176215612-Psoriasis

June 20, 2016 | Author: EdwardSundoro | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

psoriasis...

Description

PSORIASIS Silvya Witarsih 102012520 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510 Telp. (021) 56966593-4 Fax. (021) 5631731 e-mail : [email protected]

Skenario Seorang laki-laki usia 55 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin dengan keluhan berupa bercak merah bersisik tebal seperti mika pada dada, perut, punggung, pinggang, kedua tungkai atas dan bawah yang terasa gatal sejak 4 minggu yang lalu. Selan kelainan kulit pasien juga menderita penyakit kencing manis yang diketahuinya sejak 6 bulan yang lalu. Pasien berobat teratur untuk kencing manisnya. Pemeriksaan fisik umum didapatkan gizi kurang, konjungtiva anemis +/+, lain-lain dalam batas normal. PENDAHULUAN Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi dari lingkungan hidup manusia. Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu, a. Lapisan epidermis atau kutikel b. Lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin) c. Lapisan subkutis (hypodermis)

Gambar 1: Lapisan-lapisan utama kulit. Tidak ada garis yang tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis di tandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak. Lapisan epidermis terdiri daripada: 1. Stratum Korneum Lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk) 2. Stratum Lucidum Langsung di bawah stratum korneum, merupakan lapisan sel gepeng tanpa inti dengan protoplasmanya yang berubah menjadi protein yang dsebut eleidin. 3. Stratum Granulosum Merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasardan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin. 4. Stratum Spinosum Disebut juga sebagai prickle cell layer terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk polygonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya prose mitosis. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula sel Langerhans. Sel-sel stratum spinosum mempunyai banyak glikogen. 5. Stratum Basale Terdiri dari sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun vertical pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade). Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah.

Gambar 2: Lapisan-lapisan epidermis secara histologi. Lapisan dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis lapisan ini terdiri atas lapisan elastic dan fibros padat dengan elemen-elemen seluler dan folikel rambut. Lapisan subkutis adalah lanjutan dermis terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adipose, berfungsi sebagai cadangan makanan. Kulit berfungsi sebagai proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), pembentukkan pigmen, pembentukkan vitamin D dan keratinisasi.1

PEMBAHASAN Hasil dari diskusi kelompok. Laki-laki berusia 55 tahun dengan keluhan bercak-cak merah, bersisik tebal seperti mika pada dada, perut, pinggang, punggung dan kedua tungkai atas dan bawah.

Komplikasi

Anamnesis Prognosis Pemeriksaa n

Gejala Klinis

Etiologi

Working Diagnosis Penatalaksaa n Pathogenesis

Differential Diagnosis

1.0 Anamnesis Anamnesis adalah salah satu cara pengumpulan data status pasien yang didapat dengan cara operator mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan keadaan pasien : Anamnesis meliputi: 1. Keluhan Utama (chief complain/main complain) Keluhan utama merupakan alasan atau motivasi yang menyebabkan pasien datang untuk dirawat. Contohnya pada kasus ini, pasien datang berobat ke doctor karena keluhan kulitnya yang bercak-cak merah dan bersisik tebal seperti mika pada tempattempat tertentu. 2. Riwayat Kasus (Case History) Disini dimaksudkan agar operator dapat menelusuri riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien yang melibatkan penyakit yang di deritainya. 2.1 Pemeriksaan I.

Pemeriksaan Kulit

Bisa ditemukan eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium penyembuhannya sering eritema yang di tengah menghilang dan hanya terdapat di pingir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika (mica-like scale), serta transparan. Besar kelainan bervariasi dari milier, lentikular, numular,

sampai plakat, dan berkonfluensi, dengan gambaran yang beraneka ragam, dapat arsinar, sirsinar, polisiklis atau geografis. Tempat predileksi pada ekstremitas bagian ekstensor terutama (siku, lutut, lumbosakral), daerah intertigo (lipat paha, perineum, aksila), skalp, perbatasan skalp dengan muka, telapak kaki dan tangan, tungkai atas dan bawah, umbilikus, serta kuku. Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner (isomorfik). Fenomena tetesan lilin dan Auspitz merupakan gambaran khas pada lesi psoriasis dan merupakan nilai diagnostik, kecuali pada psoriasis inverse (psoriasis pustular) dan digunakan untuk membandingkan psoriasis dengan penyakit kulit yang mempunyai morfologi yang sama, sedangkan Kobner tidak khas, karena didapati pula pada penyakit lain, misalnya liken planus, liken nitidus, veruka plana juvenilis, pitiriasis rubra pilaris, dan penyakit Darier. Fenomena Kobner didapatkan insiden yang bervariasi antara 38-76 % pada pasien psoriasis.2 3.0 Working Diagnosis Psoriasis adalah sejenis penyakit kulit yang penderitanya mengalami proses pergantian (kulit) yang terlalu cepat. Kemunculan penyakit ini kadang-kadang dalam jangka waktu lama atau kambuhan dalam waktu yang tidak menentu. Penyakit ini secara klinis bersifat tidak mengancam jiwa dan tidak menular. Akan tetapi, penyakit ini dapat muncul pada bagian tubuh mana saja sehingga dapat menurunkan kualitas hidup dan mengganggu kekuatan mental penderita bila tidak dirawat dengan baik.

Gambar 3: Gambaran Psoriasis Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapir-lapir dan transparan, disertai dengan fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner. Psoriasis juga di sebut psoriasis vulgaris berarti psoriasis yang biasa, karena ada psoariasis lain, misalnya psoriasis pustulosa.3 3.1 Etiopatogenesis Faktor penyebab Psoriasis adalah idiopatik yang puncanya tidak dapat dipastikan secara jelas. Tetapi beberapa faktor dapat menyumbang kearah penyakit ini, yaitu: 1. Faktor Genetik Bila orang tuanya tidak menderita Psoriasis risiko mendapat psoriasis 12%, sedangkan jika salah seorang orang tuanya menderita psoriasis risikonya mencapai 34-39%. Berdasarkan awitan penyakit, psoariasis dikenal dengan dua tipe: a) Psoriasis tipe I dengan awitan dini bersifat familial b) Psoariasis tipe II dengan awitan lambat yang bersifat nonfamilial 2. Faktor Imunologik Defek genetik pada psoriasis dapat di ekspresikan pada salah satu dari tiga jenis sel, yakni limfosit T, sel penyaji antigen (dermal), atau keratinosit. Keratinosit psoriasis membutuhkan stimuli untuk aktivasinya. Lesi psoriasis matang umumnya penuh dengan sebukan lmfosit T pada dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan sedikit sebukan limfositik dalam epidermis. Sedangkan pada lesi baru umumnya lebih banyak didominasikan oleh sel limfosit T CD8. Sel Langerhans juga berperan dalam imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis diawali dengan adanya pergerakkan antigen, baik eksogen maupun endogen oleh sel Langerhans.

Gambar 4: Pembandingan Proliferasi Kulit Yang Sehat Dengan Kulit Psoriasis Pada psoriasis pembentukkan epidermis (turn over time) lebih cepat, hanya 3-4 hari, sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari.

3. Pelbagai Faktor Pencetus Di antaranya adalah: a) Stress psikis Merupakan faktor pencetus utama b) Infeksi fokal c) Trauma (fenomena Kobner) d) Endokrin e) Ganguan metabolic f) Obat g) Alcohol h) Merokok4 3.2 Gejala Klinis Keadaan umum tidak dipengaruhi, kecuali pada psoriasis yang menjad eritroderma,. Sebagian penderita mengeluh gatal ringan. Tempat predileksi, yaitu. a) b) c) d)

Scalp Perbatasan daerah scalp dengan muka Ekstremitas bagian ekstensor terutama di siku dan lutut Daerah lumbosakral

Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama dia atasnya. Eritrema sirkumstripta dan merata, tetapi pada stadium penyembuhan sering eritrema di tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar, dan berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar kelainan bervariasi: a. Lentikular b. Numular c. Plakat d. Dapat berkonfluensi Jika seluruh atau sebagian besar lentikular disebut psoriasis gutata, biasanya pada anak-anak dan dewasa mudadan terjadi setelah infeksi akut oleh streptococcus.

Gambar 5: Gambaran Psoriasis Gutata Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner (isomorfik). Kedua fenomena yang disebut terlebih dahulu dianggap khas, sedangkan yang terakhir tak khas, hanya kira-kira 47% yang positif dan didapati pula pada penyakit lain , misalnya liken planus dan veruka plana juvenilis. Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada goresan, seperti llin yang digores, disebabkan oleh berubahnya indeks bias. Pada fenomena Auspitz, tampak serum atau darah berbintik-bintik yang disebabkan oleh papilomatosis. Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku, yakni sebanyak 50%, yang agak khas ialah yang disebut sebagai pitting nail atau nail pit berupa lekukan –lekukan

miliar. Kelainan tidak khas ialah kuku yang keruh, tebal, bagian distalnya terangkat karena terdapat lapisan tanduk dibawahnya (hyperkeratosis subungual) dan onikolisis.

Gambar 6: Gambar Pitting Nail Disamping menimbulkan kelainan pada kulit dan kuku, penyakit ini dapat menyebabkan kelainan pada sendi, tetapi jarang. Umumnya bersifat poliartikular. 5

3.2.1

Bentuk Klinis Bentuk Klinis Psoriasis Psoriasis Vulgaris Psoriasis Eksudativa

Psoriasis Gutata Psoriasis Inversa

Psoriasis Pustulosa Palmoplantar

Psoriasi s Seboroi

Eritroder ma Psoriatik

Psoriasis Pustulosa

Psoriasis Putulosa Generalisata akut

3.3 Penatalaksanaan Dalam kepustakaan terdapat banyak cara pengobatan. Pada psoriasis gutata yang biasanya disebabkan oleh infeksi tersebut diobati umumnya psoriasisnya akan sembut sendiri.

Pengobatan

Pengobatan Sistemik

3.3.1

Pengobatan Sistemik

PUVA Pengobatan Topikal

1. Kortikosteroid Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis, Prednison 30mg per hari. Setelah membaik,dosis diturunkan perlahan-lahan, kemudian diberi dosis pemeliharaan. Penghentian obat secara mendadak akan menyebabkan kekambuhan dan dapat terjadinya psoriasis pustulosa generalisata. 2. Obat Sitostatik Obat yang biasanya digunakan ialah Metotreksat. Indikasinya ialah untuk:

a. b. c. d.

Psoriasis Psoriasis pustulosa Psoriasis arthritis dengan lesi kulit Eritroderma kerana psoriasis

Kontraindikasinya ialah: a. b. c. d. e. f. g. h.

Kelainan hepar Kelainan ginjal Kelainan hematopoetik Kehamilan Penyakit infeksi aktif Ulkus peptikum Colitis ulserosa Psikosis

Efek sampingnya adalah: a. b. c. d. e.

Nyeri kepala Alopesia Sumsum tulang Hepar Lien 3. Levodopa

Levodopa sebenarnya dipakai untuk penyakit Parkinson. Di antara penderita Parkinson yang sekaligus menderita psoriasis, ada yang membaik psoriasinya dengan pengobatan Levodopa. Dosisnya adalah antara 2x250mg-3x500mg. Efek sampingnya berupa: a. b. c. d. e. f.

Mual Muntah Anoreksia Hipotensi Ganguan psikik Ganguan jantung 4. Diaminodifenilsulfon (DDS)

Dipakai sebagai pengobatan psoriasis pustulosa tipe Barber dengan dosis 2x100mg sehari. 5. Etrinat dan Asitresin Etrinat merupakan retinoid aromatic, digunakan bag psoriasis yang sukar disembuhkan dengan obat-obat lain. Dapat pula digunakan untuk eritroderma psoriatika. Cara kerjanya belum dapat dipastikan. Pada psoriasis, obat tersebut mengurangi prolferasi sel epidermal pada lesi psoriasis dan kulit normal. 3.3.2

Pengobatan Topikal

1. Preparat Ter Preparat ter yang berasal dari fosl biasanya kurang efektf untuk psoriasis, yang cukup efektif adalah yang berasal dari batu bara dan kayu.

Konsentrasi yang biasa digunakan 2-5%, dimulai dengan konsentrasi rendah, jika tiada pembaikkan konsentrasi akan di naikkan. Supaya lebih efektif penetrasinya harus dinaikkan dengan cara menambah asam salisilat dengan konsentrasi 3-5%. Sebagai vahikulum harus menggunakan salep, karena daya penetrasi salep adalah yang terbaik. 2. Kortikosteroid Kortkosteroid topical memberi hasil yang baik. Potensi dan vahikulum bergantung pada lokasinya. Pada scalp, muka dan daerah lpatan digunakan krim, di tempat lain digunakan salep. 3. Ditranol (Antralin) Obat ini dikatakan efektif. Kekurangannya adalah mewarnai kulit dan pakaian. Konsentrasi yang biasanya digunakan adalah 0,2-0,8% dalam pasta, krim dan salap. 4. Pengobatan dengan penyinaran Sinar ultraviolet menghambat mitosis, sehingga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara terbaik adalah penyinaran secara alamiah, tetapi tidak dapat diukur dan jika berlebihan malah dapat memperparah psoriasis. Kerana itu digunakan ultraviolet yang artificial yaitu sinar A yang dikenal sebagai UVA. Sinar tersebut dapat digunakan secara bersendiri atau berkombinasi dengan Psoralen (8-metoksipsoralen, metoksalen) dan disebut PUVA, atau bersamaan dengan preparat ter yang dikenal dengan cara pengobatan cara Goeckerman. 5. Calcipotriol Sintetik vitamin D. preparatnya berupa salap atau krim 50mg/g, efeknya ialah antiproliferasi. 6. Tazaroten Merupakan molekul retinoid asetilinik topical, efeknya menghambat proliferasi dan normalisasi petanda dferensiasi keratinosit dan menghambat petanda proinflamasi pada sel radang yang menginfiltrasi kulit.

7. Emolien Efeknya adalah melembutkan permukaan kulit. Fungsinya emolien ini adalah untuk meninggikan daya penetrasi bahan aktif. Emolien ini terdiri daripada lanolin dan minyak mineral. Jadi emolien sendiri tidak mempunyai efek antipsoriasis. 3.3.3

Pengobatan PUVA

Kerana psoralen bersifat fotoaktif, maka dengan UVA akan terjasi efek sinergik. Mula-mula 10-20mg psoralen diberikan pada pasien, 2 jam kemudian dilakukan penyinaran. 6 3.4 Prognosis Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, tetapi bersifat kronis dan residif. 3.5 Komplikasi Komplikasi bagi psoriasis biasanya jarang terjadi. Antara komplikasi-komplikasi yang dapat berlaku adalah: 1. Psoariasis pustulosa dan eritroderma yang disebabkan pengobatan yang tidak benar dan terapi yang agresif 2. Psoriasis arthritis 3. Infeksi, terutama infeksi Staphylococcus pada bercak-bercak merah 4. Eczema oleh kerana pengobatan secara topical yang terlalu lama 4.0 Differential Diagnosis 4.1.1

Pitiriasis Rosea

Pitiriasis rosea ialah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, dimulai dengan sebuah lesi inisial yang berbentuk eritema dan skuama halus. Kemudian disusul oleh lesi-lesi yang kecil di badan, lengan, paha atas yang tersusun sesuai dengan lipatan kulit dan biasanya menyembuh dalam waktu 3-8 minggu.

4.1.2

Epidemiologi

Pityriasis rosea relatif umum di seluruh dunia. Pada daerah-daerah yang beriklim sedang, penyakit ini lebih sering selama musim dingin. Di daerah tropis, kejadiannya sedikit bervariasi mengikuti musim. Perubahan kejadian penyakit ini dari tahun ke tahun, meskipun tidak terlalu besar, bisa signifikan secara statistik. 4.1.3

Etiologi

Etiologinya belum di ketahui, demikian pula cara infeksi. Ada yang mengemukakan hipotesis bahwa penyebabnya virus, karena penyakit ini merupakan swasima (self limiting disease). Umumnya sembuh dalam 3-8 minggu. 

Faktor cuaca. Hal ini karena Pityriasis rosea lebih kerap ditemukan pada musim semi dan musim gugur.



Faktor penggunaan obat-obat tertentu, seperti bismuth, barbiturat, captopril, mercuri, methoxypromazine, metronidazole, D-penicillamine, isotretinoin, tripelennamine hydrochloride, ketotifen, dan salvarsan.



Diduga berhubungan dengan penyakit kulit lainnya (dermatitis atopi, seborrheic dermatitis, acne vulgaris) dikarenakan Pityriasis rosea dijumpai pada penderita penyakit dengan dermatitis atopik, dermatitis seboroik, acne vulgaris dan ketombe.6 4.1.4

Gejala Klinis

Tahap awal Pityriasis rosea ditandai dengan lesi (ruam) tunggal (soliter) berbentuk oval, berwarna pink dan di bagian tepi bersisik halus. Diameter sekitar 1-3 cm. Kadang bentuknya tidak beraturan dengan variasi ukuran 2-10 cm. Tanda awal ini disebut herald patch yang berlangsung beberapa hari hingga beberapa minggu.

Gambar 7: Gambaran Herald Patch Bagi Pasien Pitiriasi Rosea Tahap berikutnya timbul sekitar 1-2 minggu (rata-rata 4-10 hari) setelah lesi awal, ditandai dengan kumpulan lesi (ruam) yang berbentuk seperti pohon cemara terbalik (Christmas tree pattern). Tempat tersering (predileksi) adalah badan, lengan atas dan paha atas. Pada tahap ini Pityriasis rosea berlangsung selama beberapa minggu. Selanjutnya akan sembuh sendiri dalam 3-8 minggu.

Gambar 8: Gambaran Tempat Predileksi Bagi Pitiriasis Rosea Selain bentuk ruam kemerahan bersisik halus, variasi bentuk yang tidak khas (atipik) dapat dijumpai pada sebagian penderita Pityriasis rosea, terutama pada anak-anak. 4.1.5

Pengobatan

Mengingat penyebab Pityriasis rosea belum diketahui secara pasti, pengobatan lebih ditujukan untuk meredakan keluhan (simptomatis).

Untuk meredakan gatal, dapat menggunakan antihistamin oral (diminum). Sedangkan obat topikal (obat luar) yang lazim digunakan bedak diantaranya: bedak salisil dan lotion menthol-phenol. 4.1.6

Prognosis

Prognosis baik kerana penyakit sembuh spontan biasanya dalam waktu 3-8 minggu.7

4.2.0

Eritroderma

Eritroderma ( dermatitis eksfoliativa ) adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema seluruh atau hampir seluruh tubuh, biasanya disertai skuama yang hampir mengenai seluruh tubuh.

Gambar 9: Gambaran Kelainan Kulit Pada Pasien Erittroderma 4.2.1 Etiologi 1. Eritroderma eksfoliativa primer. Penyebabnya tidak diketahui. Termasuk dalam golongan ini eritroderma iksioformis konginetalis dan eritroderma eksfoliativa neonatorum(5±0%).

2. Eritroderma eksfoliativa sekunder Akibat penggunaan obat secara sistemik yaitu penicillin dan derivatnya ,sulfonamide , analgetik / antipiretik dan ttetrasiklin. Meluasnya dermatosis ke seluruh tubuh , dapat terjadi pada liken planus ,psoriasis , pitiriasis rubra pilaris , pemflagus foliaseus , dermatitis seboroik dandermatitis atopik. Penyakit sistemik seperti Limfoblastoma.

4.2.2 Patofisiologi Pada dermatitis eksfoliatif terjadi pelepasan stratum korneum ( lapisan kulit yang paling luar ) yang mencolok yang menyebabkan kebocoran kapiler , hipoproteinemia dan keseimbangan nitrogen yang negatif . Karena dilatasi pembuluh darah kulit yang luas , sejumlah besar panas akan hilang jadi dermatitis eksfoliatifa memberikan efek yang nyata pada keseluruh tubuh. Pada eritroderma terjadi eritema dan skuama ( pelepasan lapisan tanduk dari permukaan kulit sel-sel dalam lapisan basal kulit membagi diri terlalu cepat dan selsel yang baru terbentuk bergerak lebih cepat ke permukaan kulit sehingga tampak sebagai sisik atau plak jaringan epidermis yang profus. Mekanisme terjadinya alergi obat seperti terjadi secara non imunologik dan imunologik (alergik) , tetapi sebagian besar merupakan reaksi imunologik. Pada mekanisme imunologik, alergi obat terjadi pada pemberian obat kepada pasien yang sudah tersensitasi dengan obat tersebut. Obat dengan berat molekul yang rendah awalnya berperan sebagai antigen yang tidak lengkap (hapten ). Obat atau metaboliknya yang berupa hapten ini harus berkojugasi dahulu dengan protein misalnya jaringan , serum atau protein dari membran sel untuk membentuk antigen obat dengan berat molekul yang tinggi dapat berfungsi langsung sebagai antigen lengkap.

4.2.3 Penatalaksanaan Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan keseimbangan cairan serta elektrolit dan mencegah infeksi tetapi bersifat individual serta suportif dan harus segera dimulai begitu diagnosisnya ditegakan.Pasien harus dirawat di rumah sakit dan harus tirah baring. Semua obat yang terlibat harus dihantikan pemakaiannya, suhu kamar yang nyaman harus dipertahankan karena pasien tidak memiliki kontrol termolegulasi yang normal sebagai akibat dari fluktuasi suhu karena vasodilatasi dan kehilangan cairan lewat evaporasi. Keseimbangan cairan dan elektrolit harus dipertahankan karena terjadinya kehilangan air dan protein yang cukup besar dari permukaan kulit. Preparat expander mungkin diperlukan.8 4.3.0

Dermatitis Seboroik

Gambar 10: Gambaran Kelainan Dermatitis Seboroik Pada Skalp Pasien Dermatitis Seboroik ( Seborrhoeic Dermatitis, Seborrheic Dermatitis ) merupakan peradangan permukaan kulit berbentuk lesi squamosa (bercak disertai semacam sisik), bersifat kronis, yang sering terjadi di area kulit berambut dan area kulit yang banyak mengandung kelenjar sebasea ( kelenjar minyak, lemak ), seperti kulit kepala, wajah, tubuh bagian atas dan area pelipatan tubuh (ketiak, selangkangan, pantat).

Gambar 11: Gambaran Tempat Predileksi Dermatitis Seboroik 4.3.1

Etiologi

Penyebab Dermatitis Seboroik hingga kini belum diketahui secara pasti. Faktor-faktor yang diduga sebagai penyebab Dermatitis Seboroik, antara lain: 

Infeksi jamur Malassezia ovale



Faktor imunologi



Iklim



Genetik



Lingkungan



Hormonal



Aktifitas kelenjar sebasea yang berlebihan.

Selain itu, beberapa obat-obat tertentu diduga memicu terjadinya Dermatitis Seboroik, seperti:



Auranofin



Aurothioglucose



Buspirone



Chlorpromazine



Cimetidine



Ethionamide



Griseofulvin



Haloperidol



Iinterferon alfa



Lithium



Methoxsalen



Methyldopa



Phenothiazines



Psoralens



Stanozolol



Thiothixene



Trioxsalen

4.3.2 Gejala Klinis Dermatitis Seboroik relatif mudah dikenali karena tandanya yang khas, yakni dijumpainya krusta (bercak disertai semacam sisik) berminyak.

Gejala Pada Bayi: 

Di area kepala (bagian depan dan samping) ditandai: krusta tebal, pecahpecah, berwarna kekuningan dan berminyak. Tanda ini disebut cradle cap



karena bentuknya yang mirip topi menutupi kulit kepala. Di bagian tubuh yang lain, ditandai: ruam berwarna kemerahan, merah kekuningan, dengan krusta berminyak yang menutupi permukaannya.

Gejala Pada Dewasa: Pada umumnya ditandai dengan:  

Keluhan gatal Peradangan pada area seboroik dengan gambaran berbagai bentuk lesi, berwarna kemerahan atau kekuningan disertai dengan adanya skuama, krusta,



basah berminyak, dan bisa juga kering. Residif (mudah kambuh) dan bersifat kronis. Diduga behubungan dengan faktor stress, kelelahan, sinar matahari dan iklim.9

4.3.3

Pengobatan

Pada dasarnya, pengobatan Dermatitis Seboroik ditujukan untuk menghilangkan penyebabnya, jika penyebabnya diketahui, dan untuk meredakan gejalanya. Obat Sistemik 

Antihistamin untuk meredakan gatal dan reaksi alergi, misalnya: Loratadine



10 mg, Cetirizine 10 mg atau antihisamin golongan lainnya. Steroid, digunakan pada Dermatitis Seboroik yang berat. Pada pemakaian jangka lama, steroid digunakan secara tappering down, yakni dosis



obat diturunkan secara bertahap dan berkala. Antibiotika, digunakan jika Dermatitis Seboroik disertai infeksi sekunder oleh

 

kuman akibat garukan, gesekan, dan lain-lain. Obat Topikal ( obat luar: salep, krim, gel, lotion, shampo, dll ) Krim atau salep steroid. Pada area wajah digunakan steroid potensi rendah



agar kulit wajah tidak menipis pada penggunaan jangka lama. Krim atau salep yang mengandung asam salisilat 2-5%, atau sulfur 4%, atau ter 2%, atau ketokonazole 2%, atau obat kombinasi.



Shampo yang mengandung asam salisilat, sulfur, selenium sulfida 2%, zinc pirition 1-2 %. Digunakan untuk keramas 2-3 kali seminggu selama 5-10 menit, kemudian dibilas dengan air bersih.

Obat Topikal 

Krim atau salep steroid. Pada area wajah digunakan steroid potensi rendah



agar kulit wajah tidak menipis pada penggunaan jangka lama. Krim atau salep yang mengandung asam salisilat 2-5%, atau sulfur 4%, atau



ter 2%, atau ketokonazole 2%, atau obat kombinasi. Shampo yang mengandung asam salisilat, sulfur, selenium sulfida 2%, zinc pirition 1-2 %. Digunakan untuk keramas 2-3 kali seminggu selama 5-10 menit, kemudian dibilas dengan air bersih.10

DAFTAR PUSTAKA 1. Syarif M. Wastaatmadja. Anatomi kulit. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. 2008: ed 5th: 3-8. 2. Nestle FO, Kaplan DH, Barker J (July 2009). "Psoriasis". N. Engl. J. Med. 361 (5): 496–509. Review article: Mechanisms of Disease. 3. Hankin CS, Bhatia ND, Goldenberg G, et al. (2010). "A comparison of the clinical effectiveness and cost-effectiveness of treatments for moderate to severe psoriasis". Drug Benefit Trends 21: 17–27. 4. Adhi Djuanda. Dermatosis ertroskuamosa. Ilmu Penyakit Dan Kelamin. 2008:ed 5th:189-203 5. Henseler T, Christophers E. Psoriasis of early and late onset: characterization of two types of psoriasis vulgaris. J Am Acad Dermatol 2008: ed 13th: 450456. 6. David L. Duffy, Md. Psoriasis. 2008. Diunduh dari http://www.arnoldehret.org/docs/PSORIASIS.pdf , 20 April 2011. 7. Linda Vorvick, MD, Medical Director, MEDEX Northwest Division of Physician Assistant Studies, University of Washington School of Medicine.

Pityriasis rosea. Updated 28 Oktober 2010. Diunduh dari http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000871.htm , 20 April 2011. 8. MA Gonzalo-Garijo. Allergology Department. Infanta Cristina University Hospital. Badajoz, Spain. Erythroderma due to aztreonam and clindamycin. 2006. Diunduh dari http://www.jiaci.org/issues/vol16issue03/10.pdf . 20 April 2011. 9. Schwartz, Robert A. Janusz. (July 2006)."Seborrheic dermatitis: an overview". American Family Physician 74 (1): 125–30. 10. Eamonn Brady MPSI. Whelehans Pharmacy. Seborrhoeic dermatitis. 2008. Diunduh dari http://www.whelehans.ie/ailments/Seborrhoeic %20Dermatitis.pdf . 21 April 2011.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF