172390272 2 Glikolisis Ragi

April 28, 2018 | Author: Ufi Damayanti | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

ragi...

Description

Laporan Praktikum Ke-2 MK. Metabolisme Zat Gizi

Tanggal Mulai Tanggal Selesai

GLIKOLISIS PADA SEL RAGI Oleh : Kelompok 1 P3 Rica Monica Fadel Ahmad Hanifah Al Khairiyah Rika Mustika Rido Akbar

I14110040 I14110052 I14110097 I14110104 I14110125

Asisten Praktikum : Daniel Pratama Defika Koordinator Mata Kuliah : Dr. Rimbawan

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

: 5 Maret 2013 : 5 Maret 2013

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Glikolisis merupakan suatu proses yang menyebabkan terjadinya konversi satu molekul glukosa menjadi dua molekul piruvat. Jalur ini merupakan  jalur metabolisme primitif karena bekerja pada sel yang paling sederhana sekali dan tidak memerlukan oksigen. Fungsi utama jalur glikolisis meliputi pengubahan glukosa menjadi piruvat yang bisa dioksidasi dalam siklus asam sitrat. Banyak senyawa lain selain glukosa yang dapat memasuki jalur pada tahap intermediet. Dalam beberapa sel, jalur ini dimodifikasi untuk memungkinkan sintesis glukosa. Jalur ini mengandung intermediet-intermediet yang terlibat dalam reaksi metabolisme alternatif. Setiap molekul glukosa yang dikonsumsi, dua molekul ADP difosforilasi oleh fosforilasi tingkat substrat untuk menghasilkan dua molekul ATP (Ngili 2010). Glikolisis anaerob terjadi pada mikroorganisme yang mampu hidup tanpa oksigen. Ada dua jalur glikolisis anaerob yang memungkinkan untuk  pembentukan asam piruvat dari glukosa, yaitu glikolisis yang menghasilkan asam laktat seperti yang terjadi dalam tubuh manusia dan glikolisis anaerob yang menghasilkan etanol seperti yang terjadi pada fermentasi ragi yang salah satu fungsinya adalah untuk menghasilkan minuman beralkohol (Bender 2008). Glikolisis anaerob yang terjadi pada saat fermentasi ragi menghasilkan etanol dan CO2. Oleh karena itu, praktikum kali ini akan dilakukan pengamatan glikolisis anaerob pada fermentasi ragi. Kemudian, untuk mengetahui sejauh mana keefektifan proses glikolisis, dilakukan pengukuran kadar CO 2, kadar glukosa, dan kadar etanol yang tersisa atau dihasilkan dari proses glikolisis pada fermentasi ragi.

Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari proses glikolisis yang terjadi di dalam sel ragi dengan mengukur kadar glukosa yang tersisa, tinggi kadar etanol, dan tinggi kolom CO 2  yang dihasilkan. Selain itu juga untuk mempelajari/mengamati pengaruh inhibitor seperti fluorida dan arsenat terhadap  proses glikolisis.

TINJAUAN PUSTAKA

Glikolisis

Glikolisis adalah urutan tertentu yang melibatkan sepuluh reaksi antara senyawa (salah satu langkah yang melibatkan dua zat antara). Glikolisis dianggap sebagai pola dasar yang universal jalur metabolisme. Terjadi dengan variasi, di hampir semua organisme, baik aerob dan anaerob. Pada dasarnya metabolisme glukosa dapat dibagi dalam dua bagian yaitu yang tidak menggunakan oksigen atau anaerob dan yang menggunakan oksigen atau aerob. Reaksi anaerob terdiri atas serangkaian reaksi yang mengubah glukosa menjadi asam laktat. Proses ini disebut glikolisis. Tiap reaksi dalam proses glikolisis ini menggunakan enzim tertentu, misalnya seperti enzim heksokinase, fosfoheksoisomerase, fosfofruktokinase, enolase, laktat dehidrogenase, piruvat kinase, fosfogliseril kinase, dan lain-lain. Enzim yang mengkatalis reaksi dalam tahapan glikolisis dijumpai pada sitoplasma sel, di sinilah glikolisis berlangsung. Glikolisis dimulai dengan fosforilasi glukosa menjadi glukosa 6 – fosfat. Jalur glikolisis mempunyai peran ganda, yakni degradasi glukosa untuk menghasilkan ATP, dan memberikan unit-unit penyusun untuk sintesis komponen-komponen sel. Kecepatan konversi glukosa piruvat diatur sesuai dengan dua keperluan utama sel ini. Pada reaksi fisiologis, reaksi-reaksi glikolisis dengan mudah reversibel kecuali reaksi-reaksi yang dikatalisis oleh heksokinase, fosfofruktokinase, dan piruvat kinase. Fosfofruktokinase, elemen pengontrol terpenting pada glikolisis, dihambat oleh kadar tinggi ATP dan sitrat, dan diaktifkan oleh AMP dan fruktosa 2,6 bifosfat. Pada hati, bifosfat menandakan  bahwa glukosa berlimpah. Oleh karena itu, fosfofruktokinase aktif bila diperlukan energi atau unit-unit penyusun. Heksokinase dihambat oleh glukosa 6-fosfat, yang  berakumulasi bila fosfofruktokinase aktif. Piruvat kinase situs pengontrol lainnya, secara alosterik dihambat oleh ATP dan alanin, dan diaktifkan oleh fruktosa 1,6  bifosfat. Akibatnya, piruvat kinase aktif maksimal bila muatan energi rendah dan zat-zat antara glikolisis menumpuk. Piruvat kinase, seperti enzim bifungsi yang mengontrol kadar fruktosa 2,6 bifosfat, diatur melalui fosforilasi. Kadar glukosa yang rendah dalam darah mendorong fosforilasi piruvat kinase hati, sehingga aktivitasnya menurun dengan demikian menurunkan pemakaian glukosa dalam hati (Simanjuntak dan Silalahi 2003).

Metode Follen Wu

Metode Follen-Wu diperkenalkan pertama kali oleh Follen dan Wu pada tahun 1919 (Berkman 1953). Metode ini merupakan metode yang digunakan untuk membuat filtrat darah bebas protein dengan pengendapan protein oleh  pembentukan asam tungstat. Endapan terjadi akibat adanya kombinasi anion asam dengan bentuk kationik dari protein. Metode ini memiliki beberapa keuntungan, antara lain hanya dibutuhkan dua pelarut, yaitu filtrat yang terbentuk lebih netral dan proses filtrasi lebih cepat. Selain keuntungan tersebut, metode Follen Wu juga memiliki kerugian seperti warna pereaksi yang diujikan akan berangsur-angsur

memudar sehingga warnanya berbeda dengan larutan standar glukosa (Murray 2009).

Glukosa

Glukosa (C6H12O6, berat molekul 180.18) adalah heksosa-monosakarida yang mengandung enam atom karbon. Glukosa merupakan aldehida (mengandung gugus -CHO). Lima karbon dan satu oksigennya membentuk cincin yang disebut "cincin piranosa", bentuk paling stabil untuk aldosa berkarbon enam. Dalam cincin ini, tiap karbon terikat pada gugus samping hidroksil dan hidrogen kecuali atom kelimanya, yang terikat pada atom karbon keenam di luar cincin, membentuk suatu gugus CH 2OH. Struktur cincin ini berada dalam kesetimbangan dengan bentuk yang lebih reaktif, yang proporsinya 0.0026% pada pH 7. Tahap pertama fermentasi glukosa selalu terbentuk asam piruvat. Pada mikroba dikenal paling sedikit empat jalur pemecahan glukosa menjadi asam  piruvat, yaitu: Jalur Embden-Meyehoff-Parnas (EMP) atau glikolisis, ditemukan pada fungi dan kebanyakan bakteri, serta pada hewan dan manusia. Jalur Entner-Doudoroff (ED), ditemukan pada beberapa bakteri. Jalur Heksosamonofosfat (HMF), ditemukan pada berbagai organisme. Jalur Fosfoketolase (FK), hanya ditemukan pada bakteri yang tergolong laktobasili heterofermentatif. Jalur EMP terdiri atas beberapa tahap, masing-masing dikatalis oleh enzim tertentu. Jalur tersebut ditandai dengan pembentukan fruktosa difosfat, dilanjutkan dengan pemecahan fruktosa difosfat menjadi dua molekul gliseraldehida fosfat. Reaksi ini dikatalis oleh enzim aldolase. Kemudian terjadi reaksi dehidrogenasi gliseraldehida fosfat (fosfogliseraldehida) yang merupakan reaksi oksidasi yang menghasilkan energi dalam bentuk ATP. Reaksi ini dikatalis oleh enzim gliseraldehida fosfat dehidrogenase. Atom hidrogen yang terlepas akan ditangkap oleh nikotinamida-adenindinukleotida (NAD), membentuk NADH 2. Proses fermentasi dapat berlangsung terus jika NADH2 dapat dioksidasi kembali pada tahap kedua fermentasi sehingga melepaskan atom hidrogen kembali. Dengan demikian, NAD berfungsi sebagai  pembawa hidrogen dalam proses fermentasi. Energi yang dilepaskan selama oksidasi gliseraldehida fosfat cukup untuk membentuk dua molekul ATP, karena satu molekul glukosa menghasilkan dua molekul gliseraldehida fosfat, maka seluruhnya dibentuk empat molekul ATP.  Namun dua molekul ATP dibutuhkan untuk mengubah glukosa menjadi fruktosa difosfat, sehingga tinggal dua molekul ATP yang dapat digunakan untuk  pertumbuhan untuk setiap molekul glukosa yang dipecah. Reaksi keseluruhnnya sebagai berikut: 

  

Pada jalur ED terbentuk suatu intermediet unik yaitu 2-keto-3-deoksi-6fosfoglukonat (KDFG). Komponen ini akan dipecah oleh aldolase menjadi triosa yaitu piruvat dan gliseraldehida-3-fosfat. Komponen yang terakhir ini kemudian

dapat masuk ke dalam jalur EMP membentuk molekul piruvat yang kedua dengan melepaskan dua mol ATP dan satu mol NADH + H+. Reaksi keseluruhannya:

Jalur HMF penting dalam metabolisme mikroba untuk menghasilkan  pentosa yang diperlukan untuk sintesis asam nukleat, beberapa asam amino aromatik dan vitamin, serta sebagai sumber NADP + H+ yang diperlukan untuk reaksi biosintesis. Jalur ini disebut juga siklus pentosa, di mana tidak dihasilkan energi secara langsung, tetapi NADP + H+ yang dibentuk merupakan sumber energi potensial jika masuk ke dalam sistem transpor elektron (Abdul Hamid 2001). Enzim yang berperan dalam jalur HMF adalah transaldolase dan transketolase. Jalur FK hanya terjadi pada grup bakteri yang tergolong laktobasili heterofermentatif. Jalur ini merupakan percabangan dari jalur HMF, karena  bakteri ini tidak mempunyai enzim aldolase yang dapat memecah fruktosa 1,6difosfat menjadi 2 triose-fosfat, dan tidak mempunyai enzim transaldolase dan transketolase yang penting dalam jalur HMF (Abdul Hamid 2001).

Fungsi Berbagai Perlakuan selama Percobaan

Praktikum ini melakukan percobaan dengan menggunakan 3 jenis ragi dengan 4 perlakuan pada masing – masing ragi. Perlakuan pertama adalah menjadikan sebagai kontrol positif, kemudian kontrol negatif, selanjutnya dengan menambahkan inhibitor fluorida, dan inhibitor arsenat. Pada pembuatan larutan uj i untuk kontrol negatif, dilakukan pemanasan pada larutan. Pemanasan pada ragi saat pembuatan kontrol negatif menyebabkan sel-sel yang berada dalam ragi mati sehingga ragi akan bersifat nonaktif, sehingga tidak terjadi glikolisis, sedangkan  pada perlakuan ketiga ditambahkan larutan inhibitor fluoride. Larutan flourida merupakan suatu inhibitor (penghambat) dari proses glikolisis, yakni menghambat  pemecahan glukosa menjadi etanol dan CO2 (Winarno 2008). Pembuatan filtrat bebas protein dengan metode Folin Wu. Pada metode ini digunakan pelarut NA tungstat dan H 2SO4. Na tungstat berfungsi untuk mengendapkan glukosa yang terlarut di dalam air (Lehninger 1982). H 2SO4  berfungsi sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi pengendapan glukosa oleh Na tungstat (Lehninger 1982).

Etanol

Etanol (alkohol) adalah nama suatu golongan senyawa organik yang mengandung C, H, dan O. Etanol dalam ilmu kimia disebut dengan etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH (Siregar 1988). Karakteristik etanol antara lain  berupa zat cair, tidak berwarna, berbau spesifik, mudah terbakar dan menguap, dapat bercampur dengan air dalam segala perbandingan. Secara garis besar  penggunaan etanol adalah sebagai pelarut untuk zat organik maupun anorganik,

 bahan dasar industri cuka, ester, spirtus, dan asetaldehid. Selain itu etanol juga digunakan untuk campuran minuman serta digunakan sebagai bahan bakar yang terbarukan. Pembuatan etanol dalam industri ada 2 macam, yaitu: (1) cara nonfermentasi (sintetik) yaitu suatu proses pembuatan alkohol yang tidak menggunakan enzim ataupun jasad renik, dan (2) cara fermentasi, merupakan  proses metabolisme di mana terjadi perubahan kimia dalam substrat karena aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroba (Endah et al. 2007).

Ragi

Ragi adalah fungsi ekasel ( uniseluler ) pada beberapa jenis spesies umumnya digunakan untuk membuat roti, fermentasi minuman beralkohol, dan  bahkan digunakan percobaan bahan bakar (Darwindra 2009). Ragi sebenarnya merupakan kumpulan spora mikroorganisme/mikroba (jasa hidup yang sangat kecil) yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang (tanpa alat), harus menggunakan mikroskop (Suprapti 2003). Ragi adalah campuran mikroorganisme yang terdiri atas kapang, khamir dan bakteri (Gandjar dan Sjamsuridzal 2006). Kebanyakan ragi merupakan anggota divisi  Ascomycota, walaupun ada yang digolongkan dalam  Basodiomycota. Ragi berasal dari fugus bersel satu dari genus saccharomyces, spesies cerevisae, dan memiliki ukuran 6-8 mikron (Darwindra 2009).

Ragi Roti

Fungsi utama ragi pada roti adalah mengembangkan adonan dan memberi aroma. Hal ini terjadi karena adanya aktivitas enzim  yeast   yang mengubah gula menjadi gas CO2 dan alkohol (Dean 2007). Mikroba yang terdapat dalam ragi roti (gist)  terdiri atas Saccharomyces ellipsoids  Hansen, Saccharomyves cerevisae, dan Hansenulla annomala (Suprapti 2005). Menurut Rahayu (2012), ada beberapa jenis ragi yaitu: (1) Fresh Yeast /Ragi Basah (Compressed Yeast ) memiliki kadar air sekitar 70%, sehingga harus disimpan pada suhu 20 – 50 oC untuk mencegah hilangnya daya pembentuk gas. Setelah kemasan dibuka, umumnya ragi jenis ini tidak akan bertahan lama, hanya sekitar 2-3 hari dengan catatan tetap disimpan dalam suhu rendah. Ragi ini  juga lebih sensitif terhadap garam sehingga harus dipisahkan selama pengadukan. Keunggulan  fresh yeast   adalah lebih toleran terhadap air dingin/es, lebih mudah larut, terutama dalam proses pengadukan singkat, serta memiliki aroma khas yang tidak bisa didapatkan pada ragi jenis lain, (2)  Instant Dry Yeast /Ragi Kering Instan merupakan jenis ragi yang paling sering digunakan karena aplikasinya lebih praktis. Ragi jenis ini berbentuk butiran halus berwarna cokelat muda dan memiliki aroma khas ragi roti. Rendahnya kadar air menyebabkan jenis ragi ini terbilang cukup aman digunakan di negara–negara tropis dengan tingkat kelembapan udara yang tinggi seperti Indonesia. Penggunaan dosis ragi ini hanya sekitar 1% - 2,5% dari berat tepung terigu. Penyimpanan ragi jenis ini harus di dalam wadah kedap udara dan disimpan dalam suhu kering dan sejuk atau di dalam chiller . Untuk hasil terbaik, ragi jenis ini harus dipakai habis dalam waktu

48 jam setelah kemasan dibuka, dan (3)  Active Dry Yeast /Ragi Koral memiliki kadar air sekitar 7,5% dan memiliki bentuk seperti bola-bola kecil. Ragi dalam  jenis ini harus diaktifkan dulu dengan cara dilarutkan dengan air sebelum ditambahkan ke dalam adonan roti. Jika tidak, maka ragi akan sulit bercampur sehingga menghambat daya kerja ragi tersebut. Pada umumnya, active dry yeast  digunakan dengan jumlah 2x lebih banyak dari instant dry yeast . Hal yang harus diperhatikan, ragi ini memerlukan proses rehydration (pelarutan) dengan air pada suhu 380 – 400 oC selama sekitar 15 menit.

Ragi Oncom

Ragi pada pembuatan oncom terdiri atas dua jenis, yaitu  Rhizopus oligosporus  dan  Neurospora sitophila. Ragi yang digunakan menentukan warna oncom.  Rhizopus oligosporus  yang juga digunakan untuk pembuatan tempe, menyebabkan oncom berwarna hitam.  Neurospora sitophila menghasilkan oncom  berwarna jingga. Ragi oncom dapat dibuat dari oncom yang sudah jadi. Caranya, oncom dihancurkan dan ditaburkan di atas permukaan ampas tahu atau bungkil kacang tanah yang sudah dicet ak (Sarwono 2010).

Ragi Tape

Ragi tape adalah starter tradisional yang terdapat di Indonesia, digunakan untuk fermentasi substrat yang kaya akan pati, seperti singkong dan beras ketan menjadi tape, brem cair dan brem padat. Di desa-desa ragi ini digunakan sebagai campuran jamu dan ramuan seperti obat cacing, obat pencegah kehamilan dan obat tradisional lainnya (Saono 1982). Tape dihasilkan melalui proses fermentasi oleh sejenis khamir (yeast) Saccharomyces cerevisae dan kapang  Aspergillus sp. Khamir dan kapang tersebut biasanya terdapat di dalam ragi tape. Pada proses  pembuatan tape, khamir dan kapang merupakan mikroba yang mengubah karbohidrat yang terkandung dalam bahan, menjadi gula. Peranan ragi dalam  pembuatan tape adalah mengubah gula menjadi alkohol. Rasa manis pada tape dipengaruhi oleh kadar gula yang ada dalam tape tersebut (Rukmana dan Yunlarsih 2001).

Prinsip Spektrofotometer

Spektrofotometer adalah alat yang terdiri atas spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat untuk mengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar 1990). Di dalam spektrofotometer, cahaya putih dipisahkan menjadi sejumlah warna (panjang gelombang) oleh prisma. Kemudian, satu demi satu, warna cahaya yang berbeda itu dilewatkan melalui sampel. Cahaya yang diteruskan menabrak tabung

fotolistrik, yang mengubah energi cahaya menjadi listrik, dan arus listriknya diukur dengan suatu alat ukur. Setiap kali panjang gelombang cahaya berubah, alat ukur akan mengindikasikan fraksi cahaya yang diteruskan melalui sampelnya, atau sebaliknya, fraksi cahaya yang diserap. Grafik yang menyajikan profil  penyerapan (absorpsi) pada panjang gelombang yang berbeda disebut spektrum absorpsi. Spektrum absorpsi memiliki lembah dalam daerah hijau karena pigmen meneruskan cahaya dari yang berwarna ini (Campbell et al 2002).

Aplikasi di Bidang Gizi

Pengolahan bahan pangan secara tradisional sudah dikenal sejak dahulu. Salah satu cara pengolahan yang dilakukan adalah dengan fermentasi. Fermentasi telah lama digunakan dan merupakan salah satu cara pengolahan dan bentuk  pengawetan makanan tertua. Fermentasi merupakan cara untuk memproduksi  berbagai produk yang menggunakan mikroba melalui aktivitas metabolisme. Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba pada substrat organik yang sesuai. Contohnya pada sel ragi (Sarwono 2010). Produk fermentasi diharapkan dapat meningkatkan nilai gizi suatu bahan  pangan, relatif lebih efisien karena hanya menggunakan energi rendah dapat menghasilkan makanan yang lebih awet. Saat ini, proses fermentasi sudah  berkembang sangat pesat. Pada awalnya terjadi tanpa kendali sepenuhnya. Adanya  pengalaman dan berkembangnya berbagai penelitian yang berhubungan dengan mikrobiologi pangan, seperti anggur, asam cuka, keju, bir, yoghurt, tape, tempe, asinan, dan tauco, menjadikan produk fermentasi lebih terkendali proses  pengolahannya, aman dikonsumsi dan disukai oleh masyarakat (Sarwono 2010).

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Praktikum dilakukan pada hari Selasa, 5 Maret 2013 pukul 10.00-13.00 WIB di Laboratorium Metabolisme Zat Gizi Makro, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada percobaan ini di antaranya tabung peragian, gelas ukur, corong, kertas Whatman, Erlenmeyer 125 ml, pipet mohr, bola hisap,  pipet tetes, tabung reaksi, labu takar 25 ml, spektrofotometer, dan piring conway

dengan penutup. Bahan yang digunakan di antaranya ragi roti, ragi oncom, ragi tape, larutan glukosa 2%, larutan fluorida, larutan arsenat, akuades, larutan Natungstat 10%, larutan H2SO4

 

 N, filtrat bebas protein, larutan tembaga alkalis,

 pereaksi asam fosfomolibdat, larutan standar glukosa 0,1 mg/ml, larutan dikromat asam, larutan Na2CO3 20%, dan larutan standar etanol.

Prosedur Percobaan

1. Peragian Dibuat suspensi ragi (ditimbang 4 g ragi, diencerkan dengan 56 ml akuades) Dicampur homogen Tabel 1 Larutan yang dimasukkan kedalam 4 tabung Tabung Bahan Kontrol Kontrol Inhibitor Inhibitor + fluoride arsenat Suspensi ragi 14 ml 14 ml 14ml Suspensi ragi 14 ml (dididihkan) Lar. Fluorida 2 ml Lar. Arsenat 2 ml Lar. Glukosa 2% 2 ml 2 ml 2 ml 2 ml Akuades 2 ml 2 ml Dicampurkan isi tabung, didiamkan (T=suhu kamar, t=15 menit) Diukur tinggi kolom CO2, kadar glukosa, kadar etanol Dibuat tabel Gambar 1 Prosedur percobaan peragian 2. Pembuatan Filtrat Bebas Protein dengan Cara Fo lin Wu Disediakan Erlenmeyer 125 ml kering dan bersih Ditambahkan 1 ml bahan uji, digoyang perlahan Ditambahkan 1 ml Na-tunstat 10%, digoyang perlahan 

Ditambahkan 1 ml H2SO4  N, setetes demi setetes terus digoyang 

X

X Didiamkan 10 menit Disaring dengan kertas, ditampung filtrat Diperoleh filtrat bebas protein kontrol (+), kontrol (-), inhibitor fluoride dan arsenat Gambar 2 Prosedur pembuatan filtrat protein dengan cara folin wu 3. Pengukuran Kadar Glukosa Dipipetkan masing-masing ke dalam tabung reaksi Tabel 2 Prosedur pengukuran kadar glukosa Larutan

Tabung Blanko 2 ml 2 ml

Standar 2 ml 2 ml

Uji 2 ml 2 ml

Larutan B Standar glukosa Akuades Pereaksi tembaga alkalis Dicampurkan, dimasukkan ke dalam penangas air mendidih (t=8 menit), didinginkan dalam es (t=3 menit) Asam 2 ml 2 ml 2 ml fosfomolibdat Dicampurkan, didiamkan (t=3 menit), dimasukkan larutan ke dalam labu takar 25 ml, dibilas tabung reaksi dengan akuades, ditera larutan hingga 25 ml, dibaca absorbansi (panjang gelombang=420 nm)

Gambar 3 Prosedur pengukuran kadar glukosa 4. Penetapan Kadar Etanol Disediakan piring conway beserta penutup

Dipipetkan sebagai berikut: 3 ml dikromat asam

3 ml dikromat asam

0,5 ml larutan uji

0,5 ml standar etanol 1 ml Na 2CO3 20%

1 ml Na2CO3 20%

Ditutup piring conway dengan pe nutupnya X

X Dikeram (T=90⁰C, t=20 menit) Diambil larutan dikromat, dimasukkan ke dalam labu t akar 25 ml. Dibilas piring 2x dengan akuades, ditera larutan hingga 25 ml dengan akuades Dimasukkan 3 ml dikromat asam ke dalam labu ukur dan diencerkan dengan air hingga tera 25 ml (blanko) Dituliskan dalam tabel Gambar 5 Prosedur penetapan kadar etanol

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses glikolisis merupakan jalur utama dalam metabolisme karbohidrat untuk menghasilkan energi. Jalur glikolisis berfungsi pada seluruh makhluk hidup, mulai dari bakteri hingga manusia. Pada percobaan proses glikolisis kali ini menggunakan sel ragi yang akan menghasilkan etanol dan CO 2. Proses glikolisis yang dilakukan adalah mengukur tinggi kolom CO 2, mengukur kadar glukosa, dan mengukur tinggi kadar etanol yang dihasilkan. Percobaan pertama yang dilakukan adalah penentuan kadar CO 2 pada sel ragi ini diuji dengan memberikan 4 macam perlakukan pada tiga jenis ragi yakni ragi roti, oncom dan tape. Perlakuan yang diberikan adalah sebagai kontrol positif, kontrol negatif, penambahan inhibitor fluorida dan inhibitor arsenat. Masingmasing perlakuan dilakukan pada tabung yang berbeda, pada kontrol positif, suspensi ragi hanya ditambahkan dengan larutan glukosa 2% dan akuades. Begitu  juga dengan perlakukan kontrol negatif. Perbedaannya, pada kontrol negatif suspensi ragi mendapatkan perlakuan pemanasan pada suhu 100 0C sebelum ditambahkan dengan larutan glukosa 2% dan akuades. Perlakukan selanjutnya adalah dengan mencampurkan suspensi ragi dengan larutan fluorida dan larutan glukosa 2%. Sedangkan perlakuan terakhir suspensi ragi ditambahkan dengan larutan arsenat dan larutan glukosa 2%. Larutan glukosa 2% berfungsi sebagai bahan utama yang digunakan dalam proses glikolisis oleh sel ragi, di mana glikolisis akan memecah glukosa menjadi etanol dan CO2. Semua larutan diaduk hingga tercampur rata pada masing-masing tabung  perlakuan. Setelah itu mendiamkannya selama 15 menit, dan mengamati tinggi kolom CO2  yang terjadi. Tujuan pendiaman selama 15 menit yaitu agar  berlangsungnya proses glikolisis dalam sel ragi. Tinggi kolom CO2  yang terbentuk selanjutnya dihitung. Tinggi dari kolom CO 2 menunjukkan jumlah dari CO2 yang terdapat pada masing – masing perlakuan. Semakin tinggi kolom CO 2, maka semakin banyak jumlah CO 2  yang ada. Hasil dari percobaan penentuan kolom CO2 adalah sebagai berikut:

Jenis Ragi

Tape Oncom Roti

Tabel 1 Hasil pengamatan kolom CO2 Kolom CO2 Kontrol (+) Kontrol (-) Inhibitor Fluorida Banyak Tidak ada Tidak ada Tidak ada Banyak Tidak ada Sedikit Tidak ada Tidak ada

Inhibitor Arsenat Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Berdasarkan tabel hasil percobaan di atas dapat dilihat bahwa pada kontrol  positif, menunjukkan terdapatnya jumlah CO2 pada tape dalam jumlah banyak dan roti dalam jumlah sedikit. Sedangkan pada kontrol negatif terdapat kolom CO 2 yang banyak pada ragi oncom. Telah terjadi kesalahan pada percobaan penentuan kolom CO2  pada ragi oncom. Terdapat CO 2  dalam jumlah banyak pada kontrol negatif dari ragi oncom, sedangkan pada kontrol positif tidak terdapat CO 2  sama sekali. Seharusnya jumlah CO2  yang terdapat pada kontrol positif lebih banyak dari yang terdapat pada kontrol negatif. Winarno (2008) menyatakan bahwa  pemanasan pada ragi menyebabkan sel-sel yang berada dalam ragi mati sehingga ragi akan bersifat nonaktif, sehingga tidak terjadi glikolisis. Perlakuan dengan penambahan larutan fluorida dan arsenat memberikan hasil negatif pada setiap jenis ragi. Hal ini disebabkan karena larutan flourida merupakan suatu inhibitor (penghambat) dari proses glikolisis, yakni menghambat  pemecahan glukosa menjadi etanol dan CO2  (Winarno 2008). Oleh sebab itu, tidak terbentuk/tidak adanya kolom CO2 pada tabung perlakuan 3 dan 4. Percobaan selanjutnya adalah melakukan pembuatan filtrat dengan menggunakan metode folin wu. Pada prinsipnya metode ini merupakan metode yang digunakan untuk membuat filtrat bebas protein dengan pengendapan protein oleh pembentukan asam tungstat. Endapan terjadi akibat adanya kombinasi anion asam dengan bentuk kation dari protein. Metode ini memiliki beberapa keuntungan, antara lain hanya dibutuhkan dua pelarut, yaitu filtrat yang terbentuk lebih netral dan proses filtrasi lebih cepat (Winarno 2008). Bahan yang akan dibuat dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 125 ml, selanjutnya ditambahkan dengan Na tungstat 10% pada masing-masing tabung.  Na tungstat berfungsi untuk mengendapkan glukosa yang terlarut di dalam air (Lehninger 1982). Setelah tercampur rata, larutan tersebut ditambah dengan H2SO4  2/3 N. H2SO4  berfungsi sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi  pengendapan glukosa oleh Na tungstat (Lehninger 1982). Setelah penambahan, larutan yang telah dicampur akan didiamkan selama 10 menit dan diambil filtratnya dengan cara penyaringan agar filtrat terpisah secara sempurna Percobaan selanjutnya yang dilakukan adalah pengukuran kadar glukosa  pada sel ragi. Terdapat 14 tabung yang masing-masing terdiri atas larutan yang  berbeda. Semua larutan dari tiap tabung selanjutnya akan diuji. Terdapat 1 tabung  berisi larutan blanko (diberi label blanko), 1 tabung berisi larutan standar (diberi label standar) dan 12 tabung lainnya berisi larutan uji. Pada tabung uji digunakan 3 jenis ragi, yakni ragi roti, oncom dan tape, yang masing-masing ragi mendapat 4  perlakuan (kontrol (+), kontrol (-), inhibitor fluoride, dan inhibitor arsenat). Semua tabung uji sebelumnya telah mengalami pro ses folin wu. Pereaksi tembaga alkalis ditambahkan pada tiap - tiap tabung. Pada tabung  berlabel standar, larutan yang digunakan adalah larutan standar glukosa dan pada

 blanko adalah akuades. Kedua tabung ini juga dicampurkan dengan pereaksi alkalis. Setelah larutan dan pereaksi homogen, semua tabung dimasukkan ke dalam penangas air mendidih selama 8 menit. Pemanasan ini berfungsi untuk menambah laju reaksi oleh tembaga alkalis. Setelah itu didinginkan. Selanjutnya asam fosfomolibdat ditambahkan. Diamkan selama beberapa menit, kemudian tabung ditera hingga 25 ml pada labu takar dengan menambahkan akuades. Penambahan akuades ini berfungsi untuk mengencerkan larutan. Selanjutnya dibaca absorbansi pada panjang gelombang 420 nm. Dengan diketahuinya nilai absorbansi dari semua larutan dan mengkonversikannya dengan perhitungan secara matematis, maka kadar glukosa dari masing - masing larutan dapat dihitung. Hasil percobaan pada sel ragi dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2 Hasil percobaan penentuan kadar glukosa dari dari 3 jenis ragi Kadar Glukosa Jenis Ragi Inhibitor Inhibitor Kontrol (+) Kontrol (-) Fluoride Arsenat Roti 70,84 59,45 9,74 59,24 Oncom 55,10 36,66 119,52 62,55 Tape 117,86 55,30 73,33 58,41 Kadar glukosa pada tabel di atas diperoleh dari hasil konversi dengan melakukan perhitungan terhadap nilai absorbansi dari masing-masing larutan uji dengan nilai absorbansi standar dan absorbansi uji. Nilai absorbansi dan cara  perhitungan dapat dilihat pada bagian lampiran dari laporan ini. Berdasarkan hasil yang diperoleh, terlihat pada ragi roti kadar glukosa tertinggi terdapat pada larutan yang mendapat perlakuan sebagai kontrol positif, yakni sebesar 70,84. Sedangkan pada kontrol negatif hanya sebesar 59,45; inhibitor fluoride 9,74 dan inhibitor arsenat kadar glukosa yang terhitung adalah 59,24. Sedangkan pada ragi jenis oncom, kadar glukosa terbesar terkandung pada larutan yang mendapat perlakuan inhibitor fluorida, yakni sebesar 119,52. Pada  perlakuan kontrol positif, kontrol negatif dan inhibitor arsenat, diperoleh hasil  perhitungan kadar glukosa masing - masing sebesar 55,10; 36,66 dan 62,5. Pada  jenis ragi tape, kadar glukosa tertinggi terkandung pada larutan dengan perlakuan kontrol positif yakni sebesar 117,86. Sedangkan pada kontrol negatif sebesar 55,30, inhibitor fluoride sebesar 73,33 dan inhibitor arsenat sebesar 58,41. Kesalahan mungkin telah terjadi pada praktikum ini. Seharusnya di antara keempat perlakuan, kadar glukosa tertinggi akan diperoleh pada perlakuan kontrol  positif karena pada perlakuan ini, proses glikolisis dapat terjadi secara sempurna.  Namun pada ragi oncom diperoleh hasil kadar glukosa tertinggi pada perlakuan dengan penambahan inhibitor fluorida. Menurut Winarno (2008) fluoride akan menghambat terjadinya proses glikolisis pada ragi. Kesalahan ini dimungkinkan karena kurangnya ketelitian praktikan selama pengerjaan prosedur kerja pada saat  praktikum pengukuran kadar glukosa ini. Perlakuan selanjutnya adalah penetapan kadar etanol. Pada perlakuan ini digunakan piring conway dengan 3 ml larutan dikromat asam. Setelah itu dipipetkan bersebelahan pada bagian luar piring dengan larutan glukosa 2% sebanyak 0,5 ml dan larutan Na2CO3 sebanyak 1 ml, penambahan Na 2CO3  bertujuan untuk meningkatkan metabolisme glukosa. Larutan dikeram pada suhu

90o  selama 20 menit dalam oven dan diambil larutan dikromat yang terdapat dalam tabung sampai volume 25 ml, sebagai blanko dimasukkan 3 ml dikromat asam dan encerkan dengan air sampai 25 ml dan pada tahap akhir dibaca serapan  pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 450 nm. Siregar (1988) mengemukakan bahwa etanol (alkohol) adalah nama suatu golongan senyawa organik yang mengandung C, H, dan O. Etanol dalam ilmu kimia disebut dengan etil alkohol dengan rumus kimia C 2H5OH. Pembuatan etanol dalam industri menurut Endah et al (2007) ada 2 macam, yaitu cara nonfermentasi (sintetik) merupakan suatu proses pembuatan alkohol yang tidak menggunakan enzim ataupun jasad renik, dan cara fermentasi, merupakan proses metabolisme di mana terjadi perubahan kimia dalam substrat karena aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroba. Etanol yang ditetapkan kadarnya pada  praktikum dihasilkan melalui cara fermentasi (glikolisis pada sel ragi). Tabel 3 Hasil absorbansi praktikum penetapan kadar etanol Sampel Kontrol Kontrol Inhibitor Inhibitor Stand  Blan (ragi) (+) (-) Fluorida Arsenat ar ko Roti 0,352 0,640 0,401 0,566 0,721 0,042 Oncom 0,801 0,758 0,804 0,797 Tape 0,814 0,780 0,804 0,827 Pembacaan absorbansi pada panjang gelombang 450 nm terhadap sampel memberikan hasil seperti yang ditunjukkan tabel 3. Berdasarkan data yang diperlihatkan tabel tersebut, absorbansi pada tabung standar sebesar 0,721 sedangkan absorbansi pada tabung blanko sebesar 0,042. Perlakuan yang diberikan terdiri atas 4 jenis di antaranya kontrol (+), kontrol (-), inhibitor fluorida, dan inhibitor arsenat. Perlakuan pada kontrol (-) di antaranya proses  pemanasan sampel sebelum dilakukan uji peragian. Absorbansi tertinggi pada sampel ragi roti diperoleh dari perlakuan kontrol (-). Absorbansi pada perlakuan inhibitor fluorida dan arsenat lebih rendah daripada kontrol (-), walaupun lebih  besar dibandingkan kontrol (+) yaitu 0,827. Keberadaan inhibitor ini akan menurunkan jumlah produk yang terbentuk. Hal yang berbeda diperoleh dari sampel ragi oncom, absorbansi terbesar  pada sampel ini diperoleh dari perlakuan inhibitor fluorida sebesar 0,804. Absorbansi terkecil diperoleh dari perlakuan kontrol (-) sebesar 0,758. Nilai absorbansi bisa dipengaruhi oleh berbagai penyebab di antaranya kebersihan kuvet, kekentalan sampel, dan sebagainya. Kesalahan pembacaan bisa terjadi akibat beberapa faktor yang telah disebutkan. Hal yang berbeda diperoleh pula dari sampel ragi tape, absorbasi terbesar pada sampel ini diperoleh dari perlakuan inhibitor arsenat. Absorbansi terkecil diperoleh dari perlakuan kontrol (-) yaitu 0,780.

Sampel Roti Oncom Tape

Tabel 4 Kontrol (+) 45,65538 111,782 113,6966

Hasil penetapan kadar etanol Kontrol (-) Inhibitor Fluorida Inhibitor Arsenat 88,07069 52,87187 77,17231 105,4492 112,2239 111,1929 108,6892 112,2239 115,6112

Etanol merupakan salah satu produk yang terbentuk dari proses glikolisis ragi. Kadar etanol dihitung menggunakan rumus yang telah ditetapkan dengan memasukkan nilai absorbansi yang telah diperoleh melalui pembacaan absorbansi menggunakan spektrofotometer. Berdasarkan perhitungan, kadar etanol tertinggi  pada sampel ragi roti diperoleh dari perlakukan kontrol (-) yaitu 88,07069 sedangkan kadar terendah diperoleh dari perlakuan kontrol (+) yaitu 45,65538. Kadar etanol tertinggi yang diperoleh dari sampel ragi oncom terdapat pada  perlakuan inhibitor fluorida sebesar 112,2239 sedangkan kadar etanol terendah  pada sampel ini diperoleh dari perlakuan kontrol (-). Hal yang berbeda diperoleh  pada sampel ragi tempe, kadar etanol tertinggi pada sampel ini diperoleh dari  perlakukan inhibitor arsenat yaitu 115,6112 sedangkan kadar terendah dari  perlakuan kontrol (-) yaitu 108,6892. Kadar atau jumlah produk yang terbentuk dari proses glikolisis sampel dipengaruhi oleh beberapa hal. Salah satunya keberadaan inhibitor seperti fluorida dan arsenat. Keberadaan inhibitor ini dapat menurunkan jumlah produk yang terbentuk. Selain itu, proses pemanasan juga turut memengaruhi jumlah produk yang terbentuk. Berdasarkan hal ini, kadar tertinggi etanol yang teridentifikasi seharusnya diperoleh dari perlakuan kontrol (+). Pemberian inhibitor dan proses  pemanasan akan menurunkan jumlah etanol sebagai salah produk yang terbentuk dari proses glikolisis pada ragi.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Proses glikolisis dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya pengaruh suhu dan inhibitor. Suhu yang terlalu panas akan menghambat/menghentikan  proses glikolisis karena dapat mematikan bakteri yang berperan pada proses ini. Inhibitor fluorida dan arsenat juga akan menghentikan terjadinya proses glikolisis Semakin baik proses glikolisis yang terjadi, maka akan semakin sedikit kadar glukosa yang tersisa karena pada proses glikolisis akan terjadi pemecahan glukosa menjadi etanol dan CO2.

Saran

Dalam praktikum sebaiknya praktikan lebih teliti dalam mencampurkan larutan sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan agar larutan tersebut dapat dengan mudah diamati sesuai dengan prosedur praktikum. Selain itu juga untuk mendapatkan nilai absorbansi yang benar maka praktikan sebaiknya memindahkan larutan dengan segera ke dalam spektrofotometer dan suhu dijaga selalu konstan agar diperoleh nilai absorbansi yang sesuai.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul HA. 2001. Biokimia: Metabolisme Biomolekul. Manokwari: Alfabeta. Simanjuntak M.T, S.Silalahi. 2003. Karbohidrat. http://library.usu.ac.id Anonim. 2003. Pembuatan Tempe. Yogyakarta: Kanisius. Bender D. A. 2008. Introduction to nutrition and metabolism fourth edition. New York: CRC Press Campbell, Reece, Mitchell. 2002. Biologi. Jakarta: Er langga. Dawindra HD. 2009. Ragi roti. [terhubung berkala] http://harisdianto.files.wordpress.com/2010/01/ragi-roti.pdf  (9 Maret 2013) Dean J. 2007. Soft Bread. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Endah RD, et al. 2007. Pengaruh kondisi fermentasi terhadap yield ethanol pada  pembuatan bioethanol dari pati garut, Gema Teknik-Nomor 2/ Tahun X Juli. Gandjar I, Sjamsuridzal W. 2006. Mikologi: Dasar dan Terapan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press. Lehninger AL 1982. Dasar-dasasr Biokimia Jilid I. Maggy Thenawijaya,  penerjemah. Jakarta: Terjemahan dari Principle of Biochemistr y.Rahayu DS. 2012. Ragi Bahan Utama pengembangan Adonan Roti. http://www.bakerymagazine.com/2012/02/15/ragi-bahan-utama pengembangan-adonan-roti/ (9 Maret 2013) Muray , Robert K. 2009. Biokimia Harper Edisi 27. Jakart a : EGC  Ngili Y. 2010. Biokimia Dasar. Bandung: Rekayasa Sains. Rukmana R, Yunlarsih Y. 2001. Aneka Olahan Ubi Kayu. Yogyakarta: Kanisius. Saono. 1982. Peranan Mikroba dalam Ragi Tape. Bandung: Institut Teknologi. Bandung. Sarwono B. 2010. Usaha Membuat Tempe dan Oncom. Depok: Penebar Swadaya. Siregar M. 1988. Dasar-dasar Kimia Organik. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Jakarta. Suprapti ML. 2005. Badeg dan Anggur Jambu Met e. Yogyakarta: Kanisius. Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pust aka.

LAMPIRAN

Tabel Hasil Pengamatan

Tabel 1 Hasil pengukuran nilai absorbansi pada percobaan penentuan kadar glukosa ragi Absorbansi Jenis Standar Blanko Kontrol Kontrol Inhibitor Inhibitor Ragi (+) (-) Fluoride Arsenat Roti 1,288 1,233 0,993 1,232 Oncom 1,212 1,123 1,523 1,248 0,077 0,946 Tape 1,515 1,213 1,3 1,228

Jenis Ragi

Tape Oncom Ragi

Tabel 2 Tinggi kolom CO2 Kolom CO2 Kontrol (+) Kontrol (-) Inhibitor Fluorida Banyak Tidak ada Tidak ada Tidak ada Banyak Tidak ada Sedikit Tidak ada Tidak ada

Inhibitor Arsenat Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Tabel 3 Hasil pengukuran nilai absorbansi pada percobaan penentuan kadar etanol Sampel Kontrol Kontrol Inhibitor Inhibitor Stand  Blan (ragi) (+) (-) Fluorida Arsenat ar ko Roti 0,352 0,640 0,401 0,566 0,721 0,042 Oncom 0,801 0,758 0,804 0,797 Tape 0,814 0,780 0,804 0,827 -

Contoh Perhitungan Kadar Glukosa pada Ragi

Kadar Glukosa Ragi Roti dengan kontrol positif         ,

=

    ,

=

,

   ,

 ,

,

 



= - 70,84 (dimutlakkan) = 70,84



View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF