisi debu adalah dampak potensial dari kegiatan pembangunan jalan baru. Karena pembangunan jalan dilakukan di daerah yang minim jumlah penduduknya maka dampak emisi debu terhadap manusia diperkirakan rendah. Prediksikan potensi emisi debu baik dari kegiatan konstruksi, pengangkutan, dan operasional penggunaan jalan pengaruhnya terhadap kesehatan masyarakat. Prediksi potensi pencemaran udara dari sumber lainnya karena kemungkinan polusi ini akan meningkat sejalan dengan pertambahan volume lalu lintas. Rencanakan pengelolaan emisi debu yang terkait dengan gangguan terhadap manusia dan flora di sekitar lokasi kegiatan pembangunan jalan. 3. Kaji ulang pelaksanaan konstruksi jalan di lapangan disesuaikan dengan spesifikasi dan disain yang telah dibuat sehingga kestabilan lereng dapat dijamin serta tidak terjadi retak jalan, erosi, dan longsoran jalan. 4. Prediksikan dampak pemotongan bukit pada pelaksanaan konstruksi jalan terhadap kemungkinan gangguan pada aliran air tanah yang ada di bukit tersebut. Kaji pula sumber-sumber mata air pada jalur tersebut untuk mendapat perlindungan. 5. Longsoran akibat kegiatan galian dan timbunan (cut and fill) merupakan salah satu isu penting akibat kegiatan pembangunan jalan. Untuk itu kajian ANDAL harus memprediksi dan mengevaluasi masalah longsoran yang ditimbulkan dari kegiatan pembangunan jalan. Hal ini akan berkaitan dengan keselamatan pekerja, pemakai jalan, dan dampak lanjutan terhadap erosi lereng dan sedimentasi di badan-badan air yang ada. Kaji potensi sedimentasi akibat longsoran dan erosi yang mungkin timbul dari kegiatan tersebut. Rencanakan upaya untuk menjaga kualitas air permukaan dari pengaruh dampak kegiatan pembangunan jalan. 6. Kaji dan lakukan rencana pemanfaatan kembali top soil yang dikupas dari kegiatan galian/pemotongan lahan (cut) untuk penggunaan yang lebih bermanfaat di masa mendatang atau dikembalikan kepada lahan alternatif. 7. Kestabilan lereng merupakan isu teknis yang berkaitan langsung dengan keselamatan pekerja dan keselamatan pemakai jalan. Dari sisi lingkungan, dampak potensialnya adalah erosi lereng dan sedimentasi. Untuk itu, hal ini perlu dikaji untuk mendapatkan pengelolaan yang tepat sehingga tidak menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Erosi adalah dampak lingkungan yang sangat tipikal dihasilkan dari

16

kegiatan pembangunan jalan. Untuk itu, ANDAL harus dapat mengkaji, memprediksi, dan mengevaluasi dapak erosi tersebut. 8. Kaji dan lakukan inventarisasi flora dan fauna di hutan yang dibuka untuk jalur jalan dan rencanakan pengelolaan terhadap flora atau fauna yang dilindungi. 9. Sarankan dan laksanakan cara-cara pengelolaan untuk penempatan dan penumpukan material konstruksi jalan yang sesuai dengan kaidah pembangunan jalan yang benar sesuai dengan dokumen spesifikasi teknis yang terkait serta undang-undang jalan raya. Sarankan cara-cara pengawasan dan penindakan yang efektif untuk mencegah dampak

dari

penempatan/penumpukan

material

tersebut

serta

rencanakan

pengelolaan tumpukan material sehingga tidak menimbulkan ceceran, aliran material yang dapat menyebabkan sedimentasi pada badan-badan air atau mengganggu keselamatan pengguna jalan. 10. Kaji penggunaan alat angkut material konstruksi terkait dengan kekuatan jalan agar diperoleh angkutan yang efesien dan optimal serta tidak merusak jalan.

Bagian 3. Penggunaan material konstruksi jalan 1. Kaji sumber-sumber material (berdasarkan rencana dari pemrakarsa) untuk bahan bangunan jalan yang ada dan menentukan lokasi bahan yang layak dipakai untuk membangunan jalan Simeulue. Kaji lokasi-lokasi pengambilan material yang baru dan kemungkinan pengambilan material dari luar pulau. Selanjutnya pelaksana studi mengkaji dampak lingkungan yang mungkin terjadi akibat penggunaan material yang ditunjuk oleh Pemrakarsa. 2. Estimasikan volume material bahan galian untuk kebutuhan pembangunan jalan yang diambil untuk seluruh rencana kegiatan. Kaji kendala ketersediaan jenis material di Pulau Simeulue. 3. Kaji alternatif sumber penyediaan bahan baku untuk pembangunan jalan, lokasi quarry dan bahan material lainnya yang akan digunakan selama pelaksanaan pembangunan jalan hingga perkerasan dan pelapisan jalan. 4. Kaji dampak penggunaan lahan penambangan material jalan (quarry) terutama kaitannya terhadap kualitas air, gangguan terhadap muka air tanah, dan rencanakan pengelolaan pasca pemanfaatan quarry tersebut. 5. Kaji alternatif penggunaan jalan Lauke – Bulu Hadek untuk memudahkan dan mengurangi dampak pengangkutan bahan material terhadap jalan yang ada.

17

6. Deskripsikan hasil uji kelayakan penggunaan karang jari sebagai bahan timbunan jalan yang dibiarkan terbuka karena sifatnya yang mudah hancur dan menjadi debu dan lepas sehingga mudah terbawa air, erosi, dan menimbulkan gerusan terhadap badan jalan tersebut sehingga diperlukan saran penanganan khusus dari penggunaan bahan tersebut. Akibat penggunaan bahan di atas kaji potensi timbulan debu terhadap kesehatan masyarakat dan sedimentasi pada saluran/parit drainase. 7. Kaji dampak dari pengambilan karang laut di pantai sebagai bahan konstruksi jalan terhadap perubahan garis pantai serta kerusakan pantai yang dapat berlanjut pada kerusakan jalan di dekat garis pantai. Prediksikan pula potensi intrusi air laut akibat pengambilan material di quarry di tepi pantai. Pastikan lokasi pengambilan bahan tambang agar tidak dilakukan di sempadan pantai (200m) sesuai dengan peraturan yang berlaku (Undang-Undang nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang dan Undang-Undang Sumber Daya Alam). 8. Sarankan berbagai alternatif pengelolaan lahan bekas Bahan Galian C (lubang-lubang bekas galian) yang tepat guna dan dapat memberikan nilai tambah dalam rangka rehabilitasi dan perbaikan bentang lahan. Sejalan dengan hal ini, pemrakarsa diarahkan dalam pengelolaannya untuk menggunakan suplier Bahan Galian C yang telah memenuhi syarat izin dan memiliki UKL dan UPL.

Bagian 4. Dampak lingkungan lanjutan/turunan 1. Kaji dampak lanjutan yang skalanya lebih besar dari dampak primer kegiatan pembangunan jalan. Illegal logging adalah salah satu dampak nyata yang sudah terjadi di areal sekitar lokasi pembukaan jalur jalan. Rencanakan pengelolaan dan koordinasi yang dapat dilakukan untuk mengurangi kegiatan penebangan hutan secara illegal. 2. Kaji dan koordinasikan potensi konflik penggunaan/pembukaan jalan dengan penataan hutan (kebijakan, upaya konservasi, atau tukar pakai yang telah atau akan dilakukan). Uraikan prosedur alih fungsi hutan yang telah atau akan ditempuh kegiatan ini. 3. Kaji potensi perubahan land use di sepanjang jalan baru. Rencanakan pengawasan dan pengaturan yang tepat bagi pemukiman yang biasanya tidak terkontrol menyerbu DMJ. Koordinasikan dengan instansi yang melakukan pengawasan terhadap peraturan mengenai tata ruang. 4. Rencanakan pengelolaan lalu lintas (tanda-tanda dan sosialisasi) untuk menjamin keamanan para pemakai jalan.

18

5. Kaji potensi peningkatan volume lalu lintas terhadap jalan di luar proyek dan dampak

dari

beban

kendaraan

terhadap

kekuatan

jalan

(misalnya

akibat

pengangkutan material dari quarry).

Bagian 5. Tata ruang, fungsi lahan, dan pengembangan wilayah 1. Kaji dan konfirmasikan (dengan instansi terkait) status kepemilikan lahan di sepanjang trase jalan yang direncanakan dari sisi kepemilikan masyarakat ataupun dari sisi pembatasan hutan lindung terkait dengan tata guna lahan yang berlaku. 2. Kaji dampak pembangunan jalan terhadap potensi terjadinya pembukaan lahan dan potensi illegal logging yang akan menyebabkan kerusakan hutan yang selanjutnya dapat menyebabkan kerusakan tata air. Sarankan

penetapan tataguna lahan

terutama untuk fungsi hutan lindung serta upaya pengawasan. Konfirmasikan dengan instansi terkait definisi “Hutan lindung yang difungsikan sebagai hutan produksi sementara”. Hindari trase jalan yang melewati hutan lindung jika telah diperoleh kejelasan penetapannya. 3. Kaji pengaturan pemukiman sepanjang jalan yang ada dengan menerapkan pentaatan DMJ dan sempadan bangunan agar tidak ada masalah klaim di masa mendatang dan potensi kecelakaan. 4. Kaji pencadangan/penyediaan lahan untuk rencana pembangunan jalan lingkar Pulau Simeulue tersebut dan dampaknya kepada kepemilikan lahan di sepanjang rencana trase jalan tersebut. Sesuaikan lebar DMJ tersebut dengan peraturan yang berlaku untuk penggunaan jalan. Sarankan untuk melakukan penandaan batas jalan dengan menggunakan patok tetap agar diketahui secara luas oleh masyarakat dan pengguna jalan dan disosialisasikan batas patok tersebut dalam rangka pelibatan masyarakat. 5. Prediksikan dampak pembangunan jalan terhadap aglomerasi pemukiman dan pengembangan kegiatan ekonomi berdasarkan potensi ekonomi yang ada. Hal ini dijadikan bahan bagi pemerintah daerah untuk menyediakan prasarana bagi masyarakat. 6. Kaji basis-basis ekonomi di sepanjang ruas rencana jalan untuk mengetahui potensi masing-masing wilayah dalam mendukung pusat-pusat pengembangan yang ada. Hal ini penting terkait dengan strategi pengembangan suatu pulau yang rentan terhadap kerusakan, misalnya ketersediaan air yang terbatas atau menurun akibat hilangnya

19

hutan. Hal ini diperlukan untuk rencana pengembangan wilayah dan penetapan tata ruang. 7. Kaji potensi pengembangan wilayah dari sisi komoditas yang dihasilkan dan kaji dampak dari pengembangan jalan terhadap mobilitas penduduk dan kegiatan ekonomi Pulau Simeulue. 8. Terkait antara kegiatan perkebunan dan kehutanan, kaji pemanfaatan lahan dan fungsi hutan produksi serta kemungkinannya untuk diarahkan kepada perkebunan rakyat yang dapat menjamin ketersediaan sumber daya air.

Bagian 6. Sosial Ekonomi Budaya 1. Kaji dan uraikan peluang dan penggunaan tenaga kerja lokal yang mungkin timbul sesuai dengan keahlian yang diperlukan selama pekerjaan pembangunan jalan untuk mengurangi gejolak/kecemburuan sosial.dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi setempat. Kaji pula potensi dampak positif dari kegiatan pembangunan jalan ini terhadap kegiatan ekonomi mikro setempat. 2. Kaji potensi kesenjangan sosial ekonomi dan budaya dari para pekerja pendatang dan pekerja setempat serta penduduk lokal. Rencanakan upaya penanganan dampaknya. 3. Kaji potensi klaim lahan di kiri dan kanan jalan setelah pekerjaan konstruksi jalan selesai dilaksanakan. Lakukan koordinasi dengan instansi yang mengatur dan mengendalikan kepemilikan lahan. Kejelasan atas kepemilikan lahan di sekitar trase jalan akan mempermudah pengelolaan potensi konflik tersebut.

Bagian 7. Lain-lain 1. Rencanakan penanganan lalu lintas untuk keselamatan pengguna jalan dan pekerja. 2. Siapkan SOP untuk penggunaan base camp pembangunan jalan dan pengendalian potensi terhadap pencemaran air tanah akibat kegiatan base camp tersebut. 3. Uraikan rencana pengelolaan bagi penumpukan material konstruksi dan sampah yang dihasilkan dari aktifitas pekerja konstruksi jalan. 4. Uraikan upaya-upaya untuk menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja.

20

Bagian 8. Konsultasi masyarakat 1. Lakukan konsultasi dengan pihak terkait dari pemda/dinas-dinas di lingkungan Kabupaten Simeulue terutama instansi yang menangani kehutanan (untuk klarifikasi fungsi hutan lindung dan kegiatan penebangan pohon bagi kebutuhan jalur jalan ataupun pengawasan penebangan liar), Bappeda (untuk perencanaan pengembangan wilayah), BPN (untuk pengaturan alokasi lahan dan potensi klaim lahan dari masyarajat), PU (untuk rencana jaringan jalan dan penataan pemukiman), Dinas Perikanan dan Kelautan (untuk potensi pengembangan perikanan tangkap), Dinas Ketertiban dan Kebersihan (yang menangani masalah lingkungan), Dinas Perhubungan Darat (untuk pengendalian lalu lintas). 2. Lakukan konsultasi dengan masyarakat lokal, terutama penduduk di sekitar Kampung Aie, Nasreuhe, Langi, dan Sibigo sehingga masyarakat mendapat informasi yang memadai tentang rencana pembangunan di sekitar tempat tinggal mereka dan dapat berpartisipasi menuju pembangunan masyarakat yang ideal. Tampung berbagai usulan dari masyarakat dan kaji implikasinya terhadap kegiatan pembangunan jalan Lingkar Pulau Simeulue sehingga semua pihak mendapatkan manfaat.

Bagian 9. Wilayah studi Pemrakarsa kegiatan pembangunan jalan Lingkar Pulau Simeulue harus menetapkan batas-batas wilayah studi sebagaimana lazimnya dilakukan di dalam suatu studi ANDAL untuk memastikan pelaksanaan studi yang fokus dan tepat serta efektif. Batas-batas studi kemudian digunakan untuk memilih titik-titik sampel untuk keperluan pengambilan data primer dan sekunder guna kebutuhan penelitian dan pengkajian serta prediksi dampak. Selain mengacu kepada definisi batas-batas wilayah studi yang berlaku, setiap penarikan garis batas pada peta dengan skala yang memadai harus dilengkapi dengan alasan yang tepat dan rasional. Alasan serta justifikasi tersebut harus juga dilakukan pada saat menentukan titik-titik sampel yang berada di dalam resultante batas wilayah studi yang dimaksud. Dalam menentukan batas-batas wilayah tersebut, pemrakarsa agar mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 1. Batas proyek Batas proyek agar berkonsentrasi pada DMJ yang dikaji terhadap tata ruang dan klaim masyarakat yang mungkin timbul di masa mendatang. Batas proyek juga harus mempertimbangkan area quarry untuk penyediaan material jalan dengan jarak yang

21

memadai

dari

kegiatan/aktifitas

fisik

pada

masing-masing

komponen

kegiatan

(terkecuali jika pengelolaan quarry dilakukan oleh pemrakarsa lain atau pihak ketiga). 2. Batas ekologis Penentuan batas ekologis agar mempertimbangkan keberadaan berbagai badan air (DAS) di sekitar lokasi trase jalan. Batas ekologis juga agar mempertimbangkan arah angin dominan (yang dianalisis melalui kajian wind rose) di sekitar lokasi kegiatan guna memperkirakan dampak penyebaran emisi debu. Selain itu, batas ekologis harus mempertimbangan keberadaan/lokasi hutan lindung yang terdekat atau berbatasan dengan batas proyek. Bentuk batas ekologis harus dapat dijelaskan secara ilmiah mengapa garis batas tersebut dipilih. 3. Batas administrasi Batas administrasi agar difokuskan pada wilayah administrasi seluruh kecamatan yang dilalui proyek ini yaitu Kecamatan Teupah Barat, Simeulue Tengah, Salang, Alapan dan Simeulue Barat walaupun terbuka kesempatan untuk menarik batas yang lebih luas selama penentuan tersebut dapat dijelaskan secara rasional. Penentuan batas administrasi ini sedapat mungkin harus mengacu pada rencana tata ruang Kabupaten Simeulue serta memperhitungkan kewenangan pengawasan dari wilayah administrasi terhadap dampak yang mungkin timbul seperti halnya kegiatan penebangan hutan secara liar (illegal logging).. 4. Batas sosial Batas sosial agar difokuskan pada pemukiman di daerah-daerah Kampung Aie, Nasreuha, Langi, dan Sibigo. Batas-batas atau tempat-tempat konsentrasi interaksi sosial tersebut dapat saja dikembangkan jika terdapat informasi lain yang lebih menentukan. Jelaskan pula mengapa batas-batas tersebut dipilih. Pertimbangkan pula rencana-rencana pemukiman yang ada pada rencana tata ruang Kabupaten Simeulue. Sebagai hasil akhir, penentuan keseluruhan batas studi merupakan delineasi wilayah studi sebagai resultante dari batas-batas di atas. Penentuan resultante ini agar dilakukan dengan alasan dan justifikasi yang rasional bukan sekedar menarik garis terluar dari keseluruhan batas-batas yang ada. Penggambaran

batas

wilayah

studi

diharapkan

menggunakan

peta-peta

yang

representatif, jelas, dan sesuai tema pembahasannya. Sebagai hasil akhir penentuan batas wilayah studi, resultante tersebut kemudian digunakan untuk menetapkan lokasilokasi atau titik-titik sampling berdasarkan alasan-alasan yang kuat.

22

Bagian 10. Kepakaran yang diperlukan Dalam studi ANDAL ini agar pemrakarsa dapat menunjuk pelaksana studi yang memiliki kompetensi dan keahlian yang sesuai dengan bidang yang ditelitinya. Secara minimal (dapat dikembangkan sesuai kebutuhan), tim studi ANDAL untuk kegiatan pembangunan jalan Lingkar Pulau Simeulue harus memiliki tenaga-tenaga ahli sebagai berikut: 1. Ahli Jalan dan transportasi, 2. Ahli Ekonomi pembangunan, 3. Ahli Pembangunan wilayah, 4. Ahli Sosial Budaya , 5. Ahli Kesehatan Masyarakat, 6. Ahli Biologi/Kehutanan, 7. Ahli Hidrologi, 8. Ahli Manajemen Lingkungan, 9. Ahli Geologi. Ketua dipilih dari tenaga-tenaga ahli tersebut di atas dan harus bersertifikat AMDAL penyusun

VI. Daftar Lampiran Lampiran 1: Lampiran 2: Lampiran 3: Lampiran 4:

Deskripsi kegiatan pembangunan jalan Lingkar Pulau Simeulue Foto hasil observasi lapangan Hasil pembahasan oleh Komisi Penilai AMDAL Propinsi NAD tanggal 23 Nopember 2006 Surat Perintah Tugas (SPT) Tim Teknis AMDAL Khusus

23

LAMPIRAN

LAMPIRAN 1

LAMPIRAN 1 Deskripsi kegiatan pembangunan jalan Lingkar Pulau Simeulue (Berdasarkan dokumen yang disampaikan oleh Satker BRR)

LAMPIRAN 2

LAMPIRAN 2 Foto hasil observasi lapangan

Foto 1. Jalur jalan eksisting dari arah Nasreuhe menuju Lafakha. Nampak kondisi jalan sangat buruk dan hal ini terjadi di banyak ruas jalan yang memerlukan perawatan.

Foto 2. Jalur jalan eksisting dari arah Nasreuhe menuju Lafakha. Nampak kondisi jalan yang terendam yang memerlukan perawatan.

Foto 3. Selain kondisi jalan yang rusak berat, banyak jembatan yang putus dan memerlukan perbaikan yang sangat besar.

Foto 4. Titik awal pembangunan proyek dengan besaran 30 km yang dimulai pada STA 10,4 dari Nasreuhe.

Foto 5. Pekerjaan pembukaan trase jalan (cut and fill) di STA 24 Lafakha yang telah dimulai kegiatan konstruksinya sebelum studi ANDAL selesai dilaksanakan.

Foto 6. Titik akhir bukaan trase jalan yang dapat dipantau pada kira-kira STA 24 dari Nasreuhe menuju Sibigo. Nampak potensi dampak akibat pembukaan trase jalan seperti erosi dan sedimentasi.

Foto 7. Pemadatan yang kurang baik serta pengaturan kemiringan lereng pada bahu jalan dapat menimbulkan erosi kepada badan jalan (STA 24)

Foto 8. Penumpukan material konstruksi jalan yang tidak dilindungi pada badan jalan dapat menghanyutkan material akibat kegiatan lalu lintas dan akibat aliran air permukaan serta dapat menimbulkan potensi kecelakaan bagi pengguna jalan.

Foto 9. Flora yang terkena dampak, potensi longsoran dan erosi akibat kestabilan lereng serta potensi sedimentasi di badan air permukaan.

Foto 10. Kestabilan dan potensi longsoran di tebing di pinggir trase jalan yang baru dibuka sebelum dikelola menggunakan teknik yang tepat.

Foto 11. Proses pemadatan dan penggunaan material yang kurang tepat dapat menimbulkan potensi longsoran, retakan badan jalan dan erosi serta sedimentasi pada badan air.

Foto 12. Terdapat banyak badan air permukaan (terutama sungai) yang memerlukan perhatian agar tidak terkena pencemaran selama dilakukan pemeliharaan dan peningkatan jalan.

Foto 13. Penggunaan batu karang sebagai bahan konstruksi yang telah dilarang oleh pemerintah daerah setempat.

Foto 14. Kegiatan penambangan bahan galian C untuk material konstruksi jalan yang dilakukan di muara oleh pihak ke tiga ataupun oleh kontraktor jalan dapat menimbulkan dampak jika tidak dikelola.

Foto 15. Lokasi pengambilan bahan konstruksi dari pantai yang meninggalkan lubang-lubang yang tidak dikelola dengan baik.

Foto 16. Lokasi pengambilan material galian C di daerah perbukitan yang juga harus dikelola dengan baik.

Foto 17. Potensi lokal kebun cengkeh yang memerlukan pengembangan kembali sejalan dengan pengembangan wilayah di Pulau Simeulue.

Foto 18. Potensi lokal kebun kelapa yang memerlukan pengembangan dan peremajaan kembali sejalan dengan pengembangan wilayah di Pulau Simeulue.

Foto 19. Potensi lokal ternak kerbau dan sapi yang memerlukan pengembangan sejalan dengan pengembangan wilayah di Pulau Simeulue.

Foto 20. Potensi lokal jasa perdagangan di salah satu simpul perkembangan Kampung Aie yang memerlukan pengembangan sejalan dengan pengembangan wilayah di Pulau Simeulue.

Foto 21. Potensi witasa bahari yang memerlukan perencanaan yang baik terkait dengan penyediaan sarana akses jalan menuju lokasi tersebut.

Foto 22. Potensi terumbu karang di sekitar Pulau Simelue dilihat dari udara yang perlu dijaga kelestariannya.

Foto 23. Potensi lokal perkebunan kelapa sawit yang memerlukan akses transportasi, namun jika tidak direncanakan dan dikelola dengan baik dapat menimbulkan potensi hama dan merusak hutan.

Foto 24. Potensi hutan yang masih sangat besar di Pulau Simeulue yang memerlukan perencanaan yang baik dari sisi eksploitasinya ataupun perlindungannya.

LAMPIRAN 3

LAMPIRAN 3 Hasil rapat pembahasan oleh Komisi Penilai AMDAL Propinsi NAD pada tanggal 23 Nopember 2006 Rapat pembahasan draft dokumen Kerangka Acuan ANDAL untuk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Jalan Lingkar Pulau Simelue telah selesai dilakukan pada tanggal 23 Nopember 2006. Berbagai tambahan dan perbaikan dari Komisi Penilai AMDAL sedapat mungkin diakomodasi di dalam perbaikan dokumen KA ANDAL Final. Selain berbagai masukan untuk perbaikan dokumen KA ANDAL, terdapat pula berbagai masukan kepada pemrakarsa yang menyangkut uraian rencana kegiatan yang harus lebih lengkap, dan klarifikasi atau koordinasi penggunaan hutan kepada dinas kehutanan karena kemungkinan melalui taman nasional, dsb. Untuk keperluan tersebut, lampiran ini memberikan penjelasan dan penegasan terhadap berbagai hal yang diperhatikan oleh para anggota Komisi Penilai. Di bawah ini diberikan berbagai penjelasan sesuai dengan kelompok bahasan yang menjadi perhatian. Klarifikasi proses AMDAL yang ditempuh, mekanisme penyusunan KA ANDAL Anggota Komisi Penilai menyoroti hal-hal sebagai berikut: 

Isu utama dipandang tidak jelas demikian pula terdapat pengulangan penyebutan isu utama. Pencantuman isu utama agar lebih jelas dan ditambahi dengan matriks misalnya.



KA ANDAL ini tidak jelas metode yang digunakannya.



Terdapat anggota Komisi yang memandang bahwa penyusunan KA ANDAL ini kurang tepat dengan menggunakan model instruksi.



Tim Teknis diharapkan melengkapi dengan diagram alir karena dipandang lebih sederhana. Demikian pula batas wilayah studi agar didelineasi dengan lebih pasti.

Tim teknis mengakui kemungkinan adanya perbedaan pandangan tentang kejelasan isuisu penting di dalam KA ANDAL. Tim teknis telah membahas isu-isu ini dan mengelompokannya melalui diskusi kelompok. Berbagai asumsi dan pandangan dari pihak lain sangat mungkin terjadi dalam menterjemahkan isu-isu yang disampaikan. Hal ini harus dapat dielaborasi dengan baik oleh pelaksana studi ANDAL pada saat pelaporan atau penyusunan dokumen AMDAL. Hal yang paling penting adalah bahwa penyusun AMDAL

dapat

memahami

isu

penting

yang

disampaikan

dan

memberikan

jawaban/justifikasi ilmiah terhadap isu yang hasil dari pelingkupan tim teknis.

Penggunaan kalimat perintah sudah dibahas berulang-ulang dan tidak seharusnya dipermasalahkan, hal ini memang diarahkan sesuai dengan cara baru penyusunan KA ANDAL sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Menteri 308/2005. Demikian halnya dengan usulan penggunaan diagram alir, hal ini hanyalah sebagai alat yang tidak harus ditayangkan karena yang terpenting adalah bahwa isu-isu penting sudah tercantum di dalam proses pelingkupan oleh Tim Teknis. Di dalam penyusunan KA ANDAL

sesuai

dengan peraturan tersebut memang tidak disebutkan (dan tidak diharapkan) tim teknis untuk menetapkan secara kaku metode studi yang harus dilakukan. Hal ini akan sepenuhnya

diserahkan

kepada

pelaksana

studi

dan

penyusun

ANDAL

dengan

menerapkan kaidah ilmiah yang berlaku untuk setiap hal yang dianalisis. Peraturan Menteri LH 308/2005 memberi keleluasaan cara penulisan selama hal tersebut dapat dipahami dengan baik oleh semua pihak yang terlibat. Deskripsi kegiatan 

Rencana kegiatan dianggap tidak jelas. Demikian pula bahwa AMDAL belum dilakukan tapi proyek sudah ada.



Kepentingan proyek belum dijelaskan.



Koordinat lokasi kegiatan tidak jelas dan tidak disebutkan.



Dalam deskripsi proyek koordinat yang dicantumkan berbeda.



Informasi tentang ketersediaan material batuan dari quarry bisa ditempuh dari Sibigo ke Teluk Dalam.



Perlu konfirmasi bahwa kebun sawit yang disebutkan adalah milik PDKS (di Tepah Dalam).



Batu karang gunung dapat digunakan bukan karang (dari pantai) asal tidak mengganggu ekosistem.



Harus ada kejelasan mengapa jalan ini dibangun, harap mengacu pada rencana tata ruang.



Untuk status hutan agar berkoordinasi dengan dinas kehutanan.



Deskripsi kegiatan tidak jelas misalnya tentang panjang dan lebar jalan rencana serta luasan lahan. Hal ini akan mempengaruhi komponen lainnya seperti pembebasan.



Perlu penjelasan tentang rencana ruas jalan, alternatif pelapisan dan potensi kerusakan lingkungan akibat operasi quarry.

Terhadap masukan di atas, Tim Teknis setuju bahwa hal-hal tersebut harus dilengkapi dan diperbaiki. Hal ini terutama harus dilengkapi oleh Pemrakarsa dan Konsultan ANDAL pada saat penyusunan dokumen ANDAL karena Tim Teknis hanya bertugas mengarahkan dan tidak mengumpulkan data secara intensif pada tahap awal penyusunan KA ini. Untuk itu pemrakarsa diminta untuk memberikan gambaran rencana kegiatan yang sejelasjelasnya dan rinci di dalam dokumen ANDALnya. Hal ini termasuk klarifikasi besaran rencana kegiatan yang akan dilakukan, kepentingan dan alasan perlunya pembangunnan jalan ini, titik-titik koordinat komponen proyek, dsb. Penulisan/penyajian dalam KA ANDAL 

Gambar citra satelit di dalam laporan tidak terlihat dengan jelas (hitam)



Peta topografi seharusnya menggunakan skala 1:10 hingga 1:25 menggunakan peta yang bagus sesuai kaidah penyusunan peta.



Jika ada kasus pencemaran udara atau longsor, harus jelas koordinatnya dimana, sedimentasinya kemana dan dimana lokasi jembatan yang akan dibangun.



KA ANDAL dipandang tidak operasional.



Isu lingkungan yang ditampilkan cenderung mengulang dari KA ANDAL yang lalu.



Koreksi terhadap istilah struktur geologis, seharusnya geologis struktur.



Kesalahan penulisan pada deskripsi kegiatan dari pemrakarsa: ”perk”.



Sebelum melakukan pelingkupan agar dilakukan screening terlebih dahulu.



Batas wilayah studi agar dibuat secara rinci dan pasti di kabupaten mana saja.



Pengumuman agar segera dilakukan.

Dalam hal kejelasan gambar di dalam draft KA ANDAL yang dibagikan kepada anggota komisi, tim teknis menyesal bahwa copy dari laporan tersebut tidak jelas. Tanpa bermaksud melimpahkan kekurangan ini, tim teknis tidak memperbanyak dokumen karena terdapat pembagian tugas dengan administrasi di Bapedalda. Namun tim teknis setuju bahwa hasil akhir dari dokumen KA ANDAL ini harus dicetak dan diperbanyak dengan sebaik-baiknya. Hal yang juga dapat ditempuh adalah penyediaan dokumen dalam bentuk piranti lunak (softcopy, bentuk acrobat/pdf) sehingga mudah untuk dibaca dan dapat disebarluaskan dengan baik kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Peta-peta harus dilengkapi dengan peta tematik relevan yang memiliki kualitas dan skala yang memadai. Penggunaan peta pada dokumen KA ANDAL hanya ditujukan untuk memberikan arahan dan orientasi. Demikian pula peristilahan teknis yang digunakan

agar mengacu pada kaidah ilmu yang terkait dengan pembangunan jalan karena Tim Teknis menyampaikan uraian rencana kegiatan hanya berdasarkan pada istilah-istilah yang terdapat di dalam deskripsi kegiatan yang sangat terbatas yang bersumber dari Pemrakarsa. Tim teknis berpendapat bahwa kesan pengulangan isu yang ditampilkan sangat mungkin terjadi, terutama untuk kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi di Provinsi NAD. Hal ini terjadi karena jumlah kegiatan pembangunan jalan cukup banyak dan berulang-ulang dalam waktu yang relatif singkat dan berurutan. Lebih buruk lagi jika pembahasan komisi dilakukan secara berurutan pula dengan pihak-pihak yang relatif sama. Hal ini akan menimbulkan sikap mekanistis dan kurang tajamnya evaluasi karena berulangnya pembahasan kegiatan yang serupa. Upaya untuk memisahkan dan memvariasikan pembahasan telah dilakukan namun terkendala oleh jangka waktu bantuan program dan pendanaan untuk AMDAL khusus ini. Namun demikian, para ahli yang bergabung di dalam tim teknis telah berusaha sekuat mungkin untuk memunculkan isu spesifik dari masingmasing rencana kegiatan walaupun kegiatan tersebut serupa. Hal ini seiring dengan prinsip AMDAL “site specific”. Walaupun ada beberapa kesamaa isu (karena sektor yang dibahas sama), namun ada juga isu-isu lain yang berbeda antara rencana pembangunan suatu jalan dengan jalan yang lainnya. Namun demikian, tidak dapat dihindari pula jika isu serupa muncul dalam beberapa KA ANDAL, terutama jika tim teknis tidak hati-hati dan mencontoh dokumen KA ANDAL lainnya. Merupakan peran komisi penilai untuk memastikan bahwa hal ini tidak terjadi di Provinsi NAD. Berbagai koreksi semantik dan kesalahan penulisan telah dicoba untuk diperbaiki. Namun

demikian,

kesalahan

pengetikan

diharapkan

tidak

mengganggun

pesan

keseluruhan jika dibaca dengan cermat dalam paragraf yang bersangkutan. Pembaca dan pengguna KA ANDAL ini diharapkan menggunakan dokumen ini secara kritis, menambahkan informasi yang kurang, serta menganalisisnya dengan baik. Tim teknis tidak akan memberikan batasan definitif terhadap batas wilayah studi karena tidak dimungkinkan dengan waktu yang terbatas dan tanpa dilengkapi dengan alasan ilmiah seperti perhitungan arah angin dominan dan lainnya seperti karakteristik sungai. Dalam hal ini, setiap keahlian memerlukan argumentasi ilmiah. Tim Teknis untuk KA ANDAL ini berpendapat bahwa tugas tim hanya memberikan arahan minimal untuk penentuan batas wilayah studi bagi konsultan penyusun sehingga proses penentuan batas akan lebih fokus.

Tim teknis setuju agar pengumuman rencana kegiatan merupakan prioritas yang harus segera dilakukan oleh pemrakarsa sebelum studi ANDAL dilakukan dan konsultasi masyarakat dilaksanakan seiring dengan studi ANDAL tersebut.

Dokumen AMDAL 

RKL RPL akan digunakan untuk memperkirakan biaya untuk anggaran pengelolaan dan untuk persetujuan rencana kegiatan secara keseluruhan. Untuk itu KA harus memberikan arahan yang jelas.



Perlu penambahan tenaga ahli geologi dan ahli kesehatan masyarakat. Tenaga ahli planologi dipandang tidak diperlukan dan dihilangkan. Disamping itu diperlukan kajian kegempaan.



Harus dilakukan uji holistis dalam evaluasi AMDAL.



Adanya harapan agar pada saat pembahasan, penyusun ANDAL tidak dikritik secara mendalam (”habis-habisan”).

Seluruh masukan untuk tahap penyusunan dokumen AMDAL sangat didukung oleh tim teknis. RKL RPL harus disusun dengan kaidah yang sudah dipahami dan sesuai dengan pedoman yang berlaku. Demikian pula kajian dan evaluasi holistik dalam analisis dampak, harus dilakukan dengan sebaik mungkin. Demikian pula tambahan tenaga ahli telah dipertimbangkan untuk diadopsi dalam KA ANDAL ini. Tim teknis berpendapat bahwa pertemuan pembahasan dokumen AMDAL dalam sidang Komisi Penilai bukan merupakan arena untuk menyalahkan suatu pihak secara berlebihan namun merupakan forum komunikasi dan perbaikan materi di dalam dokumen AMDAL. Seluruh pihak diharapkan dapat memberikan masukan yang tepat guna penyempurnaan dokumen AMDAL. Dari pengamatan pertemuan komisi di Provinsi NAD, suasana diskusi sudah nampak berjalan baik dan melibatkan secara aktif seluruh peserta diskusi. Karena pada prinsipnya pembahasan dilakukan untuk menyempurnakan dokumen, maka diskusi harus berjalan secara ilmiah dan didukung data serta pengalaman para peserta yang hadir untuk dituangkan ke dalam dokumen AMDAL. Mudah-mudahan kecenderungan diskusi yang baik ini dapat terus berkembang dan menjadi lebih baik di masa mendatang.

Lampiran 4 Surat Perintah Tugas (SPT) Tim Teknis AMDAL Khusus

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF