2. Kelompok - 2 Word
March 15, 2019 | Author: Kiki Rizky Andani Nasution | Category: N/A
Short Description
herbal medicine...
Description
HERBAL MEDICINE (Anissed, Capsicum, Dandelion, Echinacea) Disusun Oleh: Cut Putri Arhandhi Ernida Fermadani Harahap Nailul Ramadhilla Noval Syahputra Riskha Nasution Rizha Daina Arif Hasibuan
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015
1
1. Aniseed (Pimpinella Anisum )
Gambar 1.1 Aniseed (Pimpinella Anisum )
Kandungan Senyawa Kimia Adas Manis (Pi mpinella Anisum )
Antioksidan
Antimikroba
Kandungan Kimia: Minyak Atsiri 1,5 – 5 % Anetol 80 – 90 % Flavonoid -Sitosterol
Antihiperlipidemia Bronkodilator Ekspetoran
Bagan 1.1 Kandungan Senyawa Kimia Aniseed (Pi mpinella Anisum )
Minyak atsiri berfungsi sebagai antimikroba dengan cara merusak membran sitoplasma. Sitoplasma dibatasi oleh membran sitoplasma yang
merupakan penghalang dengan
permeabilitas yang selektif. Membran sitopla sma akan mempertahankan
bahan-bahan
tertentu di dalam sel serta mengatur aliran keluar-masuknya bahan-bahan lain. Jika terjadi 2
kerusakan pada membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau matinya sel. Minyak atsiri juga dapat sebagai
antispasmodik , yaitu mampu mengurangi atau
menghentikan kejang otot di usus dengan memblok secara selektif sinaps muskarinik pada saraf parasimpatik Anetol memiliki efek sebagai ekspetoran dimana anetol merangsang pengeluaran sputum dengan cara mengencerkan dahak Struktur β-sitosterol mempunyai kemiripan dengan kolesterol, sehingga dapat memblokir penyerapan kolesterol dengan cara penghambatan kompetitif. Meskipun β sitosterol tidak diserap dengan baik oleh tubuh (5-10%), bila dikonsumsi dengan kolesterol secara efektif memblokir penyerapan kolesterol, yang mengakibatkan menurunkan kadar kolesterol serum. Beta-sitosterol juga dapat meningkatkan profil lipoprotein (HDL, LDL), oleh karena itu adas manis dapat dimamfaatkan sebagai antihiperlipidemia. Flavonoid dapat bertindak sebagai antioksidan melalui dua mekanisme, yaitu flavonoid menghambat kerja enzim yang terlibat dalam reaksi produksi anion superoksida, flavonoid juga mengikat logam kelumit yang terlibat dalam reaksi yang menghasilkan radikal bebas. Dengan potensial reduksi yang rendah, flavonoid memadamkan radikal dengan jalan mereduksi radikal superoksida, peroksil, alkoksil, dan hidroksil. Radikal aroksil saling bereaksi menghasilkan quinon yang stabil. Stabilnya aroksil ditentukan oleh adanya delokalisasi elektron pada 2,3-ikatan ganda terkonyugasi dengan 4-okso. Mekanisme lain yang dijalankan flavonoid dalam memadamkan radikal adalah dengan cara menyediakan sisi pengikatan untuk radikal – radikal tersebut.
3
2. Cabai Merah ( Capsicum annuum L.) 2.1 Latar Belakang Cabai atau cabe merah atau lombok (bahasa Jawa) adalah buah dan tumbuhan
anggota genus Capsicum. Buahnya dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu, tergantung bagaimana digunakan. Sebagai bumbu, buah cabai yang pedas sangat populer di Asia Tenggara sebagai penguat rasa makanan. Cabai atau lombok termasuk dalam suku terong-terongan (Solanaceae) dan merupakan tanaman yang mudah ditanam di dataran rendah ataupun di dataran tinggi. Cabe bisa dikelompokkan menjadi cabe manis, (sweet), agak pedas (mild), pedas sedang (medium), pedas (hot), dan sangat pedas (very hot). Cabe manis biasanya berkisar di skala 0-1000 dalam satuan Scoville, contohnya yang biasa kita sebut paprika (cabe gendut yang biasa ada di salad). Nama-nama asing seperti Pimentos, Rellenos, dan Sweet Banana peppers juga masuk dalam kelompok ini. Skala 1000-3000 digolongkan ke tingkat agak pedas. Untuk kelompok ini sepertinya tidak ada yang familiar dengan kita. Cabe merah besar yang biasa kita temui dan kita makan masuk di kelompok pedas sedang, dengan skala 3000-6000 satuan Scoville.
Gambar 2.1. Cabai Merah ( Capsicum annuum L.)
4
2.2. Kandungan Senyawa Kimia Capsaicin Kapsaisinoid menurunkan kadar kolestrol
alfa &beta karoten meningkatkan antinociceptif Antioksidan Antiinflamasi Antinosiseptiv Antikoagulan Antimikroba Sebagai stimulan Karminatif
Kapsaisin bertanggung jawab atas antioksidan dalam mendonorkan elektron pada radikal bebas.
Kapsaisin menghambat adhesi platelet pada antikoagulan Kapsaisin mencegah terbentuknya kerak pada pembuluh darah
Bagan 2.1 Kandungan Senyawa Kimia Capsaicin
Tanaman cabai banyak mengandung vitamin A dan C serta mengandung minyak atsiri capsaicin, yang menyebabkan rasa pedas dan memberikan kehangatan panas bila digunakan untuk rempah-rempah (bumbu dapur). Manfaat dari cabe sudah banyak diteliti, dan hasilnya ditemukan bahwa kandungan cabe mampu membunuh bakteri merugikan dalam pencernaan, walaupun juga beresiko mengiritasi dinding organ pencernaan. Pengaruh rasa (pedas) yang ditimbulkan oleh capsaicin juga mampu menstimulasi aliran darah menjadi lebih cepat, menghalangi aktivitas otak menerima rasa sakit dari system saraf kalau kita sedang sakit kepala, melonggarkan penyumbatan lendir pada hidung dan tenggorokan, dan meningkatkan temperatur tubuh, sehingga kita biasa berkeringat dan tidak mengantuk jika kepedasan.
5
Dan ternyata
capsaicin juga bersifat antikoagulan, yaitu menjaga darah tetap encer dan mencegah terbentuknya kerak pada pembuluh darah. Kandungan bahan aktif capsaicin, telah dilaporkan dapat mengatur suhu tubuh, menstimulasi sekresi dari cathecholamines, dan menekan akumulasi lemak tubuh yang telah diuji pada binatang. Capsaicin sangat potensial sebagai terapi diet pada obesitas dan diabetes (Misuda et al ., 2003). Obesitas kemungkinan bisa dikurangi dengan mencegah sel lemak immature (adipocytes) berkembang menjadi mature cell, dan beberapa studi melaporkan bahwa capsaicin dapat mengurangi jumlah jaringan lemak dan level lemak dalam darah. Capsaicin dapat menghambat pertumbuhan populasi dan induksi dari apoptosis (kematian sel terprogram) pada 3T3-L1 preadipocytes [sel yang dapat distimulasi untuk membentuk sel lemak ) (Lin Hsu and Chin Yen, 2007). Kandungan capsaicin pada cabe, termasuk vitamin C dan karotenoid merupakan antioksidan yang penting dan dapat mengurangi atherosklerosis. Antioksidan adalah bahan yang menghambat atau mencegah kerusakan atau kehancuran akibat oksidasi. Tindakan oksidasi dari radikal bebas bisa dikendalikan atau bahkan dicegah oleh berbagai bahan antioksidan. Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia) dan antioksidan alami ( antioksidan hasil ekstraksi bahan alami). Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari (a) senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, (b) senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan, (c) senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke makanan sebagai bahan tambahan pangan (Pratt,1992 dalam Ardiansah, 2007). 6
Ada banyak bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami, seperti rempah-rempah, dedaunan, teh, kokoa, biji-bijian, serealia, buah-buahan, sayur-sayuran dan tumbuhan/alga laut. Bahan pangan ini mengandung jenis senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan, seperti asam-asam amino, asam askorbat, golongan flavonoid, tokoferol, karotenoid, tannin, peptida, melanoidin, produk-produk reduksi, dan asam-asam organik lain (Pratt,1992 dalam Trilaksani, 2003). Seiring dengan makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat,
tuntutan konsumen terhadap bahan pangan juga bergeser. Bahan pangan yang kini banyak diminati konsumen bukan saja yang mempunyai komposisi gizi yang baik serta penampakan dan cita rasanya menarik, tetapi juga harus memiliki fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh, seperti dapat menurunkan tekanan darah, kadar kolesterol, dan kadar gula darah, serta meningkatkan penyerapan kalsium, (Astawan 2003). Goldberg (1994) menyebutkan bahwa dasar pertimbangan konsumen di negara-negara maju dalam memilih bahan pangan bukan hanya bertumpu pada kandungan gizi serta kelezatannya, tetapi juga pengaruhnya terhadap kesehatan tubuh. Fenomena tersebut melahirkan konsep pangan fungsional. Disamping itu penelitian menngunakan teknik Thin Layer Chromatography (TLC), juga menemukan bahwa cabai merupakan tanaman yang kaya akan pigmen karotenoid, termasuk capsanthin, capsorubrin, dan zeaxanthin. Diketahui bahwa pigmen karotenoid merupakan prekursor vitamin A.
Sebagai
precursor vitamin A, karotenoid merupakan komponen dasar dalam makanan dan mempunyai peranan penting dalam kesehatan manusia. Menurut Ausich (1997), karotenoid memiliki fungsi biologis yang sangat penting sebagai antioksidan, sistim imun, mencegah penyakit degeneratif, anti-inflamasi, anti stress (Johnson & Schroeder, 1995). Karotenoid juga memiliki efek memperlambat penuaan (spot penuaan dan kerutan) dan menyembuhkan
7
kelelahan otot, dapat melindungi kulit dari pengaruh buruk radiasi ultraviolet, dan meningkatkan sistim kekebalan tubuh. Sebagian karotenoid khususnya beta-karoten adalah prekursor vitamin A. Satu molekul beta-karoten yang dimakan dapat dirubah oleh enzim dalam usus halus menjadi dua molekul vitamin A. Saat ini suplemen vitamin A sering diberikan dalam bentuk
-karoten
bukan sebagai vitamin A aktif. Hal ini karena konsumsi dalam betakaroten dalam jumlah banyak sampai saat ini diketahui tidak bersifat toksik, sedangkan konsumsi vitamin A aktif yang berlebihan dapat bersifat toksik (Muwarni, 2003). Senyawa fitokimia sebagai senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman mempunyai peranan yang sangat penting bagi kesehatan termasuk fungsinya dalam pencegahan terhadap penyakit degeneratif. Beberapa senyawa fitokimia yang diketahui mempunyai fungsi fisiologis adalah karotenoid, fitosterol, saponin, glikosinolat, polifenol, inhibitor protease, monoterpen, fitoestrogen, tersebut banyak terkandung dalam sayuran dan kacang-kacangan, termasuk tanaman rempah dan obat. Menurut Craig (1999), diet yang menggunakan rempah-rempah dalam jumlah banyak sebagai penyedap makanan dapat menyediakan berbagai komponen aktif fitokimia yang bermanfaat menjaga kesehatan dan melindungi tubuh dari penyakit kronis. Analisis kandungan senyawa lebih lanjut menunjukkan bahwa kandungan yang paling penting pada cabai adalah capsaicin. Capsaicin (aka trans-8 methyl-N-vanillyl-6-noneamide) merupakan senyawa yang penting pada beberapa spesies Capsicum.
Analisis kami
menunjukkan bahwa kandungan capsaicin mencapai 48,6 %. Beberapa studi melaporkan bahwa capsaicin dapat mengurangi jumlah jaringan lemak dan kadar lemak dalam darah. Capsaicin dapat menghambat pertumbuhan populasi dan induksi dari apoptosis (kematian sel terprogram) pada 3T3-L1 preadipocytes [sel yang dapat distimulasi untuk membentuk sel
8
lemak ) (Lin Hsu and Chin Yen, 2007). Pada beberapa penelitian terhadap tikus yang diberi pakan yang mengandung capsaicin menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap metabolisme lipid dibandingkan dengan kontrol (tanpa capsaicin). Kandungan bahan aktif capsaicin, telah dilaporkan dapat mengatur suhu tubuh, menstimulasi sekresi dari cathecholamines, dan menekan akumulasi lemak tubuh yang telah diuji pada binatang. Capsaicin sangat potensial sebagai terapi diet pada obesitas dan diabetes (Misuda et al ., 2003).
Dengan demikian potensi cabe dengan kandungan capsaicinnya
mempunyai potensi yang baik untuk bahan diet untuk mencegah terjadinya kegemukan (obesitas).
3. Tanaman Obat Herbal : Taraxacum officinale F . H . Wigg
Gambar 3.1 tumbuhan Taraxacum officinale F . H . Wigg
9
3.1 Kandungan Senyawa Kimia Taraxacum officinale F . H . Wigg
Bagan 3.1 Kandungan Senyawa Kimia Taraxacum officinale F . H . Wigg 3.2 Mekanisme Kerja Senyawa Kimia Taraxacum officinale F . H . Wigg a) Meningkatkan kesehatan tulang
Kalsium untuk mengatasi kerusakan tulang yang disebabkan karena penuaan.
b) Menjaga kesehatan pencernaan
Dandelion sebagai prebiotik bagi bakteri menguntungkan dalam saluran pencernaan. c) Mengurangi risiko sirosis hati
vitamin C sebagai antioksidan menetralisir racun di dalam hati, serta Choline membantu melancarkan aliran empedu ke dalam hati yang sangat berguna untuk menjaga kesehatan hati. d) Melawan kanker
Daun bunga mengandung Vitamin A dan C mampu meningkatkan daya tahan tubuh sehingga bermamfaat sebagai antibodi bagi penderita kanker.
10
e) Menurunkan tekanan darah
Dandelion adalah diuretik alami, yang membantu mengurangi tekanan darah dengan mengekskresikan sodium melalui diuresis tanpa kehilangan kalium. Kelebihan sodium dalam tubuh dapat meningkatkan tekanan darah dengan konstriksi pembuluh darah, sedangkan kalium membantu mengatur itu. Magnesium berfungsi melarutkan bekuan darah dan merangsang produksi nitrat oksida, membantu untuk merelaksasi dan vasodilatasi pembuluh darah untuk aliran darah yang lebih baik. f) Mengobati Masalah Kulit
Getah tumbuhan Dandelion bersifat alkali berfunsi sebagai fungisida, insektasida yang dapat mengobati kurap dan keluhan gatal yang disebabkan oleh infeksi jamur ataupun mikroba. g) Mencegah Diabetes
Akar Dandelion terdapat zat kimia inulin dan levulin, rasanya pahit. zat ini mampu memperlambat proses penyerapan gula pada intestin.
4. Tanaman Obat Herbal : Echinacea ( E chinacea purpurea L) 4.1 Latar belakang echinacea
Gambar 4.1 tumbuhan Echinacea
11
Echinacea memegang peranan penting pada pengobatan tradisional di Amerika. Nama umumnya adalah cone flower, black susan, black sampson, Rudbeckia, Missouri snakeroot, Red sunflower, coneflower ungu dan narrowleafed coneflower. Ekstrak echinacea sering diresepkan sampai diperkenalkan pada tahun 1930-an. Tanaman obat ini menjadi populer lagi pada tahun 1980-an (Riyadi, 2008). Suplemen echinacea sp berisi ekstrak segar bagian tumbuhan yang berada diatas tanah dan dipanen pada musim berbunga, meskipun bagian lain tumbuhan itu telah digunakan untuk kepentingan medis. Dari 9 spesies, E.angustifolia, E.purpurea dan E.pallida sudah biasa digunakan untuk mengobati common cold dan infeksi saluran pernafasan atas (ISPA). Meskipun sudah lama E.angustifolia diketahui mempunyai efek imunostimulasi yang besar tetapi sekarang tidak banyak digunakan. E.purpurea lebih mudah dibudidayakan secara komersial, sehingga merupakan spesies yang paling banyak digunakan di Amerika (Riyadi, 2008).
4.2 Kandungan Senyawa Kimia Echinacea Imunostimulator
Pengaktif Sistem Kekebalan Tubuh
Penghambatan hyaluronidase
Polisakarida Flavonida Glikosida Alkylamides Asam chicoric Polyacetylenes Phytosterol Minyak essensial Mineral Anti inflammation activy
Antibacterial activy
Antiviral activity
12
meningkatkan produksi IL-1, IL6, IL-10 dan TNF-α Aktivitas Antihyaluronidas
megendalikan TNF-α
▪Imunostimulan ▪ Influenza ▪ Luka ▪Antibacteri ▪Antivirus Penghambatan Produksi Mediator Inflamasi
Meningkatkan Produksi Antibodi Aktifitas Sel-Sel Darah Putih
Bagan 4.1 Hubungan Kandungan Senyawa Kimia Echinacea
Komponen kimia yang terdapat pada Echinacea meliputi karbohidrat: polisakarida (arabinogalaktan, xyloglycan, echinacin), inulin; glikosida: asam kafeat dan derivatnya (chichoric acid, echinacoside, chlorogenic acid), cynarin; alkaloids: isotussilagine, tussilagine; alkylamides (alkamides) seperti echinacein; polyacetylenes; germacrene sesquiterpene alkohol; komponen lain: glikoprotein, flavonoids, resin, asam lemak, minyak esensial, phytosterol dan mineral. Derivat asam kafeat, cynarin, polisakarida, dan glikoprotein bersifat polar sedangkan alkylamides dan polyacetylenes bersifat lipofilik (Riyadi, 2008). Polisakarida dan glikosida asam chicoric memiliki aktivitas imunostimulan di Echinacea ( Kumar dan Ramaiah, 2011). Jumlah polisakarida telah diisolasi dan dianalisis efek farmakologis yang pada sistem kekebalan tubuh. Tinggi molekul polisakarida berat heteroxylan memiliki potensi untuk mengaktifkan fagositosis. polisakarida lainnya arabinogalactan menginduksi pelepasan tumor necrosis factor (TNF) yang meningkatkan tingkat macrohpage interlekin 1 dan interf eron beta 2. Alkylamide dan glikosida asam chicoric juga merangsang fagositosis. Isobutylamide adalah salah satu yang alkylamides yang memberikan bau yang tajam dan rasa yang berbeda untuk Echinacea ( Kumar dan Ramaiah, 2011). 13
4.3 Farmakologi (mekanisme kerja)
Echinacea dapat digunakan sebagai tanaman obat sebagai imunostimulator, influenza, sebagai obat untuk luka, antibakteri, antivirus, dan antiinflamasi. Mekanisme kerja nya sebagai berikut : a. Mekanisme kerja Imunostimulan : Echinacea mempengaruhi sistim imun terutama sistim imun non spesifik. Pemberian Echinacea meningkatkan respon imun fase awal dan mempercepat terjadinya respon imun adaptif (Riyadi, 2008). Dari hasilnya didapatkan bahwa jumlah polisakarida telah diisolasi dan dianalisis efek farmakologis yang pada sistem kekebalan tubuh. Tinggi molekul polisakarida berat heteroxylan memiliki potensi untuk mengaktifkan fagositosis (Kumar dan Ramaiah, 2011). Polisakarida lainnya arabinogalactan bermakna meningkatkan produksi IL-1, IL-6, IL-10 dan TNF-α. Disamping itu Echinacea juga diketahui dapat mengaktifasi Natural Killer (NK) sel dan antibody-dependendent cellular cytotoxicity oleh sel mononuklear (Riyadi, 2008).
b. Mekanisme kerja Influenza : Keampuhan echinacea sp mengatasi flu sudah banyak dibuktikan. Hasil uji invitro yang dilakukan A. Vogel bekerja sama dengan tim riset dari Eidgenossishe Technishe Hochschule (Institut Tehnologi Federal Swiss), echinacea mengandung senyawa alkilamid. Senyawa ini menetap dalam reseptor CB2 dari sel imun. Alkilamid membantu megendalikan TNF-α, pengaktif sistem kekebalan tubuh (Riyadi, 2008). c. Mekanisme kerja luka : Ekstrak alkohol dari Echinacea terdiri dari dua kelas bahan kimia alami alkamides lipofilik dan larut dalam air turunan asam caffeic. Turunan asam caffeic memiliki aktivitas antihyaluronidase. Penghambatan hyaluronidase menyebabkan akumulasi cukup Hyaluronan dalam matriks ekstraselular untuk perbaikan luka. Pada tikus, luka eksisi diperlakukan dengan turunan asam caffeic, menunjukkan proses penyembuhan yang ditandai dengan berkurangnya respon inflamasi dan konten Hyaluronan lebih tinggi. Data ini menunjukkan bahwa Echinacea menyajikan aktivitas anti inflamasi yang jelas yang mempercepat luka pemulihan jaringan (Kumar dan Ramaiah, 2011). d. Mekanisme kerja antibakteri dan antivirus : Penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan bahwa echinacea dapat meningkatkan produksi antibodi, jumlah dan aktifitas sel-sel darah putih sehingga dapat disimpulkan hal-hal inilah yang 14
meningkatkan sistem kekebalan untuk mencegah sakit. Bahkan pada salah satu buku yang berjudul “The AIDS Fighters” menyebutkan bahwa Echinacea mungkin dapat membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuh yang menurun pada penderita AIDS (Riyadi, 2008). e.
Mekanisme kerja antiinflamasi : kandungan alkamides dan turunan asam kafeat pada echinacea sebagai anti – inflamasi. Ekstrak alkohol dari Echinacea memberikan efek anti inflamasi melalui penghambatan produksi inflamasi mediator tumor necrosis factor alpha (TNF α) dan oksida nitrat (NO). Prostaglandin E2 (PGE2) adalah mediator inflamasi penting yang dihasilkan melalui kaskade asam arakidonat. Peran anti inflamasi Echinacea juga dimediasi melalui peraturan sendiri siklooksigenase 1 dan siklooksigenase 2 melalui penekanan aktivasi Prostaglandin E2. COX 1 dan COX 2 mengkatalisis reaksi mengkonversi asam arakidonat, yang dirilis oleh fosfolipase A, untuk Prostaglandin E2. Wagner telah melaporkan lipoxygenase menghambat aktivitas anti inflamasi disebabkan salah isobutylamides E. purpurea ini, asam dodecatetraenoic (Kumar dan Ramaiah, 2011).
15
Daftar Pustaka
Ardiansah. 2007. Antioksidan dan Peranannya Bagi Kesehatan. Artikel Iptek. Astawan, M. 2003. Pangan fungsional untuk kesehatan yang optimal. Kompas Sabtu 23 Maret 2003. Ausich, R.L. 1997. Commercial oppurtunities for carotenoid production by biotechnology. Pure and Appl. Chem 69: 2169-2173 Alkuraishy, Hayder. (2012). Journal of Clinical Research and Healthcare Management: Evaluation the Antibacterial Activity of Aniseed; In vivo Study. Iraq : Webmed Central. Halaman : 3 Barclay, L. 2007. Chili May Attenuate Post Prandial Insulin Response. Medscape, Medical News Craig, W.J. 1999. Health-promoting properties of common herbs. Am. J. Clin. Nutr. 70(3): 491s−499s. Goldberg, I. 1994. Functional Foods, Designer Foods, Pharmafoods, Nutraceuticals. Chapman & Hall, London. Hariana, Arief. (2013). 262 Tumbuhan Obat dan Khasiatnya . Jakarta : Swadaya. Halaman : 28 Hofman, David. (2003). Medical Herbalism. Vermont : Healing Arts Press. Halaman : 12 Fiechter (ed). Advances in biochemical engineering biotechnology, vol 53. Springer-Verlag, Berlin, Germany Kumar, K. M., dan Ramaiah, S. (2011). Pharmacological Importance of Echinacea Purpurea. Internasional Journal of Pharma and Biosciences. Vellore, India : Biofarmatics Division, School of Biosciences and Technology VIT Univercity. Vol(2) : 304-309. Lin Hsu, Chin and Chin Yen,Gow. 2007. Effect of Capsaicin on Induction of Apoptosis and Inhibition of Adipogenesis in 3T3-L1 Cells. Journal of Agricultural and Food Chemistry,55 1730-1736. Departement of Food Science and Biotechnology, National Chung Hsing University . 250 Kuokuang Road. Taichung 40227, Taiwan. Mdidea. 2007. Capsicum, Cayenne, Red pepper, Capsicum frustecens. 2007. Exporting Division. Extract Professional. http://www.mdidea.com Muwarni, 2003. Kuning Telur Bukan Sekedar Warna. Laboratorium Biokimia Nutrisi Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang.
16
Riyadi, B. F. (2008). Efek Echinacea Terhadap Kemampuan Fagositosis dan Kadar Nictric Oxide (NO) Makrofag Pada Adenokarsinoma Mammae Mencit C3H yang Mengalami Stress. Tesis. Semarang : Universitas Diponegoro. Halaman : 29-33. Widyarto, adrian. UjiAktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Daun Jeruk Keprok (Citrus nobilis Lour.) Terhadap Staphylococcus aureus Dan Escherichia coli. Surakarta : Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Halaman : 13 Trilaksani, W. 2003. Antioksidan: Jenis, Sumber, Mekanisme Kerja dan Peran Terhadap Kesehatan. Graduate Program/S3. Institut Pertanian Bogor. Wijayanti, Siti. (2014). Jurnal Kimia.: Metabolit Sekunder. Semarang : Universitas Negeri Semarang. Halaman : 9
17
View more...
Comments