1. TREPONEMA PALLIDUM

December 11, 2017 | Author: inayahvi | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

xantin oksidase...

Description

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya. Namun, dengan

perkembangan era globalisasi, budaya-budaya barat dengan cepat memasuki dan diadopsi oleh masyarakat Indonesia. Perkembangan budaya luar tersebut memang banyak berdampak positif bagi modernisasi, ekonomi, tekonologi dan didang lainnya, tetapi juga memiliki dampak negatif seperti perkembangan penyakit IMS (Infeksi Penyakit Menular) yang diantaranya sifilis. Sifilis adalah penyakit kelamin menular yang disebabkan oleh bakteri Troponema pallidum. Penularan dapat melalui kontak seksual, melalui kontak langsung dan kongenital sifilis (melalui ibu ke anak dalam uterus). Treponema pallidum merupakan bakteri batang berkuran panjang, ramping, berbentuk lengkung heliks, spiral atau bentuk alat pembuka tutup botol (corkscrew), bersifat gram negative. Treponema pallidum mempunyai selubung luar atau lapisan glikosaminoglikan. Di dalam selubung luar terdapat membrane luar, yang mengandung peptidoglikan dan yang mempertahankan integritas struktur organism. Treponema pallidum merupakan bakteri berbentuk spiral yang merupakan penyebab penyakit sifilis. Penyakit ini primer menyerang manusia dan penularannya terjadi melalui kontak seksual serta menyebar dari satu manusia ke manusia lain. Di Eropa, lebih dikenal dengan nama Italian disease, French disease atau the greatpox. Menurut John Hunter (1767) dan Ricord (1838), penyakit sifilis merupakan penyakit yang infeksius. World Health Organization (WHO) memperkirakan di seluruh dunia ditemukan sekitar 12 juta kasus baru sifilis setiap tahunnya, antara lain di Asia Selatan dan Tenggara sebanyak 4 juta kasus, Afrika sub-Sahara sebanyak 4 juta kasus, serta Amerika Latin dan Karibia sebanyak 3 juta kasus. Dua penelitian Departemen Kesehatan (DepKes) terhadap WPS di 7 kota besar di Indonesia pada

1

2

tahun 2003 dan 2005 mendapatkan rerata prevalensi sifilis masing-masing sebesar 11 % dan 8,7 %.

1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Apa itu bakteri Treponema pallidum? 1.2.2

Media apa yang tepat untuk pertumbuhan bakteri Treponema

pallidum? 1.2.3

Bagaimana bentuk morfologi koloni dan sel Treponema pallidum

secara makroskopik dan mikroskopik? 1.2.4 Bagaimana cara identifikasi Treponema palidum? 1.2.5 Bagaimana siklus hidup dari Treponema pallidum? 1.2.6 Bagaimana mekanisme infeksi dari Treponema pallidum kepada tubuh manusia? 1.2.7 Bagaimana sifat patogenesis dari Treponema pallidum? 1.2.8 Bagaimana cara pengobatan dari infeksi akibat Treponem pallidum?

BAB II

3

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Treponema pallidum dan Sifilis Sifilis adalah penyakit menular seksual yang sangat infeksius, disebabkan oleh bakteri berbentuk spiral, Treponema pallidum subspesies pallidum. Schaudinn dan Hoffmann pertama kali mengidentifikasi Treponema pallidum sebagai penyebab sifilis pada tahun 1905. Schaudin memberi nama organisme ini dari bahasa Yunani trepo dan nema, dengan kata pallida dari bahasa Latin.Angka sifilis di Amerika terus menurun sejak tahun 1990, jumlahnya dibawah 40.000 kasus per tahun. Center for Disease Control (CDC) melaporkan hanya 11,2 kasus sifilis per 100.000 populasi pada tahun 2000 dan kasus ini terpusat di kota besar dan wilayah tertentu. Penyebaran sifilis di dunia telah menjadi masalah kesehatan yang besar dan umum, dengan jumlah kasus 12 juta per-tahun (Aman, 2012). Treponema pallidum subspesies pallidum (biasa disebut dengan Treponema pallidum) merupakan bakteri gram negatif, berbentuk spiral yang halus, ramping dengan lebar kira-kira 0,2 μm dan panjang 5-15 μm. Bakteri yang patogen terhadap manusia, bersifat parasit obligat intraselular, mikroaerofilik, akan mati apabila terpapar oksigen, antiseptik, sabun, pemanasan, pengeringan sinar matahari dan penyimpanan di refrigerator (Prince, 2006).

Treponema pallidum merupakan salah satu bakteri spirochaeta. Bakteri ini berbentuk spiral. Terdapat empat subspesies, yaitu Treponema pallidum pallidum, yang menyebabkan sifilis, Treponema pallidum pertenue, yang menyebabkan yaws, Treponema pallidum carateum,yang menyebabkan pinta dan Treponema pallidum endemicum yang menyebabkan sifilis endemik (juga disebut bejel.Klasifikasi bakteri penyebab sifilis adalah; Kingdom: Eubacteria, Filum: Spirochaetes,

Kelas:

Spirochaetes,

Ordo:

Spirochaetales,

Familia:

Treponemataceae, Genus: Treponema, Spesies: Treponema pallidum, Subspesies: Treponema pallidum pallidum (Jawetz, 2004). Treponema

pallidum

merupakan

bakteri

patogen

pada

manusia.

Kebanyakan kasus infeksi didapat dari kontak seksual langsung dengan orang yang menderita sifilis aktif baik primer ataupun sekunder. Penelitian mengenai

4

penyakit ini mengatakan bahwa lebih dari 50% penularan sifilis melalui kontak seksual. Biasanya hanya sedikit penularan melalui kontak nongenital (contohnya bibir), pemakaian jarum suntik intravena, atau penularan melalui transplasenta dari ibu yang mengidap sifilis tiga tahun pertama ke janinnya. Prosedur skrining transfusi darah yang modern telah mencegah terjadinya penularan sifilis (Ryan, 2004).

Angka sifilis di Amerika Serikat terus menurun sejak tahun 1990, jumlahnya dibawah 40.000 kasus per-tahun. Sekitar 20% kasus adalah sifilis primer atau sekunder dan sisanya adalah laten dan tertier.4 Center for Disease Control (CDC) melaporkan hanya 11,2 kasus sifilis per 100.000 populasi pada tahun 2000 dan kasus-kasus ini terpusat di kota-kota besar dan wilayah tertentu. Angka kejadian ini merupakan hasil laporan terendah sejak pelaporan kasus sifilis dimulai (1941). Angka sifilis di Amerika Serikat terus menurun sejak tahun 1990, jumlahnya dibawah 40.000 kasus per-tahun. Sekitar 20% kasus adalah sifilis primer atau sekunder dan sisanya adalah laten dan tertier.4 Center for Disease Control (CDC) melaporkan hanya 11,2 kasus sifilis per 100.000 populasi pada tahun 2000 dan kasus-kasus ini terpusat di kota-kota besar dan wilayah tertentu. Angka kejadian ini merupakan hasil laporan terendah sejak pelaporan kasus sifilis dimulai (1941) (Elvinawaty, 2014).

2.2

Morfologi Treponema pallidum Merupakan bakteri gram negatif, berbentuk spiral yang ramping dengan

lebar kira-kira 0,2 µm dan panjang 5-15 µm. Lengkung spiralnya/ gelombang secara teratur terpisah satu dengan lainnya dengan jarak 1µm, dan rata - rata setiap kuman terdiri dari 8-14 gelombang. Organisme ini aktif bergerak, berotasi hingga 90° dengan cepat di sekitar endoflagelnya bahkan setelah menempel pada sel melalui ujungnya yang lancip. Aksis panjang spiral biasanya lurus tetapi kadang kadang melingkar, yang membuat organisme tersebut dapat membuat lingkaran penuh dan kemudian akan kembali lurus ke posisi semula. Spiralnya sangat tipis sehingga tidak dapat dilihat secara langsung kecuali menggunakan pewarnaan

5

imunofluoresensi atau iluminasi lapangan gelap dan mikroskop elektron (Jawetz, 2004).

Struktur Treponema pallidum terdiri dari membran sel bagian dalam, dinding selnya dilapisi oleh peptidoglikan yang tipis, dan membran sel bagian luar. Flagel periplasmik (biasa disebut dengan endoflagel) ditemukan di dalam ruang periplasmik, antara dua membrane. Organel ini yang menyebabkan gerakan tersendiri bagi Treponema pallidum seperti alat pembuka tutup botol (Corkscrew) (Lafond, 2006). Filamen flagel memiliki sarung/ selubung dan strukturinti yang terdiri dari sedikitnya empat polipeptida utama. Genus Treponema juga memiliki filamen sitoplasmik, disebut juga dengan fibril sitoplasmik. Filamen berbentuk seperti pita, lebarnya 7-7,5 nm. Partikel protein intramembran membran bagian luar Treponema pallidum sedikit. Konsentrasi protein yang rendah ini diduga menyebabkan Treponema pallidum dapat menghindar dari respons imun pejamu (Norris, 1993). 2.3

Identikasi Treponema pallidum Treponema pallidum sukar diwarnai, untuk melihat morfologi bakteri ini,

dapat digunakan pewarnaan khusus seperti : 

Pewarnaan Fontana Tribondeau yang menggunakan perak nitrat, sebab bakteri ini dapat mereduksir perak nitrat.

6

  

Pewarnaan Levaditi (silver impregnation) Digunakan unutk mewarnai bakteri yang berada di dalam jaringan, Pewarnaan Negatif Menggunakan tinta cina (indian ink) Pewarnaan Giemsa Dengan mikroskop lapang pandang gelap (dark field microscope), dapat dilihat morfologi Treponema pallidum dalam keadaan hidup, disamping dapat dilihat pergerakannya. Bakteri ini juga dapat dilihat atau diidentifikasi dengan menggunakan teknik imuunofluoressens.

Berikut ini tahapan pewarnaan negatif :  Diteteskan noda tinta cina pada pinggir kaca preparat, di bagian pinggir saja.  Ditambahkan sedikit emulsi bakteri ke preparat berisi tinta, diaduk hingga rata.  Sampel dan tinta diratakan di atas preparat dengan kaca preparat lainnya.  Sampel ditutup dengan kaca preparat yang digunakan untuk meratakan sampel.  Dikeringkan di udara sebentar dan diamati objek dengan mikroskop.  Tidak diperlukan pemanasan. 2.4

Siklus Hidup Treponema pallidum Treponema pallidum merupakaan salah satu bakteri yang patogen terhadap

manusia (parasit obligat intraselular) dan sampai saat ini tidak dapat dikultur secara invitro. Dahulu Treponema pallidum dianggap sebagai bakteri anaerob obligat, sekarang telah diketahui bahwa Treponema pallidum merupakan organisme mikroaerofilik, membutuhkan oksigen hanya dalam konsentrasi rendah (20%). Kuman ini dapat mati jika terpapar dengan oksigen, antiseptik, sabun, pemanasan, pengeringan sinar matahari dan penyimpanan di refrigerator (Elvinawaty, 2014) Bakteri ini berkembang biak dengan pembelahan melintang dan menjadi sangat invasif, patogen persisten dengan aktivitas toksigenik yang kecil dan tidak mampu bertahan hidup diluar tubuh host mamalia. Kemampuan metabo-lisme dan adaptasinya minimal dan cenderung kurang, hal ini dapat dilihat dari banyak jalur

7

seperti siklus asam trikarboksilik, komponen fosforilasi oksidatif dan banyak jalur biosintesis lainnya. Keseimbangan penggunaan dan toksisitas oksigen adalah kunci pertumbuhan dan ketahanan Treponema pallidum. Organisme ini juga tergantung pada sel host untuk melindunginya dari radikal oksigen, karena Treponema pallidum membutuhkan oksigen untuk metabolisme tetapi sangat sensitif terhadap efek toksik oksigen (Elvinawaty, 2014). Treponema pallidum akan mati dalam 4 jam bila terpapar oksigen dengan tekanan atmosfer 21%. Keadaan sensitivitas tersebut dikarenakan bakteri ini kekurangan superoksida dismutase, katalase, dan oxygen radical scavengers. Super-oksida dismutase yang mengkatalisis perubahan anion superoksida menjadi hidrogen peroksida dan air, tidak ditemukan pada kuman ini (Elvinawaty, 2014). Kebanyakan kuman yang berada diluar sel akan terbunuh oleh fagosit tetapi ada sejumlah kecil Treponema yang dapat tetap bertahan di dalam sel makrofag dan di dalam sel lainya yang bukan fagosit misalnya sel endotel dan fibroblas. Keadaan tersebut dapat menjadi petunjuk mengapa Treponema pallidum dapat hidup dalam tubuh manusia dalam jangka waktu yang lama, yaitu selama masa asimtomatik yang merupakan ciri khas dari penyakit sifilis. Sifat invasif Treponema sangat membantu memperpanjang daya tahan kuman di dalam tubuh manusia (Elvinawaty, 2014). 

Pembelahan Binner Melintang Pembelahan biner melintang adalah pembelahan yang diawali dengan

terbentuknya dinding melintang yang memisahkan satu sel bakteri menjadi dua sel anak. Dua sel bakteri ini mempunyai bentuk dan ukuran sama (identik). Sel anakan hasil pembelahan ini akan membentuk suatu koloni yang dapat dijadikan satu tanda pengenal untuk jenis bakteri. Misalnya, bakteri yang terdiri dari sepasang sel (diplococcus), delapan sel membentuk kubus (sarcina), dan berbentuk rantai (streptococus). Untuk bakteri Treponema pallidum, sel anakan akan berbentuk spiral (Artikel Biologi, 2013). Berikut bagan ilustrasi perkembangbiakan bakteri dengan pembelahan biner melintang, dihasilkan dua sel anak yang identik.

8

(Sumber: Pelczar,M.J., dan Chan, 1986)

Pengamatan bakteri Treponema pallidum, pada testis seekor kelinci yang terkena penyakit sifilis.

Gambar. 1. Selama 9 jam, maserasi testis kelinci di media thioglycollate. Segmen spirochete menunjukkan perkembangan gemma dengan granul basal. Gambar 2. Selama 72 jam,

maserasi testis kelinci di media thioglycollate.

Gemrna muda melekat pada bentuk spiral. Gambar. 3 dan 4. Selama 5 hari, maserasi testis kelinci di media thioglycollate. Lateral Gemmae dengan butiran padat didalamnya.

9

Gambar. 5 dan 6. Selama 5 hari, maserasi testis kelinci di media thioglycollate. Terminal gemmae dengan butiran basilar padat didalamnya. Gambar. 7. Selama 7 hari, maserasi testis kelinci di media thioglycollate. Termina gemmae sedikit lebih tua, setiap ujungnya terdapat granul. Gambar. 8. Selama 3 hari, maserasi testis kelinci di media thioglycollate. Spiral dengan stipitate terminal gemma. Gambar. 9 dan 10. Selama 5 hari, maserasi testis kelinci di media thioglycollate. Bentuk spiral dengan dua terminal gemmae terpasang di ujung yang sama. Gambar. 11. Selama 5 hari, maserasi testis kelinci di media thioglycollate. Bentuk spiral dengan terminal gemma kecil dengan granul basilar di kutub yang lebih rendah, dan gemma yang lebih besar di dekat kutub atas. Granul yang terdapat dalam gemma bebas dipandang elongasi. Gambar. 12. Selama 7 hari, maserasi testis kelinci di media thioglycollate. Bentuk spiral

dengan

dua

Gemmae

terpasang

menunjukkan

derajat

pemanjangan dan granul yang terdapat dalam batang melengkung. Gambar. 13. Selam 4 hari, maserasi testis kelinci di media thioglycollate. Bentuk spiral dengan tiga Gemmae yang ukurannya berbeda dari diferensiasi awal terjadi. Gambar. 14. Selam 5 hari, maserasi testis kelinci di media thioglycollate. Bentuk spiral dengan gemma muda dan gemma bebas di mana batang melengkung membentuk spirochete muda yang jelas. Gambar. 15. Selama 5 hari, maserasi testis kelinci di media thioglycollate. Bentuk spiral dewasa dengan dua Gemmae muda tergeletak bebas dekatnya. Butiran hadir di setiap gemmae. Gambar. 16. Preparat yang segar,

maserasi testis kelinci di media kaldu

thioglycollate. Bentuk spiral yang memproduksi beberapa Gemmae tunggal dan kelompok. Gambar. 17 sampai 29. Preparat dengan berbagai usia dari bahan maserasi testis. Tahapan dalam pengembangan Gemmae dibebaskan menjadi kista unispirochetal.

10

Gambar. 30 dan 31. Preparat dari maserasi bahan testis. Kista Unispirochetal dengan spirochetes muda melingkar didalamnya. (Delamater, 1950). 2.5 Patogenesis Treponema pallidum Penularan bakteri ini biasanya melalui hubungan seksual (membran mukosa vagina danuretra), kontak langsung dengan lesi/luka yang terinfeksi atau dari ibu yang menderita sifilis ke janinnya melalui plasenta pada stadium akhir kehamilan. Treponema pallidum masuk dengan cepat melalui membran mukosa yang utuh dan kulit yang lecet, kemudian kedalam kelenjar getah bening, masuk aliran darah, kemudian menyebar ke seluruh organ tubuh. Bergerak masuk keruang intersisial jaringan dengan cara gerakan cork-screw (seperti membuka tutup botol). Beberapa jam setelah terpapar terjadi infeksi sistemik meskipun gejala klinis dan serologi belum kelihatan pada saat itu (Brown, 2013). Darah dari pasien yang baru terkena sifilis ataupun yang masih dalam masa inkubasi bersifat infeksius. Waktu berkembangbiak Treponema pallidum selama masa aktif penyakit secara invivo 30-33 jam. Lesi primer muncul di tempat kuman pertama kali masuk, biasa-nya bertahan selama 4-6 minggu dan kemudian sembuh secara spontan. Pada tempat masuknya, kuman mengadakan multifikasi dan tubuh akan bereaksi dengan timbulnya infiltrat yang terdiri atas limfosit, makrofag dan sel plasma yang secara klinis dapat dilihat sebagai papul. Reaksi radang tersebut tidak hanya terbatas di tempat masuknya kuman tetapi juga di daerah perivaskuler (Treponema pallidum berada diantara endotel kapiler dan sekitar jaringan), hal ini mengakibatkan hipertrofi endotel yang dapat menimbulkan obliterasi lumen kapiler (endarteritis obliterans). Kerusakan vaskular ini mengakibatkan aliran darah pada daerah papula tersebut berkurang sehingga terjadi erosi atau ulkus dan keadaan ini disebut chancre. (Plorde, 1994 ) Informasi mengenai patogenesis sifilis lebih banyak didapatkan dari percobaan hewan karena keterbatasan informasi yang dapat diambil dari penelitian pada manusia.Penelitian yang dilakukan pada kelinci percobaan, dimana dua Treponema pallidum diinjeksikan secara intrakutan, menyebabkan lesi

11

positif lapangan gelap pada 47% kasus. Peningkatan kasus mencapai 71% dan 100% ketika 20 dan 200.000 Treponema pallidum diinokulasikan secara intrakutan pada kelinci percobaan. Periode inkubasi bervariasi tergantung banyaknya inokulum,sebagai contoh 10 Treponema pallidum akan menimbulkan chancre dalam waktu 5-7 hari. Organisme ini akan muncul dalam waktu menit didalam kelenjar limfe dan menyebar luas dalam beberapa jam didalam kelenjar limfe dan menyebar luas dalam beberapa jam (Romanowski, 1999). Meskipun mekanisme Treponema pallidum masuk sel masih belum diketahui secara pasti.Beberapa peneliti

menyatakan bahwa perlekatan

Treponema pallidum dengan sel host melalui spesifik ligan yaitu molekul fibronektin (Elvinawaty, 2014). Terdapat empat stadium yang menjelaskan penyakit sifilis dan gejalanya, diantaranya: 1. Stadium Dini (primer) Penyakit sifilis dan gejalanya muncul tiga minggu setelah infeksi, timbul kepada tempat masuknya treponema pallidum. Lesi gejala sifilis pada umumnya hanya satu. Terjadi efek primer biasanya dimulai dengan munculnya luka infeksi berupa penonjolan-penonjolan kecil yang erosive, berukuran 1-2 cm, berbentuk bulat, dasarnya bersih, merah, kulit disekitarnya tampak meradang, dan bila diraba ada pengerasan. Luka seperti ini sering disebut chancre. Kelainan ini tidak nyeri. Dalam beberapa hari, erosi dapat berubah menjadi ulkus berdinding tegak lurus, sedangkan sifat lainnya seperti pada efek primer. Keadaan ini dikenal sebagai ulkus durum. Siapa pun yang menyentuh luka yang terinfeksi sifilis tersebut dapat tertular dengan sendirinya. Sekitar tiga sampai empat minggu kemudian terjadi penjalaran kekelenjar getah bening di daerah lipat paha. Kelenjar tersebut membesar, padat, kenyal pada perabaan, tidak nyeri, tunggal dan dapat digerakkan bebas dari sekitarnya. Keadaan ini disebut sebagai sifilis stadium 1 kompleks primer. Lesi umumnya terdapat pada alat kelamin, dapat pula di bibir, lidah, tonsil, puting susu, jari dan anus. Tanpa pengobatan, lesi dapat

12

hilang spontan dalam 4-6 minggu, cepat atau lambatnya bergantung pada besar kecilnya lesi. 2. Stadium Sekunder Pada umumnya penyakit sifilis dan gejalanya yang ada pada stadium II atau stadium sekunder ini muncul, saat sifilis stadium I sudah sembuh. Waktu antara sifilis I dan II umumnya antara 6-8 minggu yang berkembang 4-10 minggu setelah munculnya chancre. Kadang-kadang terjadi masa transisi, yakn isi filis I masih ada sat timbul gejala stadium II. Sifat yang khas pada gejala sifilis adalah jarang ada rasa gatal. Gejala sifilis konstitusi seperti nyeri pada kepala, demam, anoreksia, nyeri pada tulang, dan leher yang biasanya mendahului, nyeri otot, sakit tenggorokan, serta gejala lain seperti flu, ruam seluruh tubuh (biasanya pada telapak tangan dan kaki), sakit kepala, nafsu makan menurun, rambut rontok, dan pembengkakan kelenjar getah bening, kadang-kadang bersamaan dengan kelainan pada kulit. Kelainan kulit yang timbul berupa bercak-bercak atau tonjolan-tonjolan kecil. Tidak terdapat gelembung bernanah. Sifilis stadium II seringkali disebut sebagai The Greatest Immitator of All Skin Diseases karena bentuk klinisnya menyerupai banyak sekali kelainan kulit lain. Selain pada kulit, stadium ini juga dapat menganai selaput lender dan kelenjar getah bening di seluruh tubuh. Biasanya raum memiliki warna coklat kemerahan, kecil dengan ukuran 2 cm yang dalam beberapa kasus lain terlihat masalah kulit biasa. 3. Stadium Laten Lesi yang khas adalah guma yang dapat terjadi 3-7 tahun setelah infeksi atau sekitar 1-2 tahun pertama yang ditandai dengan kambuhnya ciri-ciri penyakit sifilis dan gejalanya yang terlihat pada fase sebelumnya. Guma umumnya satu, dapat multiple, ukuran milimeter sampai berdiameter beberapa sentimeter. Guma dapat timbul pada semua jaringan dan organ, termasuk tulang rawan pada hidung dan dasar mulut. Guma juga dapat ditemukan pada organ dalam seperti lambung, hati, limpa, paru-paru, testis dan sebagainya. Kelainan lain berupa nodus di bawah kulit, kemerahan dan nyeri.

13

Namun, kemungkinan untuk ibu hamil masih bisa mengeluarkan dan menularkan penyakit sifilis ini kepada bayi dalam kandungannya. Stadium laten mungkin hanya berlangsung sekitar 1 tahun, namun pada umumnya dapat terjadi hingga 5-20 tahun lamanya. Penyakit sifilis dan gejalanya tidak memiliki

tanda-tanda

tertentu,

namun

ada

beberapa

cara

untuk

mendiagnosis penyakit sifilis ini dengan cara melakukan tes darah atau menanyakan tentang riwayat penyakit sifilis kepada dokter yang pernah merawat anda. 4. Sifilis Tersier Termasuk

dalam

kelompok

gejala

sifilis

ini

adalah

sifilis

kardiovaskuler dan neurosifilis (pada jaringan saraf). Umumnya timbul 1020 tahun setelah infeksi primer. Sejumlah 10% penderita sifilis akan mengalami stadium ini. Pria dan orang kulit berwarna lebih banyak terkena. Kematian karena sifilis terutama disebabkan oleh stadium ini. Pada stadium ini akan mengalami masalah komplikasi yang terjadi pada jantung, otak, kulit, dan tulang. (Elvinawaty, 2014). Treponema pallidum memiliki sedikitnya 3 faktor virulensi yang secara parsial menetralkan respons imun. Zat glikosaminoglikan yang serupa dengan asam hialuronat bekerja sebagai faktor antikomplemen. Polisakarida berantai lurus panjang ini melapisi seluruh permukaan luar organisme. Zat tersebut mengganggu daya bunuh bakteri Treponema pallidum melalui jalur komplemen klasik (tergantung anti bodi). Disamping itu Treponema pallidum membawa asam sialat pada permukaannya, yang dapat memperlambat aktivasi dan pembunuhan melalui jalur

komplemen

alternative

(tidak

tergantung

antibodi).

Treponema

pallidum tampaknya memiliki suatu jalur siklooksigenase yang utuh dan mampu membentuk prostaglandin E2-nya sendiri dan mampu menghambat pemrosesan imun dini dengan cara merangsang kegiatan supresor dari makrofag (Muliawan, 2008).

2.6 Diagnosis, Pencegahan, dan Pengobatan Sifilis

14

Sifilis primer didiagnosis berdasarkan gejala klinis ditemukannya satu atau lebih chancre (ulser). Pemeriksaan Treponema pallidum dengan mikroskop lapangan gelap dan DFA-TP positif. Sifilis sekunder ditandai dengan ditemukannya

lesi

mukokutaneus

yang

terlokalisir

atau

difus

dengan

limfadenopati. Terkadang chancre masih ditemukan. Pemeriksaan mikroskop lapangan gelap dan DFA-TP positif. Sifilis laten tanpa gejala klinis sifilis dengan pemeriksaan nontreponemal dan treponemal reaktif (tanpa diagnosis sifilis sebelumnya), riwayat terapi sifilis dengan titer uji nontreponemal yang meningkat dibandingkan dengan hasil titer nontreponemal sebelumnya. Sifilis tersier ditemukan guma dengan pemeriksaan treponemal reaktif, sekitar 30% dengan uji nontreponemal yang tidak reaktif (Prince, 2006). Meskipun Treponema pallidum tidak dapat di kultur secara invitro, ada banyak tes untuk mendiagnosis sifilis secara langsung dan tidak langsung. Belum ada uji tunggal yang optimal. Metode diagnostik langsung termasuk pemeriksaan mikroskop dan amplifikasi asam nukleat dengan polymerase chain reaction (PCR). Diagnosis secara tidak langsung berdasarkan uji serologi untuk mendeteksi antibodi (Elvinawaty, 2014). Pemeriksaan serologi biasanya dilakukan pada pasien sifilis laten dan sifilis stadium tersier, karena pada keadaan tersebut lesi pada kulit dan mukosa tidak ditemukan lagi. Pemeriksaan serologi ini berguna untuk mendeteksi antibodi terhadap Treponema pallidum. Ada dua jenis pemeriksaan serologi pada Treponema pallidum yaitu; uji nontreponemal dan treponemal. Uji nontreponemal biasanya digunakan untuk skrining karena biayanya murah dan mudah dilakukan. Uji treponemal digunakan untuk konfirmasi diagnosis. (Prince, 2006). A. Uji Serologi Nontreponemal Uji nontreponemal yang paling sering dilakukan adalah uji VDRL dan RPR. Pemeriksaan ini digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen yang terdiri dari kardiolipin, kolesterol, dan lesitin yang sudah terstandardisasi. Uji serologi nontreponemal ini merupakan uji yang

15

dianjurkan untuk memonitor perjalanan penyakit selama dan setelah pengobatan, karena pemeriksaannya mudah, cepat dan tidak mahal. 1. Uji Venereal Disease Research Laboratory Pemeriksaan sifilis dengan metode VDRL mudah dilakukan, cepat dan sangat baik untuk skrining. Uji VDRL dilakukan untuk mengukur antibodi IgM dan IgG terhadap materi lipoidal (bahan yang dihasilkan dari sel host yang rusak) sama halnya seperti lipoprotein, dan mungkin kardiolipin berasal dari treponema. Antibodi antilipoidal adalah antibodi yang tidak hanya berasal dari sifilis atau penyakit yang disebabkan oleh treponema lainnya, tetapi dapat

juga

berasal

dari

hasil

respons

terhadap

penyakit

nontreponemal, baik akut ataupun kronik yang menimbulkan kerusakan jaringan. -

Prinsip Pemeriksaan Uji venereal disease research laboratory (VDRL) merupakan pemeriksaan

slide

microflocculation

untuk

sifilis

yang

menggunakan antigen yang terdiri dari kardiolipin, lesitin, dan kolesterol. Antigen tersebut disuspensikan dalam cairan bufer salin, membentuk flocculates ketika digabungkan dengan antibodi lipoidal pada serum atau cairan serebrospinal pasien sifilis. 2. Plasma Reagin Uji rapid plasma reagin (RPR) 18-mm circle card merupakan pemeriksaan

makroskopis,

menggunakan

kartu

flocculation

nontreponemal. Antigen dibuat dari modifikasi suspensi antigen VDRL yang terdiri dari choline chloride, EDTA dan partikel charcoal. Antigen RPR dicampur dengan serum yang dipanaskan atau tidak dipanaskan atau plasma yang tidak dipanaskan diatas kartu yang dilapisi plastik. Pemeriksaan RPR mengukur antibodi IgM dan IgG terhadap materi lipoidal, dihasilkan dari kerusakan sel

16

host sama seperti lipoprotein, dan mungkin kardiolipin dihasilkan dari treponema. Antibodi antilipoidal merupakan antibodi yang diproduksi tidak hanya dari pasien sifilis dan penyakit treponemal lainya,

tetapi

juga

sebagai

respons

terhadap

penyakit

nontreponemal akut dan kronik yang menyebabkan kehancuran jaringan. Jika di dalam sampel ditemukan antibodi, maka akan berikatan dengan partikel lipid dari antigen membentuk gumpalan. Partikel charcoal beraglutinasi dengan antibodi dan kelihatan seperti gumpalan di atas kartu putih. Apabila antibodi tidak ditemukan didalam sampel, maka akan kelihatan campuran berwarna abu-abu. B. Uji Serologi Treponemal: Uji serologi treponemal termasuk pemeriksaan serum dengan metode Fluorescent treponemal antibody absorption (FTA-ABS) dan Treponema pallidum particle agglutination (TP-PA) terhadap Treponema pallidum. Pemeriksaan ini mendeteksi antibodi terhadap antigen treponemal dan memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan uji nontreponemal, terutama sifilis lanjut. 1. Fluorescent Treponemal Antibody Absorption Pemeriksaan FTA-ABS menggunakan teknik antibodi flouresens secara tidak langsung, sebagai pemeriksaan konfirmasi terhadap sifilis. Pemeriksaan ini menggunakan antigen Treponema pallidum subsp. Pallidum (strain Nichols). Serum pasien yang telah diencerkan 1:5 dengan sorbent (ekstrak dari kultur Treponema phagedenis, Reiter treponema), untuk menghilangkan beberapa antibodi treponema yang ditemukan pada sebahagian pasien, dalam hal merespons treponema nonpatogenik. Selanjutnya ditempelkan di atas slide yang sebelumnya telah difiksasi dengan Treponema pallidum. Jika serum pasien mengandung antibodi, maka antibodi tersebut akan melapisi treponema. Fluorescein isothiocyanate (FITC)-labeled

antihuman

immunoglobulin

ditambah-kan,

17

kemudian akan terbentuk ikatan dengan antibodi IgG dan IgM pasien yang melekat pada Treponema pallidum. Ikatan ini akan terlihat dan diperiksa dibawah mikroskop fluoresens. 2. Treponema pallidum Particle Agglutination Pemeriksaan TP-PA merupakan pemeriksaan serologi, mendeteksi antibodi beberapa spesies dan subspesies treponema patogenik penyebab sifilis, yaws, pinta, bejel. Pemeriksaan dengan metode ini digunakan sebagai pemeriksaan konfirmasi, pengganti pemeriksaan dengan microhemagglutination assay for antibodies to Treponema pallidum (MHA-TP). Prosedur pemeriksaan

adalah

aglutinasi

pasif

berdasarkan

aglutinasi partikel gel yang disensitisasi dengan antigen Treponema pallidum oleh antibodi serum pasien. Serum yang mengandung antibodi terhadap treponema patogen bereaksi dengan partikel gel yang disensitisasi dengan sonicated Treponema pallidum, Nichols strain (antigen), untuk membentuk anyaman aglutinasi partikel gel yang halus didalam microtiter tray well. Jika antibodi tidak ada, maka partikel akan berada pada bahagian bawah tray well, membentuk tonjolan padat yang tidak beraglutinasi. (Elvinawaty, 2014).

Terdapat beberapa cara pencegahan sifilis, diantaranya adalah: •

Berhenti melakukan kontak seksual dalam jangka waktu lama



Memiliki satu pasangan tetap untuk melakukan hubungan seksual



Menghindari alkohol dan obat-obat terlarang



Membicarakan secara terbuka mengenai riwayat penyakit kelamin yang dialami bersama pasangan

18



Biasakan menggunakan kondom bila harus berhubungan seksual dengan orang yang tidak dikenal (Wibowo, 2012).

Beberapa metode pengobatan, antara lain: 1) Sifilis primer dan sekunder (Stadium I dan II)  Penisilin benzatin G dosis 4,8 juga unit injeksi intramuskular (2,4 juta/ 

kali) dan diberikan satu kali seminggu atau Penisilin prokain dalam aqua dengan dosis 600.000 unit injeksi



intramuskular sehari selama 10 hari, atau Penisilin prokain + 2% alumunium monostearat, dosis total 4,8 juta

unit, diberikan 2,4 juga unit/ kali sebanyak 2 kali seminggu. 2) Sifilis laten  Penisilin benzatin, dosis total 7,2 juga unit, atau  Penisilin prokain dalam aqua dengan dosis total 12 juga unit (600.000 

unit sehari). Penisilin prokain + 2% alumunium monostearat, dosis total 7,2 juta unit (diberikan 1,2 juga unit/ kali, 2 kali seminggu).

3) Sifilis stadium III   

Penisilin benzatin dengan dosis total 9,6 juta unit, atau Penisilin dengan prokain dalam aqua dengan dosis total 18 juta unit (600.000 unit sehari) Penisilin prokain + 2% alumunium monostearat, dosis total 9,6 juta unit (diberikan 1,2 juta unit/kali, 2 kali seminggu) (Wicaksono, 2013)

Catatan:  Untuk pasien sifilis I dan II yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan: - Tetrasiklin 500 mg per oral 4x sehari selama 15 hari, atau - Eritromisin 500 mg per oral 4x sehari selama 15 hari.  Untuk pasien sifilin laten lanjut (> 1 tahun) yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan : - Tetrasiklin 500 mg per oral 4x sehari selama 30 hari

19

-

Eritromisin 500 mg per oral 4x sehari selama 30 hari (Wicaksono, 2013)

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

20

1. Treponema pallidum merupakan bakteri gram negatif, berbentuk spiral yang ramping dengan lebar kira-kira 0,2 µm dan panjang 5-15 µm. Bersifat motile yang umumnya menginfeksi melalui kontak seksual langsung, masuk ke dalam tubuh inang melalui celah diantara sel epitel. 2. Media pertumbuhan Treponema pallidum yang patogen hanya dapat dibiakkan pada testis kelinci dengan waktu pembelahan (generation time) sekitar 30 jam dan Treponema pallidum yang non-patogen dapat dibiakan secara anaerob in vitro. 3. Siklus hidup Treponema pallidum adalah memperbanyak diri dengan cara membelah diri secara transversal di dalam tubuh hospes maupun pada hewan coba. Patogenesisnya adalah Manusia merupakan hospes alami satu-satunya bagi Treponema pallidum, dan infeksi terjadi melalui kontak seksual lalu Organisme ini menembus mukosa atau masuk melalui kulit yang mempunyai luka kecil dan setelah berada di dalam hospes, organisme tersebut akan memperbanyak dan segera memasuki aliran darah dan pembuluh limfe dan menyebar ke jaringan lain dan menambatkan dirinya. 4. Penyakit yang disebabkan oleh Treponema pallidum salah satunya adalah sifilis. Sifilis dapat menyebabkan efek serius seperti kerusakan sistem saraf, jantung, atau otak. Sifilis yang tak terawat dapat berakibat fatal. 5. Sifilis dapat mempertinggi risiko terinfeksi HIV. Hal ini dikarenakan oleh lebih mudahnya virus HIV masuk ke dalam tubuh seseorang bila terdapat luka. 6. Gejala umum sifilis adalah luka kecil dekat vagina (wanita), ulkus berupa benjolan keras dekat penis (Pria) atau dapat terjadi di bibir dalam mulut dan sekitar mulut, bercak di sekujur tubuh, bintik di mulut (seperti sariawan), tidak enak badan, hilang nafsu makan, mual , lelah, demam dan anemia. 7. Diagnosis Treponema pallidum dengan cara TSS (Test Serologic for Syphilis) Trepenormal dan Non Trepenomal. 8. Pencegahan infeksi Treponema pallidum adalah menghindari berhubungan sex dengan lebih dari satu pasangan, menjalani screening test, hindari alkohol dan obat-obatan terlarang, gunakan kondom ketika berhubungan seksual.

21

9. Gejala stadium I (infeksi pada alat kelamin), gejala stadium II (infeksi pada kulit), gejala stadium III (infeksi pada hampir semua organ) dan stadium laten dapat diobati dengan Penisilin benzatin G, Penisilin prokain atau Penisilin prokain + 2% alumunium monostearat dengan berbagai dosis. 3.2

Saran Menyadari bahwa penyusunmasihjauhdari kata sempurna, kedepannya

penyusunakan lebih fokus dan rinci dalam menjelaskan tentang Treponema pallidum dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan bervariasi yang tentunya dapat di pertanggungjawabkan.

DAFTAR PUSTAKA Aman M. 2010. Penelitian Prevalensi HIV dan Sifilis serta Prilaku Berisiko Terinfeksi HIV pada Narapidana di Lapas/Rutan di Indonesi. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM. Tersedia dari: www.desentralisasi-kesehatan.net/index.php?...id [Diakses 29 November 2014]

22

Artikel

Biologi.

2013.

Reprodusi

Bakteri.

Tersedia

Online

http://www.artikelbiologi.com/2013/10/reproduksi-bakteri.html

di

[Diakses

29 November 2014] Brown WJ. 2013. Biology of treponema pallidum. In: Pathophysiology of Syphilis, HealthGuidance. Tersedia di: http://www. healthguidance.org/ [Diakses 29 November 2014] Delamater, Richter,

dkk. 1950. Studies On The Life Cycle Of Spirochetes.

Philadelphia : Department of Dermatology and Syphilology, University of Pennsylvania Media School. Elvinawaty, Efrida. 2014.

Imunopatogenesis Treponema pallidum dan

Pemeriksaan Serologi. Tersedia online di http://jurnal.fk.unand.ac.id/pdf [Diakses 29 November 2014] Jawetz, Melnick, Adelberg. 2004. Spiroketa & mikroorganisme spiral lainnya Dalam: Mikrobiologi Kedokteran, 23th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. hlm. 338-42. Lafond RE, Lukehart SA. 2006. Biological basis for syphilis. Clin. Microbiol. Rev.;(19): 29. Muliawan, Silvia Y. 2008. Bakteri Spiral Patogen (Treponema, Leptospira, dan Borellia). Jakarta: Erlangga. Norris SJ. 1993. Polypeptides of treponema pallidum: progress toward understanding their structural, functional, and immunologic rolest’ in Microbiological Reviews.; (57):750-79. Pelczar, M.J., and Chan, E. C. S. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi 2. Jakarta: Universitas Indonesia. Plorde JJ. 1994. Treponemain Spirochetes, Sherris Medical Microbiology An Introduction to Infectious Diseases, 3th ed, editor Ryan KJ. Printice Hall International Inc. hlm; 385-90. Prince SA, Wilson LM. 2006. Sifilis dalam Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit, 6th. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.hlm. 133840.

23

Ratnam S. 2005. The laboratory diagnosis of syphilis. Can J Infect Dis Med Microbiol, Canadian STI Best Practice Laboratory Guidelines.; (16): No. 1 Ryan KJ. 2004. Spirochetes, in Sherris Medical Microbiology, 4th ed, editor Ryan KJ, Ray CG. New York: Mcgraw-Hill Medical Publishing Division. hlm. 421-9. Singh AE, Romanowski B. 1999. Syphilis: review with emphasis on clinical, epidemiologic, and some biologic features, in Clinical Microbiology Reviews.; (12); 187–209. Wibowo, J. 2012. Sifilis. Tersedia di http://www.penyakitkelamin.net/beberapacara-pencegahan-sifilis/ [Diakses pada tanggal 28 November 2014] Wicaksono,

Emirza

Nur.

2013.

Sifilis.

Tersedia

di

http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2013/01/17/sifilis/ [diakses pada tanggal 28 November 2014]

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF