131000752.pdf

March 12, 2019 | Author: dr rumzidi | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download 131000752.pdf...

Description

ANALISIS IMPLEMENTASI PENANGANAN HIV DAN AIDS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABANJAHE TAHUN 2017

SKRIPSI

Oleh : SANTI MEYLIA PINEM NIM. 131000752

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018

Universitas Sumatera Utara

ANALISIS IMPLEMENTASI PENANGANAN HIV DAN AIDS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABANJAHE TAHUN 2017

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh : SANTI MEYLIA PINEM NIM. 131000752

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018

Universitas Sumatera Utara

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

ANALISIS IMPLEMENTASI PENANGANAN HIV DAN AIDS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABANJAHE TAHUN 2017

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau mengutip dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya  pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya sa ya ini, ini , atau klaim dari pihak lain terhadap karya saya ini.

Medan, Januari 2018 Penulis

SANTI MEYLIA PINEM  NIM : 131000752 131000752

i Universitas Sumatera Utara

ii Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK HIV dan AIDS merupakan salah satu target MDG’s tahun 2015. Kasus HIV dan AIDS semakin meningkat dari tahun ke tahun di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Rumah Sakit sebagai instansi kesehatan berperan penting dalam  penurunan kasus HIV dan AIDS. Oleh sebab itu, Menteri Kesehatan membuat suatu kebijakan dengan menetapkan sebanyak 358 rumah sakit rujukan HIV dan AIDS di Indonesia, termasuk Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe. Klinik VCT-CST merupakan tempat pelayanan HIV dan AIDS di Rumah Sakit. Data di Dinas Kesehatan Kabupaten Karo, hingga Desember 2016 terdapat 684 orang  pengidap HIV/AIDS. HIV/AIDS. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui secara jelas dan lebih mendalam mengenai implementasi penanganan HIV dan AIDS di Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam. Informan dalam penelitian ini  berjumlah 9 orang, yang terdiri dari 1 orang pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten karo, 1 orang sekretaris Tim Pelayanan HIV-AIDS RSUD Kabanjahe, 1 orang dokter pelaksana di klinik VCT-CST RSUD Kabanjahe, 1 orang konselor yang merangkap sebagai Kepala Ruangan Klinik VCT-CST RSUD Kabanjahe, 1 orang manajer kasus, 1 orang apoteker,1 orang analis laboratorium dan 2 orang  penderita HIV dan AIDS. Analisis data menggunakan menggunakan metode Miles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi penanganan HIV dan AIDS belum terlaksana secara optimal. Hal ini disebabkan karena tidak lengkapnya tenaga pelaksana yaitu ODHA yang dihunjuk sebagai manajer kasus dan konselor yang berfungsi sebagai pendukung kepatuhan minum obat dan kelompok dukungan sebaya, kurangnya sarana dan prasarana, terbatasnya SDM yang terlibat dalam penanganan HIV-AIDS, serta dukungan dana dari pemerintah daerah masih belum optimal. Selain itu, koordinasi antara tenaga pelaksana di Klinik VCT-CST masih belum berjalan dengan baik. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, diharapkan kepada Direktur RSUD Kabanjahe agar melengkapi dan menetapkan tenaga pelaksana yang bekerja full time di Klinik VCT-CST serta melengkapi sarana dan prasarana yang mendukung  pelayanan. Selain itu, diharapkan agar koordinasi antara klinik VCT-CST VCT -CST Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Karo dapat  berjalan dengan baik dan pemerintah daerah turut andil andil dalam hal ini.

Kata Kunci: HIV dan AIDS, Klinik VCT-CST, VCT -CST, RSUD Kabanjahe

iii Universitas Sumatera Utara

 AB  A B STR ST R A C T  HIV and AIDS is one of the MDG’s targets in 2015. HIV and AIDS cases c ases increase from year to years all over the world, including Indonesia. Hospital as the health instance has an important role to decrease HIV and AIDS cases. Therefore, the Ministry of Health made a policy by authorizing around 358 hospitals in Indonesia in reconciliation of HIV and AIDS, including Kabanjahe’s  Regional Public Hospital. VCT-CST clinic is i s a place for f or HIV and AIDS service in hospital. The data in Health Department of Karo regency registered until  December 2016 shows that there are about about 684 people infected HIV/AIDS. This research was qualitative research which aims to know clearly and deeply about the implementation of HIV and AIDS treatment in Kabanjahe’s  Regional Public Hospital. The method of collecting data was in-depth interview. There will be nine persons as the informants of this research, they are an employee of Health Department of Karo regency, secretary of the ministry team  HIV and AIDS of Kabanjahe’s Regional Public Hospital, a doctor, a counselor, a case manager, a pharmacist, a laboratory analyst, and two ODHA (People with  HIV and AIDS). The technique of analyzing data is the method of Miles and  Huberman. The result of this research showing that the implementation of HIV and  AIDS treatment has not been optimally conducted. It was due due to the lack of human resources namely ODHA as HIV and AIDS case manager and counselor to  promote medication adherence and peer proponent group. Furthermore, it was also due to the lack of facilities and infrastructure, limited human resources involved in the handling of HIV-AIDS and the insufficiency of financial aid from local government. Besides that the coordination among the ones in charged in the VCT-CST clinic and Health Department of Karo regency were not run well.  Based of the results, the Director of Hospital expected to complete and authorize the staff to work full time in VCT-CST clinic and also equipthe facilities and infrastructure to support the treatment. Further, it also expected that VCTCST clinic, Kabanjahe’s Regional Public Hospital and Health Department of  Karo regency can coordinate well and local government took a part of this this case.

K eyword: rd: H I V and and AI DS, DS , VCTVC T- CST clinic, Kabanjahe’s Regional Public H ospi spi tal tal

iv Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas semua  berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan  judul “Analisis Implementasi Penanganan HIV dan AIDS di Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe Tahun 2017” . Skripsi ini disusun dalam rangka

memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat. Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari  berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1.

Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2.

Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3.

Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4.

dr. Rusmalawaty, M.Kes selaku Dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam mendidik, membimbing dan memberikan masukan, saran serta kritikan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5.

dr. Heldy BZ, MPH selaku Dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam mendidik, membimbing dan memberikan

v Universitas Sumatera Utara

masukan, saran serta kritikan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 6.

Puteri Citra Cinta Asyura Nasution, SKM, M.PH selaku dosen penguji I yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan masukan, kritik dan saran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaika n.

7.

dr. Fauzi, SKM selaku dosen penguji II yang telah meluangkan waktu dan  pikirannya dalam memberikan masukan, kritik dan saran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

8.

Seluruh dosen dan pegawai di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9.

drg. Irna Safrina Sembiring Meliala, M.Kes selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Karo dan Saban Kemit, SKM selaku Pelaksana Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten Karo yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian.

10. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe dan seluruh staf khususnya di klinik VCT-CST yang telah membantu penulis dalam melakukan  penelitian. 11. Orangtua tercinta Ayahanda Drs. Sedia Pinem dan Ibunda T Br Sinulingga yang telah memberi dukungan tidak terhingga baik moril maupun materil. 12. Jannes Satria Pinem, S.T selaku abang, Silvia Maya Sari Br Pinem, S.H selaku kakak, Evi Dogma Sari Napitupulu, S.T selaku kakak ipar, July Anita Br Tarigan untuk doa, dukungan dan motivasi yang diberikan.

vi Universitas Sumatera Utara

13. Sahabat terkasih Ribka Valentina Sinuhaji, Elvina Turnip, Dwi Resti Wajma, Sartika Lubis, Yuniar Simanjuntak, Gabrella Naibaho, Yoan Sembiring untuk doa, semangat, dan motivasi yang diberikan. 14. Kepada Kelompok PBL Desa Kecupak 1 Kabupaten Pakpak Bharat yang sudah memberikan motivasi, semangat dan doa dalam pengerjaan skripsi skripsi ini. 15. Kepada Kelompok LKP Desa Bingkat Kabupaten Serdang Bedagai, Alexander Bukit, Junita Sinaga, Lidia Kaban, Lusiyanti Simamora yang sudah memberikan doa, semangat, dan motivasi dalam pengerjaan skripsi ini. 16. Kepada teman-teman seperjuangan AKK 2013 atas bantuan, semangat dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini 17. Kepada sahabat terkasih Ruth Meivina Bukit, Della Rispita, Andry Purba, January Ginting, Rahmad Dani yang sudah memberikan doa, motivasi, dan dukungan dalam pengerjaan skripsi ini. 18. Kepada sahabat terkasih Permata Paskah 2 Vida Ginting, Iscanda Ginting, Saskia Margareth, Margaretha Pandia, Imanuel Bukit, Andika Ginting yang sudah memberikan doa, semangat, dan motivasi dalam pengerjaan skripsi ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik membangun untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua  pihak khususnya khususnya di bidang Kesehatan Masyarakat dan bagi yang yang membacanya. Medan, Januari 2018

Penulis

vii Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ....................................... i HALAMAN PENGESAHAN............................................ ................................................................... ................................. .......... ii ASBSTRAK ......................................... ............................................................... ............................................. ......................................... .................. iii ABSTRACT ......................................... ............................................................... ............................................. ......................................... .................. iv KATA PENGANTAR ............................................ ................................................................... ............................................ ..................... v DAFTAR ISI ............................................... ....................................................................... ............................................. ................................ ........... viii DAFTAR TABEL ................................................ ...................................................................... ............................................ ......................... ... xi DAFTAR GAMBAR ............................................................. ................................................................................... ............................. ....... xii DAFTAR LAMPIRAN .............. .................................... ............................................ ............................................ ............................. ....... xiii DAFTAR ISTILAH ........................................................... .................................................................................. ................................. .......... xiv DAFTAR RIWAYAT HIDUP........................................... .................................................................. ................................. .......... xvi BAB I PENDAHULUAN ....................... .............................................. ............................................. .................................... .............. 1 1.1 Latar Belakang ......................................... ............................................................... ........................................ .................. 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................. ............................................................................ ............... 8 1.3 Tujuan Penelitian.......................................... Penelitian............................................................... .................................... ............... 8 1.3.1 Tujuan Umum................................... Umum......................................................... .................................... .............. 8 1.3.2 Tujuan Khusus......................................... ............................................................... ............................. ....... 8 1.4 Manfaat Penelitian..................... Penelitian........................................... ............................................. ................................. .......... 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................... ................................................................. ............................ ...... 9 2.1 Implementasi Kebijakan.......................................... ................................................................ ......................... ... 9 2.2 HIV-AIDS dan ODHA ............................................ .................................................................. ......................... ... 10 2.2.1 Pengertian HIV-AIDS ............................................ .......................................................... .............. 10 2.2.2 Pengertian ODHA ........................................... ................................................................ ..................... 11 2.2.3 Ciri-Ciri Penderita Penderita ........................................... ................................................................ ..................... 12 2.2.4 Penularan HIV-AIDS ......................................... ........................................................... .................. 13 2.2.5 Pencegahan HIV-AIDS .......................................... ........................................................ .............. 16 2.2.6 Penanggulangan HIV-AIDS .......................................... ................................................. ....... 17 2.3 Pelayanan Kesehatan untuk AIDS ......................... ................................................ .......................... ... 17 2.4 Perawatan, Dukungan dan Pengobatan HIV-AIDS di Indonesia ..... 19 2.5 Kebijakan pada Perluasan Perluasan Layanan Layanan PDP ........................................ ........................................ 21 2.5.1 Sistem Rujukan Rujukan PDP .......................................... ............................................................ .................. 22 2.5.2 Rumah Sakit Rujukan ODHA ........................................... .............................................. ... 24 2.6 Perawatan Penderita AIDS .......................................... ............................................................... ..................... 28 2.7 Konseling dan Testing HIV-AIDS Sukarela (VCT) ........................ ........................ 30 2.7.1 Definisi Konseling Konseling dalam VCT ............................................ ............................................ 30 2.7.2 Peran Konseling dan Testing Sukarela (VCT) .................... 30 2.7.3 Prinsip Pelayanan VCT ......................................... ....................................................... .............. 31 2.7.4 Model Pelayanan Konseling dan Testing Sukarela (VCT) . 32 2.7.5 Sasaran Konseling Konseling dan Testing Sukarela (VCT) (VCT) ................. 34 2.7.6 Testing HIV ............................................. .................................................................... ............................. ...... 34

viii Universitas Sumatera Utara

2.8 Terapi Antiretroviral (ARV) ................................... ......................................................... ......................... ... 35 2.9 Fokus Penelitian ........................... .................................................. .............................................. ............................. ...... 36 BAB III METODE PENELITIAN ..................................... ........................................................... ............................. ....... 38 3.1 Jenis Penelitian ............................................ ................................................................... ..................................... .............. 38 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian.............................................. Penelitian............................................................ .............. 38 3.3 Informan Penelitian ...................... ............................................. .............................................. ............................. ...... 38 3.4 Metode Pengumpulan Data ......................... ................................................ ..................................... .............. 38 38 3.5 Jenis dan Sumber Data ............................................ .................................................................. ......................... ... 39 3.6 Instrumen Penelitian Peneli tian............................................. ................................................................... ............................ ...... 39 3.7 Triangulasi............................................ ................................................................... ............................................ ..................... 39 3.8 Teknik Analisis Data ........................................... .................................................................. ............................. ...... 40 BAB IV HASIL PENELITIAN........................................... .................................................................. ............................. ...... 41 4.1 Gambaran Umum RSUD Kabanjahe ............................................... ............................................... 41 4.2 Gambaran Umum Klinik VCT-CST RSUD Kabanjahe .................. 41 4.3 Karakteristik Informan ............................. .................................................... ........................................ ................. 44 4.4 Standar Operasional Prosedur ............................................ .......................................................... .............. 45 4.5 Wawancara Penanganan HIV-AIDS di RSUD Kabanjahe ............... ............... 44 4.5.1 Pernyataan Informan tentang Sertifikat Pelatihan Khusus HIV-AIDS ........................................... .................................................................. ................................. .......... 46 4.5.2 Pernyataan Informan tentang Ketersediaan ODHA yang Ditunjuk sebagai Manajer Kasus dan Konselor ................... ................... 46 4.5.3 Pernyataan Informan tentang Pendanaan Penanganan HIVAIDS di RSUD Kabanajhe ............................................ ................................................... ....... 47 4.5.4 Pernyataan Informan tentang Ketersediaan Peralatan Kesehatan yang Mendukung Pelayanan Kesehatan Rujukan45 ........................................... .................................................................. ................................. .......... 47 4.5.5 Pernyataan Informan tentang Ketersediaan Ketersedia an Obat-Obatan .... .... 48 4.5.6 Pernyataan Informan tentang Ketersediaan Perlengkapan untuk Pencegahan HIV-AIDS ........................ .............................................. ...................... 49 4.5.7 Pernyataan Informan tentang Ketersediaan Perlengkapan untuk Monitoring dan Evaluasi .................................. ............................................ .......... 50 4.5.8 Pernyataan Informan tentang Proses Pelayanan HIV-AIDS ........................................... .................................................................. ................................. .......... 51 4.5.9 Pernyataan Informan tentang kendala dalam melaksanakan Proses Pelayanan HIV-AIDS ............................................... ............................................... 53 4.5.10 Pernyataan Informan tentang Proses Komunikasi, Informasi dan Edukasi ............................................................ .......................................................................... .............. 54 4.5.11 Pernyataan Informan tentang Kendala dalam Pelaksanaan KIE ............................................ .................................................................. ........................................... ..................... 55 4.5.12 Pernyataan Informan tentang Kedudukan Klinik VCT-CST Diantara Klinik VCT lainnya ..................................... ............................................... .......... 56 4.5.13 Pernyataan Informan tentang Kerjasama dengan Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Karo ................................. ................................. 57 4.5.14 Pernyataan Informan tentang te ntang Keterlibatan Keterl ibatan LSM .................. 58

ix Universitas Sumatera Utara

4.5.15 Pernyataan Informan tentang te ntang Sistem Pelaporan ................... 58 4.5.16 Pernyataan Informan tentang Tugas dan Fungsinya MasingMasing di Klinik VCT-CST Kabanjahe ............................... ............................... 59 4.5.17 Pernyataan Informan tentang Saran atau Harapan untuk Meningkatkan Kualitas Pelayanan Dalam Penanganan HIV dan AIDS di RSUD Kabanjahe .................................... .................................... 60 BAB VI PEMBAHASAN.......................................... ................................................................. ........................................ ................. 63 5.1 Implementasi Penanganan HIV dan AIDS di Rumah Sakit Rujukan ODHA ........................................... .................................................................. ............................................ ............................ ....... 63 5.2 Kebijakan terkait Rumah Sakit Rujukan ODHA dan HIV-AIDS .... 65 5.3 Tenaga Pelaksana yang dibutuhkan di R.S Rujukan ODHA ........... 68 5.4 Biaya Operasional Penanganan HIV-AIDS di Rumah Sakit Rujukan ODHA ............................ .................................................. ............................................. ............................. ...... 68 5.5 Sarana dan Prasarana untuk Penanganan HIV-AIDS di Rumah Sakit Rujukan ODHA ................................. ....................................................... ............................................. ......................... .. 69 5.6 Proses Penanganan HIV dan AIDS di Rumah Ruma h Sakit Rujukan ODHA ........................................... .................................................................. ............................................ ............................ ....... 71 5.6.1 Pelayanan HIV-AIDS di Rumah Sakit Rujukan ODHA (layanan konseling, testing HIV,  pengobatan ARV, ARV, pendampingan ODHA) ..................... 72 5.6.2 Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) terkait HIV dan AIDS ............................................ ................................................................. ..................... 77 5.6.3 Sistem Pelaporan Kasus HIV-AIDS HIV -AIDS................................ ................................ 78 5.7 Hasil Implementasi Penanganan HIV dan AIDS di RSUD Kabanjahe .......................................... ................................................................ ............................................ ......................... ... 79 BAB VI I KESIMPULAN KESIMPULAN DAN SARAN .......................................... ........................................................ .............. 81 6.1 Kesimpulan........................................ Kesimpulan.............................................................. ............................................ ......................... ... 81 6.2 Saran .......................................... ................................................................. ............................................ ................................ ........... 82 DAFTAR PUSTAKA ................................................ ...................................................................... ........................................ .................. 84

x Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 4.1

Karakteristik Informan ........................................................... ....................................................................... ............ 44

Tabel 4.2

Matriks Pernyataan Informan tentang Sertifikat Pelatihan Khusus HIV-AIDS ............................................ .................................................................. ............................................ ........................ .. 46

Tabel 4.3

Matriks Pernyataan Informan tentang Ketersediaan ODHA yang Dihunjuk sebagai Manajer Kasus atau Konselor ............................... ............................... 46

Tabel 4.4

Matriks Pernyataan Informan tentang Sistem Pendanaan Penanganan HIV-AIDS di RSUD Kabanjahe ................................................... ........................................................ ..... 47

Tabel 4.5

Matriks Pernyataan Informan tentang Ketersediaan Peralatan Kesehatan yang Mendukung Pela yanan Kesehatan Kesehata n Rujukan ............ 47

Tabel 4.6

Matriks Pernyataan Informan tentang Ketersediaan Ketersedia an Obat-Obatan .... 48

Tabel 4.7

Matriks Pernyataan Informan tentang Ketersediaan Perlengkapan Untuk Pencegahan HIV-AIDS ....................................... ........................................................... .................... 49

Tabel 4.8

Matriks Pernyataan Informan tentang Ketersediaan Perlengkapan Untuk Monitoring dan Evaluasi ............................................ ......................................................... ............. 50

Tabel 4.9

Matriks Pernyataan Informan tentang Proses Pelayanan HIV-AIDS ............................................ .................................................................. ............................................ ........................ .. 51

Tabel 4.10 Matriks Pernyataan Informan tentang Kendala dalam Melaksanakan Pelayanan HIV-AIDS......................... HIV-AIDS................................................ ......................... 53 Tabel 4.11 Matriks Pernyataan Informan tentang Proses Komunikasi, Informasi dan Edukasi ....................... ............................................. ............................................. ........................... .... 54

xi Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.12 Matriks Pernyataan Informan tentang Kendala dalam Pelaksanaan KIE .......................................... ............................................................... ...................................... ................. 55 Tabel 4.13 Matriks Pernyataan Informan tentang te ntang Kedudukan Klinik VCT-CST Diantara Klinik VCT lainnya ..................................... ........................................................... ........................ .. 56 Tabel 4.14 Matriks Pernyataan Informan tentang Kerjasama dengan Puskesmas Dan Dinas Kesehatan Kabupaten Karo ............................................. ............................................... 57 Tabel 4.15 Matriks Pernyataan Pern yataan Informan tentang Keterlibatan Keterl ibatan LSM .................. 58 Tabel 4.16 Matriks Pernyataan Informan tentang te ntang Sistem Laporan ...................... ...................... 58 Tabel 4.17 Matriks Pernyataan Informan tentang Tugas dan Fungsinya Fungsinya MasingMasing di Klinik VCT-CST RSUD Kabanjahe Kabanja he ........................ ................................. ......... 59 Tabel 4.18 Matriks Pernyataan Informan Saran atau Harapan untuk Meningkatkan Kualitas Pelayanan dalam Penanganan HIV-AIDS di RSUD Kabanjahe ......................................... .............................................................. .................................. ............. 60

xii Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Peran VCT ......................................... ............................................................... ............................................. ......................... 30 Gambar 2.1 Fokus Penelitian ................................................ ....................................................................... ............................... ........ 36 Gambar 4.1 Standar Operasional Prosedur .......................................... .......................................................... ................ 45

xiii Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN

1. Pedoman Wawancara 2. Tim Pelayanan HIV-AIDS RSUD Kabanjahe 3. Keputusan Menteri Kesehatan tahun 2012 4. Hasil Dokumentasi 5. Surat Permohonan Izin Penelitian 6. Surat Izin Penelitian 7. Surat Keterangan Selesai Penelitian

xiv Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISTILAH Singkatan

: Singkatan dari

AIDS

: Acquired Immune Deficiency Syndrome

ARC

: AIDS Related Complex

ART

: Antiretroviral Therapy

ARV

: Antiretroviral

ASA

: Aksi Stop AIDS

ASI

: Air Susu Ibu

BKKbN

: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana

BPJS

: Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

CST

: Care Support Treatment

Depdikbud

: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kebudayaan

Depkes

: Departemen Kesehatan

Dinkes

: Dinas Kesehatan

GBKP

: Gereja Batak Karo Protestan

HiKHA

: Himpunan Konselor HIV-AIDS

HIV

: Human Immunodeficiency Virus

IDU

: Injecting Drugs User

IMS

: Infeksi Menular Seksual

KB

: Keluarga Berencana

Kemkes

: Kementerian Kesehatan

KEPMENKES

: Keputusan Menteri Kesehatan

KIA

: Kesehatan Ibu dan Anak

KIE

: Komunikasi, Informasi dan Edukasi

KPA

: Komisi Penanggulangan AIDS

LSM

: Lembaga Swadaya Masyarakat

MDG’s

: Millenium Development Goals

MRI

: Magnetic Resonance Imaging

 NAPZA

: Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Adiktif

xv Universitas Sumatera Utara

ODHA

: Orang Dengan HIV-AIDS

PDP

: Perawatan, Dukungan dan Pengobatan

Penasun

: Pengguna Napza Suntik

Permenkes

: Peraturan Menteri Kesehatan

PLWHA

: People Living With HIV-AIDS

PMTCT

: Prevention of Mother To Child Transmission

Pokja

: Kelompok Kerja

PPP

: Profilaksis Pasca Pajanan

PSK

: Pekerja Seks Komersial

P2P

: Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

RI

: Republik Indonesia

Risti

: Risiko Tinggi

RSUD

: Rumah Sakit Umum Daerah

SDG’s

: Sustainable Development Goals

SIHA

: Sistem Informasi HIV-AIDS

SOP

: Standar Operational Prosedur

Subdit

: Sub Direktorat

SUMUT

: Sumatera Utara

TBC

: Tuberkulosis

UNAIDS

: United Nations Programme on HIV-AIDS

VCT

: Voluntary ounselling and Testing

WHO

: World Health Organization

xvi Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Santi Meylia Pinem dilahirkan di Kabanjahe pada tanggal 13 Mei 1994. Beragama Kristen Protestan dan bersuku Batak Karo. Bertempat tinggal di Jl. Pahlawan No. 10 Kabanjahe Kabupaten Karo. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Drs. Sedia Pinem dan Ibu Teringet Br Sinulingga. Pendidikan formal penulis dimulai di Sekolah TK. Cahaya Kabanjahe pada tahun 1999 dan selesai pada tahun 2000, SD Negeri 040448 Kabanjahe pada tahun 2000 dan selesai pada tahun 2006, SMP Swasta Methodist Kabanjahe pada tahun 2006 dan selesai pada tahun 2009, SMA Negeri 1 Kabanjahe pada tahun 2009 dan selesai pada tahun 2012, pada tahun 2013 melanjutkan pendidikan S1 di Universitas Sumatera Utara Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat dan selesai pada tahun 2017.

xvii Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang

Kesehatan yaitu situasi sejahtera dari tubuh, jiwa serta sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif dengan cara sosial serta ekonomis (UU Kesehatan, 2009). Banyak kebijakan-kebijakan yang telah disusun dalam meningkatkan pembangunan kesehatan manusia. Salah satu kebijakan kesehatan yaitu dengan membentuk Millenium membentuk  Millenium Development Goals (MDG’s) yang diadopsi oleh 189 negara pada bulan September tahun 2000, termasuk Indonesia. MDG’s mempunyai 8 target yang harus dicapai dengan 18 target dan 48 indikator yang diharapkan. Salah satu target MDG’s yaitu mengendalikan  penyebaran HIV dan AIDS dan mulai menurunkan jumlah j umlah kasus baru pada tahun 2015. Namun jumlah kasus HIV dan AIDS dari tahun ke tahun di seluruh bagian dunia terus meningkat dan tidak ada negara yang tidak terkena dampak dari HIVAIDS meskipun berbagai upaya pencegahan terus dilakukan (Depkes RI, 2006). Kegagalan MDG’s itu adalah pemerintah Indonesia tidak mampu untuk menekan jumlah penularan HIV dan AIDS, sehingga hingga akhir tahun 2015  jumlah angka kasus HIV terus meningkat. Memasuki tahun 2016, Indonesia menghadapi

tantangan

untuk

mencapai

target

program

pembangunan

 berkelanjutan 2030 yg disebut Sustainable Development Goals (SDG’s) sebagai  pengganti MDG’s. Program pembangunan ini mempunyai 17 tujuan dengan 1 69 target yang menjadi komitmen pemerintah Indonesia dalam Sidang Umum PBB ke-70. Pada sektor kesehatan, khususnya pada penanggulangan HIV dan AIDS

1 Universitas Sumatera Utara

2

dengan catatan bahwa pelaksanaan MDG’s yang digagas sejak 15 tahun lalu itu ternyata masih jauh dari harapan. Pada target SDG’s ini, Indonesia menunjukkan komitmennya untuk mengendalikan dan menghentikan tren epidemi HIV yang cenderung meningkat setiap tahun. HIV dan AIDS ( Human Immunodeficiency Virus-Aquired Immune  Deficiency Syndrome) Syndrome) merupakan masalah global yang hampir dihadapi di seluruh dunia saat ini dan belum ada satu negarapun yang dinyatakan bebas dari HIV dan AIDS. Epidemi HIV dan AIDS telah bergerak dari tingkat epidemi yang rendah ke arah tingkat epidemi pada kelompok resiko tinggi sehingga mengkhawatirkan masyarakat dunia karena disamping belum menemukan obat dan vaksin  pencegahan, HIV dan AIDS juga memiliki me miliki window periode atau fase tanpa gejala (asimptomatik) yang relatif panjang dalam perjalanan penyakitnya. Hal tersebut menyebabkan pola perkembangannya seperti fenomena gunung es ( iceberg  phenomena)  phenomena) (Depkes RI, 2006). Laporan Epidemi United Nations Programme on HIV and  AIDS and  AIDS (UNAIDS 2015) menunjukkan bahwa terdapat 36.700.000 orang yang hidup dengan HIV di dunia. Di Indonesia semakin banyak ditemukan kasus HIV dan AIDS. Jumlah kumulatif HIV dan AIDS sejak tahun 1987 sampai dengan September 2015 sebanyak 184.929 orang dan 68.197 orang. Persentase infeksi HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun (70,6%), diikuti oleh kelompok umur 20-24 20-24 tahun (15,8%), dan kelompok umur ≥ 50 tahun (6,4%). Sedangkan  persentase AIDS tertinggi pada kelompok umur 30-39 tahun (34,5%), diikuti kelompok umur 20-29 tahun (25,4%) dan kelompok umur 40-49 tahun (20,55%)

Universitas Sumatera Utara

3

(KPA, 2015). HIV dan AIDS tersebar di 381 (77%) dari 498 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia. Jumlah infeksi HIV tertinggi yaitu di DKI Jakarta (38.464), diikuti Jawa Timur (24.104), Papua (20.147), Jawa Barat (17.075), dan Bali (11.824). Menurut Kepala Dinas Kesehatan Sumut, pertambahan kasus baru cukup tinggi. Setiap bulan, setidaknya ada 100-120 kasus baru yang ditemukan. Banyaknya temuan ini karena sudah banyak klinik Voluntary Counselling and Testing

(VCT)

yang

dapat

melayani

masyarakat

untuk

konseling

dan

memeriksakan diri. Berdasarkan data KPA Sumatera Utara, penderita HIV-AIDS hingga Januari 2015 tercatat sebanyak 6689 orang. Penderita terinfeksi HIV sebanyak 2564 orang dan positif AIDS sebanyak seban yak 4125 orang. Jumlah kumulatif HIV/AIDS di Kabupaten Karo sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2016 sebanyak 684 kasus. Kasus tertinggi dilaporkan pada tahun 2016 dengan jumlah 135 kasus dengan kasus tertinggi pada kelompok umur 25-49 tahun (106 kasus) diikuti oleh kelompok umur 20-24 tahun (12 kasus), diikuti oleh kelompok umur ≥ 50 tahun (11 kasus ), dan umur < 4-19 tahun (6 kasus). Berdasarkan jenis kelamin kasus HIV-AIDS pada tahun 2016 di Kabupaten Karo dilaporkan hampir sebanding laki-laki dengan perempuan karena laki-laki  berjumlah 68 kasus dan perempuan berjumlah berj umlah 67 kasus (Profil Dinkes Kab. Karo, 2016). Tingginya jumlah kasus dan cepatnya penyebaran atau penularan HIV/AIDS menunjukkan bahwa persoalan HIV/AIDS di Tanah Karo adalah isu  penting dan mendesak yang harus mendapat perhatian dari berbagai pihak

Universitas Sumatera Utara

4

khususnya Dinas Kesehatan Kabupaten Karo dan rumah sakit terutama rumah sakit yang menangani HIV dan AIDS. Rumah Sakit merupakan instansi kesehatan yang berperan penting dalam melawan penyebaran HIV dan AIDS. Awalnya di Indonesia hanya 75 Rumah Sakit yang dihunjuk pemerintah sebagai Rumah Sakit yang memberikan  perawatan

penderita

HIV

dan

AIDS

(KEPMENKES

RI

 No.832/Menkes/SK/X/2006).  No.832/Menkes/SK/X/2 006). Saat ini, kasus Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) di kalangan masyarakat khususnya masyarakat usia produktif cenderung meningkat, sehingga pemerintah membuat keputusan baru untuk menambah  jumlah rumah sakit rujukan ODHA yang tertera pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 451/MENKES/SK/IV/2012 yaitu sebanyak 358 Rumah Sakit. Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan kepada  pasien dengan HIV dan AIDS di Sumatera Utara ada 18 Rumah Sakit, salah satunya adalah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabanjahe. Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe adalah rumah sakit umum daerah milik Pemerintah Daerah Kabupaten Karo, dimana sesuai dengan Sertifikat Penetapan Kelas Rumah Sakit yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: HK.02.03/I/2000/2014 HK.02.03/I/2000/2014 tanggal 12 Agustus 2014 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum Kelas C. RSUD Kabanjahe adalah rumah sakit strata II untuk penanganan (rujukan) HIV/AIDS. Sebagai Rumah Sakit Rujukan Strata II, RSUD Kabanjahe harus memiliki: (1) tim pokja HIV dan AIDS; (2) tenaga dokter, perawat, konselor, manajer kasus, tenaga farmasi (apoteker), analis laboratorium yang telah di latih dan juga harus memiliki ODHA

Universitas Sumatera Utara

5

yang berfungsi sebagai pendukung kepatuhan makan obat dan kelompok dukungan sebaya; (3) layanan dan kegiatan; (4) obat, dan sarana laboratorium. Berdasarkan survey pendahuluan yang di lakukan di RSUD Kabanjahe dengan melakukan wawancara kepada salah satu tenaga pelaksana di klinik VCT HIV dan AIDS, didapatkan informasi mengenai peningkatan jumlah ODHA setiap tahunnya. Terhitung mulai November 2015 hingga 12 Juni 2017, jumlah ODHA yang berasal dari Kabupaten Karo ada sebanyak 325 orang. RSUD Kabanjahe  juga menerima rujukan dari daerah lain seperti Sidikalang, dan dari tempat lain seperti RS. Evarina Etaham, Klinik Bersama, dan Puskesmas. RSUD Kabanjahe  juga bekerja sama dengan Komisi AIDS GBKP. Komisi ini dibentuk atas kepedulian tentang masalah HIV dan AIDS yang ada di Tanah Karo. RSUD Kabanjahe sebagai Rumah Sakit Rujukan Strata II telah memiliki Tim Pelayanan HIV/AIDS sejak Januari 2017 dimana yang berperan sebagai Penanggung Jawabnya adalah Direktur RSUD Kabanjahe dan koordinatornya adalah Kepala Bidang Pelayanan Medis RSUD Kabanjahe. Tim Pelayanan HIV/AIDS ini terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Administrator, Klinik VCT, Klinik CST, Divisi Prevention Mother to Child Transmition (PMTCT), Divisi Kolaborasi TB-HIV, Divisi HIV/AIDS pada anak, Manajer Kasus, Divisi Farmasi, Divisi Laboratorium, Divisi Unit Transfusi Darah, Divisi Gizi, dan Dokter Konsulen. Tujuan dibentuknya Tim Pelayanan HIV/AIDS ini untuk melayani masyarakat yang terkena HIV dan AIDS di Tanah Karo. Kegiatan yang dilakukan tim pelayanan ini meliputi melayani pasien dengan HIV dan AIDS, konseling, dan memantau kepatuhan minum obat.

Universitas Sumatera Utara

6

Salah satu sarana layanan yang dimiliki Tim Pelayanan HIV/AIDS ini yaitu klinik Voluntary Counselling and Testing-Care Support Treatment   Treatment   (VCTCST). Layanan ini buka setiap hari Senin-Kamis pukul 07.30-14.30 dan JumatSabtu pukul 07.30-11.30. Di Klinik VCT ini tersedia sarana dan prasarana berupa kondom, hands cool , masker dan berbagai jenis obat-obatan untuk menangani HIV dan AIDS. Progam-program yang dilakukan di Klinik VCT RSUD Kabanjahe ini adalah pelayanan HIV-AIDS dan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE). Kegiatan dalam pelayanan HIV-AIDS yaitu layanan konseling, testing HIV, pengobatan, dan pendampingan ODHA. Alur pelaksanaannya yaitu pasien yang dirujuk (baik rawat jalan ataupun pasien rawat inap di Rumah Sakit yang terkena HIV) akan terlebih dahulu mendapatkan pelayanan konseling lalu pasien tersebut melakukan testing HIV. Jika hasilnya negatif, maka akan di ulang setelah tiga bulan, tetapi jika hasilnya positif akan diberikan pengobatan antiretoviral (ARV). Jika kondisi pasien sudah membaik, maka akan dilakukan pendampingan ODHA. Sedangkan kegiatan KIE mengadakan pertemuan bersama ODHA minimal dua minggu sekali untuk dibuat seminar atau sharing seputar HIV-AIDS dan ODHA yang dipimpin oleh dokter pelaksana di VCT dan didampingi oleh  perawat-perawat VCT. Penelitian Dayaningsih (2009) menyimpulkan bahwa RSUP Dr. Kariadi muncul masalah untuk pelayanan VCT-nya yang bersifat pasif, usaha promosi yang sudah dilaksanakan masih kurang, untuk pelayanan VCT di ruang rawat inap  belum memiliki ruangan khusus untuk VCT, V CT, form untuk konseling pre tes ada 4

Universitas Sumatera Utara

7

lembar dirasa tidak efektif. Penelitian Amin (2010) menyimpulkan bahwa Himpunan Konselor HIV dan AIDS (HiKHA) Jawa Barat mempunyai program yang disebut dengan Aksi Stop AIDS (ASA). Di dalamnya terdapat layanan konseling dan testing sukarela HIV dan AIDS atau disebut juga Voluntary Counselling and Testing   (VCT). Program ini bekerja sama dengan sejumlah lembaga dan institusi dari luar maupun dalam negeri. RSUD Kabanjahe telah berusaha memberikan pelayanan dengan standar yang telah ditentukan, namun kenyataan di lapangan masih dijumpai kendalakendala dalam penanganan HIV dan AIDS seperti pasokan obat ARV yang  pernah kehabisan, obat ARV yang datang terlambat, te rlambat, hal ini kemungkinan terjadi karena keterlambatan membuat pelaporan stok ARV yang kosong kepada subdit AIDS Kemkes, dan keterlambatan mengirimkan order obat. Disamping itu juga, RSUD Kabanjahe belum memiliki ODHA yang ditunjuk sebagai pendukung kepatuhan minum obat dan kelompok dukungan sebaya, karena menurut pedoman Depkes, hal tersebut terse but harus dimiliki oleh Rumah Sakit Rujukan HIV dan AIDS. Penelitian Yuniar dan Ni Ketut (2012) menyimpulkan bahwa ketersediaan dan keterjangkauan obat ARV dapat meningkatkan kepatuhan minum obat bagi ODHA di Kota Bandung dan Cimahi. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian tentang analisis implementasi i mplementasi penanganan HIV dan AIDS di RSUD Kabanjahe tahun 2017.

Universitas Sumatera Utara

8

1.2.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalahnya adalah  bagaimana penanganan HIV dan AIDS di Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe tahun 2017. 1.3.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui implementasi penanganan HIV dan AIDS di Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe tahun ta hun 2017. 1.4.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak antara lain: 1.

Sebagai bahan masukan bagi Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe, agar semakin meningkatkan kualitas Rumah Sakit karena telah dipercayakan sebagai salah satu rumah sakit rujukan HIV dan AIDS di Sumatera Utara.

2.

Sebagai bahan masukan untuk pengembangan Ilmu Administrasi dan Kebijakan Kesehatan dalam menganalisis standar penunjukan Rumah Sakit sebagai rujukan HIV dan AIDS dan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan sesuai dengan pedoman.

3.

Sebagai bahan informasi dan pengembangan bagi penelitian selanjutnya sejenis dan berkelanjutan.

Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1

Implementasi Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan (Winarno, 2012). Implementasi kebijakan adalah tahap pembuatan keputusan diantara pembentukan suatu kebijakan seperti halnya pasal-pasal sebuah undang-undang legislatif, pengeluaran sebuah peraturan eksekutif, pelolosan keputusan pengadilan, atau keluarnya standar peraturan dan konsekuensi dari kebijakan bagi masyarakat yang mempengaruhi beberapa aspek kehidupannya. Jika sebuah kebijakan diambil secara tepat, maka kemungkinan kegagalan pun masih bisa terjadi, jika proses implementasi tidak tepat. Namun bahkan sebuah kebijakan yang brilliant sekalipun jika di implementasikan buruk bisa gagal untuk mencapai tujuan para  perancangnya (Tangkilisan, 2003). 2003). Implementasi

kebijakan

dipandang

dalam

pengertian

yang

luas,

merupakan tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan undang-undang. Implementasi dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan undangundang dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik berkerja bersamasama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau program-program. Implementasi pada sisi yang lain merupakan fenomena yang kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai suatu proses, suatu keluaran (output  (output ) maupun sebagai dampak (outcome ( outcome)) .

9 Universitas Sumatera Utara

10

Implementasi dikonseptualisasikan sebagai suatu proses atau serangkaian keputusan-keputusan yang diterima oleh lembaga legislatif untuk dijalankan. Implementasi juga bisa diartikan dalam konteks keluaran, atau sejauh mana tujuan-tujuan yang telah direncanakan mendapat dukungan, seperti tingkat  pengeluaran belanjan bagi suatu program. Akhirnya, pada tingkat abstrasi yang tinggi, dampak implementasi mempunyai makna bahwa telah ada perubahan yang  bisa diukur dalam masalah yang luas yang dikaitkan dengan program, undangundang publik dan keputusan yudisial. Misalnya, apakah kemiskinan telah bisa dikurangi atau warga negara merasa lebih nyaman dalam kehidupan sehariharinya dibandingkan pada waktu sebelum penetapan program kesejahteraan sosial atau kebijakan pemberantasan kejahatan. Singkatnya, implementasi sebagai suatu konsep pada semua kegiatan. Sekalipun implementasi merupakan fenomena yang kompleks, konsep itu bisa di pahami sebagai suatu proses, keluaran dan dampak. Implementasi melibatkan sejumlah aktor, organisasi dan teknik  pengendalian (Winarno, 2012) 2.2

HIV-AIDS dan ODHA

2.2.1

Pengertian HIV-AIDS

HIV atau  Human Immunodeficiency Virus  Virus  adalah virus yang menyerang sel darah putih di dalam tubuh (limfosit) yang mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh manusia (Permenkes, 2013). Orang yang dalam darahnya terdapat virus HIV dapat tampak sehat dan belum membutuhkan pengobatan. Namun orang tersebut dapat menularkan virusnya kepada orang lain bila melakukan hubungan seks berisiko dan berbagi alat suntik dengan orang lain.

Universitas Sumatera Utara

11

AIDS atau  Acquired Immune Deficiency Syndrome  Syndrome  adalah sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunnya kekebalan tubuh. AIDS disebabkan oleh infeksi HIV. Akibat menurunnya kekebalan tubuh pada seseorang maka orang tersebut sangat mudah terkena penyakit seperti TBC, kandidiasis, berbagai radang pada kulit, paru, saluran pencernaan, otak dan kanker. Stadium AIDS membutuhkan pengobatan Antiretroviral (ARV) untuk menurunkan jumlah virus HIV di dalam tubuh sehingga bisa sehat kembali (Permenkes, 2013) Pengidap HIV positif adalah seesorang yang telah terinfeksi virus HIV, dapat menularkan penyakitnya walaupun tampak sehat dan tidak menunjukkan gejala penyakit apapun. Penderita AIDS adalah seseorang yang menunjukkan tanda-tanda dari sekumpulan gejala penyakit yang memerlukan pengobatan, setelah sekian waktu (3-10 tahun) terinfeksi HIV. 2.2.2

Pengertian ODHA

ODHA mengacu pada Orang dengan HIV dan AIDS. ODHA digunakan sebagai pengganti istilah untuk seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi HIV. ODHA mulai digunakan untuk menggantikan istilah pengidap, penderita, dan istilah lain yang dinilai kurang manusiawi. Penggunaan kata ODHA dianjurkan oleh Prof Dr Antom M. Moeliono, Kepala Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud. Sekarang istilah ODHA sudah digunakan secara luas untuk menggantikan kata pengidap. Istilah ODHA untuk di dunia digunakan PLWHA yaitu singkatan dari People dari  People Living With HIV-AIDS ( Dewi, Dewi, 2014).

Universitas Sumatera Utara

12

2.2.3

Ciri-ciri Penderita Penderita

Beberapa orang mungkin menjadi sakit beberapa hari atau minggu sesudah infeksi. Gejala-gejala pertama yang timbul sangat mirip dengan influenza, yaitu: (a) Demam; (b) Rasa lemah dan lesu; (c) Sendi-sendi terasa nyeri; (d) Batuk; (e)  Nyeri tenggorokan; te nggorokan; (f) Pembentukan kelenjar. ke lenjar. Gejala ini disebut sebagai stadium tanpa gejala. Gejala tersebut setelah berlangsung beberapa hari atau minggu akan hilang dengan sendirinya. Dalam stadium ini virus yang di dalam tubuh pengidap secara

perlahan

terus

menyerang

sistem

pertahanan

tubuhnya

sehingga

selanjutnya dapat terjadi ARC ( AIDS Related Complex). Complex ). Gejala-gejala klinis AIDS: (a) Demam (panas badan lebih dari 38° C) disertai keringat malam yang timbul secara berkala atau terus menerus; (b) Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam waktu tiga bulan; (c) Kelemahan tubuh yang mengganggu/menurunkan aktivitas fisik sehari-hari; (d) Pembesaran kelenjar secara lebih meluas di leher, lipatan paha dan ketiak; (e) Diare atau mencret yang berkala atau terus menerus dalam waktu yang lama tanpa sebab yang jelas; (f) Batuk dan sesak nafas lebih dari satu bulan secara terus menerus; (g) Kulit gatal dan bercak-bercak merah kebiruan; (h) Sakit tenggorokan; (i) Pendarahan yang tidak jelas sebabnya (Noviana, 2016). Tanda-tanda diatas ini tidak khas, karena gejala-gejala ini dapat juga terjadi pada penyakit-penyakit lain. Namun gejala-gejala ini menunjukkan indikasi adanya kerusakan pada sistem kekebalan tubuh. Pada stadium ini kekebalan tubuh penderita telah demikian rusaknya. Sehingga pada tahap ini  penderita mudah diserang penyakit berbahaya yang disebut opportunistik.

Universitas Sumatera Utara

13

Disamping itu juga dapat terjadi: (kanker kulit yang disebut sarkoma kaposi, kanker pembuluh darah kapiler; (b) kanker kelenjar getah bening (limfoma). Penyakit-penyakit penyerta ini dapat menyebabkan kematian bagi penderita. Walaupun pada orang sehat (tidak terinfeksi HIV-AIDS) penyakit-penyakit ini tidak berbahaya. 2.2.4

Penularan HIV-AIDS

Menurut Komisi Penanggulangan AIDS (2013) ada beberapa cara  penularan HIV yaitu: 1.

Melalui

hubungan

seks

tanpa

menggunakan

kondom

sehingga

memungkinkan cairan mani atau cairan vagina yang mengandung virus HIV masuk ke dalam ttubuh ubuh pasangannya. pasangannya. 2.

Dari seorang ibu hamil yang HIV positif kepada bayinya selama masa kehamilan, waktu persalinan atau waktu menyusui.

3.

Melalui transfusi darah/produk darah yang sudah tercemar HIV. Lewat  pemakaian alat suntik yang sudah tercemar HIV, yang dipakai bergantian tanpa disterilkan, terutama terjadi pada pemakaian bersama alat suntik di kalangan pengguna narkoba suntik (penasun). Menurut penelitian Boles Jacqueline dan Krik W Elifson (1994) untuk

melihat identitas seksual dan HIV dilakukan penelitian terhadap 224 laki-laki  pekerja sex jalanan dimana 17,9% dari sampel megidentifikasikan dirinya sebagai homoseksual, 46% heteroseksual dan 35% biseksual. Berdasarkan identitas seksual, status HIV pada kelompok homoseksual sebesar 50%, kelompok  biseksual sebesar 36,5% kelompok heteroseksual sebesar 18,5%. Perbedaan

Universitas Sumatera Utara

14

tingkat infeksi HIV pada laki-laki dari setiap kategori identitas seksual secara signifikan berkaitan dengan hubungan seks analreseptif yang dilaporkan, jumlah  pasangan seksual yang tidak dibayar/membayar, penggunaan kokain, penggunaan napza suntik, pengalaman terinfeksi sipilis dan hepatitis. Dari studi yang dilakukan oleh Basuki dkk (2000) yang dipublikasikan oleh tentang berbagai alasan bagi wanita pekerja seks di Indonesia untuk tidak menggunakan kondom, mengungkapkan bahwa sekitar 53% hubungan seksual dengan kondom dilakukan oleh para pekerja seks dan 12% dari jumlah ini para wanita pekerja seks tersebut harus berdebat terlebih dahulu dengan pelanggan untuk bisa menggunakan kondom. Hanya 5,8% dari wanita pekerja seks yang secara konsisten menggunakan kondom selama dua minggu observasi dan jumlah ini menurun menjadi 1,4% selama empat minggu observasi. Berbagai alasan untuk tidak menggunakan kondom dari sisi klien, menurut pengakuan wanita  pekerja seks, bahwa menggunakan menggunakan kondom akan mengurangi kenikmatan dan keyakinan bahwa pelanggan yang sudah kenal dengan wanita pekerja seks tidak  perlu menggunakan kondom untuk menghindari penyakit menular seksual atau AIDS. Pandangan ini tentu saja akan merugikan PSK tersebut, karna akan sangat  berisiko terhadap penularan HIV-AIDS. Penggunan jarum suntik secara bergantian juga sangat berisiko terhadap  penularan HIV-AIDS, akan tetapi penggunaannya penggunaannya masih sangat tinggi. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Pisani dkk (2003), studi yang dilakukan untuk melihat prevalensi praktek-praktek penyuntikan yang berisiko terhadap penularan HIV pada kelompok pengguna napza suntik (penasun) di

Universitas Sumatera Utara

15

Indonesia dan mengkaji risiko-risiko penularan HIV secara seksual dari penasun kepada pasangan seksualnya. Data dikumpulkan melalui survei surveilans  perilaku pada kelompok penasun laki-laki di tiga kota. Sebanyak 650 penasun laki-laki direkrut melalui beberapa gelombang dari berbagai lokasi yang secara sistematis

dipilih

dengan

mempertimbangkan

variasi

dari

populasi

ini.

Pewawancara yang terlatih kebanyakan mantan penasun melakukan wawancara yang berfokus pada praktek-praktek penyuntikan, perilaku seksual dan  pengetahuan yang terkait dengan HIV. Hasil studi ini menunjukkan bahwa hampir semua penasun tahu bahwa HIV ditularkan melalui penggunaan jarum secara bergantian, tetapi 85% dari  penasun melaporkan bahwa mereka menggunakan menggunakan jarum secara bergantian pada minggu sebelumnya. Lebih dari dua pertiga penasun aktif secara seksual, 48% memiliki banyak pasangan dan 40% berhubungan seks dengan wanita pekerja seks dalam 12 bulan terakhir. Penggunaan kondom secara konsisten berkisar 10%. Potensi bagi penyebaran HIV secara seksual dari penasun ke pasangan seksualnya sesungguhnya sangat tinggi. Intervensi yang ada diharapkan sesegera mungkin  bisa mengurangi tingginya tingginya tingkat t ingkat berbagi jarum suntik. Fokus Fokus pada pembersihan  jarum dan peningkatan penggunaan penggunaan kondom juga merupakan hal yang sangat mendasar harus dilakukan. Penularan HIV dari Ibu ke bayi dapat terjadi (Maryunani dan Ummu, 2009): 1.

Selama kehamilan, ketika janin masih dalam kandungan ibu dengan risiko kejadian 5-10%

Universitas Sumatera Utara

16

2.

Selama persalinan, dengn risiko kejadian 10-20% sebagian besar  penularan HIV dari ibu ke bayi terjadi pada saat persalinan ini. Hal ini disebabkan karena pada saat proses persalinan, tekanan pada plasenta yang mengalami peradangan atau terinfeksi meningkat menyebabkan terjadinya sedikit percampuran antara darah ibu dengan darah bayi. Penularan HIV dari ibu ke bayi dapat pula terjadi pada saat bayi terpapar oleh darah dan lendir ibu di jalan lahir.

3.

Selama menyusui, bayi tertular melalui pemberian Air Susu Ibu (ASI) yang mengidap HIV dengan risiko kejadian 10-15%. Berbeda dengan penyakit demam berdarah ataupun malaria. AIDS tidak

ditularkan melalui gigitan nyamuk. Cara penularan AIDS juga berbeda dari  penularan influenza dan tuberkulosis. AIDS tidak ditularkan melaui bersin ataupun batuk. AIDS juga tidak ditularkan melalui jabatan tangan, berenang di kolam renang, memakai telepon umum, nonton bioskop, tempat bekerja, sekolah, ataupun tinggal serumah dengan penderita AIDS (Djoerban, 2000). 2.2.5

Pencegahan HIV-AIDS

Menurut KPA (2013) ada 4 hal sederhana mencegah penularan HIVAIDS, yaitu program ABCD: 1.  Abstinence –   Abstinence –  Tidak  Tidak berhubungan seks (berpuasa) 2.  Be Faithful  –   –  Selalu  Selalu setia pada pasangan 3.

Condom –  Condom  –  Gunakan  Gunakan kondom di setiap hubungan seks berisiko

4.  Drugs –   Drugs –  Jauhi  Jauhi Napza

Universitas Sumatera Utara

17

2.2.6

Penanggulangan Penanggulangan HIV-AIDS

Sampai saat ini belum ditemukan obat yang mampu membunuh HIV maupun vaksin untuk mencegah penularan. Obat-obatan yang ada dan digunakan saat ini lebih upaya melemahkan daya progresivitas virus, memperlambat  perkembangbiakan virus, memperkuat daya tahan tubuh dengan meningkatkan antibodi yang akan meningkatkan kualitas hidup ODHA. Terapi yang dikenal sebagai terapi Antiretroviral (ARV) seperti Nevirapine, Evavirens, Tenovir dan lain-lain dapat diperoleh di rumah sakit tertentu dan terbukti sangat menolong ODHA (Permenkes, 2013). Penanggulangan HIV-AIDS yang perlu diprioritaskan adalah upaya  pencegahan melalui komunikasi, informasi dan edukasi (KIE). Pendidikan kesehatan reproduksi, program pendidik sebaya ( peer ( peer educator ) merupakan komponen penting dalam KIE disamping upaya lainnya seperti penanggulangan  NAPZA, konseling, konseling, pendamping dan perawatan ODHA (Permenkes, 2013). 2.3

Pelayanan Kesehatan untuk AIDS

Penderita AIDS/infeksi HIV memerlukan pelayanan kesehatan serupa dengan penderita penyakit menahun yang lain. Mereka memerlukan pelayanan kesehatan berkesinambungan, pemantauan yang seksama untuk mencegah infeksi, serta pengobatan segera agar infeksi sekunder tidak berlarut-larut dan menyebabkan cacat. Seringkali merawat penderita penyakit ini lebih sulit dari  penyakit kronik lainnya, karena: (a) terbatasnya tenaga t enaga yang terdidik te rdidik dan terlatih; terlatih ; (b) penderita memerlukan dukungan emosi khusus; (c) pemantauan medik untuk mencegah kekambuhan sehingga dapat dicegah perawatan di rumah sakit; (d)

Universitas Sumatera Utara

18

 beberapa tenaga kesehatan sendiri masih cemas dan ketakutan untuk merawat karena belum mendapat penerangan dan da n pendidikan yang baik. Fasilitas kesehatan yang diperlukan oleh penderita HIV-AIDS adalah sebagai berikut: 1.

Fasilitas Perawatan Akut Perawatan rawat inap intensif yang mempunyai staf lengkap dan sudah

 berpengalaman. Di ruang rawat ini penderita diawasi 24 jam penuh. Jenis  pelayanan dasar yang diperlukan adalah penyakit dalam, bedah, anestesi, laboratorium, radiologi, gizi dan farmasi. 2.

Fasilitas Perawatan Khusus Adalah fasilitas perawatan perawata n yang sudah terbiasa merawat pasien AIDS. Unit

ini menyediakan perawatan untuk pasien AIDS yang tidak dalam fase akut tetapi memerlukan perawatan di rumah sakit untuk rehabilitasi. 3.

Fasilitas Perawatan Intermediate Fasilitas ini diperlukan untuk penderita yang tidak terus-menerus

memerlukan dokter atau perawat yang berpengalaman. Ini berlaku baik untuk fasilitas rawat inap maupun berobat jalan. 4.

Fasilitas Perawatan Masyarakat ( shelter   shelter ) Penderita AIDS yang sedang tidak dirawat di rumah sakit kadang-kadang

memerlukan beberapa jenis fasilitas non-medik, seperti perumahan, pengadaan makanan, dan bantuan aktivitas sehari-hari seperti makan, mandi atau ke toilet.

Universitas Sumatera Utara

19

5.

Pusat Kesehatan Masyarakat Puskesmas yang diperlukan adalah yang dilengkapi dengan pelayanan

 psikologi, rehabilitasi, sosial, gizi dan pendidikan kesehatan. kesehatan. 6.

Perawatan Kesehatan di Rumah Fasilitas ini diperlukan oleh penderita, agar ia dapat tetap tinggal di

rumahnya sambil terus di pantau dan mendapat perawatan rumah medik yang  berkesinambungan. Untuk tujuan tersebut diperlukan pekerja sosial, perawat dan relawan baik dari kalangan agama maupun dari lapisan masyarakat lain. 2.4

Perawatan, Dukungan dan Pengobatan (PDP) HIV-AIDS di Indonesia

Layanan Perawatan, Dukungan dan Pengobatan HIV-AIDS (PDP) atau yang disebut juga sebagai Care Support and Treatment (CST) di Indonesia memang dilaksanakan lebih belakangan daripada layanan pencegahan. Namun dengan meningkatnya jumlah ODHA, maka layanan PDP semakin dibutuhkan masyarakat. Tersedianya obat ARV generik juga mempercepat layanan PDP karena salah satu komponen layanan PDP adalah layanan ARV. Layanan obat ARV di Indonesia meningkat sejak penggunaan obat ARV generik yang didatangkan dari India dan Thailand (Depkes RI, 2007). Pada tahun 2004, pemerintah Indonesia sesuai anjuran WHO menyediakan layanan ARV bagi semua memberikan subsidi penuh kepada masyarakat sehingga masyarakat yang membutuhkan obat ini dapat memperolehnya dengan gratis. Agar layanan ARV ini dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat maka dilakukan  pelatihan tenaga kesehatan baik untuk dokter, perawat, konselor, farma si dan lainlain. Pada tahap pertama tahun 2004 ditunjuk 25 rumah sakit dan pada tahun 2006

Universitas Sumatera Utara

20

 jumlah rumah sakit yang melayani ARV ditambah sehingga sehingga jumlahnya menjadi 75 rumah sakit. Namun pada kenyataannya rumah sakit yang mampu melayani ARV lebih banyak dari itu karena banyak rumah sakit yang ditunjuk mempunyai rumah sakit satelit yang ikut dalam program layanan ARV (Depkes RI,2007). Meskipun jumlah layanan dan cakupan PDP meningkat tajam namun layanan PDP masih menghadapi berbagai masalah yaitu: 1.

Sebagian infeksi HIV terdiagnosis pada keadaan tahap lanjut, tak jarang ODHA mempunyai infeksi oportunistik berat bahkan lebih dari satu infeksi oportunistik. Dengan demikian angka kematian perawatan di rumah sakit masih tinggi.

2.

Perusahaan asuransi tidak bersedia memberikan penggantian biaya untuk kasus AIDS.

3.

Infeksi HIV di kalangan pengguna narkoba semakin meningkat. Keadaan ini mempersulit penatalaksanaan karena tak jarang seorang ODHA yang dirawat menderita berbagai infeksi oportunistik.

4.

Kemampuan layanan PDP masih beragam. Terdapat unit layanan yang sudah mempunyai pengalaman luas dalam PDP namun juga terdapat unit layanan yang baru memulai layanan PDP.

5.

Layanan AIDS pada anak masih belum mendapat perhatian yang memadai.

6.

Agar mampu memberikan layanan PDP pada anak maka diperlukan SDM yang berpengalaman, fasilitas laboratorium yang mencukupi serta obat ARV untuk anak. Tenaga dokter yang mampu mendiagnosis dan

Universitas Sumatera Utara

21

melakukan terapi pada anak yang terinfeksi masih sedikit dan terbatas di kota besar. 7.

Kerjasama rumah sakit dengan LSM di berbagai unit pelayanan belum terbina dengan baik.

8.

Dukungan pengadaan fasilitas dan peralatan medik untuk menerapkan kewaspadaan universal masih minim.

9.

Kurangnya komunikasi antara pembuat kebijakan dengan pelaksana di lapangan. Dukungan untuk pelaksana di lapangan baik berupa dukungan finansial maupun teknik yang diberikan oleh LSM internasional masih kurang terkoordinasi sehingga membingungkan petugas di lapangan.

10.

Dalam hal pelaporan, pelaksana layanan PDP dimintakan laporan oleh  berbagai pihak yaitu Departemen Kesehatan, lembaga donor donor dan WHO.

11.

Manajemen logistik (perencanaan, pengadaan obat ARV, pendistribusian dan pemantauan) belum tertata dengan baik sehingga masih dialami adanya kekurangan obat, kelebihan obat, atau terlambatnya distribusi (Depkes RI, 2007).

2.5

Kebijakan pada Perluasan Layanan PDP

Perawatan, dukungan dan pengobatan HIV-AIDS di Indonesia relatif masih baru dan dirasakan kebutuhan yang mendesak untuk segera memperluas  jangkauan terapi ARV bagi bagi ODHA meskipun sumber daya dan kemampuan masih sangat terbatas. Meskipun di dalam satu intitusi seringkali tidak ada koordinasi antar bagian sehingga perawatan dan pengobatan menjadi tidak efektif dan kesinambungan perawatan/pengobatan menjadi terganggu dengan berbagai alasan.

Universitas Sumatera Utara

22

Sementara itu layanan yang berbasis komunitas dan LSM hanya terbatas baik secara jenis maupun jangkauan (Depkes RI, 2007). Oleh karena itu perlu dikembangkan pusat layanan perawatan dan  pengobatan HIV-AIDS di setiap Kabupaten/Kota dengan membentuk tim (pokja) PDP serta mekanisme koordinasinya. Tim PDP akan bekerja secara tim sehingga terjadi interaksi secara intensif antara para petugas kesehatan, ODHA dan semua  pihak terkait dalam perawatan dan pengobatan HIV-AIDS. Hal tersebut akan meningkatkan komitmen dalam memberikan layanan perawatan dan pengobatan HIV-AIDS yang efektif (Depkes RI, 2007). 2.5.1

Sistem Rujukan PDP

Rujukan PDP mengikuti sistem rujukan yang ada, yaitu merupakan rujukan timbal balik antara layanan PDP strata I, II, dan III. Tujuan dari  pembagian strata dalam sistem layanan kesehatan adalah: 1.

Memperjelas garis kompetensi layanan yang harus disediakan di masingmasing strata.

2.

Meningkatkan efisiensi dan menghindari tumpang tindih dan pembiayaan yang tidak perlu.

3.

Memungkinkan untuk berkembangnya mekanisme rujukan yang efektif antar jenjang layanan tersebut.

4.

Menyediakan pedoman dalam perencanaan layanan HIV termasuk  perhitungan biaya, alokasi sumber daya baik manusia, obat, diagnostik dan  pasokan yang disediakan disediakan di tiap jenjang (Depkes RI, 2007).

Universitas Sumatera Utara

23

Mengacu pada Kepmenkes RI No. 832/Menkes/SK/X/2006, maka strata  pelayanan kesehatan bagi ODHA di sarana kesehatan di Indonesia dibagi menjadi 3 strata yaitu: 1.

Sarana Layanan Kesehatan Strata III Sarana layanan kesehatan strata III atau rumah sakit rujukan tertier,

merupakan rumah sakit rujukan yang berupa pusat rujukan nasional, regional, atau  provinsi. Rumah sakit tersebut memiliki klinisi yang pakar di bidang tatalaksana t atalaksana HIV-AIDS dan mampu melakukan diagnosis dan terapi yang lebih canggih. Para  pakar di rumah sakit rujukan strata III diharapkan juga mampu memberikan konsultasi, pelatihan atau bimbingan klinis bagi petugas di Layanan Kesehatan Strata II yang pada umumnya berupa rumah sakit di kabupaten/kota. Tidak menutup kemungkinan bahwa rumah sakit swasta menempati jenjang layanan setingkat dengan layanan strata III tersebut. Layanan yang ditawarkan dapat  berupa layanan rawat jalan dan layanan rawat inap. 2.

Sarana Layanan Kesehatan Strata II Sarana layanan kesehatan strata II atau seringkali disebut juga sebagai

rumah sakit rujukan sekunder atau tingkat menengah, yang biasanya merupakan rumah sakit kabupaten/kota sebagai Pusat PDP HIV-AIDS Strata II. Tidak menutup kemungkinan bahwa rumah sakit swasta menempati jenjang layanan setingkat dengan layanan strata II. Jenis layanan untuk HIV berupa layanan rawat  jalan dan layanan rawat inap.

Universitas Sumatera Utara

24

3.

Sarana Layanan Kesehatan Strata I Layanan kesehatan strata I merupakan layanan kesehatan dasar yang

 biasanya diselenggarakan oleh puskesmas atau layanan kesehatan berbasis masyarakat. Biasanya terkait dengan perawatan berbasis masyarakat atau  perawatan berbasis rumah. Diharapkan bahwa rumah-rumah singgah untuk ODHA memiliki hubungan dan berjejaring dengan puskesmas setempat . Letaknya sangat dekat dengan masyarakat. Pengembangan puskesmas sebagai tempat PDP HIV-AIDS strata I hanya akan terbatas di daerah dengan prevalensi HIV yang diselenggarakan di layanan strata I tersebut berupa paket kegiatan dan layanan  pendukung untuk puskesmas, perawatan berbasis komunitas/rumah (Depkes RI, 2007). 2.5.2

Rumah Sakit Rujukan ODHA

Berdasarkan Rumah sakit rujukan ODHA bertugas: 1.

Meyusun Standar Operasional Prosedur

2.

Menjamin ketersediaan obat Antiretroviral (ARV) yang secara langsung didistribusikan oleh Kementerian Kesehatan sesuai dengan prosedur khusus yang berlaku dan obat infeksi oportunistik tertentu.

3.

Menyiapkan sarana, prasarana, dan fasilitas yang sesuai dengan pedoman.

4.

Menyiapkan tenaga kesehatan yang terdiri dari dokter spesialis, dokter/dokter gigi, perawat, apoteker, analis kesehatan, konselor, dan manajer kasus.

Universitas Sumatera Utara

25

5.

Membentuk tim kelompok kerja/pokja khusus HIV dan AIDS yang terdiri dari tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya yang telah dilatih melaui  pelatihan khusus HIV dan dan AIDS, dan

6.

Melaporkan Kesehatan

pelaksanaan melalui

pelayanan

Direktur

bagi

Jenderal

ODHA Bina

kepada

Upaya

Menteri Kesehatan

(KEPMENKES, 2012). Rumah sakit rujukan ODHA bertanggung jawab kepada Menteri Kesehatan. Monitoring dan evaluasi terhadap pelayanan kesehatan bagi ODHA dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan dan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit sesuai tugas dan fungsi masing-masing. Menteri Kesehatan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaannya (KEPMENKES, (KEPMENKES, 2012). Rumah sakit rujukan ODHA berada pada strata III dan strata II. 1.

Rumah Sakit Rujukan strata III Layanan yang ditawarkan dapat berupa layanan rawat jalan maupun rawat

inap. Untuk layanan rawat inap secara umum digambarkan sebagai berikut: 1.

Ketenagaan Ketenagaan yang dimaksud adalah: (1) Memiliki tim pokja HIV-AIDS

yang melibatkan tenaga dan bagian yang terkait dan dipimpin oleh seorang ketua; (2) Tenaga klinis yang berpengalaman di bidang HIV-AIDS (dokter, perawat) atau telah dilatih PDP (dasar dan lanjutan); (3) Konselor; (4) Pekerja Sosial; (5) Teknisi laboratorium yang terlatih termasuk untuk tes CD4, pemeriksaan kimia

Universitas Sumatera Utara

26

darah yang canggih dan bila mungkin untuk pemeriksaan viral load; (6) Tenaga ahli laboratorium; (7) Tenaga ahli farmasi; (8) Tenaga khusus untuk pencatatan dan pelaporan yang sudah dilatih dalam bidang pemantauan dampak ART (ART monitoring). 2.

Paket Layanan dan Kegiatan Canggih Paket layanan dan kegiatan yang dimaksud adalah; (1) Tatalaksana klinis

dan medis HIV; (2) Diagnosis dan tatalaksana efek samping obat; (3) Penilaian dan pemeriksaan kemungkinan adanya kegagalan terapi atau resisten terhadap terapi ARV dan pemberian terapi ARV; (4) Dukungan kepatuhan berobat; (5) Rujukan balik ke rumah sakit sasaran layanan di bawahnya untuk tindak lanjut  perawatan kronis. 3.

Obat, Sarana Laboratorium, dan sumber daya lain Obat, sarana laboratorium dan sumber daya lain meliputi: (1) Sarana

laboratorium canggih seperti: pemeriksaan CD4, pemeriksaan serologi (HBV, HCV, sifilis), kimia darah (tes fungsi hati, ginjal), pemeriksaan mikrobiologi; (2) Ketersediaan obat ARV dan obat untuk terapi infeksi oportunistik yang rumit atau  pada penyakit tahap lanjut; (3) Formulir rujukan untuk menjaga kesinambungan  perawatan kronik HIV. 4.

Rumah Sakit Rujukan strata II Layanan Rumah Sakit strata II terdiri dari rawat jalan, rawat inap,

laboratorium, farmasi dan radiologi. Dilengkapi dengan mekanisme rujukan ke  program lain seperti klinik TB, klinik KIA, klinik IMS, klinik KB, dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

27

1.

Ketenagaan Ketenagaan yang dimaksud adalah: (1) Memiliki tim pokja HIV-AIDS

atau seorang koordinator yang bertanggung jawab atas perencanaan, pelaksanaan dan monitoring/evaluasi dari perawatan dan pengobatan HIV dengan melibatkan ODHA yang terpilih atau petugas kesehatan yang mengkoordinasikan kegiatan  pertemuan berkala dengan berbagai pihak, seperti misalnya pertemuan klien,  pertemuan klinik, dsb; (2) Untuk tatalaksana klinis diperlukan tenaga dokter,  perawat, konselor, manajer kasus, tenaga farmasi (apoteker), analis laboratorium yang telah dilatih dan juga harus memiliki ODHA yang berfungsi sebagai  pendukung kepatuhan minum obat dan kelompok kelompok dukungan sebaya. sebaya. 2.

Layanan dan Kegiatan Layanan dan kegiatan yang dimaksud adalah: (1) Pemberdayaan dan

koordinasi pada para pelaku utama, termasuk ODHA; (2) Konseling dan test HIV; (3) Layanan klinis dan terapi ARV; (4) Dukungan psikologis dan sosioekonomi; (5) Pencegahan HIV. 3.

Obat, Sarana Laboratorium dan sumber daya lain Obat, Sarana Laboratorium dan sumber daya lain meliputi: (1) Test HIV;

(2) Pemeriksaan klinis yaitu peralatan laboratorium; (3) Obat: Obat untuk terapi dan profilaksis Infeksi Oportunistik, obat ARV (Zidovudine, Lamivudin,  Nevirapine dan Efavirenz), dan obat untuk terapi substitusi (metadon,  buprenorfin); (4) Pencegahan: kondom, paket peralatan suntik steril yaitu jarum suntik dan semprit, usapan alkohol, pasokan obat untuk kewaspadaan universal; (5) Monitoring dan Evaluasi: Formulir catatan medis (kartu pasien, ikhtiar

Universitas Sumatera Utara

28

 perawatan HIV dan Terapi Te rapi Antiretroviral Antiret roviral (ARV), follow-up perawatan perawat an pasien dan terapi ARV, register pra ART, register ART, laporan bulanan dan laporan la poran kohort), kartu atau formulir rujukan pasien (Depkes RI, 2007). Infeksi Oportunistik dan penyakit yang ditangani di Rumah Sakit rujukan strata II meliputi: 1.

Pernafasan: TB, Pneumonia

2.

 Neurologis: Toksoplasmosis, Toksoplasmosis, Kiptokokosis, Meningitis

3.

Kulit dan Mukosa: Kandidiasis, Herpes Simpleks, Herpes Zoster, Dermatitis Seboroik

4.

Diare

5.

Demam: Septisemia

6.

Infeksi virus sitomegali

7.

Kanker leher rahim

2.6

Perawatan Penderita AIDS

Bila kasus AIDS semakin banyak ada baiknya dipikirkan membuat Unit AIDS tersendiri. Keuntungan dan kerugian membuat unit tersebut, dibandingkan dengan merawat penderita di unit-unit lain yang tersedia, adalah se bagai berikut: Unit AIDS tersendiri

1.

Koordinasi lebih mudah. Semua sarana, termasuk sarana administrasi dapat direncanakan berada di suatu tempat.

2.

Penderita-penderita dapat bergaul baik satu dengan yang lain.

3.

Staf yang berpengalaman dan bertul-betul berminat merawat penderita AIDS dapat dipusatkan di satu unit.

Universitas Sumatera Utara

29

4.

Rumah sakit dapat menghemat biaya pendidikan dan pelatihan untuk staf yang lain dan dapat menghindari masalah dengan staf yang tidak bersedia merawat.

5.

Memperkuat rasa persatuan antar staf.

6.

Pelayanan penderita menjadi lebih baik. Sarana dan tenaga terlatih dapat dipusatkan untuk daerah dengan jumlah kasus rendah.

7.

Memudahkan riset di daerah yang kasusnya banyak.

Pasien dirawat di unit yang sudah ada di rumah sakit:

1.

Penderita-penderita penyakit lain di ruang yang sama merasa keberatan.

2.

Semua staf rumah sakit mendapat kesempatan merawat penderita AIDS dan kecemasan serta ketakutan staf dapat dikurangi.

3.

Memudahkan penderita mendapatkan pelayanan medik khusus di unit lain seperti hematologi, onkologi dan jantung.

4.

Memudahkan penderita berkumpul dengan sanak saudara dan teman yang  berkunjung, terutama di daerah yang yang kasusnya masih sangat jarang.

5.

Tidak memerlukan tenaga dan biaya yang banyak. (Murni dkk, 2009). Dianjurkan untuk membentuk tim inti yang terdiri dari beberapa dokter,

 perawat dan pekerja sosial. Tim ini bertugas mengorganisir seluruh pelayanan AIDS di rumah sakit. Penderita AIDS rawat inap akan dirawat oleh dokter yang ada di unit-unit seperti tersebut diatas, yang bergabung dalam Tim Dokter Khusus. Bila ada kesulitan akan dikonsultasikan kepada dokter-dokter yang tergabung dalam Tim Konsultasi Multidisiplin (Murni dkk, 2009).

Universitas Sumatera Utara

30

2.7

Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela (VCT)

2.7.1

Definisi Konseling dalam VCT

Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV dan AIDS, mencegah  penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggung jawab,  pengobatan ARV dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV dan AIDS (Kepmenkes, 2005). 2.7.2

Peran Konseling dan Testing Sukarela (VCT)

Gambar 2.1 Peran VCT Konseling dan Testing Sukarela yang dikenal sebagai

Voluntary

Counselling and Testing (VCT) merupakan salah satu strategi kesehatan masyarakat dan sebagai pintu masuk ke seluruh layanan kesehatan HIV dan AIDS  berkelanjutan. Layanan VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien pada

Universitas Sumatera Utara

31

saat klien mencari pertolongan medik dan testing yaitu dengan memberikan layanan dini dan memadai baik kepada mereka dengan HIV positif maupun negatif. Layanan ini termasuk konseling, dukungan, akses untuk terapi suportif, terapi infeksi oportunistik dan ART (antiretroviral therapy). VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk memperoleh intervensi efektif dimana memungkinkan klien, dengan bantuan konselor terlatih, menggali dan memahami diri akan risiko infeksi HIV, mendapatkan informasi HIV dan AIDS, mempelajari status dirinya, dan mengerti tanggung jawab untuk menurunkan perilaku berisiko dan mencegah penyebaran infeksi kepada orang lain guna mempertahankan dan meningkatkan perilaku sehat. Testing HIV dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dan tekanan, segera setelah klien memahami berbagai keuntungan, konsekuensi dan risiko. 2.7.3

Prinsip Pelayanan VCT

1.

Sukarela dalam melaksanakan testing HIV Pemeriksaan HIV hanya dilaksanakan atas dasar kerelaan klien, tanpa

 paksaan dan tanpa tekanan. t ekanan. Keputusan untuk dilakukan testing te sting terletak di tangan klien. Kecuali testing HIV pada darah donor di unit transfusi dan transplantasi  jaringan, organ tubuh dan sel. Testing dalam VCT bersifat sukarela sehingga tidak direkomendasikan untuk testing wajib pada pasangan yang akan menikah, pekerja seksual, IDU ( Injecting Drugs User ), ), rekrutmen pegawai/tenaga kerja Indonesia dan asuransi kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

32

2.

Saling mempercayai dan terjaminnya konfidensialitas Layanan harus bersifat profesional, menghargai hak dan martabat semua

klien. Semua informasi yang disampaikan klien harus dijaga kerahasiaannya oleh konselor dan petugas kesehatan, tidak diperkenankan didiskusikan di luar konteks kunjungan klien. Semua informasi tertulis harus disimpan dalam tempat yang tidak dapat dijangkau oleh mereka yang tidak berhak. Untuk penanganan kasus klien selanjutnya dengan seijin klien, informasi kasus dari diri klien dapat diketahui. 3.

Mempertahankan hubungan relasi konselor-klien yang efektif Konselor mendukung klien untuk kembali mengambil hasil testing dan

mengikuti pertemuan konseling pasca testing untuk mengurangi perilaku berisiko. Dalam VCT dibicarakan juga respon dan perasaan klien dalam menerima hasil testing dan tahapan penerimaan hasil testing positif. 2.

Testing merupakan salah satu komponen dari VCT WHO dan Departemen Kesehatan RI telah memberikan pedoman yang

dapat digunakan untuk melakukan testing HIV. Penerimaan hasil testing senantiasa diikuti oleh konseling pasca testing oleh konselor yang sama atau konselor lainnya yang disetujui oleh klien. 2.7.4

Model Pelayanan Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela (VCT)

Pelayanan VCT dapat dikembangkan di berbagai layanan terkait yang dibutuhkan, misalnya klinik IMS, klinik TB, ART, dan sebagainya. Lokasi layanan VCT hendaknya perlu petunjuk atau tanda yang jelas hingga mudah diakses dan mudah diketahui oleh klien VCT. Nama klinik cukup mudah

Universitas Sumatera Utara

33

dimengerti sesuai dengan etika dan budaya setempat dimana pemberian nama tidak mengundang stigma dan diskriminasi. Layanan VCT diimplementasikan dalam berbagai  setting dan sangat  bergantung pada kondisi dan situasi daerah setempat, kebutuhan masyarakat dan  profil klien, seperti individual atau pasangan, perempuan atau laki-laki, dewasa atau anak muda. Model layanan VCT terdiri dari: 1.

Mobile VCT (Penjangkauan dan Keliling) Layanan Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela model penjangkauan

dan keliling (mobile VCT) dapat dilaksanakan oleh LSM atau layanan kesehatan yang langsung mengunjungi sasaran kelompok masyarakat yang memiliki  perilaku berisiko atau berisiko tertular HIV/AIDS di wilayah tertentu. tert entu. Layanan ini diawali dengan survey atau penelitian atas kelompok masyarakat di wilayah tersebut dan survey tentang layanan kesehatan dan layanan dukungan lainnya di daerah setempat. 2.

Statis VCT (Klinik tetap) Pusat Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela terintegrasi dalam sara na

kesehatan dan sarana kesehatan lainnya, artinya bertempat dan menjadi bagian dari layanan kesehatan yang telah ada. Sarana kesehatan dan sarana kesehatan lainnya harus memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan masyarakat akan Konseling dan Testing HIV/AIDS, layanan pencegahan, pe ncegahan, perawatan, dukungan dan  pengobatan terkait dengan HIV/AIDS. HIV/AIDS.

Universitas Sumatera Utara

34

2.7.5

Sasaran Konseling dan Testing Sukarela (VCT)

Masyarakat yang membutuhkan pemahaman diri akan status HIV agar dapat mencegah dirinya dari penularan infeksi penyakit yang lain dan penularan kepada orang lain. Masyarakat yang datang ke pelayanan VCT disebut dengan klien. Sebutan klien dan bukan pasien merupakan salah satu pemberdayaan dimana klien akan berperan aktif didalam proses konseling. Tanggung jawab klien dalam konseling adalah bersama mendiskusikan hal-hal yang terkait dengan informasi akurat dan lengkap tentang HIV/AIDS, perilaku berisiko, testing HIV dan pertimbangan yang terkait dengan hasil negatif (Kepmenkes, 2005). 2.7.6

Testing HIV

Prinsip testing HIV adalah sukarela dan terjaga kerahasiaannya. Testing dimaksud untuk menegakkan diagnosis. Terdapat serangkaian testing yang  berbeda-beda karena perbedaan prinsip metode yang digunakan. Testing yang digunakan adalah testing serologis untuk mendeteksi antibodi HIV dalam serum atau plasma (Murni dkk, 2009). Spesimen adalah darah klien yang diambil secara intravena, plasma atau serumnya. Pada saat ini belum digunakan spesimen lain seperti saliva, urin, dan spot

darah

kering.

Penggunaan

metode

testing

cepat

( rapid

testing )

memungkinkan klien mendapatkan hasil testing pada hari yang sama. Tujuan testing HIV ada 4 yaitu untuk membantu menegakkan diagnosis, pengamanann darah donor (skrining), untuk surveilans, dan untuk penelitian. Hasil testing yang disampaikan kepada klien adalah benar milik klien. Petugas laboratorium harus menjaga mutu dan konfidensialitas. Hindari terjadinya kesalahan, baik teknis

Universitas Sumatera Utara

35

maupun manusia dan administratif. Petugas laboratorium (perawat) mengambil darah setelah klien menjalani konseling pra testing (Depkes RI, 2006). 2.8 Terapi Antiretroviral (ARV)

Dahulu kita sering mendengar bahwa AIDS disebut sebagai penyakit yang tidak ada obatnya. Ini adalah istilah yang salah. Sebagian besar infeksi oportunistik dapat diobati, bahkan dicegah, dengan obat yang tidak terlalu mahal dan tersebar luas. Dan sekarang ada obat yang lebih canggih yang dapat memperlambat kegiatan HIV menulari sel yang masih sehat. Obat ini disebut obat antiretroviral (Murni dkk, 2009). Dalam pengobatan HIV, tidak boleh memakai satu jenis obat saja. Kita harus memakai kombinasi tiga macam obat ARV yang berbeda agar terapi ini efektif untuk jangka waktu yang lama. Terapi ini disebut terapi antiretroviral atau ART. ART dulu sangat mahal, tetapi sekarang tersedia gratis untuk semua orang di Indonesia dengan subsidi sepenuhnya oleh pemerintah, melalui sejumlah Rumah Sakit yang ditetapkan sebagai rumah sakit rujukan ARV (Murni dkk, 2009). ART hanya berhasil jika dipakai secara patuh, sesuai dengan jadwal,  biasanya dua kali sehari, setiap hari. Kalau dosis terlupakan, keefektifan terapi akan cepat hilang. Beberapa orang akan mengalami efek samping ketika memakai ART, terutama pada minggu-minggu pertama penggunaannya. Penting sekali  pengguna ART diawasi oleh dokter yang berpengalaman dengan terapi ini. (Murni dkk, 2009).

Universitas Sumatera Utara

36

2.10

Fokus Penelitian

Input

Proses Pelayanan HIVAIDS (konseling, testing HIV,  pengobatan ARV, ARV,  pendampingan ODHA)

Output

  





Kebijakan Tenaga Pelaksana Biaya Operasional Sarana dan Prasarana





Penanganan HIV-AIDS di RSUD Kabanjahe

Komunikasi, Informasi dan Edukasi

Gambar 2.2 Fokus Penelitian Berdasarkan gambar diatas, dapat dirumuskan definisi fokus penelitian sebagai berikut: 1. Input adalah segala sesuatu yang dibutuhkan untuk dapat melakukan  program penanganan HIV HIV dan AIDS. 1.

Kebijakan Kebijakan adalah garis besar dan dasar rencana sebagai landasan dalam melaksanakan program penanganan HIV dan AIDS.

2.

Tenaga Pelaksana Tenaga pelaksana program HIV-AIDS di RSUD Kabanjahe sebagai rumah sakit rujukan adalah dokter ahli, dokter, perawat, apoteker, analis laboratorium, konselor, manajer kasus dan tim pelayanan khusus HIV-AIDS.

Universitas Sumatera Utara

37

3.

Biaya Operasional Biaya operasional merupakan sumber dana yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan

atau

memanfaatkan

pelayanan

kesehatan

masyarakat yang tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan untuk mencegah penyakit. 4.

Sarana dan Prasarana Sarana prasarana yang meliputi peralatan kesehatan untuk pemeriksaan klinis

(Laboratorium

test

serum

darah),

pasokan

obat

ARV,

 perlengkapan  perlengkapan untuk untuk pencegahan (kondom, (kondom, paket peralatan suntik suntik steril,  pasokan  pasokan obat untuk kewaspadaan kewaspadaan universal), universal), dan perlengkapan perlengkapan untuk monitoring dan evaluasi (formulir catatan medis dan rujukan pasien). 2. Proses

adalah

serangkaian

kegiatan

yang

dirancang

dalam

usaha

meningkatkan kompetensi input demi menghasilkan output yang bermutu. 1.

Pelayanan HIV-AIDS Pelayanan HIV-AIDS meliputi pelayanan konseling, testing HIV,  pengobatan  pengobatan ARV ARV dan pendampingan pendampingan ODHA. ODHA.

2.

Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) KIE meliputi edukasi dan sharing seputar HIV-AIDS dan ODHA  bersama  bersama ODHA yang yang rutin rutin dilakukan dilakukan minimal dua minggu minggu sekali. sekali.

3. Output adalah hasil dari suatu pelaksanaan pelayanan promotif dan  preventif.  preventif. Output yang diharapkan adalah terlaksananya terlaksananya layanan VCT HIV dan AIDS dengan baik dan optimal di Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe.

Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

3.1

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif yang dilakukan dengan cara menganalisis data yang didapatkan dari wawancara mendalam. 3.2

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe yang  berlokasi di Jalan Kapten Selamat Ketaren Kabanjahe. Alasan pemilihan lokasi  penelitian ini adalah didasarkan pada keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 760/Menkes/VI/2007 yang menetapkan RSUD Kabanjahe sebagai rumah sakit rujukan HIV AIDS. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Juni sampai dengan selesai. 3.3

Informan Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini diambil secara  purposive (bertujuan) yaitu Dinas Kesehatan Kabupaten Karo; sekretaris Tim Pelayanan HIV-AIDS RSUD Kabanjahe, tenaga pelaksana di klinik VCT-CST (dokter, apoteker/farmasi, konselor, analis laboratorium, manajer kasus) dan ODHA di RSUD Kabanjahe. 3.4

Metode Pengumpulan Data

1.

Wawancara Mendalam (indepth (indepth interview) interview) yaitu melakukan tanya jawab terhadap informan yang telah ditetapkan sebelumnya.

2.

Studi dokumentasi yaitu telaah dokumentasi penanganan HIV dan AIDS di RSUD Kabanjahe.

38 Universitas Sumatera Utara

39

3.

Pengamatan (observasi) yaitu mengamati kegiatan, sarana dan prasarana kegiatan penanganan HIV dan AIDS di RSUD Kabanjahe.

3.5

Jenis dan Sumber Data

1.

Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data yang dikumpulkan melalui observasi dan wawancara baku terbuka dengan  probing

(pendalaman

pertanyaan)

dengan

menggunakan

pedoman

wawancara yang berisi butir-butir pertanyaan untuk diajukan kepada informan. Pedoman tersebut digunakan untuk memudahkan wawancara,  penggalian data dan informasi (Moleong, (Moleong, 2005). 2.

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data yang diperoleh dari profil RSUD Kabanjahe, data dari Klinik VCT-CST RSUD Kabanajahe, dan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Karo.

3.6

Instrumen Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa alat tulis,  buku catatan dan alat perekam. 3.7

Triangulasi

Uji validitas pada penelitian kualitatif adalah triangulasi. Penelitian ini menggunakan triangulasi antar sumber yaitu upaya membandingkan suatu informasi yang diperoleh dari sumber lain di kelompok yang diamati dan triangulasi antar teori yaitu upaya membandingkan informasi yang didapatkan dengan teori yang sudah ada (Miles dan Huberman dalam Herdiansyah, 2012).

Universitas Sumatera Utara

40

3.8

Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif dilakukan secara simultan dengan proses  pengumpulan data, interpretasi data dan dibuat matriks untuk mempermudah dalam melihat data secara lebih sistematis (Miles dan Huberman dalam Herdiansyah, 2012).

Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1

Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe Kabanjahe

Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe adalah rumah sakit umum milik  pemerintah daerah kabupaten Karo, dimana sesuai dengan Sertifikat Penetapan Kelas Rumah Sakit yang dirtetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: HK.02.03/I/2000/2014 tanggal 12 Agustus 2014 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Sakit

Umum Kelas Kelas C. RSUD Kabanjahe Kabanjahe terletak

ditengah kota Kabanjahe yang merupakan ibukota Kabupaten Karo tepatnya di Jalan Kapten Selamat Ketaren Kabanjahe. Secara geografis, Kabupaten Karo memiliki luas wilayah 2.127,25 km² yang mempunyai wilayah kerja 17 kecamatandan 258 desa, dengan jumlah  penduduk sebanyak kurang lebih 500.000 jiwa. Kabupaten Kabupaten ini berlokasi di dataran tinggi Karo, Bukit Barisan Sumatera Utara.Terletak sejauh 77 km dari Kota Medan, ibukota Provinsi Sumatera Utara. 4.2

Gambaran Umum Klinik VCT-CST (Voluntary Counselling and TestCare Support Treatment ) Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe

Klinik VCT berawal dari ditemukannya kasus HIV –  HIV – AIDS AIDS di ruang rawat inap RSUD Kabanjahe pada tahun 2011. Awalnya setiap pasien yang diketahui  positif HIV akan segera dirujuk ke Rumah Sakit Adam Malik Medan. Namun seiring berjalannya waktu kasus HIV-AIDS semakin banyak ditemukan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe sehingga pihak rumah sakit menjadi semakin sulit merujuk pasien ke Rumah Sakit Adam Malik begitu juga dengan Rumah Sakit

41 Universitas Sumatera Utara

42

Adam Malik yang mulai kewalahan menerima pasien rujukan dari RSUD Kabanjahe. Akhirnya Dinas Kesehatan Kabupaten Karo mengusulkan agar di Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe ini dibuat klinik VCT untuk pemeriksaan dan  penanganan HIV dan AIDS.Atas upaya yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten karo, maka Menteri Kesehatan Republik Indonesia menetapkan Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe menjadi salah satu rumah sakit rujukan HIV-AIDS melalui Kepemenkes Nomor 760/Menkes/VI/2007 pada tanggal 27 Juni 2007. Semua pembiayaan klinik ini didanai dan difasilitasi  full oleh Pemerintah. Hingga saat ini belum ada bantuan dana dari pihak luar baik itu dalam negeri maupun luar negeri. Meskipun demikian klinik ini tetap menjalankan programnya. Kasus HIV-AIDS semakin berkembang dari tahun ke tahun, sehingga kunjungan ODHA di RSUD Kabanjahe pun semakin meningkat. ODHA tersebut tidak hanya berasal dari kabupaten Karo saja melainkan dari luar daerah. Layanan klinik VCT-CST RSUD Kabanjahe buka setiap hari Senin-Kamis pukul 07.3014.30 WIB dan Jumat-Sabtu pukul 07.30-11.30. WIB. Hari Minggu dan hari-hari  besar klinik VCT-CST ini lbur, tetapi mereka bersifat on call . Sejak Januari 2017 RSUD Kabanjahe membentuk suatu tim yang melayani HIV-AIDS yang disebut dengan Tim Pelayanan HIV-AIDS. Tim ini dibawah tanggung jawab Direktur RSUD Kabanjahe dan Koordinatornya adalah Bidang Pelayanan Medis RSUD Kabanjahe.Tim ini dibentuk atas dasar kepedulian terhadap kasus HIV-AIDS yang semakin berkembang di Kabupaten

Universitas Sumatera Utara

43

Karo yang bertujuan untuk melayani masyarakat yang terkena HIV dan AIDS di Tanah Karo. Kegiatan yang dilakukan tim pelayanan ini meliputi melayani pasien dengan HIV dan AIDS, layanan konseling, dan memamntau kepatuhan minum obat.

Universitas Sumatera Utara

44

4.3

Karakteristik Karakteristik Informan

Karakteristik dari masing-masing informan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.1 Karakteristik Informan No

Nama

Jenis Kelamin Laki-laki

Umur (Tahun) 48

Pendidikan

Jabatan

1

Saban Kemit, SKM

S1 Kesehatan Masyarakat

Eka Nina Bangun, S.Kep, Ners

Perempuan

33

S1 Keperawatan

3

Dr. Rumbang Sembiring, Sp.Pd

Perempuan

42

4

Terkelin Tarigan, AMK

Perempuan

51

S2 Kedokteran Spesialis Penyakit Dalam AMK

Pelaksana Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kab. Karo Sekretaris Tim Pelayanan HIV/AIDS RSUD Kabanjahe Dokter Pelaksana Klinik VCTCST

2

5

Irma Sembiring, S.Kep, Ners Adelina Ginting, Apt

Perempuan

45

S1 Keperawatan

Perempuan

31

Apoteker

Kristian Tarigan, AMK L. Siahaan L. Br Sitepu

Laki-laki

48

D3 Analis Kesehatan

Laki-Laki Perempuan

35 23

SLTP D3 Kebidanan

6

7

8 9

Kepala Ruangan dan Konselor Klinik VCTCST Manajer Kasus Apoteker/ Koord. Divisi Farmasi Analis Laboratorium ODHA ODHA

Universitas Sumatera Utara

45

4.4

Standar Operasional Operasional Prosedur

Konseling Pra Testing HIV

Testing HIV

Positif

Pendampingan ODHA

Positif

Konseling Pasca Testing HIV

Konseling Pasca Testing HIV

Konseling Pasca Testing HIV

Konseling Pasca Testing HIV

Gambar 4.1 Standar Operasional Prosedur

Universitas Sumatera Utara

46

4.5

Wawancara Penanganan HIV-AIDS di RSUD Kabanjahe

4.5.1

Pernyataan Informan tentang sertifikat sertifi kat pelatihan khusus HIV-AIDS

Tabel 4.2 Matriks Pernyataan Pernyata an Informan tentang sertifikat pelatiha pelatihan n khusus HIV-AIDS Informan Pernyataaan

Informan 2 Informan 3 Informan 4

Informan 5

Informan 6

Informan 7

“Sejauh ini belum ada” ada” “Belum ada” ada” “Hmm belum ada. Tapi saya sudah sering ikut pelatihan pelatihan sebagai konselor mewakili kabupaten dan saya terpilih  jadi juara 3 konselor terbaik se Sumatera Utara” Utara” “Belum ada, nggak tau kenapa padahal sudah pernah ikut  pelatihan-pelatihan dari Dinkes tapi ya itu cuma 2 atau 3 hari lamanya” lamanya” “Kalau masalah sertifikat saya kurang tau dek, saya kan bagian obat saja lagian ruangan nya kan terpisah, saya sendiri belum ada” ada” “Kurang tau saya, kayaknya belum karena saya juga belum ada” ada ”

Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa tenaga pelaksana di klinik VCT-CST belum mendapat sertifikat pelatihan khusus HIV-AIDS walaupun sudah pernah mengikuti pelatihan-pelatihan yang diadakan Dinas Kesehatan namun konselor nya sudah terpilih menjadi juara 3 konselor terbaik se Provinsi Sumatera Utara. 4.5.2 Pernyataan Informan tentang ketersediaan ODHA yang dihunjuk sebagai manajer kasus atau konselor Tabel 4.3 Matriks Pernyataan Pernyata an Informan tentang ketersediaan ketersediaan ODHA yang dihunjuk sebagai manajer kasus atau konselor Informan Pernyataaan

Informan 2 Informan 3 Informan 4

Informan 5 Informan 6 Informan 7

“Hmm belum ada dek” “Sampai saat ini belum ada” ada ” “Belum ada karena belum ada yang bersedia. Alasan mereka ada yang tidak berani secara mental, ada a da yang tidak memiliki waktu, ada yang alasannya rumahnya jauh dari rumah sakit” sakit ” “Tidak ada dek ” “Gatau dek, coba kam tanya Bik Terkelin ya” “Kurang tau saya soal itu, saya kan di bagian lab saja”

Universitas Sumatera Utara

47

Dari pernyataan informan di atas dapat diketahui bahwa di klinik VCTCST belum ada ODHA yang dihunjuk sebagai manajer kasus atau konselor untuk teman sebaya seperti peraturan Menteri Kesehatan. 4.5.3

Pernyataan Informan Informan tentang tentang sistem Pendanaan Penanganan HIVAIDS di RSUD Kabanjahe

Tabel 4.4 Matriks Matriks Pernyataan Informan Informan tentang sistem Penanganan HIV-AIDS di RSUD Kabanjahe Informan Pernyataaan

Informan 2 Informan 4

Informan 5 Informan 6 Informan 7 Informan 8 Informan 9

Pendanaan

“Semua biaya ditanggung pemerintah dek, bantuan dari luar  paling kalau ada sosialisasi mereka yang nyelenggarakan” “Kalau untuk tes HIV, CD4, sama ARV nya gratis semua karena kan biaya nya di tanggung pemerintah semua. Yang bayar itu kalau misalnya pasien tersebut memiliki penyakit penyerta misalnya sakit perut atau pusing-pusing gitu itu ditanggung oleh BPJS” “Semua biaya ditanggung pemerintahdek” “Gratis kan semua biaya nya di tanggung pemerintah” “Gratis semua kan ditanggung pemerintah” “Kalau obat ARV nya sampai saat ini gratis dek gak pernah di  bayar” “Kalau obat ARV nya gratis semua dek tidak ada yang di bayar”

Dari pernyataan informan di atas dapat diketahui bahwa pendanaan di klinik VCT-CST berasal dari Pemerintah seperti Dinas Kesehatan baik Dinas Kesehatan Kabupaten maupun Provinsi. Belum ada bantuan dana dari dalam ataupun luar negeri diluar dana Pemerintah. 4.5.4

Pernyataan Informan tentang ketersediaan peralatan kesehatan kesehatan yang mendukung pelayanan rujukan di RSUD Kabanjahe

Tabel 4.5 Matriks Pernyataan Pernyat aan Informan tentang ketersediaan ketersedi aan peralatan kesehatan yang mendukung pelayanan rujukan di RSUD Kabanjahe Informan Pernyataaan

Informan 2

“Sudah lengkap”

Universitas Sumatera Utara

48

Informan 3

Informan 4 Informan 5 Informan 6 Informan 7

Informan 8 Informan 9

“Kalau pemeriksaan laboratorium udah lengkap sih cuman sering kehabisan reagen dan CD4, seperti yang terjadi sekarang ini sudah berapa bulan ini gak ada masuk CD4. Artinya kan kalau CD4 ga ada itu kan perlu untuk menilai tingkat keberhasilan pengobatan sebelum dan sesudah pemberian terapi kan harus kita cek, ini gak ada, gak ada CD4 sekarang” “Masih kurang karena sering seri ng kehabisan reagen dan CD4” “Sudah Bagus” “Sudah lengkap deh kayaknya” “Kalau untuk peralatan laboratorium pemeriksaan darah sudah lengkap termasuk reagen 1,2,3 dan CD4 nya semua, tapi kami sering kehabisan CD4 kayak sekarang ini lah uda berapa bulan ini gak masuk CD4 nya” “Sudah, sudah lengkap semua dek” “Saya “Saya kurang tau dek, karena kan dulu taunya positif HIV waktu mau melahirkan di RS. Amanda habis itu di rujuk ke RS. Pirngadi dan disana pemeriksaan laboratorium lengkapnya, disini hanya ambil obat aja”

Dari pernyataan informan di atas dapat diketahui bahwa di Klinik VCTCST RSUD Kabanjahe telah memiliki peralatan laboratorium lengkap yaitu CD4 dan reagen 1,2,3. Akan tetapi, klinik VCT-CST RSUD Kabanjahe sering kehabisan CD4 di laboratorium. 4.5.5

Pernyataan

Informan

tentang

ketersediaan

obat-obatan

dalam

penanganan HIV-AIDS di RSUD Kabanjahe Tabel 4.6 Matriks Pernyataan Informan tentang ketersediaan obat-obatan dalam penanganan HIV-AIDS di RSUD Kabanjahe Informan Pernyataaan

Informan 2 Informan 3

Informan 4

“Sudah lengkap semua” “Kalau ketersediaan obat ARV nya ny a di kita sudah lengkap, cuman kadang obat datang terlambat, gatau saya dimana kendalanya di pelaporan kah atau dimana atau di Medan gatau. Pernah itu kami jadi minjam obat ke pasien” “Kalau ketersediaan obat ARV ya semua sudah lengkap tapi ya gitu kadang obat ini datang terlambat, hal itu disebabkan yang  pertama keterlambatan di pengiriman kan itu pengambilan obatnya ke Dinkes Provinsi kita ngirim laporan nya melalui pos kadang-kadang terlambatnya itu di pos sampe di sana dan bisa  juga kelalaian admin nya di sistem pelaporan. Itukan pelaporan obat dilakukan mulai tanggal 5-15 setiap bulannya, misalnya

Universitas Sumatera Utara

49

Informan 5 Informan 6

Informan 7 Informan 8 Informan 9

dikirim laporan tanggal 13 sudah pasti terlambat dong. Jadi untuk mengatasi nya kita pinjam obat ke pasien yang sudah mendapat obat bulanan. Kan ada beberapa pasien kita yang sudah gada lagi keluhannya jadi kita kasi obat ARV satu-satu  bulan jadi kita pinjam obat nya makanya sering kami minjam obat sama pasien” “Sudah lengkap, semuanya cukup” “Tersedia baik dan lancar sih sejauh ini. Tapi pernah mengalami kehabisan persediaan obat karena kemarin itu sistem online nya  bermasalah kan pemesanan nya sistem online trus pihak provinsi  pun kemarin lama mengantisipasinya jadi obatnya datang terlambat” “Kalau untuk persediaan obat ARV nya tanya sama apoteker nya aja ya dek” “Sampai saat ini saya selalu mendapat obat ARV dek, lancarlanca rlancar aja kok” “Sejauh ini saya selalu mendapat obat ARV kok dek, belum  pernah sampai tidak kedapatan karena kehabisan stok obat” obat”

Dari pernyataan informan di atas dapat diketahui bahwa obat ARV lengkap sesuai dengan pedoman Depkes. Obat ARV juga pernah datang terlambat karena keterlambatan di pengiriman dan juga kelalaian admin yang terlambat membuat laporan ke Dinas Kesehatan. Untuk mengatasi hal tersebut, pihak klinik VCT-CST meminjam obat kepada pasien yang sudah di beri obat ARV bulanan. 4.5.6

Pernyataan Informan tentang ketersediaan perleng perlengkapan kapan untuk

pencegahan HIV-AIDS di RSUD Kabanjahe Tabel 4.7 Matriks Pernyataan Pernyata an Informan tentang ketersediaa ketersediaan n perlengkapan untuk pencegahan HIV-AIDS di RSUD Kabanjahe Informan Pernyataaan

Informan 2

Informan 3

Informan 4

“Kalau “Kalau paket peralatan untuk pencegahan sih sudah lengkap mulai dari kondom, paket peralatan suntik steril juga sudah ada semua, lebih jelasnya kam tanya bik Terkelin ya” “Kalau paket peralatan untuk pencegahan lengkap jadi kalau masalah kondom kita tetap kerjasama dengan Pemerintah mereka ikut serta membantu dalam pengadaan kondom, paket  peralatan suntik steril juga kita sudah lengkap tapi kalau kewaspadaan universal belum tersedia” tersedia ” “Perlengkapan untuk pencegahan mulai dari kondom sampai  paket peralatan per alatan suntik steril kita sudah punya semua karena kan

Universitas Sumatera Utara

50

Informan 5

Informan 6 Informan 7

kita tetap menjalin kerjasama baik dengan Pemerintah tapi Profilaksis Pasca Pajanan (PPP) nya ini yang kita belum ada sampai sekarang, di Adam Malik lah sudah ada itu” itu ” “Kalau perlengkapan untuk pencegahan nya kita sudah punya kondom karena kan kita kerjasama dengan Pemerintah untuk  pengadaan nya. Paket peralatan suntik steril juga sudah lengkap semua. Hmm profilaksis ini yang belum ada saya rasa, seharusnya sih ada ya kan..” “Kondom sudah ada, paket peralatan suntik steril juga sudah lengkap, profilaksis nya ini yang kayaknya belum a da” “Kondom tersedia, paket peralatan suntik steril kita juga tersedia lengk ap, ap, profilaksis ini yang belum ada sampai saat ini dek”

Dari pernyataan informan di atas dapat diketahui bahwa paket peralatan  pencegahan di klinik VCT-CST RSUD Kabanjahe belum lengkap sesuai pedoman Menteri Kesehatan karena di klinik ini belum tersedia Profilaksis Pasca Pajanan (PPP). Profilaksis Pasca Pajanan (PPP) adalah terapi antiretrovirus jangka pendek untuk menurunkan potensi infeksi HIV setelah pajanan yang berpotensi, baik karena pekerjaan atau melaui hubungan seksual. 4.5.7

Pernyataan Informan tentang ketersediaan perlengkapan perlengkapa n untuk

monitoring dan evaluasi evaluasi di RSUD Kabanjahe Tabel 4.8 Matriks Pernyataan Pernyata an Informan tentang ketersediaan perlengkapan perlengkapa n untuk monitoring monitoring dan evaluasi di RSUD Kabanjahe Informan Pernyataaan

Informan 2 Informan 3 Informan 4

Informan 5

Informan 6 Informan 7

“Kelengkapan monitoring dan evaluasi ada semua sama bik Terkelin dek” “Oh kalau itu semua harus ada dong, kam tanyakan langsung aja sama kepala ruang VCT ya” “Kalau itu semua sudah ada, udah disitu semua register nya, follow up nya, sudah lengkap lah semua. Jadi kalau misalnya  pasien datang mau ngambil obat ARV, kita sudah tau dia datangnya terlambat atau tidak” “Itu semua sudah ada karena itu kan nanti di laporakan ke Dinas Kesehatan jadi harus ada supaya tau siapa-siapa aja yang terapi ARV” “Adalah dek, itu kan pentingn biar tau siapa-siapa siapa -siapa saja pasien yang menjalani pengobatan ARV” “Lengkap semua dek, itu nanti di laporkan ke Dinas Kesehatan”

Universitas Sumatera Utara

51

Informan 8 Informan 9

“Ya dek ada formulirnya. Waktu saya di rujuk juga ada formuli r rujukan disini dan kalau ngambil obat juga ada follow up nya” “Ya waktu saya dirujuk kesini kesin i ada surat rujukannya lagi trus kalau ngambil obat kan ada data-datanya disimpan mereka, kayak barusan saya ngambil obat ada formulir yang diisi  pertanda  pertanda kalau saya udah ngambil obatnya”

Dari pernyataan informan di atas dapat diketahui bahwa ketersediaan  perlengkapan untuk monitoring dan evaluasi sudah lengkap sesuai dengan  pedoman Depkes. 4.5.8

Pernyataan

Informan Inf orman

tentang

proses pr oses

pelayanan pelay anan

HIV-AIDS

(konseling, tes HIV, pengobatan ARV, pendampingan ODHA) Tabel 4.9 Matriks Pernyataan Informan tentang proses pelayanan HIVAIDS (konseling, tes HIV, pengobatan ARV, pendampingan ODHA) Informan Pernyataaan

Informan 2

Informan 3

Informan 4

“Sejauh ini sudah cukup bagus, prosesnya yang masi kurang itu mungkin di pendampingan ODHA lah, kendalanya keterbatasan SDM nya alhasil pendampingan ODHA nya ini berjalan kurang maksimal” “Kalau itu sudah cukup bagus ya semua proses nya mulai dari konseling, tes HIV, pengobatan ARV sampai ke pendampingan ODHA nya sih sudah berjalan dengan baik. Bagaimana proses nya kam tanyakan langsung sama Bik Terkelin Terkeli n aja ya” “Semuanya sudah bagus, konseling pra tes, tes HIV, konseling  pasca tes, pengobatan ARV dan pendampingan ODHA sudah kita lakukan dengan baik semua. Kalau alurnya pertama pasien yang datang kita konselingi kita kasih tau semua informasi soal HIV, kalau ada informasi yang salah tentang HIV kita luruskan lagi, setelah itu kita tanya kesediaan nya untuk tes HIV, setelah mereka setuju kita suruh isi formulir persetujuan untuk testing HIV, setalah itu kita antar ke laboratorium untuk periksa darah, reaktif dan non reaktif kita anggap sama, setalah itu kita berikan lagi konseling pasca tes, yang reaktif langsung kita beri obat ARV, yang non reaktif kita suruh kembali dalam 3 bulan ke depan untuk di tes ulang. Begitu juga dengan pasien yang menolak atau tidak setuju untuk melalukan tes HIV, kita buat surat penolakan nya. Kalau pendampingan ODHA nya kita  bekerja sama dengan 3 LSM yaitu Medan Plus, Yayasan Layak, dan Komisi AIDS GBKP. Jadi disini kita selalu ada pertemuan dengan semua ODHA minimal sebulan sekali, terkadang kita

Universitas Sumatera Utara

52

Informan 5

Informan 6

Informan 7

Informan 8

Informan 9

 buat acara keluar juga seperti kemarin kami ke air ai r panas dan ke sembahe. Untuk kelompok dukungan sebaya (KDS) kita bekerja sama dengan Medan Plus, untuk manajemen kasus nya kita  bekerja sama dengan Yayasan Layak, dan untuk pendampingan ODHA yang tidak memiliki tempat tinggal dan di asingkan dari keluarganya kita bekerja sama dengan Komisi AIDS GBKP. “Semuanya sudah bagus ya, berjalan dengan baik. Konseling pra tes dan pasca tes kita lakukan, tes HIV di laboratorium juga  berjalan dengan baik karena alatnya sudah lengkap semua, ka lau untuk pendampingan ODHA nya kita bekerja sama dengan 3 LSM, ada Medan Plus itu untuk KDS nya, Yayasan Layak untuk  penanganan kasusnya, dan dan Komisi Komisi AIDS GBKP” “Hmm saya rasa sih semua sudah bagus ya, kan kakak kerja nya di bagian Farmasi dek jadi kakak bagian obat-obatan nya aja, selebihnya itu ya kam tanya lah di VCT ya” “Kalau masalah testing HIV kan dek mereka yang dari VCT nanti membawa orangnya langsung ke lab ini. Jadi kami ambil darahnya, terus kalau hasilnya keluar kami langsung ngasih ke orang di VCT, jadi kami tidak ada berurusan dengan pasien Hiv selain ngambil darahnya saja” “Kalau itu semuanya sudah baik saya rasa. Mulai dari layanan konseling nya, pengobatan ARV sampai ke pendampingan ODHA nya semua mereka lakukan dengan baik. Saya kan ini sudah 2 tahun terkena HIV,hanya saja baru setahun ini saya menjalani pengobatan ARV disini, karena dulu saya masih stress dan tidak siap menjalani pengobatan. Nah selain positif HIV saya juga terkena TB ini makanya tadi ini saya datang untuk rontgen. Saya akui kalau faktor penyebabnya memang saya lalukan semua mulai dari seks bebas, transfusi darah, dan saya  juga make tato. Tapi untungnya untungnya sekarang saya sudah jadi relawan rohaniawan di gereja jadi itu bisa membawa saya untuk menjalani hidup lebih baik lagi walaupun saya sekarang ODHA.Kalau pelayanan mereka dalam penanganan HIV ini saya rasa sudah cukup baik lah semuanya” “Ya gimana ya dek, saya kan kesini cuma ambil obat aja, karena dulu saya ketahuan positif HIV nya pas mau lahiran dan saya langsung dibawa ke RS. Pirngadi jadi penanganannya saya  jalani disana semua dek, kesini cuma bolak-balik ngambil obat aja biar gak kejauhan ngambil obat ke Medan. Sejauh ini setiap saya ngambil obat pelayanan mereka selalu baik kok dek, saya selalu mendapat obat juga” juga ”

Dari pernyataan informan di atas dapat di ketahui bahwa proses  pelaksanaan pelayanan HIV-AIDS sesuai dengan SOP di Rumah Sakit yaitu

Universitas Sumatera Utara

53

 pasien yang datang akan di berikan konseling terlebih dahulu, kemudian dilakukan testing HIV. Setelah hasilnya keluar, maka pasien tersebut akan diberikan konseling lagi untuk memberitahukan hasil dari tes HIV. Jika hasilnya  positif maka akan a kan diberikan terapi tera pi ARV. Akan tetapi jika pasien masih memiliki infeksi opportunistik seperti TB, meningitis, toxoplasma atau yang lainnya, maka  penyakit itu yang terlebih dahulu diobati, lalu setelah 2 minggu pengobatannya, terapi ARV bisa dilakukan dil akukan dan ODHA akan diberikan pendampingan. 4.5.9

Pernyataan Informan tentang kendala dalam melaksanakan melaksana kan program pelayanan

HV-AIDS

(konseling,

tes

HIV,

pengobatan

ARV,

pendampingan pendampingan ODHA) Tabel 4.10 Matriks Pernyataan Pernyata an Informan tentang kendala dalam melaksanakan program pelayanan HIV-AIDS (konseling, tes HIV, pengobatan ARV, pendampingan ODHA) Informan Pernyataaan

Informan 2

Informan 3

Informan 4

“Kendalanya mungkin di pendampingan ODHA saja ya, karena keterbatasan SDM yang kita punya alhasil pendampingan ODHA nya ini berjalan ini berjalan kurang maksimal” “Kendalanya gak ada sih. Paling kalau misalnya kita sedang kehabisan stok obat aja. Kalau dalam penanganan pasien juga tidak ada kendala ya, hanya kita kita sedikit kesulitan komunikasi dengan pasien ketika hasil rapid test nya keluar menyatakan pasien tersebut reaktif atau tidak” “Kendalanya paling di pasien lah karena banyak juga pasien ini yang tidak mau periksa darahnya. Makanya konseling ini memang harus penuh kesabaran. Kita juga harus bisa ikut merasakan apa yang pasien rasakan belum lagi kalau misalnya  pasien yang kita kit a konselingin itu tingkat pendidikan nya rendah  jadi kita harus ngomong berulang-ulang supaya mereka mengerti, harus dicari metode konseling yang lebih baik lagi untuk menerangkan lebih jelas ke mereka. Belum lagi kalau keluarganya datang harus benar-benar kita pastikan kalau keluarganya tidak punya diskriminasi sama dia. Terlebih masyarakat masi menganggap HIV ini penyakit yang mengerikan dan menjijikkan tanpa mereka ketahui bahwa HIV ini sebenarnya virus bukan penyakit. Orang-orang jadi benci karena mereka pikir HIV-AIDS ini karena seks bebas, apalagi di

Universitas Sumatera Utara

54

Informan 5

Informan 6

Informan 7

kita orang Karo kan itu dianggap tabu apalagi sama orang-orang tua kita dulu. Trus itu satu lagi kendalanya untuk konseling ini ruangan yang terbatas, kan kam lihatnya sempit kali ruangan kita ini, harusnya ada ruangan khusus untuk konseling, kalau di tes nya sama pengobatannya gak ada kendala kok sampe sejauh ini” “Kalau dalam layanan konseling yang menjadi kendalanya itu ruangan yang sangat terbatas, trerus masih tingginya stigma di masyarakat terhadap ODHA ini kan, kalau dalam pengobatan ARV nya ya itu tadi lah pengadaan obatnya yang kadang terlambat sampai sini dari Dinas Kesehatan Provinsi, kalau saya rasa sih itu saja ya” “Gak ada sih dek , palingan kalau obatnya datang terlambat dan stok kita udah habis ya kita langsung cari cara untuk mengadakan obat tersebut dengan cara meminjam kepada pasien yang sudah diberi obat bulanan” “Sejauh ini gak ada kendalanya kendalan ya dek. Karna kan reagen kita udah lengkap semua jadi hasinya bisa cepat keluar”

Dari pernyataan informan di atas dapat diketahui bahwa ada kendala dalam  pelaksanaan program pelayanan HIV-AIDS yaitu ketersediaan sarana dan  prasarana yang kurang memadai serta masih tingginya stigma di masyarakat terkait HIV-AIDS. 4.5.10 Pernyataan Informan tentang proses Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) Tabel 4.11 Matriks Pernyataan Pernyataa n Informan tentang Informasi, dan Edukasi (KIE) Informan Pernyataaan

Informan 2

Informan 3

Informan 4

proses Komunikasi, Komunikasi ,

“Berjalan dengan baik, jadi kita setiap sekali seminggu atau dua minggu sekali itu ada dimana para pasien ODHA itu di kumpulkan mendapatkan sharing seputar penyakit ODHA dari dokter didampingi perawat- perawat  perawat VCT” “Komunikasi sih lancar ya, hanya saja penyampaian informasi nya ini pelan-pelan lah disampaikan ke pasien supaya dia mengerti dan kita selalu ada pertemuan untuk sharing seputar HIV gitu dengan ODHA nya. “Berjalan dengan baik kan kan kita minimal setiap dua minggu sekali mengadakan pertemuan di aula dengan ODHA, pertemuan ini sharing seputar penyakit HIV-AIDS yang dibawakan oleh Dokter didampingi perawat-perawat VCT. Kita kan Rumah sakit

Universitas Sumatera Utara

55

Informan 5

 jadi kita fokusnya di pelayanan dalam gedung saja, kalau kegiatan KIE untuk ke masyarakat seprti Mobile VCT itu tugas Dinas Kesehatan dengan Puskesmas” “Kita masih buat kegiatan sharing gitu sama ODHA nya di aula minimal dua minggu sekali dek, itu materinya dibawakan dokter didampingi perawat- perawat  perawat VCT”

Dari pernyataan informan di atas dapat diketahui bahwa kegiatan KIE di RSUD Kabanjahe berjalan baik karena mereka mengumpulkan pasien ODHA di aula minimal dua minggu sekali untuk sharing seputar HIV-AIDS yang dibawakan oleh dokter pelaksana di VCT dan didampingi oleh perawat-perawat VCT sehingga pengetahuan pasien terkait HIV-AIDS dan ODHA akan semakin  bertambah dan berkembang. 4.5.11 Pernyataan Informan tentang kendala dalam dalam pelaksanaan KIE Tabel 4.12 Matriks Pernyataan Pernyata an pelaksanaan KIE Informan

Informan 2

Informan 3 Informan 4 Informan 5

Informan

tentang

kendala

dalam

Pernyataaan

“Kendala paling kehadiran dari pasien ODHA lah. Pasien ODHA yang kondisinya tidak memungkinkan untuk berkumpul ya berhalangan untuk hadir, tapi yang memungkinkan untuk datang pasti dia semangat semangat untuk berkumpul di aula” “Ya paling kendalanya di pasien lah ya, kalu pasien nya tidak hadir mau gimana kegiatan bisa di langsungkan kan” “Kendalanya di kehadiran pasien lah, kalau pasien nya tidak datang maka kegiatan ini tidak bisa berjalan dengan baik” “Kalau kendalanya di pasien lah dek, kalau pasien nya tidak ada yang datang maka kegitan nya tidak bisa dilaksanakan. Terus maunya SDM kita ditambahi biar kegiatan KIE nya bisa lebih luas lagi cakupannya”

Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa yang menjadi kendala pelaksanaan kegiatan KIE adalah pasien ODHA terkait pelaksanaan sharing seputar HIV-AIDS di RSUD Kabanjahe dan keterbatasan SDM yang

Universitas Sumatera Utara

56

dimiliki Tim Pelayanan HIV-AIDS RSUD Kabanjahe untuk memperluas cakupan kegiatan KIE. 4.5.12 Pernyataan Informan tentang kedudukan klinik VCT-CST diantara klinik VCT lainnya di Kabupaten Karo Tabel 4.13 Matriks Pernyataan Informan tentang kedudukan klinik VCTCST diantara klinik VCT lainnya di Kabupaten Karo Informan Pernyataaan

Informan 2

Informan 4

Informan 5

“Sebagai partner. Kalau mereka menemukan pasien yang kirakira mencurigakan mereka kirim kemari. Mereka kirim pasien ke kitadan kadang kita juga ngirim pasien ke mereka kalau  pemeriksaannya gak ada disini. Jadi J adi kita gak membatasi me mbatasi daerah mana saja yang bisa berobat kesini” “Kalau di Kabupaten Karo ini sudah banyak ya CST nya termasuk di puskesmas-puskesmas kecamatan, tapi kalau VCT nya masi di RSU ini yang ada. Trus kontak saya ada semua di setiap puskesmas jadi kalau ada pasien mereka hubungi saya dulu sebelum di kirim kemari, begitu juga sebaliknya. Kita terima pasien rujukan dari manapun, pasien dari Kabupaten Dairi pun kita terima, jadi koita tidak membatasi pasien yang mau berobat kemari” kemari” “Kedudukannya “Kedudukannya mungkin kayak link gitu ya dek. Jadi kita sama rumah sakit dan puskesmas lainnya punya kontak yang bisa dihubungi untuk saling bekerjasama, misalnya di Puskesmas Mardinding ada pasien, jadi mereka hubungi kita dan segera mengirim pasien nya kemar i” i”

Dari pernyataan informan di atas dapat diketahui bahwa kedudukan klinik VCT-CST RSUD Kabanjahe sama dengan VCT lainnya di Sumatera Utara dan di Indonesia. Semua klinik VCT yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan saling bekerjasama dalam menangani HIV-AIDS. Oleh karena itu, klinik VCTCST RSUD Kabanjahe juga menerima semua pasien rujukan HIV-AIDS dan tidak membatasi daerah mana saja yang dapat merujuk ke klinik tersebut.

Universitas Sumatera Utara

57

4.5.13 Pernyataan Informan tentang kerjasama dengan Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Karo Tabel 4.14 Matriks Pernyataan Pernyata an Informan tentang Kerja Sama dengan Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Karo Informan Pernyataaan

Informan 1

Informan 2

Informan 3

Informan 4

Informan 5

“Kerjasamanya yaa sangat sangat bagus sekali, artinya setiap ada kebutuhan logistik, obat-obatan, reagen itu kita tetap ada kerjasamanya meeting gitulah jadi ketika mereka butuh logistik, reagen, dan obat-obatan mereka pasti ada minimal lah laporan tembusan kemari, kalau perlu kita akan menyuplay dari dinas ini ke rumah sakit. Tetapi kita juga ngambilnya dari provinsi, itu oleh kementrian sebenarnya dan pihak VCT bekerja dibawah  pengawasan Dinkes” “Berjalan dengan baik karena klinik VCT RSUD Kabanjahe dibawah Dinas Kesehatan Kabupaten Karo. Selain itu kita juga  punya kerjasama ke rjasama dengan Dinkes Provinsi, kita selalu mengirim laporan ke mereka. Begitu juga kerjasama dengan Puskesmas, kalau di satu puskesmas ada dicurigai pasien yang terkena HIV, mereka merujuk pasien tersebut kemari” “Kita menjalin kerjasama yang baik dengan Dinas Kesehatan  baik Kabupaten maupun Provinsi, karena kita selalu bekerja dibawah pengawasanDinkes dan laporan pun selalu kita kirim ke mereka” “Kerjasama dengan Puskesmas dan Dinas Kesehatan berjalan sangat baik sekali. Karena kan kita dibawah Dinkes dan kita selalu buat pertemuan, jadi kontak saya ada semua sama mereka, misalnya kalau ada pasien di Mardinding di hubungi mereka kemari, begitu juga dengan kita kalau misalnya ada pasien kita yg gak datang-datang lagi kita hubungi balik kesana untuk mengkonfirmasi keadaan pasien tersebut. Dengan Dinkes Provinsi juga ya kita bekerjasama dengan baik karena kita selalu itu mengirim laporan kesana” kesana ” “Kalau dengan Puskesmas dan Dinkes bagus dek, kita selalu  bekerjasama dengan mereka, kalau ada pasien mereka akan dikabari ke kita dan dan akan dirujuk kemari”

Dari pernyataan informan di atas dapat diketahui bahwa kerjasama klinik VCT-CST dengan Puskesmas yaitu jika ada pasien dicurigai terkena HIV-AIDS, maka pihak Puskesmas harus segera merujuknya ke VCT RSUD Kabanjahe, dan apabila tenaga pelaksana di VCT-CST yang menemukan kasusnya, maka

Universitas Sumatera Utara

58

Puskesmas tempat ODHA tinggal berhak menerbitkan surat rujukan ke VCTCST. Kerjasama dengan Dinas Kesehatan baik Provinsi maupun Kabupaten mengenai permintaan dan pelaporan serta Dinas Kesehatan Kabupaten melakukan  pengawasan berkala terhadap pelaksanaan kegiatan kegiatan di VCT-CST. 4.5.14 Pernyataan Informan tentang keterlibatan LSM Tabel 4.15 Matriks Pernyataan Informan tentang keterlibatan LSM Informan Pernyataaan

Informan 2

Informan 4

Informan 5

“Sebenarnya ada 3 LSM yang terlibat dengan kita dek, Medan Plus. Yayasan Layak, dan Komisi AIDS GBKP. Hanya saja Komisi AIDS GBKP ini belum kakak terima MOU nya dek, jadi secara administrasi kakak anggap masi 2 LSM yang terlibat sama kita” “Kita bekerja sama dengan 3 LSM yaitu Medan Plus, Yayasan Layak, dan Komisi AIDS GBKP. Untuk kelompok dukungan sebaya (KDS) kita bekerja sama dengan Medan Plus, untuk manajemen kasus nya kita bekerja sama dengan Yayasan Layak, dan untuk pendampingan ODHA yang tidak memiliki tempat tinggal dan di asingkan dari keluarganya kita bekerja sama dengan Komisi AIDS GBKP” “Kalau untuk keterlibatan LSM kita bekerjasama dengan 3 LSM ya, ada Medan Plus, Yayasan Ya yasan Layak dan Komisi AIDS GBKP”

Dari pernyataan informan di atas, dapat diketahui adanya keterlibatan LSM dalam terhadap penanganan HIV-AIDS di klinik VCT-CST RSUD Kabanjahe, yaitu Medan Plus, Yayasan Layak, dan Komisi AIDS GBKP, hanya saja menurut sekretaris Tim Pelayanan HIV-AIDS RSUD Kabanjahe MOU dari Komisi AIDS GBKP belum diterima hingga saat ini. 4.5.15 Pernyataan Informan tentang Sistem Pelaporan Tabel 4.16 Matriks Pernyataan Informan tentang Sistem Pelaporan Informan Pernyataaan

Informan 1

“Kalau tentang pelaporannya memang mereka macemana dibilang ya, memang kadangkala ada juga kendalanya ya ketika laporannya terlampau lama diterima, kita jemput bola, kita  jemput kesana. Dan seterusnya mengenai pelaporan ini kan

Universitas Sumatera Utara

59

Informan 2

Informan 4 Informan 5 Informan 6

Informan 7

seharusnya kita sudah diberikan apa itu namanya ya  software mereka boleh mengentry laporannya baik kasus yang ditemukan, logistik yang dipakai dan seterusnya itu mereka sudah bisa langsung mengentry ke pusat melalui  software   software  tadi namanya SIHA (Sistem Informasi HIV-AIDS)” HIV- AIDS)” “Kita sistemnya itu melalui aplikasi SIHA (Sistem HIV-AIDS). Itu ada memang sistem yang dibuat oleh pusat Kementrian Kesehatan yang dibagi ke setiap unit pelayanan HIV-AIDS jadi sudah ditanamkan di laptop petugas admin kita pelaporannya itu dilakukan setiap tanggal 25 setiap bulan” “Itu setiap bulan kita laporkan, setiap tanggal 25 kita laporkan ke Dinas, kalau ke Pusat itu langsung ke SIHA” “Sistem peloprannya itu setiap bulan diberikan, setiap tanggal 25” “Kan itu setiap bulan ada laporannya ke Dinkes Provinsi. Berapa pasien kami dan segala macam dan obat apa yang dipakai kan, nanti itu ada form nya kami tinggal ngentry aja, SIHA namanya” “Setau saya itu setiap bulan dilaporkan melalui SIHA”

Dari pernyataan informan di atas dapat diketahui bahwa semua sistem  pelaporan di VCT RSUD Kabanjahe dilakukan melalui aplikasi SIHA (Sistem Informasi HIV-AIDS), sedangkan untuk ke Dinkes Kabupaten pihak VCT melaporkan langsung ke Dinkes dan kalau laporannya terlambat diterima, pihak Dinkes yang langsung menjemput laporan tersebut ke VCT RSUD Kabanjahe. 4.5.16 Pernyataan Informan tentang Tugas dan Fungsinya Masing-Masing di Klinik VCT-CST RSUD Kabanjahe Tabel 4.17 Matriks Pernyataan Informan tentang Tugas dan Fungsinya Masing-Masing di Klinik VCT-CST RSUD Kabanjahe Informan Pernyataaan

Informan 3

Informan 4

“Saya kan dokter nih jadi tugas saya yang pertama itu memeriksa pasien, setelah itu mendiagnosis pasien tersebut,memberikan penatalaksanaan menyeluruh bagi pasien ODHA dan yang terpenting saya harus mampu merujuk pasien ke spesialis lain yang terkait bila diperlukan” “Saya kan Konselor merangkap juga sebagai Kepala Ruangan VCT jadi tugas saya yang pertama itu mengisi kelengkapan  pengisisan formulir pasien, pembaruan data dan sebagai konselor saya harus memberikan informasi tentang HIV-AIDS

Universitas Sumatera Utara

60

Informan 5 Informan 6

Informan 7

yang relevan dan akurat kepada pasien yang konseling, menjaga kerahasiaan pasien yang konseling, dan sebagai konselor saya harus bisa ikut merasakan apa yang dirasakan pasien saya, misalnya ketika dia dinyatakan positif HIV, maka kita harus ikut turut merasakan kesedihannya tersebut sebelum kita melanjutkan edukasi tentang tentang HIV-AIDS agar si pasien mau dan yakin untuk ikut pengobatan ARV, karena ada juga pasien ini yang tidak mau berobat, begitu juga saya harus memastikan  bahwa tidak ada stigma dan diskriminasi dari pihak keluarga  pasien” “Se bagai manajer kasus saya harus memastikan pelaksanaan  perawatan ODHA dengan dengan baik dan benar , itu aja sih” “Saya kan di bagian farmasi nih jadi sebagai apoteker saya harus mampu melakukan konseling farmasi terkait efek samping obat, menghitung perencanaan obat, stok obat dan pelaporan obat” “Sebagai analis laboratorium tugas saya itu tentunya yang  berkaitan dengan laboratorium, yang pertama mengambil darah  pasien, melakukan pemeriksaan laboratorium, mencatat hasil testing HIV dan menjaga kerahasiaan hasil testing HIV, yang  pasti saya melakukan tugas sayab berdasarkan pedoman Depkes” Depkes”

Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa setiap setiap tenaga pelaksana di Klinik VCT-CST sudah cukup baik menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing sesuai dengan pedoman Menteri Kesehatan. 4.5.17 Pernyataan

Informan

tentang

saran

atau

harapan

untuk

meningkatkan kualitas pelayanan dalam penanganan HIV dan AIDS di RSUD Kabanjahe Tabel 4.18 Matriks Pernyataan Informan tentang saran atau harapan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dalam penanganan HIV dan AIDS di RSUD Kabanjahe Informan Pernyataaan

Informan 1

“Sangat-sangat “Sangat-sangat kita harapkan memang kerjasamanya. Kalau mereka artinya tidak jalan, semua yang kita kerjakan yang kita  programkan di Dinas ini semakin sulit lagi bebannya, kenapa? Tahun-tahun sebelumnya kan begitu kita temukan pasien itu reaktif atau positif HIV mereka wajib kita rujuk ke Adam Malik, kan makin repot urusannya, oke kita temukan di lapangan mereka yang positif kita buat rujuk rekomendasi agar mereka di tes lanjutan ke Adam Malik untuk mendapatkan ARV

Universitas Sumatera Utara

61

Informan 2

Informan 3

Informan 4

Informan 5

nya,mereka bilang oke ke kita tapi mereka tidak mau kerjakan, kenapa? Karena mungkin ya letak geografisnya terlalu jauh rasanya ke Medan kan begitu, berbicara dari biaya nya lah, dan yang lainnya kan masi banyak kendala. Makanya kemarin kita  bekerjasama dengan Kepala Dinas dan kita kerjasama dengan Direktur RSU mereka sudah welcome dan mereka sudah mau menanganinya disini artinya dari dulu pun sebenarnya mau fasilitas kita yang belum mencukupi. Ini peralatan kita, CD4 kita semua logistik sudah kita tempatkan disini dan obat-obatnya karena itu RS kita ini sudah menjadi PDP (Pelayanan Dukungan Pengobatan) sudah bisa langsung ditangani disini. Jadi kita tetap memberikan kemudahan-kemudahan bagaimana mendekatkan  pelayanan itu ke masyarakat dan kita berusaha untuk mensosialisasikan agar stigma itu dijauhkan dibuang aja. Kita kan programnya lebih dini kita ketahui status kesehatan seseorang itu lebih bagus karena pencegahannya artinya tidak terlalu susah kan begitu. Makanya sangat sangat kita harapkan ini kerjasamanya dengan RSUD Kabanjahe ini” “Mungkin saran dari saya itu perlunya secara rutin adanya  pelatihan untuk petugas-petugas tim HIV-AIDS di RSUD Kabanajahe ini, supaya apa supaya menghadapi pasien-pasien ini pun tim ini lebih profesional lebih sesuai dengan prosedur cara mereka melayani pasien-pasien HIV mulai dari konselor nya, manajer kasusnya, petugas lab nya, petugas farmasinya, dan dokternya sekaligus petugas adminnya untuk pelaporan jadi sebaiknya ke 6 unit ini sebaiknya mendapat pelatihan paling tidak sekali setahun supaya mereka bisa merefresh apa yang mereka ketahui tentang HIV-AIDS HIV-AIDS ini” “Kalau untuk meningkatkan kualitas tentu ada ya dari SDM nyadulu, kadang mereka ini sebagian belum terampil menginikan edukasi, informasi informasi tapi kalau makin lama makin  bagus kok, trus diperbanyak lah yang peduli terutama yang terlibat dalam Tim Pelayanan HIV-AIDS ini, itu aja sih kalau dari saya yang lain uda bagus semua kok” “Yang pertama itu tadi lah supaya dibuat pelatihan-pelatihan uantuk kami tenaga pelaksana di klinik VCT terutama konselor dan manajer kasus karena kami belum dapat sertifikat, kami sudah sering mengikuti pelatihan tapi Cuma 2 atau 3 hari saja, itu kan minimal pelatihan nya harus 100 jam baru dapat sertifikat, trus yang kedua agar sarana prasarana nya lebih di lengkapi lagi terutama di adakannya ruang khusus untuk konseling karena sejauh ini ruang konseling masih bersatu dengan ruang pengobatan, ya saya rasa itu saja lah“ “Sarannya ya dari Dinas Provinsi sebaiknya agar tidak terlambat memberikan pengaprahan obat dari kami itu aja karena itu yang terkendala, hmm gimana.. uda sampai disana laporan kayaknya

Universitas Sumatera Utara

62

Informan 6

Informan 7 Informan 8

Informan 9

obat ini lama dijalan gitu, gatau dimana apa dipengiriman. Seandainya pun kami kesana menjemput kan butuh dana butuh  biaya, jadi mungkin hal itu pin perlu diperhitungkan supaya  pasien tidak terlambat makan obat, yang kedua supaya dilaksanakan pelatihan-pelatihan untuk tenaga pelaksana VCT untuk mendapatkan sertifikat khususnya untuk konselor dan manajer kasus” “Sarannya yaa yaa hmm mungkin ini aja sih setiap bulannya bisa saling koordinasi lagi gitu. Jadi ada hal-hal yang baru, atau  pasien yang baru dia itu bisasaling mengetahui untuk antar  petugas gitu. Maksudnya kan kita kan jarang sekali disini rapat  per bulan untuk evaluasi antar divisi karena kan kadang-kadang kita gatau keinginan pasien ini seperti apa, misalnya kan kita kasi obat nya per bulan tapi pasien nya minta obatnya untuk 2  bulan, ada a da yang mau 3 bulan bula n gitu, hal-hal hal -hal yang baru ini situasi yang belum kita handle artinya kan prosedur kita kan cuma sebulan tiba-tiba nanti pasien nya minta 2 bulan atau segala macamnya, kemajuan-kemajuan untuk pasien sperti itu pun  belum ada sih kita rapat per bulan nya. Jadi harapan nya sih nanti bisa kumpul lagi, bisa koordinasi lagi untuk ke depan nya apa perlu memperbaiki SOP yang kemarin atau SOP mana yang akan dilanjutkan” “Persediaan CD4 ini ajalah, lengkapin gitu jangan mandetmandet kedatangan BHP (Barang Habis Pakai) nya” “Kalau untuk pihak VCT rumah sakit ini dek gak ada lagi karena sejauh ini pelayanan mereka selalu baik sama saya, cuma kalau ke masyarakat tolonglah biar stigma dan diskriminasi nya di kurangi terhadap k ami ami dan kalau bisa di hapuskan saja” “Gak ada dek, semua udah baik pelayanan orang ini sama saya dan suami sampai saat ini” ini”

Dari pernyataan informan diatas dapat di ketahui ada berbagai macam saran atau harapan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dalam penanganan HIV dan AIDS di klinik VCT-CST RSUD Kabanjahe baik dari Dinas Kesehatan Kabupaten Karo, sekretaris Tim Pelayanan HIV-AIDS, tenaga pelaksana di klinik VCT dan juga ODHA.

Universitas Sumatera Utara

BAB V PEMBAHASAN

5.1

Implementasi Penanganan HIV dan AIDS di Rumah Sakit Rujukan ODHA

Penanganan HIV dan AIDS yang biasa disebut dengan pelayanan HIVAIDS diawali dengan layanan konseling dalam VCT, tes HIV, pengobatan ARV dan

pendampingan ODHA. Layanan Layanan konseling dalam VCT adalah kegiatan kegiatan

konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV-AIDS, mencegah penularan HIV dan AIDS, mempromosikan perubahan  perilaku yang bertanggungjawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan  berbagai masalah terkait dengan HIV dan AIDS. Testing merupakan salah satu komponen dari VCT. WHO dan Departemen Kesehatan RI telah memberikan  pedoman yang dapat digunakan untuk melakukan testing HIV. Penerimaan hasil testing senantiasa diikuti oleh konseling pasca testing oleh konselor yang sama. Pendampingan ODHA merupakan upaya mengembalikan keadaan dan kondisi ODHA menjadi lebih baik dari sebelumnya (Kepmenkes, 2005). Implementasi penanganan HIV-AIDS di RSUD Kabanjahe sudah sesuai dengan yang telah ditetapkan Kepmenkes RI No.1507/Menkes/SK/X/2005 yang diawali dengan layanan konseling. Layanan konseling ini dilakukan oleh salah satu tenaga pelaksana di klinik VCT-CST yang disebut sebagai konselor. Konseling yang diberikan oleh konselor terbagi atas dua yaitu konseling pra testing dan konseling pasca testing. Konseling pra testing adalah konseling yang

63 Universitas Sumatera Utara

64

dilakukan sebelum testing HIV, sedangkan konseling pasca testing adalah konseling yang dilakukan setelah testing HIV. Selanjutnya pasien yang telah dikonseling akan melakukan testing HIV oleh analis laboratorium. Kemudian pasien yang dinyatakan positif HIV-AIDS akan mendapatkan pengobatan ARV. Selama masa pengobatan HIV-AIDS pasien akan mendapatkan pendampingan ODHA. Penanganan HIV-AIDS di RSUD Kabanjahe ini sudah sejalan dengan  penelitian Purwaningtias, dkk (2007) bahwa penanganan pena nganan HIV dan AIDS diawali dengan layanan konseling pra testing antara pasien dengan konselor dilanjutkan testing HIV oleh analis laboratorium dilanjutkan konseling pasca testing,  pengobatan (terapi ARV) dan pendampingan pendampingan ODHA. Seperti yang ditetapkan Kepmenkes RI No.832/Menkes/SK/X/2006 tentang penetapan rumah saki rujukan ODHA dan standar pelayanan rumah saki rujukan ODHA dan saelitnya, RSUD Kabanjahe sudah memiliki tim pokja HIV/AIDS yang disebut dengan Tim Pelayanan HIV-AIDS. Tim ini dibentuk  pada Januari 2017 yang bertujuan untuk melayani me layani masyarakat yang terkena terke na HIV dan AIDS di Tanah Karo. Tim ini di bawah tanggung jawab Direktur RSUD Kabanjahe dan koordinatornya adalah Kepala Bidang Pelayanan Medis RSUD Kabanjahe. Tim Pelayanan HIV-AIDS ini terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Administrator Klinik VCT-CST, 7 Divisi (Divisi PMTCT atau  Prevention Mother to t o Child Transmition, Transmition , Divisi Kolaborasi TB-HIV, Divisi HIVAIDS pada anak, Divisi Farmasi, Divisi Laboratorium, Divisi Unit Transfusi

Universitas Sumatera Utara

65

Darah, Divisi Gizi), Manjaer Kasus dan Dokter konsulen. Semua bekerja di  bidangnya masing-masing. 5.2

Kebijakan terkait Rumah Sakit Rujukan ODHA dan HIV-AIDS

Sejak tahun 1987-2013 ada banyak kebijakan AIDS yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah. Seperti yang telah ditetapkan pada Kepmenkes RI No.451/2012 tentang Rumah Sakit Rujukan Bagi ODHA bahwasanya Rumah Sakit Rujukan ODHA

bertugas:

menyusun

Standar

Operasional

Prosedur;

menjamin

ketersediaan obat ARV; menyiapkan sarana prasarana dan fasilitas sesuai dengan  pedoman; menyiapkan tenaga kesehatan yang terdiri dari dokter spesialis, dokter/dokter gigi, perawat, apoteker, analis kesehatan, konselor dan manajer kasus; membentuk tim pokja khusus HIV dan AIDS; melaporkan pelaksanaan  pelayanan bagi ODHA kepada kepada Menteri Kesehatan. Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan informan di klnik VCT-CST, Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe yang ditetapkan sebagai Rumah Sakit Rujukan Strata II telah memiliki layanan rawat jalan, rawat inap, laboratorium, farmasi dan radiologi, juga dilengkapi dengan mekanisme rujukan ke program lain seperti klinik TB, klinik KIA, klinik IMS klinik KB dan sebagainya. RSUD Kabanjahe juga sudah memiliki tim pokja HIV-AIDS yang disebut dengan Tim Pelayananan HIV-AIDS dibawah tanggung jawab Direktur RSUD Kabanjahe dan koordinatornya adalah Kepala Bidang Pelayanan Medis RSUD Kabanjahe. Tim ini bertanggung jawab atas perencananaan, pelaksanaan dan monitoring/evaluasi dari penanganan HIV dan AIDS di RSUD Kabanjahe.

Universitas Sumatera Utara

66

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa RSUD Kabanjahe sudah menerapkan dan menjalankan kebijakan sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan. RSUD Kabanjahe sudah memiliki SOP yang dilaksanakan dalam  penanganan HIV dan AIDS, menyediakan persediaan stok obat ARV, menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam penanganan HIVAIDS, sudah memiliki tenaga kesehatan lengkap seperti yang sudah ditetapkan, memiliki tim pokja khusus HIV-AIDS yang disebut dengan Tim Pelayanan HIVAIDS dan juga mel’ mel ’aporkan pelaksanaan pelayanan bagi ODHA kepada Menteri Kesehatan melalui SIHA (Sistem Informasi HIV dan AIDS). Disamping itu RSUD Kabanjahe juga sudah memiliki klinik VCT-CST dan dilengkapi dengan ketersediaan

peralatan

kesehatan

yang

mendukung

pelayanan

rujukan

(pemeriksaan fisik, dan peralatan laboratorium untuk testing testing HIV), HIV), ketersediaan obat-obatan seperti obat untuk terapi dan profilaksis untuk infeksi oportunistik, serta obat ARV, dan juga sudah tersedia perlengkapan pencegahan HIV-AIDS seperti kondom; paket peralatan suntik steril, peralatan untuk kewaspadaan universal seperti masker dan sarung tangan. Selain itu tenaga pelaksana di klinik VCT-CST RSUD Kabanjahe juga  belum ada yang mendapat sertifikat pelatihan HIV-AIDS seperti keputusan Menteri Kesehatan walaupun sudah pernah mengikuti pelatihan-pelatihan yang diadakan Dinas Kesehatan. Namun konselor nya sudah terpilih menjadi juara 3 konselor terbaik se Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan Kepmenkes RI No.832/Menkes/SK/X/2006 tenaga pelaksana yang terlibat dalam penanganan HIV-AIDS harus berpengalaman dan memiliki

Universitas Sumatera Utara

67

sertifikat khusus HIV-AIDS terutama untuk konselor, analis laboratorium, farmasi dan manajer kasus. Hasil wawancara mendalam dengan tenaga pelaksana di klinik VCT/CST RSUD Kabanjahe menunjukkan bahwa tenaga pelaksana yang bertugas dalam penanganan HIV dan AIDS belum ada yang memiliki sertifikat khusus HIV-AIDS walaupun sudah sering mengikuti pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh Dinas Kesehatan. Tenaga pelaksana memang sering mengikuti pelatihan pelatihan dari Dinas Kesehatan namun belum ada satupun sa tupun tenaga pelaksana yang mendapat sertifikat resmi dari Dinas Kesehatan Provinsi karena seminar yang diikuti hanya 1-2 hari lamanya. Pelatihan-pelatihan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi atau pelatihan lainnya di luar Kabupaten tentunya belum mencukupi dan menjamin terlaksananya layanan HIV dan AIDS dengan baik. Oleh karena itu, masih diperlukannya suatu bimbingan teknis pasca pelatihan termasuk kegiatan supervisi. Kegiatan tersebut harus dikoordinasikan dengan Dinas Kesehatan daerah setempat melalui kemitraan dengan berbagai institusi layanan VCT baik swasta atau pemerintah di tingkat nasional atau provinsi  bahkan tingkat kabupaten sekalipun untuk menghimpun para mentor yang cukup handal dalam memberikan bimbingan klinis ataupun pelatihan di tempat. Sejalan dengan penelitian Purwaningtias, dkk (2007) yang menyimpulkan  bahwa petugas kesehatan di RSUP Dr. Sardjito telah mengikuti training yang diselenggarakan oleh Depkes tentang penyediaan pelayanan HIV dan AIDS secara  berkala. Selain itu hasil wawancara mendalam dengan konselor di klinik VCT RSUD kabanjahe menyatakan bahwa beliau terpilih menjadi juara 3 konselor

Universitas Sumatera Utara

68

terbaik se Provinsi Sumatera Utara, namun beliau juga belum memiliki sertifikat khusus HIV-AIDS. 5.3.

Tenaga Pelaksana yang Dibutuhkan Dibutuhka n di Rumah Sakit Rujukan ODHA

Tenaga pelaksana yang dibutuhkan dalam penanganan HIV dan AIDS di Rumah Sakit Rujukan Strata II adalah dokter, perawat, konselor, manajer kasus, farmasi/apoteker, analis laboratorium dan ODHA yang berfungsi sebagai konselor dan manajer kasus. Tenaga pelaksana tersebut sudah harus dilatih oleh tim PDP (Depkes, 2007). Hasil penelitian di Klinik VCT-CST Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe menunjukkan bahwa RSUD Kabanjahe sudah memiliki tenaga  pelaksana yang dibutuhkan dalam penanganan HIV dan AIDS seperti dokter,  perawat, konselor, manajer kasus, farmasi/apoteker dan analis laboratorium.  Namun Klinik VCT-CST RSUD Kabanjahe tidak memiliki ODHA yang befungsi sebagai konselor dan manajer kasus, sementara ODHA yang ditunjuk tersebut dapat berfungsi sebagai pendukung kepatuhan minum obat dan kelompok dukungan sebaya. Hal ini sejalan dengan penelitian Yuniar, dkk (2012) yang menyimpulkan bahwa ketersediaan ODHA dan keterjangkauan obat ARV dapat meningkatkan kepatuhan minum obat bagi ODHA di Kota Bandung dan Cimahi. 5.4

Biaya Operasioanal Penanganan HIV-AIDS di Rumah Sakit Rujukan ODHA

Selama ini dana penanggulangan AIDS di Indonesia lebih banyak berasal dari pemerintah pusat dan bantuan luar negeri. Pemerintah daerah, kalangan bisnis serta masyarakat mempunyai potensi besar untuk ikut serta mendanai kegiatan  penanggulangan AIDS di Indonesia. Peran pemerintah daerah hendaknya hendaknya tercermin dari komitmen finansial dan peraturan daerahnya. Pemerintah daerah

Universitas Sumatera Utara

69

 perlu berkontribusi untuk mendukung upaya penanggulanagan AIDS di daerahnya, kontribusi tersebut dapat berupa pengadaan tenaga, peningkatan fasilitas dan sarana rumah sakit, dana obat infeksi oportunistik dan obat ARV, serta dukungan dana untuk kegiatan penyuluhan dan pencegahan AIDS (Depkes, 2007) Biaya operasional yang digunakan untuk penanganan HIV-AIDS di klinik VCT-CST RSUD RSUD Kabanjahe semua berasal dari pemerintah pusat dan belum ada ada  bantuan dana dari pihak luar baik dari dalam maupun ma upun luar negeri. Dukungan dana dari pemerintah daerah masih belum optimal karena masih bergantung kepada dana pemerintah pusat. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Milantika (2009) yang menyimpulkan bahwa dukungan dana pemerintah daerah di Klinik VCT Kabupaten Bandung belum optimal dan masih tergantung Global Fund. 5.5

Sarana dan Prasarana Untuk Penanganan HIV dan AIDS di Rumah Sakit Rujukan ODHA

Penanganan HIV dan AIDS tentunya memerlukan sarana dan prasarana. Menurut Wibowo (2008), peralatan yang dapat digunakan untuk pelaksanaan suatu program dapat menunjang kelancaran suatu program. Sarana dan prasarana yang diperlukan dalam Rumah Sakit Rujukan strata II meliputi ruangan khusus dalam penanganan HIV dan AIDS; peralatan untuk pemeriksaan fisik (pemeriksaan infeksi oportunistik ODHA); obat untuk terapi dan profilaksis infeksi oportunistik, obat ARV (Zidovudine, lamivudin, Nevirapine dan Efavirenz), obat untuk terapi substitusi (metadon, buprenorfin). Peralatan yang digunakan untuk pencegahan yaitu kondom, paket  peralatan suntik steril (jarum suntik dan semprit, usapan alkohol, dsb), pasokan

Universitas Sumatera Utara

70

alat untuk kewaspadaan universal (sarung tangan, masker, dan kacamata  pelindung) serta Profilaksis Pasca Pajanan (PPP) dan Prevention of Mother To Child Transmission (PMTCT). Sementara yang digunakan dalam monitoring dan evaluasi yaitu formulir catatan medis yang meliputi kartu pasien, ikhtiar  perawatan HIV dan Terapi Tera pi Antiretroviral (ARV), ( ARV), follow-up  follow-up perawatan  perawatan pasien dan terapi ARV, register pra ART, register ART, laporan bulanan dan laporan kohort serta kartu atau formulir rujukan pasien (Kepmenkes, 2005) Penelitian di RSUD Kabanjahe menunjukkan bahwa sarana dan prasarana yang ada di klinik VCT-CST cukup tersedia walaupun ada beberapa yang belum tersedia sehingga penanganan HIV dan AIDS belum dapat berjalan dengan baik. Adapun sarana dan prasarana yang tersedia yaitu ruangan khusus penanganan HIV dan AIDS yang disebut dengan Klinik VCT-CST, peralatan laboratorium,  peralatan untuk pemeriksaan fisik seperti MRI, CT-Scan, obat untuk terapi, obat ARV, peralatan untuk pencegahan dan perlengkapan untuk monitoring dan evaluasi. Adapun yang belum tersedia yaitu belum adanya ruangan khusus untuk konseling (ruang konseling masih bersatu dengan ruang pengobatan). Hal ini menyebabkan konseling tidak dapat berjalan dengan baik dan dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi pasien. Sejalan dengan penelitian Purwaningtias, dkk (2007) yang menyimpulkan ruang pelayanan konseling di klinik Edelweis belum sepenuhnya menjamin konfidensialitas dan kenyamanan pasien karena ruangan nya hanya dibatasi dengan kain.

Universitas Sumatera Utara

71

5.6

Proses Penanganan HIV dan AIDS di Rumah Sakit Rujukan ODHA

Proses adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam implementasi  penanganan HIV dan AIDS di Rumah Sakit Rujukan ODHA. Setiap ODHA  berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dimanapun ODHA tersebut berada (Kepmenkes, 2006). Demikian juga dengan Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe sebagai rumah sakit Rujukan HIV dan AIDS juga wajib memberikan  pelayanan kesehatan kepada ODHA, baik ba ik yang berasal ber asal dari daerah maupun dari luar daerah. Pasien yang mendapatkan pelayanan HIV dan AIDS di Klinik VCTCST Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe tidak hanya berasal dari daerah kabupaten itu sendiri melainkan dari luar kabupaten seperti Dairi, Pakpak Bharat, Madina, bahkan ada yang dari Simalungun. ODHA yang berasal dari luar daerah harus mendapatkan rujukan dari Puskesmas daerah setempat dan dari Puskesmas ke Rumah Sakit daerah setempat, lalu Rumah Sakit daerah setempat memberikan rujukan ke Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe. Salah satu alasan pasien dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe karena lebih dekat dengan tempat tinggal ODHA. Klinik VCT-CST Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe juga menerima rujukan dari klinik VCT-CST lainnya yang ada di Indonesia apabila ada  permintaan pasien untuk pindah ke Kabanjahe, karena klinik-klinik VCT-CST yang ditetapkan oleh pemerintah saling berkoordinasi. Demikian juga halnya dengan ODHA yang mendapatkan pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe, apabila pasien ingin pindah daerah maka tenaga pelaksana di klinik VCT-CST akan mencari klinik VCT-CST yang terdekat dengan daerah tempat

Universitas Sumatera Utara

72

ODHA tersebut dan memberikan surat rujukannya. Sejalan dengan penelitian Purwaningtias, dkk (2007) yang menyimpulkan bahwa RSUP Dr. Sardjito  berjejaring dengan unit-unit klinik dukungan yang ada diluar misalnya dengan klinik Gempita di Rumah Sakit Muhammadiyah Pekanbaru, Klinik Philia di Rumah Sakit Bethesda dan Ruang 105 di Rumah Sakit Panti Rapih. 5.6.1

Pelayanan HIV-AIDS di Rumah Sakit Rujukan ODHA (Layanan Konseling, Testing HIV, Pengobatan ARV, Pendampingan ODHA)

Pelayanan HIV-AIDS merupakan standar operasional prosedur yang dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe. Konseling

Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV dan AIDS, mencegah  penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggung jawab,  pengobatan ARV dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV dan AIDS (Kepmenkes, 2005). Konseling dan Testing Sukarela yang dikenal sebagai Voluntary Counselling and Testing (VCT) merupakan salah satu strategi kesehatan masyarakat dan sebagai pintu masuk ke seluruh layanan kesehatan HIV dan AIDS berkelanjutan. Layanan VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien pada saat klien mencari pertolongan medik dan testing yaitu dengan memberikan layanan dini dan memadai baik kepada mereka dengan HIV positif maupun negatif. Layanan ini termasuk konseling, dukungan, akses untuk terapi suportif, terapi infeksi oportunistik dan ART (antiretroviral therapy). VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk memperoleh intervensi efektif dimana memungkinkan klien, dengan bantuan konselor terlatih,

Universitas Sumatera Utara

73

menggali dan memahami diri akan risiko infeksi HIV, mendapatkan informasi HIV dan AIDS, mempelajari status dirinya, dan mengerti tanggung jawab untuk menurunkan perilaku berisiko dan mencegah penyebaran infeksi kepada orang lain guna mempertahankan dan meningkatkan perilaku sehat. Testing HIV dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dan tekanan, segera setelah klien memahami berbagai keuntungan, konsekuensi dan risiko. Pasien yang datang dengan membawa surat rujukan dari Puskesmas atau Rumah Sakit dekat tempat tinggalnya akan diberikan konseling terlebih dahulu yang disebut dengan konseling pra test. Pada tahap ini, ODHA akan diberikan informasi tentang HIV dan AIDS jika ada salah pengertian dari pasien maupun keluarganya terkait tentang HIV dan AIDS, maka akan diberikan penjelasan mengenai kebenarannya. Konseling merupakan salah satu langkah promotif yang dilakukan agar informasi mengenai HIV dan AIDS dapat tersampaikan dengan jelas. Testing HIV

Prinsip testing HIV adalah sukarela dan terjaga kerahasiaannya. Testing dimaksud untuk menegakkan diagnosis. Terdapat serangkaian testing yang  berbeda-beda karena perbedaan prinsip metode yang digunakan. Testing yang digunakan adalah testing serologis untuk mendeteksi antibodi HIV dalam serum atau plasma (Murni dkk, 2009). Spesimen adalah darah klien yang diambil secara intravena, plasma atau serumnya. Pada saat ini belum digunakan spesimen lain seperti saliva, urin, dan spot

darah

kering.

Penggunaan

metode

testing

cepat

( rapid

testing )

memungkinkan klien mendapatkan hasil testing pada hari yang sama. Tujuan

Universitas Sumatera Utara

74

testing HIV ada 4 yaitu untuk membantu menegakkan diagnosis, pengamanann darah donor (skrining), untuk surveilans, dan untuk penelitian. Hasil testing yang disampaikan kepada klien adalah benar milik klien. Petugas laboratorium harus menjaga mutu dan konfidensialitas. Hindari terjadinya kesalahan, baik teknis maupun manusia dan administratif. Petugas laboratorium (perawat) mengambil darah setelah klien menjalani konseling pra testing (Depkes RI, 2006). Pasien yang telah dikonseling akan melakukan testing HIV oleh analis laboratorium. Jika testingnya sudah selesai, maka analis laboratorium akan memberikan hasilnya kepada konselor sehingga konselorlah yang akan memberikan informasi mengenai hasil testing tersebut. Jika hasilnya positif, maka konselor secara perlahan-lahan memberikan kembali penguatan agar ODHA tersebut tidak terkejut atau dapat menerimanya. Konseling pasca testing HIV dengan hasil test yang positif dilakukan berdasarkan pada psikologis pasien. Jika hasilnya negatif, maka ODHA tersebut juga akan diberikan konseling dan akan diberitahu untuk mengulang testingnya 3 bulan berikutnya jika memang pasien tersebut memiliki risiko tinggi terkena HIV. Pengobatan ARV

Pasien dengan hasil test positif harus terlebih dahulu melakukan  pemeriksaan fisik seperti test darah (CD4 ≤ 350), pemeriksaan fungsi hati, Hb, trombosit, ginjal, screening Tb, dll agar mengetahui layak atau tidaknya mendapatkan pengobatan ARV. Jika pasien mengidap penyakit TB paru maka akan diberikian pengobatan TB paru terlebih dahulu (biasanya 2 minggu  pengobatan, ARV sudah dapat diberikan). Begitu juga dengan infeksi diderita

Universitas Sumatera Utara

75

oleh ODHA seperti Meningitis, Toxoplasma, kulit, dll, akan terlebih dahulu diobati. Dalam pengobatan HIV, tidak boleh memakai satu jenis obat saja. Kita harus memakai kombinasi tiga macam obat ARV yang berbeda agar terapi ini efektif untuk jangka waktu yang lama. Terapi ini disebut terapi antiretroviral atau ART. ART dulu sangat mahal, tetapi sekarang tersedia gratis untuk semua orang di Indonesia dengan subsidi sepenuhnya oleh pemerintah, melalui sejumlah Rumah Sakit yang ditetapkan sebagai rumah sakit rujukan ARV. Pengobatan ARV hanya berhasil jika dipakai secara patuh, sesuai dengan jadwal, biasanya dua kali sehari, setiap hari. Kalau dosis terlupakan, keefektifan terapi akan cepat hilang. Beberapa orang akan mengalami efek samping ketika memakai ART, terutama pada minggu-minggu pertama penggunaannya. Penting sekali pengguna ART diawasi oleh dokter yang berpengalaman dengan terapi ini. (Murni dkk, 2009). Pendampingan Pendampingan ODHA

ODHA rawat inap akibat infeksi opportunistik yang dideritanya akan diberikan

pendampingan

oleh

tenaga

pelaksana

di

Klinik

VCT-CST.

Pendampingan ODHA ini bermanfaat untuk mengontrol kesehatan ODHA serta memberikan penguatan kepada ODHA. Pada saat pendampingan, ODHA juga akan diajarkan untuk memiliki pola hidup sehat. Jika ODHA tersebut sembuh dari infeksi oportunistiknya, maka ODHA juga akan terus diingatkan untuk menerapkan salah satu langkah preventif yang dilakukan rumah sakit kepada ODHA.

Universitas Sumatera Utara

76

Hasil penelitian yang telah dilakukan di Klinik VCT-CST membuktikan  bahwa tenaga pelaksana telah melakukan pelayanan HIV-AIDS sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku. Sejalan dengan penelitian Dayaningsih (2009) yang menyimpulkan bahwa pelaksanaan kegiatan di klinik VCT di RSUP dr. Kariadi Semarang sudah sesuai dengan SOP nya. Meskipun klinik VCT-CST Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe melaksanakan sesuai dengan SOP yang berlaku, tetapi tidak semua tenaga  pelaksana mengetahui SOP ini. Seperti misalnya apoteker/farmasi. Hal ini disebabkan karena apoteker berada pada ruangan yang berbeda. Apoteker yang menangani obat ARV, berada di instalasi farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe karena merangkap sebagai apoteker rumah sakit secara umum dan apoteker klinik VCT-CST sehingga apapun kegiatan di klinik VCT -CST, apoteker tidak ikut ambil bagian kecuali pemberian obat ARV kepada petugas lain yang memintanya ke instalasi farmasi. Hasil wawancara dengan tenaga pelaksana di klinik VCT-CST RSUD Kabanjahe menyatakan bahwa adanya kendala dalam pelaksanaan program  pelayanan HIV-AIDS ini. Hal ini berkaitan dengan sarana prasarana seperti ruangan yang kurang memadai sehingga ruang konseling masih bersatu dengan ruang pengobatan, seringnya mengalamai kehabisan CD4 dan keterbatasan SDM yang dimiliki saat ini.

Universitas Sumatera Utara

77

5.6.2

Komunikasi, Komunikasi , Informasi dan dan Edukasi (KIE) terkait HIV dan AIDS

Komunikasi, Informasi dan Edukasi merupakan program yang dilakukan didalam maupun diluar gedung Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe. Namun sampai saat ini belum ada program yang dilakukan diluar gedung atau diluar rumah sakit karena berdasarkan hasil wawancara dengan sekretaris tim dan kepala ruang VCT-CST, Tim Pelayanan HIV-AIDS RSUD Kabanjahe baru dibentuk  pada Januari 2017 dan VCT-CST RSUD Kabanjahe ini sifatnya melayani di Rumah Saki. Pernah suatu hari Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Karo melakukan  Mobile VCT ke Rutan dan ditemukan 5 orang pasien disana, namun karena pasien tersebut tidak di ijinkan keluar dari Rutan tersebut maka tenaga  pelaksana VCT-CST yang datang ke Rutan tersebut. Kegiatan yang sudah dilakukan sejauh ini yaitu mengumpulkan pasien ODHA di aula minimal dua minggu sekali untuk sharing seputar HIV-AIDS dan ODHA yang dibawakan oleh oleh dokter pelaksana di VCT dan didampingi oleh perawat-perawat VCT. Kegiatan luar gedung yang dimaksud diatas berupa mengadakan  penyuluhan ke masyarakat seperti ke sekolah-sekolah, gereja, dan instansi, kegiatan mobile clinic seperti menemui orang-orang yang berisiko tinggi terkena HIV-AS seperti Pekerja Seks Komersial (PSK), tahanan di Rumah Tahanan (Rutan), supir dll untuk diberikan informasi mengenai HIV dan AIDS serta mengajak mereka untuk melakukan testing HIV, serta home visit   yang kegiatannya mengadakan kunjungan ke rumah ODHA yang udah lost contact .  Namun berdasarkan berdasa rkan hasil hasi l penelitian, penelitia n, kegiatan luar gedung seperti yang dimaksud

Universitas Sumatera Utara

78

diatas bukan tugas Rumah Sakit melainkan tugas Puskesmas yang bekerja sama dengan Dinas Kesehatan. Penelitian Rachmadi (2015) menyatakan bahwa Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen selalu bekerjasama dengan Klinik VCT di RSUD Kebumen. Kegiatannya lebih banyak dilaksanakan pada kegiatan program KIE, penyuluhan ke masyarakat, maupun penjangkauan ke titik tempat kelompok resiko tinggi. 5.6.3

Sistem Pelaporan kasus HIV-AIDS

Sesuai dengan Diktum Ketiga Kepmenkes no 451/MENKES/SK/IV/2012 yang memutuskan bahwa setiap Rumah Sakit yang telah ditunjuk sebagai Rumah Sakit rujukan HIV dan AIDS harus melaporkan setiap pelaksanaan pemberian  pelayanan bagi ODHA, maka klinik VCT-CST

Rumah Sakit Umum Daerah

Kabanjahe juga harus melaporkan setiap kegiatan yang dilakukan ke Dinas Kesehatan. Klinik VCT-CST harus melaporkan kasus HIV dan AIDS,  pelaksanaan kegiatan, order obat kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Karo, lalu Dinas Kesehatan Kabupaten Karo melaporkan kembali ke Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Penelitian di Klinik VCT-CST menyatakan bahwa tenaga pelaksana di klinik VCT-CST melaporkan setiap kasus HIV dan AIDS yang ditemukan di RSUD Kabanjahe; peralatan yang difasilitasi oleh pemerintah; serta ODHA dengan terapi obat ARV ke Dinas Kesehatan Kabupaten Karo. Pelaporan dilakukan secara tertulis dan diberikan langsung ke Dinas Kesehatan Kabupaten Karo. Register stok obat ARV dilakukan secara online ke Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

79

Register stok obat ARV harus dikelola oleh apoteker/ petugas pemberi obat di klinik VCT-CST dan dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten secara tertulis atau melaporkan langsung secara online ke Dinas Kesehatan Provinsi mealui aplikasi SIHA (Sistem Informasi HIV-AIDS) paling lambat setiap tanggal 25 setiap bulannya. Hasil wawancara dengan dengan tenaga pelaksana di klinik VCTCST menyatakan bahwa obat ARV pernah datang terlambat. Hal ini disebabkan karena keterlambatan dalam register stok obat ke Dinas Kesehatan Provinsi dan  juga kendala di pengiriman. Sejalan dengan penelitian Purwaningtias, dkk (2007) yang menyimpulkan bahwa di RSUP. Dr. Sardjito pernah kekurangan obat ARV karena terjadi kesalahan pelaporan, keterlambatan pengiriman dan ketersediaan obat di pusat juga kurang. Tenaga pelaksana di Klinik VCT-CST yang bertugas mengisi formulir stok ARV adalah perawat/kepala ruangan VCT-CST. Apoteker hanya menerima stok obat yang dikirim dan memberikannya kepada petugas yang datang untuk mengambil obatnya dan menyerahkannya langsung kepada pasien (ODHA). 5.7

Hasil Implementasi Implementasi Penanganan Penanganan HIV dan AIDS di RSUD Kabanjahe

Hasil (Output) (Output)   yang diharapkan adalah terlaksananya layanan VCT HIV dan AIDS dengan baik dan optimal. Tenaga pelaksana HIV dan AIDS di RSUD Kabanjahe telah berusaha untuk melaksanakan layanan VCT-CST dengan baik kepada ODHA. Namun pelaksanaannya belum optimal karena keterbatasan ruangan pelayanan (ruang konseling masih bersatu dengan ruang pengobatan), dan keterbatasan SDM yang dimiliki. Selain itu, masih ada tenaga pelaksana yang tidak terlibat (manajer kasus). Kurangnya koordinasi antar divisi dalam Tim

Universitas Sumatera Utara

80

Pelayanan HIV-AIDS RSUD Kabanjahe serta masih kurangnya kerjasama tim  pelayanan HIV-AIDS RSUD Kabanjahe dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Karo dalam mengadakan program atau kegiatan KIE yang dilaksanakan diluar gedung seperti mengadakan penyuluhan ke masyarakat seperti ke sekolahsekolah, gereja, dan instansi, kegiatan mobile clinic seperti menemui orang-orang yang beresiko tinggi terkena HIV-AIDS seperti Pekerja Seks Komersial (PSK), tahanan di Rumah Tahanan (Rutan), supir dll untuk diberikan informasi mengenai HIV dan AIDS serta mengajak mereka untuk melakukan testing HIV, serta home visit  yang   yang kegiatannya mengadakan kunjungan ke rumah ODHA yang sudah lost contact.

Universitas Sumatera Utara

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian mengenai implementasi penanganan HIV dan AIDS di Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe dapat disimpulkan bahwa: 1.

Implementasi Penanganan HIV dan AIDS di RSUD Kabanjahe belum terlaksana dengan baik karena masih ada hal-hal yang belum terpenuhi sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

2.

Tenaga pelaksana di klinik VCT-CST RSUD Kabanjahe belum ada yang memiliki sertifikat khusus HIV-AIDS.

3.

Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe telah memiliki dokter, perawat, konselor, manajer kasus, apoteker, analis laboratorium, namun tidak memiliki ODHA yang ditunjuk sebagai konselor dan manajer kasus.

4.

Sarana dan prasarana di Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe masih  belum lengkap, le ngkap, seperti ruangan VCT yang kurang memadai m emadai karena belum tersedia ruangan khusus untuk konseling dan seringnya kehabisan CD4 di laboratorium.

5.

Program pelayanan di klinik VCT-CST tidak melibatkan semua stake holder di Klinik VCT-CST.

6.

Obat ARV pernah datang terlambat karena keterlambatan dalam pelaporan register stok obat dan keterlambatan keterlambatan di jasa pengiriman.

7.

Koordinasi antara klinik VCT-CST dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Karo masih kurang terkait program kegiatan KIE.

81 Universitas Sumatera Utara

82

6.2

Saran

1.

Bagi Direktur Rumah Sakit Umum Kabanjahe Diharapkan kepada Direktur Rumah Sakit Umum Kabanjahe agar: a.

Melengkapi tenaga pelaksana yaitu ODHA yang ditunjuk sebagai manajer kasus dan konselor dan melakukan kerjasama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Karo untuk melakukan pelatihan terhadap ODHA tersebut.

 b.

Bekerjasama dengan pemerintah daerah agar melengkapi sarana dan prasarana untuk mendukung terlaksananya penanganan HIVAIDS dengan baik seperti menyediakan ruangan khusus untuk konseling.

c.

Menambah SDM yang terlibat dalam pelayanan penanganan HIV dan AIDS di Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe.

d.

Lebih meningkatkan upaya promotif dan preventif dalam kegiatan KIE agar pengetahuan masyarakat bertambah mengenai HIV dan AIDS.

2.

Tenaga pelaksana di Klinik VCT-CST agar: 1.

Semua  stake holder  Klinik   Klinik VCT-CST turut mengambil bagian dalam setiap program baik pelayanana HIV-AIDS maupun KIE

2.

Tidak terlambat memberikan pelaporan terutama pelaporan register stok obat ARV sehingga obat ARV tidak datang terlambat.

Universitas Sumatera Utara

83

3.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Karo Diharapkan kepada kepala Dinas Kesehatan kabupaten karo agar: 1.

Lebih berkoordinasi dengan Klinik VCT-CST Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe demi terciptanya layanan VCT-CST yang optimal

2.

Bersedia melakukan pelatihan terhadap ODHA yang ditunjuk sebagai konselor dan manjer kasus terutama terhadap tenaga pelaksana di klinik VCT-CST agar mendapat sertifikat khusus pelatihan HIVAIDS.

3.

Bekerjasama dengan Tim Pelayanan HIV-AIDS RSUD Kabanjahe untuk mengadakan program kegiatan KIE terkait HIV dan AIDS

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Arip. 2010. I ndi ndi vidua vidual R i sk Assa A ssasse ssem ment, nt, bagi bagi komunita komunitass I njecting njecting D r ug User User , I H PC P -Ai -A i sAI D , 2006 2006,200 ,2007,20 7,2008 08 dan 200 2009 9. Tesis, Program Administrasi Pendidikan Universitas Prof. Dr. HAMKA, Jakarta. Basuki, E.; Wolffers, I.; Deville, W.; Erlaini, N.; Luhpuri, D.; Hargono, R.. 2002. Berbagai Alasan Pekerja Seks di Indonesia Untuk Tidak MenggunakanKondom . http://aidsina.org/modules.php?name=Abstract&p_op=viewabstract&idabs tractcat=3.. Diakses tanggal 10 Juni tractcat=3 J uni 2017. Boles, J. dan Elifson K.W. 1994. Identitas Seksual dan HIV Pria Pekerja Sex.The Journal of Sex Research Vol 31. http://www.aidsina.org/modules.php?name=Abstract&p_op=viewabstract&idabstractcat=. ina.org/modules.php?name=Abstract&p_op=viewabstract&idabstractcat =. Diakses tanggal 8 Juni 2017. Cock, K. D. 1996. Petunjuk Penting AIDS edisi ketiga . Buku Kedokteran: Jakarta. Dayaningsih Diana. 2009. Studi Femonologi Pelaksanaan HIV Voluntary Counseling and Testing (VCT) di RSUP Dr. Kariadi Semarang . Skripsi. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Pelayanan Konseling dan Testing HIV-AIDS Secara Sukarela (Voluntary Counselling and Testing). Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta  _____________________  _________________________________ ______________. __. 2006. Info HIV/AIDS. Jakarta.  _____________________  ________________________________ ______________. ___. 2007. Pedoman Pengembangan Jejaring Layanan Dukungan, Perawatan dan Pengobatan HIV dan AIDS. Jakarta.  _____________________  ________________________________ ______________. ___. 2007. Penetapan Lanjutan Rumah Sakit Rujukan Bagi Orang degan HIV dan AIDS (ODHA) . Jakarta. Dewi, Sartika. 2014. Perilaku Orang Dengan HIV AIDS (ODHA), Stigma dan Diskriminasi di Rumah Singgah Moderamen GBKP Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo.   Tesis. Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan. Dinas Kesehatan Kabupaten Karo. 2015. Profil Kesehatan Kabupaten Karo . Kabanjahe.

84 Universitas Sumatera Utara

85

Djoerban, Zubairi. 2000. Membidik AIDS Ikhtiar Memahami HIV dan ODHA. Galang Press: Yogyakarta. Herdiansyah, Haris, 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu Sosial . Jakarta: Salemba Humanika. Kebijakan AIDS Indonesia, 2013. Kebijakan HIV 1987-2013. http://www.kebijakanaidsindonesia.net/id/49-general/1604-kebijakan-hivdan-aids. Diakses dan-aids. Diakses tanggal 15 Oktober 2017 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Pedoman Pelayanan Konseling dan Testing HIV/AIDS Secara Sukarela (VCT) . Jakarta.  _____________________  ________________________________ _________________. ______. 2006. Penetapan Rumah Sakit Rujukan Bagi Orang degan HIV/AIDS (ODHA) dan Standar Pelayanan Rumah Sakit Rujukan ODHA dan Satelitnya. Jakarta.  _____________________  ________________________________ _________________. ______. 2007. Penetapan Lanjutan Rumah Sakit Rujukan Bagi Orang degan HIV/AIDS (ODHA) . Jakarta.  _____________________  ________________________________ _________________. ______. 2012. Rumah Sakit Rujukan Bagi Orang dengan HIV dan AIDS. Jakarta. Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), 2013. Kliping Berita Nasional 7.875 Penderita HIV dan AIDS di Sumut. http://www.aidsindonesia.or.id/news/6079/3/19/02/2014/7.875-PenderitaHIV-dan-AIDS-di-Sumut.. Diakses tanggal 3 Juni 2017. HIV-dan-AIDS-di-Sumut  _____________________  ________________________________ _____________, __, 2013. Info HIV AIDS.http://www.aidsindonesia.or.id/contents/37/78/Info-HIV-danAIDS#sthash.xV5vpSwZ.dpbs. Diakses AIDS#sthash.xV5vpSwZ.dpbs.  Diakses tanggal 5 Juni 2017. Laporan  _____________________  ________________________________ ______________, ___, 2015. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia 2015.http://www.aidsindonesia.or.id/list/7/Laporan-Menkes. tanggal 7 Juni 2017.

dan

Situasi tahun Diakses

Maryunani, Anik dan Ummu Aeman. 2009. Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi, Penatalaksanaan di Pelayanan Kebidanan . Trans Info Media: Jakarta. Milantika, I Putu. 2009. Evaluasi Pelayanan HIV-AIDS di Klinik VCT Kabupaten Bandung. Tesis. Program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Moleong, L.J. 2005. Metodologi Metodologi Penelitian Kualitatif . Rosdakarya: Bandung Murni, Suzana, Chris W. Green, dan dr. Samsuridjal Dja uzi. 2009. Hidup dengan HIV/AIDS. Yayasan Spiritia: Jakarta.

Universitas Sumatera Utara

86

 Noviana, Nana. 2016. Kesehatan Reproduksi & HIV-AIDS. Trans Info Media: Jakarta  Nurdin, U. 2002. 2002. Implementasi Berbasis Kurikulum. Grasindo: Jakarta Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Penanggulangan HIV dan AIDS. Jakarta. Pisani, E.; Dadun.; Purwa, K.; Sucahya.; Kamil, O.; Jawan, S. 2003. Perilaku Seksual Pada Pengguna Napza Suntik di 3 Kota Di Indonesia Berpotensi tinggi Bagi Penularan HIV Kepada Pasangan Seksualnya . http://www.aidsina.org/modules.php?name=Abstract&p_op=viewabstract&idabstractcat=1 .Diakses tanggal 7 Juni 2017. Purwaningtias A.; Subronto YW.; & Hasanbasri M. 2007. Pelayanan HIV/AIDS di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal . Rachmadi, Triyo. 2014. Peran Dinas Kesehatan dalam Penanggulangan

H uma uman I mmunod unodefi ciency ciency Vi V i r us- Acq A cqui uirr ed I mmuno D efi ciency ciency  Synd  Syndrome rome (HIV-AIDS) sesuai Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2013 di Kabupaten Kebumen. Skripsi. Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukun Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe. 2015. Profil Kesehatan Rumah Sakit Umum Kabanjahe. Kabanjahe. Tangkilisan, Hessel Nogi S. 2003. Implementasi Kebijakan Publik . Lukman Offset dam Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia (YPAPI): Yogyakarta. UNAIDS. 2015. http://www.unaids.org/en/resources/fact-sheet http://www.unaids.org/en/resources/fact-sheet..  Diakses tanggal 13 Juni 2017. UU Kesehatan. 2009. Kesehatan. Jakarta. Wibowo. 2008. Analisis Manajemen Mutu MBTS yang Terkait dengan Mutu Penerapan Kegiatan Manajemen Terpadu Sakit (MTBS) Puskesmas di Kabupaten Brebes. Skripsi. Universitas Diponegoro, Semarang. Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik Teori, Proses, dan Studi Kasus . CAPS: Yogyakarta. Yuniar, Y.R.S dan Ni Ketut Aryatasmi. 2012. Faktor-faktor Pendukung Kepatuhan Orang dengan HIV-AIDS (ODHA)dalam Minum Obat Antiretroviral Antiretroviral di Kota Bandung dan Cimahi. Bandung.

Universitas Sumatera Utara

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM (I N DE D E P TH TH I N TE TER R V I EW E W)  ANALISIS IMPLEMENTASI PENANGANAN PENANGANAN HIV dan AIDS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABANJAHE TAHUN 2017 A. Daftar pertanyaan untuk Informan di Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) di Dinas Kesehatan Kabupaten Karo .

I. Data Umum 1.  Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan Terakhir : 5. Lama Bekerja : 6. Tanggal Wawancara : II. Data Khusus 1. Bagaimana kerjasama Dinas Kesehatan Kabupaten Karo dengan Klinik VCT-CST RSUD Kabanjahe? 2. Bagaimana sistem pelaporan yang diterima? 3. Pernahkah Dinas Kesehatan Kabupaten mengadakan pelatihan kepada tenaga pelaksana di Klinik VCT-CST? B. Daftar pertanyaan untuk Tenaga Pelaksana di Klinik VCT-CST

I. Data Umum 1.  Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin :

Universitas Sumatera Utara

4. Pendidikan Terakhir : 5. Lama Bekerja : 6. Tanggal Wawancara : II. Data Khusus 1. Apakah tenaga pelaksana di Klinik VCT-CST sudah lengkap (dokter,  perawat, konselor, manajer kasus, tenaga farmasi (apoteker), analis laboratorium dan juga ODHA yang ditunjuk sebagai konselor atau manajer kasus) dan

telah mendapat sertifikat sertifikat pelatihan khusus HIV-

AIDS? 2. Apakah ada ODHA yang dilatih sebagai konselor atau manajer kasus? 3. Menurut Bapak/Ibu, bagaimana sistem pendanaan di Klinik VCT-CST? 4. Bagaimana menurut Bapak/Ibu dengan sarana dan prasarana yang diperlukan dalam penanganan HIV-AIDS? a. Ketersediaan peralatan kesehatan yang mendukung pelayanan rujukan (pemeriksaan fisik, dan peralatan laboratorium l aboratorium untuk testing HIV)  b. Ketersediaan obat-obatan: - Obat untuk terapi dan profilaksis - Obat ARV untuk panduan lini-1 ( AZT, 3TC, VP, dan EFV) -Pernahkah obat datang terlambat atau persediaan obat di klinik VCTCST kehabisan? c. Perlengkapan untuk pencegahan HIV-AIDS - Kondom - Paket peralatan suntik steril (jarum suntik, usapan alkohol)

Universitas Sumatera Utara

- Pasokan alat untuk kewaspadaan universal (masker, sarung tangan, kacamata pelindung)

Perlengkapan untuk monitoring dan evaluasi - Formulir catatan medis, register dan formulir pelaporan (Kartu Pasien, Ikhtisar Perawatan HIV dan Terapi Antiretroviral, Follow-Up Perawatan Pasien & Terapi Antiretroviral, Register praART, register ART, Laporan bulanan, Laporan Kohort) - Kartu atau formulir rujukan pasien 5. Menurut Bapak/Ibu bagaimana proses Capacity Building? (tes HIV,  pengobatan ARV, ARV, layanan konseling, pendampingan ODHA) ODHA) 6. Menurut Bapak/Ibu, apa saja kendala yang dihadapi dalam proses  pelaksanaannya? 7. Bagaimana proses terjadiny terja dinyaa Komunikasi, Informasi dan Edukasi? 8. Apa saja kendala yang dihadapi dalam proses pelaksanaannya? 9. Bagaimana kedudukan klinik VCT-CST diantara klinik lainnya yang ada di Sumatera Utara? 10. Bagaimana kerjasama Klinik VCT-CST dengan Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Karo? 11. Bagaimana keterlibatan LSM? 12. Bagaimana sistem pelaporan kasus HIV-AIDS ke Dinas Kesehata n?

Universitas Sumatera Utara

13. Menurut Bapak/Ibu bagaimana penanganan HIV dan AIDS di RSUD Kabanjahe, apakah sudah berjalan dengan baik sesuai dengan pedoman Depkes? Kalau belum, apa yang menjadi kendalanya? 14. Sebagai Rumah Sakit Rujukan Strata II, apakah RSUD Kabanjahe selama ini sudah melaksanakan tugas nya sesuai dengan SOP? Kalau belum,  bagian mana apa yang kurang dan menjadi kendalanya? kendalanya? 15. Sebutkan apa saja yang menjadi tugas pokok dan fungsi Ibu/Bapak sebagai tenaga pelaksana di klinik VCT-CST RSUD Kabanjahe. 16. Adakah saran Ibu/Bapak untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan  penanganan HIV dan AIDS di RSUD Kabanjahe ini agar bisa menjadi lebih baik lagi? C. Daftar pertanyaan untuk Orang Dengan HIV-AIDS (ODHA)

I. Data Umum 1.  Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan Terakhir : 5. Tanggal Wawancara : II. Data Khusus 1. Apakah sebelumnya saudara pernah mendapatkan penyuluhan mengenai HIV-AIDS? Dari siapa dan dimana? 2. Darimanakah saudara mengenal Klinik VCT-CST RSUD Kabanjahe? 3. Pelayanan apa sajakah yang diterima dari Klinik VCT-CST?

Universitas Sumatera Utara

4. Pernahkah saudara tidak mendapatkan obat ARV saat stok obat anda habis? 5. Menurut saudara, bagaimana pelayanan dan penanganan di Klinik VCT? Berikan alasannya. 6. Adakah saran saudara untuk peningkatan kualitas pelayanan dan  penanganan HIV dan dan AIDS di klinik VCT RSUD RSUD Kabanjahe ini?

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

HASIL DOKUMENTASI

Universitas Sumatera Utara

DOKUMENTASI WAWANCARA

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

KEPUTUSAN DIREKTUR RSU KABANJAHE NOMOR: TENTANG PEMBENTUKAN TIM PELAYANAN PELAYANAN HIV / AIDS DI RSU KABANJAHE DIREKTUR RSU KABANJAHE

Menimbang

: a. Bahwa untuk meningkatkan meningkatkan mutu pelayanan pelayanan HIV / AIDS di RSU Kabanjahe, perlu dibentuk Tim Pelayanan HIV / AIDS di RSU Kabanjahe. b. Bahwa orang-orang yang ditetapkan sebagai Tim Pelayanan HIV / AIDS di RSU Kabanjahe dianggap mampu dan cakap dalam menjalankan tugasnya. c. Bahwa sehubungan dengan butir a tersebut di atas, perlu dikeluarkan Keputusan Direktur.

Mengingat

:

1. Undang Undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular; 2. Undang Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan; 3. Undang Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit; 4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 60 tahun 2009 tentang Tim Pelatih Konseling dan Testing HIV AIDS secara Sukarela; 5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1278 tahun 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Kolaborasi Pengendalian Penyakit TB dan HIV; 6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS; 7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2013 tentang Pencegahan Penularan HIV Ibu ke Anak; 8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 74 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV; 9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengobatan Antiretroviral; 10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2015 tentang Pelayanan Laboratorium Pemeriksa Pemeriksa HIV dan Infeksi Oportunistik; 11. Peraturan Daerah Kabupaten Karo Nomor 19 tahun 2008 tentang Pembentukan Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja RSU Kabanjahe;

Universitas Sumatera Utara

12. Keputusan Bupati Karo Nomor 821.23 / 085 / BKD / 2015 tentang Pengangkatan dr. Arjuna Wijaya, Sp.P sebagai Direktur RSU Kabanjahe. MEMUTUSKAN Menetapkan Kesatu Kedua Ketiga

: : KEPUTUSAN DIREKTUR RSU KABANJAHE TENTANG PEMBENTUKAN TIM PELAYANAN HIV / AIDS DI RSU KABANJAHE. : Tim Pelayanan HIV / AIDS yang dimaksud sebagaimana tercantum dalam lampiran surat keputusan ini. : Keputusan ini berlaku sejak bulan Januari tahun 2017 dan apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Pada tanggal

: :

Kabanjahe

DIREKTUR RSU KABANJAHE

Dr. Arjuna Wijaya, Sp.P NIP. 19700108 200303 1 002

Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN

: KEPUTUSAN DIREKTUR RSU KABANJAHE

NOMOR TANGGAL TENTANG

: : : PEMBENTUKAN TIM PELAYANAN PELAYANAN HIV / AIDS DI RSU KABANJAHE.

TIM PELAYANAN HIV / AIDS DI RSU KABANJAHE  

   











Penanggung Jawab Koordinator

: Direktur RSU Kabanjahe : Kepala Bidang Pelayanan Medis RSU Kabanjahe

Ketua Wakil Ketua Sekretaris Administrator

: : : :

Dr. Joyce Kambodji, Sp.S Dr. Junus Hardi Silaban Eka Nina Bangun, S.Kep, Ners Erik Christo Sinulingga, S.Kep, Ners

Klinik Voluntary Counseling and Testing (VCT): o Koordinator : Terkelin Tarigan, AMK Anggota (Konselor) : Lian Barus o Erika Ginting Klinik Care Support and Treatment (CST): o Koordinator : Dr. Suara Ginting, Sp.PD o Anggota : Dr. Rumbang Sembiring, Sp.PD Dr. Senior Tawarta Keliat, Sp.PD Divisi Prevention Mother to Child Transmition (PMTCT): o Koordinator : Dr. Raymond Ginting, Sp.OG Anggota : Dr. David Leo Ginting, Sp.OG o Dr. Peresly Barus, Sp.OG Divisi Kolaborasi TB  – HIV : Koordinator : Dr. Truli Pardede, Sp.P o o Anggota : Dr. Bram Winarda Divisi HIV / AIDS pada Anak : Koordinator : Dr. Sri Alemina Ginting, Sp.A o o Anggota : Dr. Jenda Ngena Tarigan o





Manager Kasus (MK) Divisi Farmasi: o Koordinator Anggota o

: Irma Sembiring, S.Kep, Ners

: Adelina Ginting, Apt. : Andi Pinem, AMD Farm Ruth Enida Naibaho, AMD Farm

Universitas Sumatera Utara











Divisi Laboratorium: o Koordinator Anggota o

: Dr. Indrayani Purba, Sp.PK : Kristian Tarigan, AMK Heppi Elsa Lestari Ginting, AMK Divisi Unit Transfusi Darah: Koordinator : Justina Sitepu o o Anggota : Jenny Farida Sembiring Divisi Gizi: o Koordinator : Rony Nganjung Tarigan, SKM Anggota : Marsaulina Purba,SKM o Dokter Konsulen: 1. Dr. Beren R. Sembiring, Sp.B 2. Dr. Calvintinus Sembiring, Sp.S 3. Dr. Halomoan Saragi, Sp.S 4. Dr. Pialanta Barus, Sp.THT 5. Dr. Frida Adelina Ginting, Sp.KK 6. Dr. Silvia Bangun, Sp.KK 7. Dr. Erlinta Sembiring, Sp.KK 8. Dr. Immanuel Sinuhaji, Sp.PA 9. Dr. Elsa Surbakti, Sp.Rad. Tim Pelayanan HIV / AIDS di RSU Kabanjahe bertanggung jawab kepada Direktur RSU Kabanjahe melalui Kepala Bidang Pelayanan Medis RSU Kabanjahe.

DIREKTUR RSU KABANJAHE

Dr. Arjuna Wijaya, Sp.P NIP. 19700108 200303 1 002

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF