02-PERDOSSI-SPM
August 30, 2017 | Author: dilla_mariam | Category: N/A
Short Description
Download 02-PERDOSSI-SPM...
Description
Standar Pelayanan Medis Neurologi
DAFTAR ISI
Hal
1. Epilepsi dan Gangguan Kejang lain .......................................................... 9 2. Neurovaskular ............................................................................... ............. 18 3. Neuroinfeksi ................................................................................... ............. 24 4. Neurogeriatri ................................................................................. .............. 51 5. Neuronkologi ................................................................................. ............. 60 6. Nyeri .............................................................................................. ............... 63 7. Sefalgia .......................................................................................... ............... 73 8. Movement Disorder ................................................................................... 89 9. Neurotrauma ……………………………………………………………..112 10. Saraf Tepi, Otonom dan Otot ...................................................................120 11. Dekompresi .................................................. ...............................................139 12. Intensif / Emergency .................................................................................1 42 13. Neuroimunologi ............................................ .............................................150 14. Neurootologi ................................................. ..............................................157 15. Sleep Disorder ......................................................................................... ...162 16. Neuropediatri/Neurodevelopment ................ .........................................190
Standar Pelayanan Medis Neurologi
8
Standar Pelayanan Medis Neurologi
9
EPILEPSI ICD G40 KRITERIA DIAGNOSIS: Klinis: Suatu keadaan neurologik yang ditandai oleh bangkitan epilepsi yang berulang, yang timbul tanpa provokasi. Sedangkan, bangkitan epilepsy sendiri adalah suatu manifestasi klinik yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang abnormal, berlebih dan sinkron, dari neuron yang (terutama) terletak pada korteks serebri. Aktivitas paroksismal abnormal ini umumnya timbul intermiten dan ‘self-limited’. Sindroma Epilepsi adalah penyakit epilepsi yang ditandai oleh sekumpulan gejala yang timbul bersamaan ( termasuk tipe bangkitan, etiologi, anatomi, faktor presipitan usia saat awitan, beratnya penyakit, siklus harian dan prognosa) Klasifikasi Epilepsi: (menurut ILAE tahun 1989) I. Berhubungan dengan lokasi A. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan) 1. Benign childhood epilepsy with centro-temporal spikes 2. Childhood epilepsy with occipital paroxysmal 3. Primary reading epilepsy B. Simptomatik (dengan etiologi yang spesifik atau nonspesifik) 1. Chronic progressive epilepsia partialis continua of childhood (Kojewnikow’s syndrome) 2. Syndromes characterized by seizures with specific modes of precipitation 3. Epilepsi lobus Temporal/ Frontal/ Parietal/ Ocipital C. Kriptogenik II. Umum A. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan) 1. Benign neonatal familial convulsions 2. Benign neonatal convulsions 3. Benign myoclonic epilepsy in infancy 4. Childhood absence epilepsy (pyknolepsy) 5. Juvenile absence epilepsy 6. Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal) 7. Epilepsies with grand mal (GTCS) seizures on awakening 8. Others generalized idiopathic epilepsies not defined above 9. Epilepsies with seizures precipitated by specific modes of activation
Standar Pelayanan Medis Neurologi
10
B. Kriptogenik / Simptomatik 1. West syndrome (infantile spasms, blitz Nick-Salaam Krampfe) 2. Lennox-Gastaut syndrome 3. Epilepsy with myoclonic-astatic seizures 4. Epilepsy with myoclonic absence C. Simptomatik (dengan etiologi yang spesifik atau nonspesifik) 1. Dengan etiologi yang Nonspesifik a. Early myoclonic encephalopathy b. Early infantile epileptic encephalopathy with suppression burst c. Other symptomatic generalized epilepsies not defined above 2. Sindroma spesifik a. Bangkitan epilepsi yang disebabkan oleh penyakit lain III. Tidak dapat ditentukan apakah fokal atau umum 1. Campuran bangkitan umum dan fokal a. Neonatal seizures b. Severe myoclonic epilepsy in infancy c. Epilepsy with continuous spike wave during slow-wave sleep d. Acquired epileptic aphasia (Landau-Kleffner syndrome) e. Other undetermined epilepsies 2. Campuran bangkitan umum atau fokal (sama banyak) IV. Sindrom khusus 1. Bangkitan yang berhubungan dengan situasi a. Febrile convulsion b. Isolated seizures atau isolated status epilepticus c. Seizures occurring only when there is an acute metabolic or toxic event, due to factors such as alcohol, drugs, eclampsia, nonketotic hyperglycemia Klasifikasi Bangkitan Epilepsi: (menurut ILAE tahun 1981) I. Bangkitan Parsial ( fokal) A. Parsial sederhana 1. Disertai gejala motorik 2. Disertai gejala somato-sensorik 3. Disertai gejala psikis 4. Disertai gejala autonomik B. Parsial kompleks 1. Disertai dengan gangguan kesadaran sejak awitan dengan atau tanpa automatism 2. Parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran dengan atau tanpa automatism C. Parsial sederhana yang berkembang menjadi umum sekunder 1. Parsial sederhana menjadi umum tonik klonik 2. Parsial kompleks menjadi umum tonik klonik 3. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi umum tonik klonik
Standar Pelayanan Medis Neurologi
11
II.
III.
Bangkitan Umum A. Bangkitan Lena (absence) & atypical absence B. Bangkitan Mioklonik C. Bangkitan Klonik D. Bangkitan Tonik E. Bangkitan Tonik-klonik F. Bangkitan Atonik Bangkitan yang tidak terklasifikasikan
Laboratorium/ Pemeriksaan Penunjang: 1. EEG 2. Laboratorium: (atas indikasi) A. Untuk penapisan dini metabolik Perlu selalu diperiksa: 1. Kadar glukosa darah 2. Pemeriksaan elektrolit termasuk kalsium dan magnesium Atas indikasi 1. Penapisan dini racun/toksik 2. Pemeriksaan serologis 3. Kadar vitamin dan nutrient lainnya Perlu diperiksa pada sindroma tertentu 1. Asam Amino 2. Asam Organik 3. NH3 4. Enzim Lysosomal 5. Serum laktat 6. Serum piruvat B. Pada kecurigaan infeksi SSP akut Lumbal Pungsi Radiologi 1. Computed Tomography (CT) Scan kepala dengan kontras 2. Magnetic Resonance Imaging kepala (MRI) 3. Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) : merupakan pilihan utama untuk epilepsi 4. Functional Magnetic Resonance Imaging 5. Positron Emission Tomography (PET) 6. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT) Gold standard 1. EEG iktal dengan subdural atau depth EEG 2. Long term video EEG monitoring Patologi Anatomi Hanya khas pada keadaan tertentu seperti hypocampal sclerosis dan mesial temporal sclerosis
Standar Pelayanan Medis Neurologi
12
DIAGNOSIS BANDING 1. Bangkitan Psychogenik 2. Gerak Involunter (Tics, head nodding, paroxysmal choreoathethosis/ dystonia, benign sleep myoclonus, paroxysmal torticolis, startle response, jitterness, dll.) 3. Hilangnya tonus atau kesadaran (sinkop, drop attacks, TIA, TGA, narkolepsi, attention deficit) 4. Gangguan respirasi (apnea, breath holding, hiperventilasi) 5. Gangguan perilaku (night terrors, sleepwalking, nightmares, confusion, sindroma psikotik akut) 6. Gangguan persepsi (vertigo, nyeri kepala, nyeri abdomen) 7. Keadaan episodik dari penyakit tertentu (tetralogy speels, hydrocephalic spells, cardiac arrhythmia, hipoglikemi, hipokalsemi, periodic paralysis, migren, dll) PENATALAKSANAAN Medikamentosa Pemilihan obat anti epilepsi (OAE) sangat tergantung pada bentuk bangkitan dan sindroma epilepsi, selain itu juga perlu dipikirkan kemudahan pemakaiannya. Penggunaan terapi tunggal dan dosis tunggal menjadi pilihan utama. Kepatuhan pasien juga ditentukan oleh harga dan efek samping OAE yang timbul Antikonvulsan Utama 1. Fenobarbital : dosis 2-4 mg/kgBB/hari 2. Phenitoin : 5-8 mg/kgBB/hari 3. Karbamasepin : 20 mg/kgBB/hari 4. Valproate : 30-80 mg/kgBB/hari Keputusan pemberian pengobatan setelah bangkitan pertama dibagi dalam 3 kategori: 1. Definitely treat (pengobatan perlu dilakukan segera ) Bila terdapat lesi struktural, seperti : a. Tumor otak b. AVM c. Infeksi : seperti abses, ensefalitis herpes Tanpa lesi struktural : a. Terdapatnya riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orang tua) b. EEG dengan gambaran epileptik yang jelas c. Riwayat bangkitan simpomatik d. Riwayat trauma kepala, stroke, infeksi SSP e. Status epilepstikus pada awitan kejang 2. Possibly treat (kemungkinan harus dilakukan pengobatan) Pada bangkitan yang tidak dicetuskan (diprovokasi) atau tanpa disertai faktor resiko diatas 3. Probably not treat (walaupun pengobatan jangka pendek mungkin diperlukan) a. Kecanduan alkohol b. Ketergantungan obat obatan
Standar Pelayanan Medis Neurologi
13
c. d. e. f.
Bangkitan dengan penyakit akut ( demam tinggi, dehidrasi, hipoglikemia) Bangkitan segera setelah benturan di kepala Sindroma epilepsi spesifik yang ringan , seperti kejang demam, BECT Bangkitan yang diprovokasi oleh kurang tidur
PEMILIHAN OAE BERDASARKAN TIPE BANGKITAN EPILEPSI
Tipe Bangkitan Bangkitan parsial (sederhana atau kompleks)
OAE lini pertama Fenitoin, karbamasepin (terutama untuk CPS), asam valproat
OAE lini kedua Acetazolamide, clobazam, clonazepam, ethosuximide, felbamate, gabapentin, lamotrigine, levetiracetam, oxcarbazepine, tiagabin, topiramate, vigabatrin, phenobarbital, pirimidone
Karbamasepin, phenitoin, asam valproat
Idem diatas
Bangkitan umum tonik klonik
Karbamazepin, phenytoin, asam valproat, phenobarbital
Acetazolamide, clobazam, clonazepam, ethosuximide, felbamate, gabapentin, lamotrigine, levetiracetam, oxcarbazepine, tiagabin, topiramate, vigabatrin, pirimidone
Bangkitan lena
Asam valproat, ethosuximide ( tidak tersedia di Indonesia)
Acetazolamide, clobazam, clonazepam, lamotrigine, phenobarbital, pirimidone
Bangkitan mioklonik
Asam valproat
Clobazam, clonazepam, ethosuximide, lamotrigine, phenobarbital, pirimidone, piracetam
Bangkitan umum sekunder
Penghentian OAE: dilakukan secara bertahap setelah 2-5 tahun pasien bebas kejang, tergantung dari bentuk bangkitan dan sindroma epilepsi yang diderita pasien (Dam,1997). Penghentian OAE dilakukan secara perlahan dalam beberapa bulan
Standar Pelayanan Medis Neurologi
14
STATUS EPILEPTIKUS
(ICD G 41.0) (Epilepsy Foundation of America’s Working Group on Status Epilepticus) Adalah bangkitan yang berlangsung lebih dari 30 menit atau dua atau lebih bangkitan, dimana diantara dua bangkitan tidak terdapat pemulihan kesadaran. Penanganan kejang harus dimulai dalam 10 menit setelah awitan suatu kejang. PENANGANAN STATUS EPILEPTIKUS Stadium Stadium I (0-10 menit)
Penatalaksanaan Memperbaiki fungsi kardio-respiratorik Memperbaiki jalan nafas, pemberian resusitasi
Stadium II (0-60 menit)
Memasang infus pada pembuluh darah besar Mengambil 50-100 cc darah untuk pemeriksaan lab Pemberian OAE emergensi : Diazepam 10-20 mg iv (kecepatan pemberian < 2-5 mg/menit atau rectal dapat diulang 15 menit kemudian . Memasukan 50 cc glukosa 40% dengan atau tanpa thiamin 250 mg intravena Menangani asidosis
Stadium III (0-60 – 90 menit)
Menentukan etiologi Bila kejang berlangsung terus 30 menit setelah pemberian diazepam pertama, beri phenytoin iv 15-18 mg/kgBB dengan kecepatan 50 mg/menit Memulai terapi dengan vasopresor bila diperlukan Mengoreksi komplikasi
Stadium IV (30-90 menit)
Bila kejang tetap tidak teratasi selama 30-60 menit, transfer pasien ke ICU, beri Propofol (2mg/kgBB bolus iv, diulang bila perlu) atau Thiopentone (100-250 mg bolus iv pemberian dalam 20 menit , dilanjutkan dengan bolus 50 mg setiap 2-3 menit), dilanjutkan sampai 12-24 jam setelah bangkitan klinis atau bangkitan EEG terakhir, lalu dilakukan tapering off. Memonitor bangkitan dan EEG, tekanan intracranial, memulai pemberian OAE dosis maintenance
Standar Pelayanan Medis Neurologi
oksigen,
15
Tindakan: 1. Operasi Indikasi operasi : a. Fokal epilesi yang intraktabel terhadap obat obatan b. Sindroma Epilepsi fokal dan simptomatik Kontraindikasi: Kontraindikasi absolut a. Penyakit neurologik yang progresif (baik metabolik maupun degeneratif) b. Sindroma epilepsi yang benigna, dimana diharapkan terjadi remisi dikemudian hari Kontraindikasi relatif: a. Ketidak patuhan terhadap pengobatan b. Psikosis interiktal c. Mental retardasi Jenis jenis operasi: a. Operasi reseksi; pada mesial temporal lobe, neokortikal b. Diskoneksi : korpus kalosotomi, multiple supial transection c. Hemispherektomi 2. Stimulasi Nervus vagus PENYULIT Prognosis pengobatan pada kasus kasus baru pada umumnya baik, pada 70–80% kasus bangkitan kejang akan berhenti dalam beberapa tahun pertama. Setelah bangkitan epilepsi berhenti, kemungkinan rekurensinya rendah, dan pasien dapat menghentikan OAE. Prognosis epilepsi akan menjadi lebih buruk bila terdapat hal-hal sebagai berikut: a. Terdapat lesi struktural otak b. Bangkitan epilepsi parsial c. Sindroma epilepsi berat d. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga e. Frekuensi bangkitan tonik-klonik yang tinggi sebelum dimulainya pengobatan f. Terdapat kelainan neurologis maupun psikiatris
Standar Pelayanan Medis Neurologi
16
KONSULTASI Konsultasi: (atas indikasi) 1. Bagian Psikiatri 2. Bagian Interna 3. Bagian Anak 4. Bagian Bedah Saraf 5. Bagian Anestesi ( bila pasien masuk ICU) JENIS PELAYANAN 1. Rawat jalan 2. Rawat inap Indikasi rawat : 1. Status Epileptikus 2. Bangkitan berulang 3. Kasus Bangkitan Pertama 4. Epilepsi intraktabel TENAGA: 1. Spesialis saraf 2. Epileptologist 3. Electro encephalographer 4. Psychologist 5. Teknisi EEG LAMA PERAWATAN 1. Pada kasus bukan status epileptikus: pasien dirawat sampai diagnosis dapat ditegakkan 2. Pada status epileptikus: pasien dirawat sampai kejang dapat diatasi dan pasien kembali ke keadaan sebelum status
Standar Pelayanan Medis Neurologi
17
Standar Pelayanan Medis Neurologi
18
STROKE Definisi : Stroke adalah suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi neurologis (defisit neurologik fokal atau global) yang terjadi secara mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian, yang semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak karena berkurangnya suplai darah (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah secara spontan (stroke perdarahan). Pembagian Stroke 1. Etiologis : 1.1. Infark : aterotrombotik, kardioembolik, lakunar 1.2. Perdarahan : Perdarahan Intra Serebral, Perdarahan Subarahnoid, Perdarahan Intrakranial et causa AVM 2. Lokasi : 2.1. Sistem Karotis 2.2. Sistem Vertebrobasiler Dasar Diagnosis : 1. Anamnesa dari pasien, keluarga atau pembawa pasien. 2. Pemeriksaan fisik : Keadaan umum, kesadaran (Glasgow Coma Scale/kwantitas/kwalitas ), tanda vital, status generalis, status neurologis. 3. Alat Bantu scoring (skala) : Siriraj Stroke Score ( SSS ), Algoritme Stroke Gajah Mada ( ASGM ). 4. Pemeriksaan penunjang : Pungsi lumbal (bila neuroimejing tidak tersedia). Neuroimejing : CT Scan, MRI, MRA, Angiografi, DSA. KRITERIA DIAGNOSIS Klinis : • Anamnesis: Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktifitas/istirahat, kesadaran baik/terganggu, nyeri kepala/tidak, muntah/tidak, riwayat hipertensi (faktor risiko strok lainnya), lamanya (onset),serangan pertama/ulang. • Pemeriksaan Fisik (Neurologis dan Umum) : Ada defisit neurologis, hipertensi/hipotensi/normotensi. Pemeriksaan penunjang Tergantung gejala dan tanda, usia, kondisi pre dan paska stroke, resiko pemeriksaan, biaya, kenyamanan pemeriksaan penunjang. Tujuan : Membantu menentukan diagnosa, diagnosa banding, faktor risiko, komplikasi, prognosa dan pengobatan.
Standar Pelayanan Medis Neurologi
19
Laboratorium Dilakukan pemeriksaan Darah Perifer Lengkap (DPL), Gula Darah Sewaktu (GDS), Fungsi Ginjal (Ureum, Kreatinin dan Asam Urat), Fungsi Hati (SGOT dan SGPT),Protein darah (Albumin, Globulin), Hemostasis, Profil Lipid (Kolesterol, Trigliserida, HDL, LDL), Homosistein, Analisa Gas Darah dan Elektrolit. Jika perlu pemeriksaan cairan serebrospinal. Radiologis • Pemeriksaan Rontgen dada untuk melihat ada tidaknya infeksi paru maupun kelainan jantung • Brain CT-Scan tanpa kontras (Golden Standard) • MRI kepala Pemeriksaan Penunjang Lain : • EKG • Echocardiography (TTE dan atau TEE) • Carotid Doppler (USG Carotis) • Transcranial Doppler (TCD) Golden Standard / Baku Emas CT-Scan kepala tanpa kontras DIAGNOSIS BANDING 1. Ensefalopati toksik atau metabolik 2. Kelainan non neurologis / fungsional ( contoh : kelainan jiwa ) 3. Bangkitan epilepsi yang disertai paresis Todd’s 4. Migren hemiplegik. 5. Lesi struktural intrakranial ( hematoma subdural, tumor otak, AVM ). 6. Infeksi ensefalitis, abses otak. 7. Trauma kepala. 8. Ensefalopati hipertensif. 9. Sklerosis multipel PENATALAKSANAAN / TERAPI Penatalaksanaan Umum 1. Umum : Ditujukan terhadap fungsi vital: paru-paru, jantung, ginjal, keseimbangan elektrolit dan cairan, gizi, higiene. 2. Khusus Pencegahan dan pengobatan komplikasi Rehabilitasi Pencegahan stroke : tindakan promotif, primer dan sekunder
Standar Pelayanan Medis Neurologi
20
Penatalaksanaan khusus 1. Stroke iskemik / infark : - Anti agregasi platelet : Aspirin, tiklopidin, klopidogrel, dipiridamol - Trombolitik : rt-PA (harus memenuhi kriteria inklusi) - Antikoagulan : heparin, LMWH, heparinoid (untuk stroke emboli) (Guidelines stroke 2004) - Neuroprotektan 2. Perdarahan subarakhnoid : - Antivasospasme : Nimodipin - Neuroprotektan 3. Perdarahan intraserebral: Konservatif: - Memperbaiki faal hemostasis (bila ada gangguan faal hemostasis) - Mencegah/mengatasi vasospasme otak akibat perdarahan : Nimodipine - Neuroprotektan Operatif: Dilakukan pada kasus yang indikatif/memungkinkan: - Volume perdarahan lebih dari 30 cc atau diameter > 3 cm pada fossa posterior. - Letak lobar dan kortikal dengan tanda-tanda peninggian TIK akut dan ancaman herniasi otak - Perdarahan serebellum - Hidrosefalus akibat perdarahan intraventrikel atau serebellum - GCS > 7 Terapi komplikasi : - Antiedema : larutan Manitol 20% - Antibiotika, Antidepresan, Antikonvulsan : atas indikasi - Anti trombosis vena dalam dan emboli paru. Penatalaksanaan faktor risiko : - Antihipertensi : fase akut stroke dengan persyaratan tertentu (Guidelines stroke 2004) - Antidiabetika : fase akut stroke dengan persyaratan tertentu (Guidelines stroke 2004) - Antidislipidemia : atas indikasi Terapi Nonfarmaka - Operatif - Phlebotomi - Neurorestorasi (dalam fase akut) dan Rehabilitasi medik - Edukasi
Standar Pelayanan Medis Neurologi
21
KOMPLIKASI / PENYULIT Fase akut : - Neurologis : Stroke susulan Edema otak Infark berdarah Hidrosefalus - Non Neurologis : Hipertensi / hiperglikemia reaktif Edema paru Gangguan jantung Infeksi Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Fase lanjut : - Neurologis : gangguan fungsi luhur - Non Neurologis : Kontraktur Dekubitus Infeksi Depresi KONSULTASI - Dokter Spesialis Penyakit Dalam (Ginjal/Hipertensi, Endokrin), Kardiologi bila ada kelainan organ terkait. - Dokter Spesialis Bedah Saraf untuk kasus hemorhagis yang perlu dioperasi (aneurisma, SVM, evakuasi hematom) - Gizi - Rehabilitasi medik (setelah dilakukan prosedur Neurorestorasi dalam 3 bulan pertama pasca onset) JENIS PELAYANAN • Rawat inap : Stroke Corner, Stroke Unit atau Neurologic High Care Unit pada fase akut • Rawat jalan pasca fase akut TENAGA STANDAR Dokter Spesialis Saraf, Dokter Umum, Perawat, Terapis LAMA PERAWATAN • Stroke perdarahan: rata-rata 3–4 minggu (tergantung keadaan umum penderita) • Stroke iskemik : 2 minggu bila tidak ada penyulit / penyakit lain.
Standar Pelayanan Medis Neurologi
22
PROGNOSIS Ad vitam Tergantung berat stroke dan komplikasi yang timbul. Ad Functionam Penilaian dengan parameter : - Activity Daily Living ( Barthel Index ) - NIH Stroke Scale ( NIHSS ) Risiko kecacatan dan ketergantungan fisik / kognitif setelah 1 tahun : 20 – 30 %
Standar Pelayanan Medis Neurologi
23
Standar Pelayanan Medis Neurologi
24
SEREBRITIS & ABSES OTAK ICD G 06.0
DEFINISI/ETIOLOGI ♦ Penumpukan material piogenik yang terlokalisir di dalam / di antara parenkim otak. ♦ Etiologi: Bakteri (yang sering) : Staphylococcus aureus, streptococcus anaerob, S.beta hemolitikus, S. alfa hemolitikus, E. coli, Bacteroides. Jamur : N. asteroids, spesies candida, aspergillus. Parasit (jarang) : E. Histolitika, cystecircosis, schistosomiasis. Patogenesis Mikroorganisme (MO mencapai parenkim otak melalui: Hematogen : dari suatu tempat infeksi yang jauh Perluasan di sekitar otak : sinusitis frontalis, otitis media. Trauma tembus kepala/operasi otak. Komplikasi dari kardiopulmoner, meningitis piogenik. 20% kasus tak diketahui sumber infeksinya. Lokasi : Hematogen paling sering pada substansia alba dan grisea. Perkontinutatum : daerah yang dekat dengan permukaan otak. Sifat : Dapat soliter atau multiple. Yang multiple sering pada jantung bawaan sianotik karena ada shunt kanan ke kiri. Tahap-tahap : Awal : Reaksi radang yang difus pada jaringan otak (infiltrat leukosit, edema, perlunakan dan kongesti) kadang disertai bintik-bintik perdarahan. Beberapa hari-minggu : Nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk rongga abses. Astroglia, fibroblas, makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik sehingga terbentuk abses yang tidak berbatas tegas. Tahap lanjut: fibrosis yang progresif sehingga terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Stadium: - Serebritis dini (hari I – III) - Serebritis lanjut (hari IV – IX) - Serebritis kapsul dini (hari X – XIII) - Serebritis kapsul lanjut (> XIV hari) KRITERIA DIAGNOSIS ♦ Gambaran kliniknya tidak khas, kriteria terdapat tanda infeksi + TIK Khas bila terdapat trias: gejala infeksi + TIK + tanda neurologik fokal.
Standar Pelayanan Medis Neurologi
25
♦ ♦
Darah rutin : 50 – 60 % didapati leukositosis 10.00020.000 / cm2 70 – 95 % LED meningkat. LP : bila tak ada kontraindikasi untuk kultur dan tes sensifitas.
Standar Pelayanan Medis Neurologi
26
♦
Radiologi : Foto polos kepala biasanya normal. CT-Scan kepala tanpa kontras dan pakai kontras bila abses berdiameter > 10 mm. Angiografi
Pemeriksaan Penunjang ♦ Darah rutin (leukosit, LED) ♦ LP : bila tak ada kontraindikasi untuk kultur dan tes sensitifitas. ♦ Rontgen : Foto polos kepala, CT-Scan kepala tanpa kontras dan pakai kontras, atau angiografi. DIAGNOSIS BANDING ♦ Space occupying lesion lainnya (metastase tumor, glioblastoma) ♦ Meningitis TATALAKSANA Prinsipnya menghilangkan fokus infeksi dan efek massa. Kausal : • Ampisillin 2 gr/6 jam iv (200-400 mg/kgBB/hari selama 2 minggu). • Kloramfenikol 1 gr/6jam iv selama 2 minggu. • Metronidazole 500 mg/8 jam iv selama 2 minggu. Antiedema : dexamethason/manitol. Operasi bila tindakan konservatif gagal atau abses berdiameter 2 cm. PENYULIT ♦ ♦ ♦
Herniasi Hidrosefalus obstruktif Koma
KONSULTASI Bedah Saraf TEMPAT PELAYANAN Perawatan di RS A atau B TENAGA STANDAR Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf LAMA PERAWATAN Minimal 6 minggu PROGNOSIS Sembuh, sembuh + cacat, atau meninggal Prognosis: tergantung dari : umur penderita, lokasi abses, dan sifat absesnya.
Standar Pelayanan Medis Neurologi
27
MENINGITIS TUBERKULOSA ICD A 17.0 DEFINISI ETIOLOGI Meningitis tuberkulosa adalah reaksi peradangan yang mengenai selaput otak yang disebabkan oleh kuman tuberkulosa. KRITERIA DIAGNOSIS Anamnesis Didahului oleh gejala prodromal berupa nyeri kepala, anoreksia, mual/muntah, demam subfebris, disertai dengan perubahan tingkah laku dan penurunan kesadaran, onset subakut, riwayat penderita TB atau adanya fokus infeksi sangat mendukung. Pemeriksaan fisik ♦ tanda lasegue dan kernig. ♦
Tanda-tanda rangsangan meningeal berupa kaku kuduk dan Kelumpuhan saraf otak dapat sering dijumpai
Pemeriksaan Penunjang ♦ Pemeriksaan Laboratorium : pemeriksaan LCS (bila tidak ada tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial), pemeriksaan darah rutin, kimia, elektrolit Pemeriksaan sputum BTA (+) ♦ Pemeriksan Radiologik Foto polos paru CT-Scan kepala atau MRI dibuat sebelum dilakukan pungsi lumbal bila dijumpai peninggian tekanan intrakranial. ♦ Pemeriksaan penunjang lain: IgG anti TB (Untuk mendapatkan antigen bakteri diperiksa counter-immunoelectrophoresis, radioimmunoassay atau teknik ELISA). PCR Pada Pemeriksaan laboratorium : Pemeriksaan LCS (bila tidak ada tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial) Pelikel (+) / Cobweb Appearance (+) Pleiositosis 50-500/mm3, dominan sel mononuklear, protein meningkat 100-200 mg%, glukosa menurun 3 th 0,25 ml IC flexor lengan bawah. Sesuai poin 1,3,4,5
Bila ada reaksi Berikan anti histamin penyuntikan : sistemik atau lokal reaksi lokal Tidak boleh diberikan kemerahan, kortikosteroid. gatal, pembengkakan Bisa timbul efek samping pemberian VAR berupa meningoensefalitis Th/ - Kortikosteroid dosis tinggi
Standar Pelayanan Medis Neurologi
34
ENSEFALITIS VIRAL ICD G 05 DEFINISI/ETIOLOGI ♦ Suatu penyakit demam akut dengan kerusakan jaringan parenkim sistem saraf pusat yang menimbulkan kejang, kesadaran menurun, atau tandatanda neurologis fokal. ♦ Etiologi: Virus DNA - Poxviridae : Poxvirus - Herpetoviridae : Virus Herpes simpleks, Varicella Zoster, virus sitomegalik Virus RNA - Paramiksoviridae : Virus Parotitis, Virus morbili (Rubeola) - Picornaviridae : Enterovirus, Virus Poliomielitis, Echovirus - Rhabdoviridae : Virus Rabies - Togaviridae : Virus ensefalitis alpha, Flavivirus ensefalitis jepang B, Virus demam kuning, Virus Rubi - Bunyaviridae : Virus ensefalitis California - Arenaviridae : Khoriomeningitis Limfositaria - Retroviridae : Virus HIV KRITERIA DIAGNOSIS ♦ Bentuk asimtomatik : Gejala ringan, kadang ada nyeri kepala ringan atau demam tanpa diketahui penyebabnya. Diplopia, vertigo, parestesi berlangsung sepintas. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan cairan serebrospinal ♦ Bentuk abortif : Nyeri kepala, demam yang tidak tinggi, kaku kuduk ringan. Umumnya terdapat infeksi saluran napas bagian atas atau gastrointestinal. ♦ Bentuk fulminan : Berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari yang berakhir dengan kematian. Pada stadium akut demam tinggi, nyeri kepala difus yang hebat, apatis, kaku kuduk, disorientasi, sangat gelisah dan dalam waktu singkat masuk ke dalam koma dalam. Kematian biasanya terjadi dalam 2-4 hari akibat kelainan bulbar atau jantung. ♦ Bentuk khas ensefalitis : Gejala awal nyeri kepala ringan, demam, gejala infeksi saluran napas bagian atas atau gastrointestinal selama beberapa hari. Kaku kuduk, tanda Kernig positif, gelisah, lemah, dan sukar tidur. Defisit neurologis yang timbul tergantung tempat kerusakan. Selanjutnya kesadaran menurun sampai koma, kejang fokal atau umum, hemiparesis, gangguan koordinasi, kelainan kepribadian, disorientasi, gangguan bicara, dan gangguan mental.
Standar Pelayanan Medis Neurologi
35
♦
Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan laboratorium Pungsi lumbal (bila tak ada kontra indikasi) Cairan serebrospinal jernih dan tekanannya dapat normal atau meningkat Fase dini dapat dijumpai peningkatan sel PMN diikuti pleositosis limfositik, umumnya kurang dari 1000/ul Glukosa dan Klorida normal Protein normal atau sedikit meninggi (80–200 mg/dl) Pemeriksaan darah - Lekosit : Normal atau lekopeni atau lekositosis ringan - Amilase serum sering meningkat pada parotitis - Fungsi hati abnormal dijumpai pada hepatitis virus dan mononukleosis infeksiosa - Pemeriksaan antibodi-antigen spesifik untuk HSV, cytomegalovirus, dan HIV Pemeriksaan Radiologik - Foto Thoraks - CT scan - MRI Pemeriksaan penunjang lain Bila tersedia fasilitas virus dapat dibiakkan dari cairan serebrospinal, tinja, urin, apusan nasofaring, atau darah.
DIAGNOSIS BANDING ♦ Infeksi bakteri, mikobakteri, jamur, protozoa ♦ Meningitis tuberkulosa, meningitis karena jamur ♦ Abses otak ♦ Lues serebral ♦ Intoksikasi timah hitam ♦ Infiltrasi neoplasma (Lekemia, Limfoma, Karsinoma) TERAPI ♦ Perawatan Umum ♦ Anti udema serebri : Deksamethason dan Manitol 20% ♦ Atasi kejang : Diazepam 10-20 mg iv perlahan-lahan dapat diulang sampai 3 kali dengan interval 15-30 menit. Bila masih kejang berikan fenitoin 100-200 mg/ 12 jam/hari dilarutkan dalam NaCl dengan kecepatan maksimal 50 mg/menit. ♦ Terapi kausal: Untuk HSV: Acyclovir PENYULIT/KOMPLIKASI ♦ Defisit neurologis sebagai gejala sisa ♦ Hidrosefalus ♦ Gangguan mental ♦ Epilepsi ♦ SIADH
Standar Pelayanan Medis Neurologi
36
Standar Pelayanan Medis Neurologi
37
KONSULTASI JENIS PELAYANAN Rawat Inap, segera TENAGA STANDAR Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf LAMA PERAWATAN ♦ Satu bulan bila tidak ada sequale neurologis ♦ Minimal 1 (satu) Minggu PROGNOSIS Beratnya sequele tergantung pada virus penyebab
Standar Pelayanan Medis Neurologi
38
MENINGITIS BAKTERIAL ICD G 00 DEFINISI/ETIOLOGI ♦ Meningitis bakterial (disebut juga meningitis piogenik akut atau meningitis purulenta) adalah suatu infeksi cairan likuor serebrospinalis dengan proses peradangan yang melibatkan piamater, arakhnoid, ruangan subarakhnoid dan dapat meluas ke permukaan otak dan medula spinalis. ♦ Etiologi: Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis, H. Influenzae, Staphylococci, Listeria monocytogenes, basil gram negatif. KRITERIA DIAGNOSIS Anamnesis Gejala timbul dalam 24 jam setelah onset, dapat juga subakut antara 1-7 hari. Gejala berupa demam tinggi, menggigil, sakit kepala, fotofobia, mialgia, mual, muntah, kejang, perubahan status mental sampai penurunan kesadaran. Pemeriksaan fisik ♦ Tanda-tanda rangsang meningeal ♦ Papil edema biasanya tampak beberapa jam setelah onset ♦ Gejala neurologis fokal berupa gangguan saraf kranialis ♦ Gejala lain: infeksi ekstrakranial misalnya sinusitis, otitis media, mastoiditis, pneumonia, infeksi saluran kemih, arthritis (N. Meningitidis). Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Lumbal pungsi Pemeriksaan Likuor Pemeriksaan kultur likuor dan darah Pemeriksaan darah rutin Pemeriksaan kimia darah (gula darah, fungsi ginjal, fungsi hati) dan elektrolit darah Radiologis Foto polos paru CT-Scan kepala Pemeriksaan penunjang lain: Pemeriksaan antigen bakteri spesifik seperti C Reactive Protein atau PCR (Polymerase Chain Reaction). Pemeriksaan Laboratorium diperoleh : ♦ Lumbal pungsi: Mutlak dilakukan bila tidak ada kontraindikasi. Pemeriksaan Likuor : Tekanan meningkat>180 mmH2O,Pleiositosis lebih dari 1.000/mm3 dapat sampai 10.000/mm3 terutama PMN, Protein meningkat lebih dari 150 mg/dL dapat>1.000 mg/dL, Glukosa menurun < 40% dari GDS. Dapat ditemukan mikroorganisme dengan pengecatan gram. ♦
Pemeriksaan darah rutin: Lekositosis, LED meningkat.
Standar Pelayanan Medis Neurologi
39
Pemeriksaan penunjang lain Bila hasil analisis likuor serebrospinalis mendukung, tetapi pada pengecatan gram negatif maka untuk menentukan bakteri penyebab dapat dipertimbangakn pemeriksaan antigen bakteri spesifik seperti C Reactive Protein atau PCR (Polymerase Chain Reaction). DIAGNOSIS BANDING Meningitis virus, Perdarahan Subarakhnoid, Meningitis khemikal, Meningitis TB, Meningitis Leptospira, Meningoensefalitis fungal. TATALAKSANA ♦ Perawatan umum ♦ Kausal: Lama Pemberian 10–14 hari Usia < 50 tahun
Bakteri Penyebab S. Pneumoniae N. Meningitidis L. Monocytogenes
> 50 tahun
S. Pneumoniae H. Influenzae Species Listeria Pseudomonas aeroginosa N. Meningitidis
Antibiotika Cefotaxime 2 g/6 jam max. 12 g/hari atau Ceftriaxone 2 g/12 jam + Ampicillin 2 g/4 jam/IV (200 mg/kg BB/IV/hari) Chloramphenicol 1 g/6 jam + Trimetoprim/sulfametoxazole 20 mg/kg BB/hari. Bila prevalensi S. Pneumoniae Resisten Cephalosporin > 2% diberikan : Cefotaxime / Ceftriaxone+Vancomycin 1 g / 12 jam / IV (max. 3 g/hari) Cefotaxime 2 g/6 jam max. 12 g/hari atau ceftriaxone 2 g/12 jam + ampicillin 2 g/4 jam/IV (200 mg/kg BB/IV/hari) Bila prevalensi S. Pneumoniae Resisten Cephalosporin > 2% diberikan : Cefotaxime / Ceftriaxone+Vancomycin 1 g/12 jam/IV (max. 3 g/hari) Ceftadizime 2 g/8 jam/IV
Bila bakteri penyebab tidak dapat diketahui, maka terapi antibiotik empiris sesuai dengan kelompok umur, harus segera dimulai ♦
Terapi tambahan : Dianjurkan hanya pada penderita risiko tinggi, penderita dengan status mental sangat terganggu, edema otak atau TIK meninggi yaitu dengan Deksametason 0,15 mg/kgBB/6 jam/ IV selama 4 hari dan diberikan 20 menit sebelum pemberian antibiotik. ♦ Penanganan peningkatan TIK: - Meninggikan letak kepala 30o dari tempat tidur - Cairan hiperosmoler : manitol atau gliserol - Hiperventilasi untuk mempertahankan pCO2 antara 27–30 mmHg
Standar Pelayanan Medis Neurologi
40
PENYULIT ♦ Gangguan serebrovaskuler ♦ Edema otak ♦ Hidrosefalus ♦ Perdarahan otak ♦ Shock sepsis ♦ ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome) ♦ Disseminated Intravascular Coagulation ♦ Efusi subdural ♦ SIADH KONSULTASI Konsultasi dengan bagian lain sesuai sumber infeksi. JENIS PELAYANAN Perawatan RS diperlukan segera TENAGA STANDAR Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf LAMA PERAWATAN 1–2 bulan di ruang perawatan intermediet PROGNOSIS Bervariasi dari sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, meninggal.
Standar Pelayanan Medis Neurologi
41
TETANUS ICD X : A 35 DEFINISI Penyakit sistem saraf yang perlangsungannya akut dengan karakteristik spasme tonik persisten dan eksaserbasi singkat. KRITERIA DIAGNOSIS ♦ Hipertoni dan spasme otot Trismus, risus sardonikus, otot leher kaku dan nyeri, opistotonus, dinding perut tegang, anggota gerak spastik. Lain-lain: Kesukaran menelan, asfiksia dan sianosis, nyeri pada otot-otot di sekitar luka ♦ Kejang tonik dengan kesadaran tidak terganggu ♦ Umumnya ada luka/riwayat luka ♦ Retensi urine dan hiperpireksia ♦ Tetanus lokal Pemeriksaan Penunjang ♦ Bila memungkinkan, periksa bakteriologik untuk menemukan C. tetani. ♦ EKG bila ada tanda-tanda gangguan jantung. ♦ Foto toraks bila ada tanda-tanda komplikasi paru-paru. DIAGNOSIS BANDING ♦ Kejang karena hipokalsemia ♦ Reaksi distonia ♦ Rabies ♦ Meningitis ♦ Abses retrofaringeal, abses gigi, subluksasi mandibula ♦ Sindrom hiperventilasi/reaksi histeri ♦ Epilepsi/kejang tonik klonik umum TATALAKSANA ♦ IVFD dekstrose 5% : RL = 1 : 1 / 6 jam ♦ Kausal : Antitoksin tetanus: a. Serum antitetanus (ATS) diberikan dengan dosis 20.000 IU/hari/i.m. selama 3 – 5 hari. TES KULIT SEBELUMNYA. ATAU b.Human Tetanus Immunoglobulin (HTIG). Dosis 500-3.000 IU/I.M. tergantung beratnya penyakit. Diberikan SINGLE DOSE. Antibiotik : a. Metronidazole 500 mg/8 jam drips i.v. b. Ampisilin dengan dosis 1 gr/8 jam i.v. (TES KULIT SEBELUMNYA). Bila alergi terhadap Penilisin dapat diberikan: - Eritromisin 500 mg/6 jam/oral. ATAU - Tetrasiklin 500mg/6 jam/oral.
Standar Pelayanan Medis Neurologi
42
Penanganan luka : Dilakukan cross incision dan irigasi menggunakan H2O2. ♦ Simtomatis dan supportif Diazepam - Setelah masuk rumah sakit, segera diberikan diazepam dengan dosis 10 mg i.v. perlahan 2–3 menit. Dapat diulangi bila diperlukan. Dosis maintenance : 10 ampul = 100 mg/500 ml cairan infus (10—12 mg/KgBB/hari) diberikan secara drips (syringe pump). Untuk mencegah terbentuknya kristalisasi, cairan dikocok setiap 30 menit. - Setiap kejang diberikan bolus diazepam 1 ampul / IV perlahan selama 3– 5 menit, dapat diulangi setiap 15 menit sampai maksimal 3 kali. Bila tak teratasi segera rawat di ICU. - Bila penderita telah bebas kejang selama + 48 jam maka dosis diazepam diturunkan secara bertahap + 10% setiap 1 – 3 hari (tergantung keadaan). Segera setelah intake peroral memungkinkan maka diazepam diberikan peroral dengan frekuensi pemberian setiap 3 jam. Oksigen, diberikan bila terdapat tanda-tanda hipoksia, distres pernapasan, sianosis. Nutrisi Diberikan TKTP dalam bentuk lunak, saring, atau cair. Bila perlu, diberikan melalui pipa nasogastrik. Menghindari tindakan/perbuatan yang bersifat merangsang, termasuk rangsangan suara dan cahaya yang intensitasnya bersifat intermitten. Mempertahankan/membebaskan jalan nafas: pengisapan lendir oro/nasofaring secara berkala. Posisi/letak penderita diubah-ubah secara periodik. Pemasangan kateter bila terjadi retensi urin. PENYULIT ♦ Asfiksia akibat depresi pernapasan, spasme jalan napas ♦ Pneumonia aspirasi ♦ Kardiomiopati ♦ Fraktur kompresi KONSULTASI ♦ ♦ ♦ ♦ ♦
Dokter Dokter Dokter Dokter Dokter
Gigi Ahli Bedah Ahli Kebidanan dan Kandungan Ahli THT Ahli Anestesi
JENIS PELAYANAN Rawat segera, bila diperlukan, rawat di ICU TENAGA STANDAR
Standar Pelayanan Medis Neurologi
43
Perawat, dokter umum/residen, dokter spesialis Saraf
Standar Pelayanan Medis Neurologi
44
LAMA PERAWATAN 2 minggu – 1 bulan. PROGNOSIS / LUARAN ♦ Angka kematian tinggi bila : Usia tua Masa inkubasi singkat Onset periode yang singkat Demam tinggi Spasme yang tidak cepat diatasi ♦ Sebelum KRS : Tetanus Toksoid (TT1) 0,5 ml IM. TT2 dan TT3 : diberikan masing-masing dengan interval waktu 4 – 6 minggu
Standar Pelayanan Medis Neurologi
45
MALARIA SEREBRAL KRITERIA DIAGNOSIS Merupakan komplikasi dari malaria. Paling sering disebabkan oleh P. falciparum. Diagnosis ditegakkan pada penderita malaria (terbukti dari pemeriksaan apus darah) yang mengalami penurunan kesadaran (GCS 500 / µl) • Fase III – Penurunan imunitas sedang (sel CD4 500 – 200 / µl) • Fase IV – Penurunan imunitas berat (sel CD4 < 200 / µl) Kriteria diagnosis presumtif untuk indikator AIDS : a. Kandidiiasis Esofagus: nyeri retrosternal saat menelan dan bercak putih diatas dasar kemerahan. b. Retinitis virus sitomegalo c. Mikobakteriosis d. Sarkoma kaposi: bercak merah atau ungu pada kulit atau selaput mukosa. e. Pnemonia Pnemosistis karini: Riwayat sesak nafas/batuk nonproduktif dalam 3 bulan terakhir. f. Toksoplasmosis otak Pemeriksaan Penunjang: Enzym-linked immunosorbent assay (Eliza) dan aglutinasi partikel. Western Blot Analysis, indirect immunofluorescence assays (IFA) dan radioimmunoprecipitation assays (RIPA) Biakan darah, urin dan sifilis Antigen/ antibody HIV Lymphosit cell CD 4 dan CD 8 Viral load Serologi sifilis, antigen kriptokokus Lumbal Pungsi Pemeriksaan tinta India cairan serebrospinal. Brain CT scan , MRI Electromyography (EMG) Memory test Roentgen thorax Mikroskopis dan biakan dahak. DIAGNOSIS BANDING Massa intrakranial TBC Polineuropathy kerena penyebab lain Demensia karena penyebab lain
Standar Pelayanan Medis Neurologi
50
TATALAKSANA Dosis Anti retroviral untuk ODHA dewasa (Pedoman Nasional 2004) Gol / Nama obat Dosis Nucleoside RTI Abacavir (ABC) 300 mg setiap 12 jam Didanoside (ddI) 400 mg sekali sehari 250mg@12jam (BB < 60kg) Atau 250 mg sekali sehari bila diberi bersama TDF Lamivudine (3TC) 150 mg setiap 12 jam atau 300 mg sekali sehari Stavudine (d4T) 30mg@12jam (BB < 60 kg) Zidovudine (ZDV atau AZT) 300 mg@ 12jam Nucleotide RTI Tenofovir (TDF) 300mg sekali sehari Non-nucleoside RTIs Efavirenz (EFV) 600mg sekali sehari Nevirapine (NVP) 200mg sekali sehari (14 hari) kemudian 200 mg @12jam Protease Inhibitors Indinavir/Ritonavir (IDV/r) 800mg/100mg @ 12jam Lopinavir/Ritonavir (LPV/r) 400mg/100mg @ 12jam Nelfinavir (NFV) 1250mg @12 jam Squinavir/Ritonavir (SQV/r) 1000mg/100mg@12jam atau 1600mg/200mg sekali sehari Ritonavir (RTV/r) capsule 100mg, larutan oral 400mg/5ml Infeksi Opportunistik 1. Sitomegalovirus pada HIV : Pada funduskopi = Retinitis sitomegalovirus Gansiklovir 5 mg/KgBB dua kali sehari parenteral selama 14-21 hari. Selanjutnya 5 mg/KgBB sekali sehari dianjurkan sampai CD4 lebih dari 100 sel/ml. 2. Ensefalitis Toksoplasma Pirimetamin 50-75 mg perhari dengan Sulfadiazin 100 mg/KgBB/hari Asam Folat 10-20 mg perhari Atau : Fansidar 2-3 tablet per hari dan Klindamisin 4 x 600 mg perhari Disertai leukovorin 10 mg perhari. (Fansidar mengandung: Pirimetamine 25mg +Sulfadoksin 500mg) Untuk mencegah kekambuhan : Kotrimoksazol 2 tab perhari 3. Meningitis Cryptoccocus Terapi primer fase akut : Amfoterisin B 0,7 mg/kgBB/hari iv – 2 minggu. Selanjutnya Fluconazole 400 mg per hari peroral selama 8-10 minggu Terapi pencegahan kekambuhan : Fluconazole 100 mg perhari seterusnya selama jumlah sel CD 4 masih dibawah 300 sel/mL (Flow chart sesuai grafik gambar dibelakang) Standar Pelayanan Medis Neurologi
51
Antiretroviral rekomendasi WHO 2004 ARV first line: • d4T/3TC/NVP (Stavudin/Lamifudin/Nevirapin) • d4T/3TC/EFV (Stavudin/Lamifudin/Efavirens) • AZT/3TC/NVP (Zidovudin/Lamifudin/Nevirapin) • AZT/3TC/EFV (Zidovudin/Lamifudin/Efavirens) PENYULIT / KOMPLIKASI 1. Drug toxicity 2. AIDP 3. CIDP 4. Mononeuropathy 5. Focal brain lesions 6. Distal Symmetric Polineuropathy 7. Inflammatory demyelinating polyneuropathy 8. Progressive polyradiculopathy 9. Mononeuritis multiplex 10. Spinal cord syndrome / vacuolar myelopathy KONSULTASI: Pokja HIV-AIDS RS Setempat , VCT Clinic JENIS PELAYANAN Rawat Inap dan Rawat Jalan TENAGA STANDAR: Spesialis Saraf, Spesialis Penyakit Dalam, Perawat terlatih PROGNOSIS Angka kekambuhan tinggi Angka kematian tinggi
Standar Pelayanan Medis Neurologi
52
Gambar 1 : Algoritme penatalaksanaan keluhan intraserebral pada penderita HIV/AIDS
Keluhan Intraserebral MRI CT Scan
Normal
Atrofi
Meningeal enhanceme nt
Evaluasi CSF
Positif
Negatif
Terapi sesuai etiologi
Observasi
Standar Pelayanan Medis Neurologi
Hidrosefalus
Lesi desak ruang
Shunt (kalau perlu)
Efek massa (-)
Lesi massa
Gambar 2*
53
Gambar 2 : Algoritme penatalaksanaan lesi massa intrakranial pada penderita HIV/AIDS
Lesi Masa Intrakranial
Steroid ?
• Alert-lethargic • Stabil
Lesi multipel
• Stupor-coma • Perburukan cepat • Massa besar dengan resiko herniasi
Lesi tunggal Serologi Toksoplasma
+
Ancaman Herniasi
Obat antitoksoplasma
Perbaikan ya Obat Antitoksoplasma seumur hidup
tidak
Biopsi stereotaktik Terapi sesuai etiologi
Standar Pelayanan Medis Neurologi
Dekompresi biopsi terbuka
54
Standar Pelayanan Medis Neurologi
55
DEMENSIA ALZHEIMER ICD F.00
DEFINISI DEMENSIA: Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari. KRITERIA DIAGNOSIS Probable Demensia Alzheimer • Demensia ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinik dan tes neuropsikologi (algoritma penanganan demensia, MMSE, CDT, ADL, IADL, FAQ, CDR, NPI, Skala Depresi Geriatrik, Trial Making test A dan B terlampir) • Defisit meliputi dua atau lebih area kognisi terutama perburukan memori yang disertai gangguan kognisi lain yang progresif • Tidak terdapat gangguan kesadaran • Awitan (onset) antara usia 40-90 tahun, sering setelah usia 65 tahun • Tidak ditemukan gangguan sistemik atau penyakit otak sebagai penyebab gangguan memori dan fungsi kognisi yang progresif tersebut Possible Demensia Alzheimer • Penyandang sindroma demensia tanpa gangguan neurologis, psikiatris dan gangguan sistemik lain yang dapat menyebabkan demensia • Awitan, presentasi atau perjalanan penyakit yang bervariasi dibanding demensia Alzheimer klasik • Pasien demensia dengan komorbiditas (gangguan sistemik/gangguan otak sekunder) tetapi bukan sebagai penyebab demensia • Dapat dipergunakan untuk keperluan penelitian bila terdapat suatu defisit kognisi berat, progresif bertahap tanpa penyebab lain yang teridentifikasi. KLINIS • Awitan penyakit perlahan-lahan • Perburukan progresif memori (jangka pendek) disertai gangguan fungsi berbahasa (afasia), ketrampilan motorik (apraksia), dan persepsi (agnosia) dan perubahan perilaku penderita yang mengakibatkan gangguan aktivitas hidup sehari-hari (ADL) • Bisa didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit yang serupa • Kelainan neurologis lain pada tahap lanjut berupa gangguan motorik seperti hipertonus, mioklonus, gangguan lenggang jalan (gait), atau bangkitan (seizure) • Gejala penyerta lain berupa depresi, insomnia, inkontinensia, delusi, ilusi, halusinasi, pembicaraan katastrofik, gejolak emosional atau fisikal, gangguan seksual, dan penurunan berat badan.
Standar Pelayanan Medis Neurologi
56
PEMERIKSAAN PENUNJANG Radioimaging: • CT sken: atrofi serebri terutama daerah temporal dan parietal • MRI : Atrofi serebri dan atrofi hipokampus • SPECT: penurunan serebral blood flow terutama di kedua kortek temporoparietal • PET: penurunan tingkat metabolisme kedua kortek temporoparietal Laboratorium: • • • • • • • • •
Urinalisis Elektrolit serum Kalsium BUN Fungsi hati Hormon tiroid Kadar asam Folat dan Vitamin B 12 Absorpsi antibodi treponemal flouresen neurosifilis dan pemeriksaan HIV pada pasien resiko tinggi Pemeriksaan cairan otak untuk biomarker
EEG • Stadium awal: gambaran EEG normal atau aspesifik • Stadium lanjut: dapat ditemukan perlambatan difus dan kompleks periodik BAKU EMAS (PEMERIKSAAN PATOLOGI ANATOMI): • Ditemukan neurofibrillary tangles dan senile plaque DIAGNOSA BANDING • Demensia Vaskuler • Demensia Lewi body • Demensia lobus frontal • Pseudodemensia (depresi) PENATALAKSANAAN Farmakologi • Simptomatik : o Penyekat Asetilkolinesterasa: • Donepezil HCl tablet 5mg, 1x1 tablet/hari • Rivastigmin tablet, interval titrasi 1 bulan, mulai dari 2x1,5 mg sampai maksimal 2x 6 mg • Galantamin tablet, interval titrasi 1 bulan mulai dari 2x 4mg sampai maksimal 2x16 mg
Standar Pelayanan Medis Neurologi
57
•
Gangguan perilaku: • Depresi: • Antidepresan golongan SSRI (pilihan utama): Sertraline tablet 1x 50mg , Flouxetine tablet 1x 20mg • Golongan Monoamine Oxidase (MAO) Inhibitors: Reversible MAO-A inhibitor (RIMA): Moclobemide • Delusi/halusinasi/agitasi • Neuroleptik atipikal • Risperidon tablet 1x 0,5 mg – 2 mg / hari • Olanzapin • Quetiapin tablet: 2x25mg-100mg • Neuroleptik tipikal • Haloperidol tablet: 1x 0,5mg -2mg/hari
Non farmakologis Untuk mempertahankan fungsi kognisi Program adaptif dan restoratif yang dirancang individual : • Orientasi realitas • Stimulasi kognisi : memory enhancement program • Reminiscence • Olah raga Gerak Latih Otak Edukasi pengasuh • Training dan konseling Intervensi lingkungan • Keamanan dan keselamatan lingkungan rumah • Fasilitasi aktivitas • Terapi cahaya • Terapi musik • Pet therapy Penanganan gangguan perilaku • Mendorong untuk melakukan aktivitas keluarga (menyanyi, ibadah, rekreasi dll) • Menghindari tugas yang kompleks. • Bersosialisasi TINDAKAN • Tidak ada tindakan spesifik PENYULIT • Infeksi saluran kemih dan pernafasan • Gangguan gerak dan jatuh pada tahap lanjut KONSULTASI • Bila diagnosa demensia belum tegak/ragu-ragu seperti presentasi klinik spesifik atau terdapat progresitas yang tidak khas. • Bila keluarga membutuhkan pendapat kedua
Standar Pelayanan Medis Neurologi
58
•
Bila tidak ada perbaikan dengan terapi farmokologi spesifik
JENIS PELAYANAN • Poliklinik konsultatif TENAGA • Dokter spesialis Ilmu Penyakit Saraf LAMA PERAWATAN • Perawatan hanya dibutuhkan bila terdapat penyulit
Standar Pelayanan Medis Neurologi
59
DEMENSIA VASKULER ICD F.01
DEFINISI: Demensia Vaskuler (VaD) meliputi semua kasus demensia yang disebabkan oleh gangguan serebrovaskuler dengan penurunan kognisi mulai dari yang ringan sampai paling berat dan meliputi semua domain, tidak harus prominen gangguan memori. Dalam pembagian klinis dibedakan atas: I. VaD pasca stroke / Post stroke demensia • Demensia infark strategi k • MID (Multiple infark dementia) •
Perdarahan intraserebral
II. VaD subkortikal • Lesi iskemik substansia alba • Infark lakuner subkortikal • Infark non lakuner subkortikal III. AD + CVD (VaD tipe campuran) KRITERIA DIAGNOSIS VAD PROBABLE VAD PASCA STROKE 1. Adanya demensia secara klinis dan test neuropsikologis (sesuai dengan demensia Alzheimer) 2. Adanya penyakit serebrovaskuler (CVD) yang ditandai dengan : • Defisit neurologik fokal pada pemeriksaan fisik sesuai gejala stroke (dengan atau tanpa riwayat stroke) • CT sken atau MRI adanya tanda-tanda gangguan serebrovaskuler 3. Terdapat hubungan antara kedua gangguan diatas (1 atau lebih keadaan dibawah ini) • Awitan demensia berada dalam kurun waktu 3 bulan pasca stroke • Deteriorasi fungsi kognisi yang mendadak atau berfluktuasi, defisit kognisi yang progresif dan bersifat stepwise. PROBABLE VAD SUBKORTIKAL 1. Sindroma kognisi meliputi: • Sindroma Diseksekusi: Gangguan formulasi tujuan, inisiasi, perencanaan, pengorganisasian, sekuensial, eksekusi, set-shifting, mempertahankan kegiatan dan abstraksi • Deteriorasi fungsi memori sehingga terjadi gangguan fungsi okupasi kompleks dan sosial yang bukan disebabkan oleh gangguan fisik karena stroke 2. CVD yang meliputi:
Standar Pelayanan Medis Neurologi
60
• •
CVD yang dibuktikan dengan neuroimaging Rriwayat defisit neurologi sebagai bagian dari CVD: hemiparese, parese otot wajah, tanda Babinski, gangguan sensorik, disartri, gangguan berjalan, gangguan ekstrapiramidal yang berhubungan dengan lesi subkortikal otak
KLINIS: a. Episode gangguan lesi UMN ringan seperti drifting, refleks asimetri, dan inkoordinasi b. Gangguan berjalan pada tahap dini demensia c. Riwayat gangguan keseimbangan, sering jatuh tanpa sebab d. Urgensi miksi yang dini yang tidak berhubungan dengan kelainan urologi e. Disartri, disfagi dan gejala ekstrapiramidal f. Gangguan perilaku dan psikis seperti depresi, perubahan kepribadian, emosi labil, dan retardasi psikomotor PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium • Darah: hematologi faktor resiko stroke Radiologis: • Foto thorak • Radioimaging Computed Tomography • VaD pasca stroke o Infark (kortikal dan/atau subkortikal) o Perdarahan Intraserebral o Perdarahan subarachnoid • VaD subkortikal o Lesi periventrikuler dan substansia alba luas o Tidak ditemukan adanya: infark di kortikal dan kortikosubkortikal dan infark watershed; perdarahan pembuluh darah besar; hidrosefalus tekanan normal (NPH) dan penyebab spesifik substansia alba (multiple sklerosis, sarkoidosis, radiasi otak). Magnetic Resonance Imaging VaD subkortikal a. Lesi luas periventrikuler dan substansia alba atau multipel lakuner (>5) di substansia gresia dalam dan paling sedikit ditemukan lesi substansia alba moderat b. Tidak ditemukan infark di teritori non lakuner, kortiko-subkortikal dan infark watershed, perdarahan, tanda-tanda hidrosefalus tekanan normal dan penyebab spesifik lesi substansia alba (mis. multiple sklerosis, sarkoidosis, radiasi otak). DIAGNOSA BANDING • Demensia Alzheimer (dengan menggunakan Hachinski score/ terlampir) PENATALAKSANAAN Farmakologi • Terapi medikamentosa terhadap faktor resiko vaskuler
Standar Pelayanan Medis Neurologi
61
•
Terapi simptomatik terhadap gangguan kognisi simptomatik : • Penyekat Asetilkolinesterase: i. Donepezil Hcl tablet 5mg, 1x1 tablet/hari ii. Rivastigmin tablet, interval titrasi 1 bulan, mulai dari 2x1,5 mg sampai maksimal 2x 6 mg iii. Galantamin tablet, interval titrasi 1 bulan mulai dari 2x 4mg sampai maksimal 2x16 mg • Gangguan perilaku: • Depresi: • Antidepresan golongan SSRI (pilihan utama): Sertraline tablet 1x 50mg , Flouxetine tablet 1x 20mg • Golongan Monoamine Oxidase (MAO) Inhibitors: Reversible MAO-A inhibitor (RIMA): Moclobemide • Delusi/halusinasi/agitasi • Neuroleptik atipikal • Risperidon tablet 1x 0,5 mg – 2 mg / hari • Olanzapin • Quetiapin tablet: 2x25mg-100mg • Neuroleptik tipikal • Haloperidol tablet: 1x 0,5mg -2mg/hari Non farmakologis Untuk mempertahankan fungsi kognisi Program adaptif dan restoratif yang dirancang individual : • Orientasi realitas • Stimulasi kognisi : memory enhancement program • Reminiscence • Olah raga Gerak Latih Otak Edukasi pengasuh • Training dan konseling Intervensi lingkungan • Keamanan dan keselamatan lingkungan rumah • Fasilitasi aktivitas • Terapi cahaya • Terapi musik • Pet therapy TINDAKAN • Tidak ada tindakan spesifik PENYULIT • Infeksi saluran kemih dan pernafasan • Gangguan gerak dan jatuh pada tahap lanjut KONSULTASI • Bila diagnosa demensia belum tegak/ragu-ragu seperti presentasi klinik spesifik atau terdapat progresitas yang tidak khas.
Standar Pelayanan Medis Neurologi
62
• •
Bila keluarga membutuhkan pendapat kedua Bila tidak ada perbaikan dengan terapi farmokologi spesifik
RUJUKAN • Dokter spesialis Ilmu Penyakit Saraf
Standar Pelayanan Medis Neurologi
63
JENIS PELAYANAN : • Poliklinik konsultatif TENAGA : • Dokter spesialis Ilmu Penyakit Saraf LAMA PERAWATAN : • Perawatan hanya dibutuhkan bila terdapat penyulit
Standar Pelayanan Medis Neurologi
64
Standar Pelayanan Medis Neurologi
65
TUMOR INTRAKRANIAL ICD C 71
DEFINISI Massa intrakranial--baik primer maupun sekunder--yang memberikan gambaran klinis proses desak ruang dan atau gejala fokal neurologis. KRITERIA DIAGNOSIS ♦ Gejala tekanan intrakranial yang meningkat: Sakit kepala kronik, tidak berkurang dengan obat analgesik Muntah tanpa penyebab gastrointestinal Papil edema (sembab papil = choked disc) Kesadaran menurun/berubah ♦ Gejala fokal: true location sign false location sign Neighbouring sign ♦ Tidak ada tanda-tanda radang sebelumnya. ♦ Pemeriksaan neuroimaging terdapat kelainan yang menunjukkan adanya massa (SOL) Pemeriksaan Penunjang ♦ Foto polos tengkorak ♦ Neurofisiologi: EEG, BAEP ♦ CT Scanning / MRI kepala + kontras DIAGNOSIS BANDING ♦ Abses serebri ♦ Subdural hematom ♦ Tuberkuloma ♦ Pseudotumor serebri. TATALAKSANA ♦ Kausal Operatif Radioterapi Kemoterapi ♦ Obat-obat dan tindakan untuk menurunkan tekanan intrakranial Deksamethason Manitol Posisi kepala ditinggikan 20 - 300 ♦ Simptomatik (bila diperlukan dapat dibicarakan): Antikonvulsan Analgetik/antiperetik Sedativa Antidepresan bila perlu ♦ Rehabilitasi medik
Standar Pelayanan Medis Neurologi
66
PENYULIT/KOMPLIKASI ♦ ♦ ♦ KONSULTASI ♦ ♦
Herniasi Otak Perdarahan pada Tumor Hidrosefalus
Bedah Saraf Radiologi
JENIS PELAYANAN Perawatan RS bila : ♦ Telah terdapat keluhan dan kelainan saraf yang berat ♦ Gangguan hormonal dan metabolik TENAGA STANDAR Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf LAMA PERAWATAN Minimal 2 minggu (untuk diagnostik dan persiapan operasi). PROGNOSIS Tergantung jenis tumor, lokalisasi, perjalanan klinis.
Standar Pelayanan Medis Neurologi
67
Standar Pelayanan Medis Neurologi
68
NEURALGIA TRIGEMINAL (TN) ICD : G50.0
KRITERIA DIAGNOSIS Serangan nyeri paroksismal,spontan, tiba2, nyeri tajam, superfisial, seperti ditusuk, tersetrum, terbakar pada wajah atau frontal ( umumnya unilateral) beberapa detik sampai < 2 menit, berulang, terbatas pada ≥ 1 cabang N.trigeminus (N.V). Nyeri umumnya remisi dalam jangka waktu bervariasi. Intensitas nyeri berat. Presipitasi dapat dari trigger area (plika nasolabialis dan/ pipi) atau pada aktivitas harian seperti bicara, membasuh muka, cukur jenggot, gosok gigi (triggerd factors). Bentuk serangan masing2 pasien sama. Diantara serangan umumnya asimtomatis. Umumnya tidak ada defisit neurologik Klasifikasi TN : 1. TN idiopatik 2. TN simtomatik ( lesi primer menekan N.V : tumor, sklerosis multipel) Pemeriksaan penunjang MRI pada TN simtomatik, MRA DIAGNOSIS BANDING Nyeri wajah atipikal. TERAPI Terapi Farmakologik : Antikonvulsan : karbamasepin, okskarbamasepin, fenitoin, gabapentin, asam valproat, baklofen. Terapi Non-farmakologik : TENS Bedah : bila terapi farmaka adekwat gagal Terapi Kausal : pada TN simtomatik Catatan : terapi simtomatik sama pada neuralgia yang lain PENYULIT KONSULTASI Bag. Bedah saraf (atas indikasi pada TN simtomatik) JENIS PELAYANAN Poliklinik rawat jalan TENAGA Dokter Spesialis Saraf PROGNOSIS TN idiopatik : baik TN simtomatik : tergantung kausal
Standar Pelayanan Medis Neurologi
69
NEURALGIA PASCA HERPES KRITERIA DIAGNOSIS Nyeri pada area distribusi ruam setelah menderita herpes zoster. Timbul tanpa ataupun dengan interval bebas nyeri (umumnya satu bulan ). Rasa nyeri seperti panas, kesetrum, menyentak, dan timbul alodinia dan hiperestesi. KLINIS Pada area bekas ruam : Anestesia dolorosa, dengan rangsang raba terasa nyeri ( alodinia) LABORATORIUM : RADIOLOGI : GOLD STANDARD : PATOLOGI ANATOMI Populasi serabut saraf bergeser, banyak mengandung serabut saraf diameter kecil yang tidak bermielin dan bermielin dan hilangnya serabut saraf diameter besar. Atropi kornu dorsalis medula spinalis DIAGNOSIS BANDING : PENATALAKSANAAN Medikamentosa : Antidepresan trisiklik : amitriptilin, imipramin Antikonvulsan : gabapentinoid, karbamasepin, fenitoin, Na valproat Lain-lain : Meksiletin, klonidin Topikal : Krim kapsaisin, jeli lidoderm, aspirin dalam kloroform Nonmedikamentosa : TENS Ice-pack Terapi behaviour Pada Nyeri Zoster Akut : Asetaminofen , NSAID, ketorolak, tramadol Kombinasi amitriptilin dan flufenasin Infiltrasi ruam : triamsinolon 0.2% dalam NaCl 0.9% PENCEGAHAN NPH Asiklovir 5 dd 800 mg/ hari (dimulai dalam 72 jam awitan ruam zoster) selama 7-10 hari. KONSULTASI Bag . Kulit Kelamin JENIS PELAYANAN Instalasi Rawat jalan TENAGA Dokter umum, Dokter Spesialis Saraf LAMA PERAWATAN : –
Standar Pelayanan Medis Neurologi
70
NYERI PUNGGUNG BAWAH ICD : M54
KRITERIA DIAGNOSIS Nyeri Punggung bawah (NPB) adalah nyeri yang dirasakan daerah pungung bawah , dapat nerupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut iga terbawah dan lipat bokong bawah yaitu didaerah lumbal atau lumbo-sakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri kearah tungkai dan kaki. Nyeri yang berasal dari daerah punggung bawah dapat dirujuk ke daerah lain atau sebaliknya nyeri yang berasal dari daerah lain dirasakan di daerah punggung bawah ( referred pain ). KLINIS Pembagian klinis NPB untuk triage : - NPB dengan tanda bahaya ( red flags) : neoplasma/karsinoma infeksi fraktur vertebra, sindrom kauda ekwina NPB dengan kelainan neurologik berat - NPB dengan sindroma radikuler - NPB nonspesifik Sekitar ≥90% NPB akut atau kronik ( > 3bulan) merupakan NPB nonspesifik LABORATORIUM Atas indikasi : - laju endap darah - darah perifer lengkap - C- reaktif protein (CRP) - faktor rematoid - fosfatase alkali/ asam - kalsium, fosfor serum. - urinanalisa - likwor serebrospinal NEUROFISIOLOGI Atas indikasi, terutama pada kasus NPB dengan sindroma radikuler dan mungkin NPB dengan tanda bahaya : - Kecepatan hantar saraf (NCV) : MNCV dan SNCV - Elektromiografi (EMG) - Respon lambat : gelombang F dan reflek H - Cetusan potensial somato-sensorik (SEP) - Cetusan potensial motorik (MEP) NEURORADIOLOGI - Foto polos : tidak rutin, terutama untuk menyingkirkan kelainan tulang - Mielografi. - Computer Tomography scan. (CT-scan) - Mielogram – CTscan. - Magnetic Resonance Imaging.(MRI)
Standar Pelayanan Medis Neurologi
71
GOLD STANDARD : PATOLOGI-ANATOMI Pada neoplasma, infeksi tergantung penyebabnya DIAGNOSIS BANDING : Sesuai etiologi PENATALAKSANAAN Kausal : terutama kasus NPB dengan tanda bahaya ( red flags) NPB AKUT : Medikamentosa Asetaminofen, ASA, NSAID Relaksan otot : eperison, tizanidin, diazepam Nonmedikamentosa Edukasi : - Reassurance, - Kembali aktivitas normal dini dan bertahap, - Mengenal dan menanangani Yellow flags (faktor biopsikososial) - Heat-wrap therapy Tindakan : Injeksi epidural ( steroid, lidokain, opioid ) pada sindroma radikuler NPB KRONIK Medikamentosa : antidepresan, antikonvulsan. Nonmedikamentosa : - Edukasi - Terapi Perilaku - Intensive exercise therapy PENYULIT Terutama pada NPB dengan tanda bahaya ( red flags) dan NPB dengan sindroma radikuler KONSULTASI : Bag. Ortopedi Bag. Bedah saraf Unit Rehabilitasi Medik Psikologi JENIS PELAYANAN - Rawat jalan - Rawat Inap TENAGA Dokter umum : NPB nonspesifik Dokter spesialis saraf/ konsultan LAMA PERAWATAN Lama rawat 0-3 hari pada NPB nonspesifik
Standar Pelayanan Medis Neurologi
72
SINDROMA TOLOSA-HUNT ICD: G.52.8
KRITERIA DIAGNOSIS Nyeri sedang sampai berat di daerah orbita yang episodik disertai dengan paralisis salah satu atau lebih dari N. III, N.IV, dan N.VI serta nyeri di daerah N.V1 dan 2. Dapat sembuh spontan tetapi dapat relaps kembali. Dihubungkan dengan kelainan inflamasi idiopatik. Serangan dapat berlangsung beberapa minggu atau bulan, kontinyu atau intermiten tanpa faktor pemicu. KLINIS - Nyeri unilateral episodik di daerah orbita dan area N.V1,2 ±8 minggu bila tanpa pengobatan - Penglihatan ganda, juling - Parese N. III, N.IV, N.VI LABORATORIUM : RADIOLOGI MRI : terutama untuk eksklusi penyebab lain GOLD STANDAR : PATOLOGI ANATOMI Jaringan granuloma di sekeliling A.karotis interna bagian intrakavernosus DIAGNOSIS BANDING : - Lesi vaskuler: aneurisma - Lesi desak ruang (SOL)/tumor di fissura orbitalis superior, area parasela, fossa posterior - Migren optalmoplegik - Iskemik mononeuropati diabetika kranial PENATALAKSANAAN Medikamentosa Steroid : nyeri mereda setelah 72 jam Nonmedikamentosa : PENYULIT : KONSULTASI Bag. Bedah saraf JENIS PELAYANAN Instalasi rawat inap TENAGA Dokter spesialis saraf/konsultan LAMA PERAWATAN Sesuai lama pemberian steroid dan diagnostik
Standar Pelayanan Medis Neurologi
73
NYERI NEUROPATI DIABETIKA ICD : G63.2*, G59*
KRITERIA DIAGNOSIS Nyeri Neuropati Diabetika ditandai dengan rasa terbakar, ditusuk, ditikam, kesetrum, disobek, diikat dan alodinia. Bisa disertai gejala negatif berupa baal, kurang tangkas, sulit mengenal barang dalam kantong, hilang keseimbangan, cedera tanpa nyeri, borok. Diperkirakan >50% penderita diabetes lama menderita neuropati diabetika KLINIS - Ulserasi kaki - Charcot joint - Deformitas claw toe - Tes Laseque, Reverse Laseque, tes Tinel, tes Phalen - Tes saraf otonom LABORATORIUM Kadar gula darah : Plasma vena sewaktu : > 200mg/dl. Puasa:>140mg/dl dl. 2jam PP: >200mg/dl Darah kapiler >200mg/dl >120mg/dl >200mg/dl HbA1c NEUROFISIOLOGI Indikasi terutama adanya gejala dan tanda otonom murni atau hanya ada nyeri RADIOLOGI : GOLD STANDARD : PATOLOGI ANATOMI : DIAGNOSA BANDING ; Neuropati oleh sebab lain selain DM PENATALAKSANAAN Kausal Pengendalian optimal kadar gula darah. Kadar Hb A1c dipertahankan 7% Medikamentosa - NSAID : nyeri muskuloskeletal, neuroartropati - Antidepresan trisiklik : amitriptilin, imipramin - Antikonvulsan : karbamasepin, gabapentinoid - Antiaritmik : meksiletin - Topikal : krim kapsaisin - Blok saraf lokal Nonmedikamentosa : Edukasi : perawatan kaki teliti Splint TENS
Standar Pelayanan Medis Neurologi
74
PENYULIT - Ulserasi kaki - Charcot joint - Deformitas claw toe KONSULTASI Bag. penyakit dalam PERAWATAN Instalasi rawat inap Instalasi rawat jalan TENAGA Dokter umum Dokter spesialis saraf/konsultan LAMA PERAWATAN Tergantung kasus
Standar Pelayanan Medis Neurologi
75
SINDROMA TEROWONGAN KARPAL ICD: G56.0
KRITERIA DIAGNOSIS Nyeri pada sindroma terowongan karpal (STK, carpal tunnel syndrome/CTS ) berupa kesemutan, rasa terbakar dan baal di jari tangan I,II,III dan setengah bagian lateral jari IV terutama malam atau dini hari akibat jebakan N. Medianus di dalam terowongan karpal. Pada keadaan berat rasa nyeri dapat menjalar kelengan atas dan atrofi otot tenar. KLINIS Tes Provokasi : tes Tinel, tes Phalen, tes Wormser ( Reverse Phalen ) positif LABORATORIUM Atas indikasi. Sesuai dengan penyakit medik yang mendasarinya : Laju Endap darah, Gula darah, Rhematoid factor, Asam urat NEUROFISIOLOGI Studi Konduksi Saraf (NCV) RADIOLOGI Foto polos pergelangan tangan, MRI GOLD STANDARD : – PATOLOGI ANATOMI : DIAGNOSIS BANDING : PENATALAKSANAAN Medikamentosa Suntikan lokal ( steroid dan anestesi ) Analgetik ajuvan Nonmedikamentosa Edukasi : Hindari trauma berupa gerakan berulang pergelangan tangan Immobilsasi, splint Bedah : Bila terapi konservatif gagal dalam 6 bulan atau nyeri membandel STK akut dan berat PENYULIT : KONSULTASI Atas indikasi, Bag. Bedah PERAWATAN Instalasi rawat jalan TENAGA Dokter umum Dokter spesialis saraf / konsultan LAMA PERAWATAN : -
Standar Pelayanan Medis Neurologi
76
NYERI SENTRAL ICD ; R52.1
KRITERIA DIAGNOSIS Nyeri spontan berupa rasa panas seperti terbakar, diiris, ngilu, tersobek, ditusuk jarum, disestesi dan hiperestesi, bisa disertai baal di area persarafan sensorik lesi susunan saraf pusat seperti pada sklerosis multipel, pasca stroke, siringomieli, mielopati toksik, infeksi SSP, kelainan degenerasi. Nyeri sedang sampai berat dan sering diperburuk bila melakukan aktivitas ringan, aktivitas viseral seperti berkemih, perubahan cuaca dan stres emosional. KLINIS Riwayat/ditemukan lesi di otak atau medula spinalis Biasanya ada defisit neurologik Nyeri umumnya spontan, kontinyu dan meningkat bertahap LABORATORIUM Darah rutin Cairan likuor serebrospinalis NEUROFISIOLOGI Evoked Potensial Quantitative Sensory Testing RADIOLOGI Foto polos Mielografi- CT scan, CT scan MRI, MRA DIAGNOSIS BANDING : Sesuai etiologi PENATALAKSANAAN Medikamentosa Antidepresan trisiklik : amitriptilin, imipramin, nortriptilin Antikonvulsan : karbamasepin, gabapentin, klonasepam Nonmedikamentosa Edukasi : hidup berdampingan dengan nyeri Terapi behaviour TENS, stimulasi elektrik lain Bedah PENYULIT : KONSULTASI : Bag. Bedah Saraf bila diputuskan tindakan bedah JENIS PELAYANAN Instalasi rawat jalan Instalasi rawat inap TENAGA : Dokter spesialis saraf/ konsultan LAMA PERAWATAN : Tergantung etiologi
Standar Pelayanan Medis Neurologi
77
Standar Pelayanan Medis Neurologi
78
MIGREN KRITERIA DIAGNOSIS • Klinis : Migren tanpa aura (G43.0) : a. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan berlangsung 4-72 jam, yang mempunyai sedikitnya 2 karakteristik berikut: unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah berat dengan aktivitas fisik. b.Selama nyeri kepala disertai salah satu berikut : nausea dan atau muntah, fotofobia dan fonofobia. c. Serangan nyeri kepala tidak berkaitan dengan kelainan yang lain. Migren dengan aura (G43.1) : a. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan nyeri kepala berulang yang didahului gejala neurologi fokal yang reversibel secara bertahap 5-20 menit dan berlangsung kurang dari 60 menit. b. Terdapat sedikitnya satu aura berikut ini yang reversibel seperti: gangguan visual, gangguan sensoris, gangguan bicara disfasia. c. Paling sedikit dua dari karakteristik berikut: 1. gejala visual homonim dan/atau gejala sensoris unilateral. 2. paling tidak timbul satu macam aura secara gradual ≥ 5 menit dan/atau jenis aura yang lainnya ≥ 5 menit. 3. tiap gejala berlangsung ≥ 5 menit dan ≤ 60 menit d. Tidak berkaitan dengan kelainan lain. Status Migrenosus (G43.2): a. Serangan migren dengan intensitas berat yang berlangsung ≥ 72 jam (tidak hilang dalam 72 jam). b.Tidak berkaitan dengan gangguan lain. • • • •
Laboratorium
: darah rutin, elektrolit, kadar gula darah, dll (atas indikasi, untuk menyingkirkan penyebab sekunder). Radiologi : atas indikasi (untuk menyingkirkan penyebab sekunder). Gold Standard : Kriteria diagnostik Nyeri Kepala Kelompok Studi Nyeri Kepala Perdossi 2005 yang diadaptasi dari I H S (International Headache Society) Patologi Anatomik : -
DIAGNOSIS BANDING 1. Nyeri kepala penyakit lain: THT, gigi mulut, mata, hipertensi, infeksi, toksik, gangguan metabolik/elektrolit, anemia, gagal ginjal, gagal hati. 2. SOL (space-occupying lesion) misal : subdural hematom, neoplasma, dll 3. Temporal arteritis 4. Medication-related headache 5. Trigeminal neuralgia
Standar Pelayanan Medis Neurologi
79
TATALAKSANA 1) Hindari faktor pencetus 2) Terapi abortif : - Nonspesifik : analgetik / NSAIDs, Narkotik analgetik, adjunctive therapy (mis : metoklopramide) - Obat spesifik : Triptans, DHE, obat kombinasi (mis: aspirin dengan asetaminophen dan kafein), obat gol.ergotamin. - Bila tidak respon : Opiat dan analgetik yang mengandung butalbital. Algoritme Penanganan Status Migren Status Migren Jk obat bebas gagal/tdk terobati
Muntah (-) Tx dg po,nasal,rektal,SC DHE inj/intranasal(jk tx Kontra indks dg po,rektal Atau inj phenothiazine/ metoklopramide
jk obat anti migren gagal/ Jk muntah shg dehidrasi
Muntah (+)
MRS
kontrol, inj metoklopramide/ rektal/inj phenothiazine + inj nasal/rektal triptan atau inj narkotik jk di atas gagal
Rehidrasi, kontrol muntah dg inj.phe- Abortif nothiazine/metoklo pramide
Penggunaan triptan parenteral DHE 8-12 jam Bisa diberikan tanpa ergot dl sesudah dosis 24 jam. Diulang 3xper 24 jam terakhir dari Jk diperlukan dan tdk hilang triptan
PENYULIT adanya penyakit penyerta misalnya stroke, infark miokard, epilepsi dan ansietas, penderita hamil (efek teratogenik). KONSULTASI tergantung kasus: interna, THT, mata, gigi mulut, psikiatri. JENIS PELAYANAN Rawat jalan, kalau perlu rawat inap TENAGA Dokter Spesialis Saraf, Dokter Umum, Perawat. LAMA PERAWATAN Tergantung kondisi klinis (lama dan intensitas nyeri, gejala penyerta dan respon terhadap pengobatan).
Standar Pelayanan Medis Neurologi
80
TENSION-TYPE HEADACHE (TTH) ICD : G44.2
KRITERIA DIAGNOSIS • Klinis : a) Sekurang-kurangnya terdapat 10 episode serangan nyeri kepala b) Nyeri kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari. c) Sedikitnya memiliki 2 karakteristik nyeri kepala berikut: 1. lokasi bilateral 2. menekan/mengikat (tidak berdenyut) 3. intensitas ringan atau sedang 4. Tidak diperberat oleh aktivitas rutin seperti berjalan atau naik tangga. d) Tidak dijumpai : 1. Mual atau muntah (bisa anoreksia) 2. Lebih dari satu keluhan: fotofobia atau fonofobia. e) Tidak berkaitan dengan kelainan lain. • Laboratorium : darah rutin, elektrolit, kadar gula darah,dll (atas indikasi untuk menyingkirkan penyebab sekunder) • Radiologi : atas indikasi (untuk menyingkirkan penyebab sekunder). • Gold Standard : Kriteria diagnostik Nyeri kepala Kelompok studi Nyeri kepala Perdossi 2005 yang diadaptasi dari I H S (International Headache Society) • Patologi Anatomik: DIAGNOSIS BANDING 1. Nyeri kepala penyakit lain: THT, gigi mulut, mata, hipertensi, infeksi, toksik, gangguan metabolik/elektrolit, anemia, gagal ginjal, gagal hati. 2. Nyeri kepala servikogenik 3. Psikosomatis TATALAKSANA • Medikamentosa : 1. Analgetik : aspirin, asetaminofen, NSAIDs 2. Caffeine 65 mg (analgetik ajuvan). 3. Kombinasi : 325 aspirin, asetaminofen + 40 mg kafein 4. Antidepressan : amitriptilin 5. Antiansietas : gol. Benzodiazepin, butalbutal. • Terapi non-farmakologis : a. Kontrol diet b. Hindari faktor pencetus c. Hindari pemakaian harian obat analgetik, sedatif dan ergotamin d. Behaviour treatment • Terapi fisik
Standar Pelayanan Medis Neurologi
81
PENYULIT rebound headache (efek paradoksikal obat analgesik), adanya penyakit penyerta seperti ansietas, depressi yang dapat memperberat menyebabkan TTH.
atau
KONSULTASI tergantung kasus : interna, THT, gigi mulut, psikiatri JENIS PELAYANAN Poliklinik rawat jalan. TENAGA Dokter Spesialis Saraf, Dokter Residen, Dokter Umum, Perawat.
LAMA PERAWATAN Tergantung kondisi klinis PROGNOSIS Baik
Standar Pelayanan Medis Neurologi
82
NYERI KEPALA KLASTER G44.0
KRITERIA DIAGNOSIS: • Klinis : a. Sekurang-kurangnya terdapat 5 serangan nyeri kepala hebat atau sangat hebat sekali di orbita, supraorbita dan/ atau temporal yang unilateral, berlangsung 15-180 menit bila tak diobati. b. Nyeri kepala disertai setidak-tidaknya satu dari berikut: 1. Injeksi konjungtiva dan atau lakrimasi ipsilateral 2. Kongesti nasal dan atau rhinorrhoea ipsilateral 3. Oedema palpebra ipsilateral 4. Dahi dan wajah berkeringat ipsilateral 5. Miosis dan atau ptosis ipsilateral 6. Perasaan kegelisahan atau agitasi. c. Frekuensi serangan : dari 1 kali setiap dua hari sampai 8 kali per hari d. Tidak berkaitan dengan gangguan lain • Laboratorium : darah rutin • Radiologi : CT-scan/MRI (menyingkirkan penyebab lain) • Gold Standard : Kriteria diagnostik Nyeri kepala Kelompok studi Nyeri kepala Perdossi 2005 yang diadaptasi dari I H S (International Headache Society) • Patologi Anatomik: DIAGNOSIS BANDING 1. Migren 2. Nyeri kepala klaster simptomatik : meningioma paraseler, adenoma kelenjar pituitari, aneurisma arteri karotis, kanker nasofaring 3. Neuralgia trigeminus 4. Temporal arteritis TATALAKSANA • Medikamentosa : Serangan akut (terapi abortif) : 1) Inhalasi O2 100% (masker muka) 7 l/menit selama 15 menit 2) Dihydroergotamin (DHE) 0,5-1,5 mg IV 3) Sumatriptan inj. SC 6 mg. dapat diulang setelah 24 jam. 4) Zolmitriptan 5-10 mg per-oral 5) Anestesi lokal: 1 ml Lidokain intranasal 4% 6) Indometasin (rektal suppositoria) 7) Opioids 8) Ergotamin aerosol 0,36-1,08 mg (1-3 inhalasi) efektif 80% 9) Gabapentin atau topiramat 10) Methoxyflurane (rapid acting analgesic): 10-15 tetes pada saputangan dan inhale selama beberapa detik.
Standar Pelayanan Medis Neurologi
83
•
Tindakan : - Penyuntikan dan blokade saraf - Operatif pada intraktabel
PENYULIT self-injury, efek samping pengobatan, potensi penyalahgunaan medikamentosa (drug abuse), medication overuse headache. KONSULTASI Bedah saraf atas indikasi JENIS PELAYANAN Rawat Inap TENAGA Dokter Spesialis Saraf, Dokter Residen, Dokter Umum, Perawat.
LAMA PERAWATAN Tergantung kondisi klinis
Standar Pelayanan Medis Neurologi
84
4.1. Nyeri kepala Akut Pasca Trauma G44.880 KRITERIA DIAGNOSIS • Klinis : Nyeri kepala, tidak khas a. Terdapat trauma kepala, di mana nyeri kepala terjadi dalam 7 hari setelah trauma kepala atau sesudah kesadaran penderita pulih kembali . b. Terdapat satu atau lebih keadaan di bawah ini: 1. Nyeri kepala hilang dalam 3 bulan setelah trauma kepala 2. Nyeri kepala menetap, tetapi tidak lebih dari 3 bulan sejak trauma kepala.
4.2.Nyeri kepala Kronik Pasca Trauma
(G44.3)
Nyeri kepala, tidak khas Terdapat trauma kepala, di mana nyeri kepala timbul dalam 7 hari sesudah trauma atau sesudah kesadaran penderita pulih kembali c. Nyeri kepala berlangsung lebih dari 3 bulan setelah trauma kepala. • Laboratorium : Darah rutin, kimia darah, LCS(atas indikasi) • Radiologi : Foto tengkorak, Neuroimaging CT scan/MRI • Gold Standard : Kriteria diagnostik Nyeri kepala Kelompok studi Nyeri kepala Perdossi 2005 yang diadaptasi dari I H S (International Headache Society) • Patologi Anatomik: a. b.
DIAGNOSIS BANDING 1. Nyeri kepala penyakit lain: THT, gigi mulut, mata, hipertensi, infeksi, toksik, gangguan metabolik/elektrolit, anemia, gagal ginjal, gagal hati. 2. Perdarahan Intrakranial (subdural, subarahnoid, intrkranial). 3. Psikosomatis TATALAKSANA • Medikamentosa : tergantung jenis/tipe nyeri kepala • Tindakan : atas indikasi PENYULIT Kelainan struktural di otak KONSULTASI Tergantung kasus : Bedah, Bedah saraf JENIS PELAYANAN Rawat jalan, kalau perlu rawat Inap. TENAGA Standar Pelayanan Medis Neurologi
85
Dokter Spesialis saraf, Dokter Residen, Dokter Umum, Perawat.
LAMA PERAWATAN Tergantung kondisi klinis
Standar Pelayanan Medis Neurologi
86
5. NYERI KEPALA YANG BERKAITAN DENGAN SUATU SUBSTANSI ATAU PROSES WITHDRAWALNYA. KRITERIA DIAGNOSIS • Klinis Nyeri kepala akibat induksi Monosodium Glutamat (G44.83) a. Nyeri kepala dengan paling tidak satu karakteristik di bawah : 1. bilateral 2. lokasi fronto-temporal 3. diperberat aktivitas fisik. b. Mengkonsumsi MSG c. Nyeri kepala timbul satu jam setelah mengkonsumsi MSG d. Nyeri kepala sembuh 72 jam setelah mengkonsumsi sekali saja. Nyeri kepala akibat induksi Kokain (G44.83) a. Nyeri kepala dengan sekurang-kurangnya satu karakteristik di bawah ini: 1. Bilateral 2. Lokasi frontotemporal 3. Berdenyut 4. Diperberat dengan aktivitas fisik. b. Pengguna Kokain c. Nyeri kepala timbul satu jam setelah menggunakan kokain d. Nyeri kepala sembuh dalam 72 jam setelah penggunaan sekali/pertama • •
Laboratorium : Darah rutin, kimia darah, urine, tes Narkoba. Radiologi : atas indikasi menyingkirkan penyebab lain
• Gold Standard : Kriteria diagnostik Nyeri kepala Kelompok studi Nyeri Kepala Perdossi 2005 yang diadaptasi dari I H S (International Headache Society) Patologi Anatomik : DIAGNOSIS BANDING 1. Nyeri kepala penyakit lain: THT, gigi mulut, mata, hipertensi, infeksi, toksik, gangguan metabolik/elektrolit, anemia, gagal ginjal, gagal hati. 2. Migren 3. TTH 4. Psikosomatis TATALAKSANA Terapi nyeri kepala oleh karena MSG sama seperti nyeri kepala migren. 1. Preventif : hindari makanan yang mengandung MSG 2. Non Spesifik : - analgetik : parasetamol, asam asetil salisilat, NSAIDs - Isometheptene - antiemetik : domperidon, metoklopramid 3. Spesifik : Triptans
Standar Pelayanan Medis Neurologi
87
Terapi nyeri kepala akibat induksi kokain: 1. Simptomatis (analgetik) 2. Dopamin agonis 3. Betabloker 4. Terapi behaviour PENYULIT Gangguan psikiatri KONSULTASI Bagian psikiatri bila diperlukan JENIS PELAYANAN Rawat jalan TENAGA Dokter Spesialis saraf, Dokter Umum, Perawat.
Lama Perawatan : Tergantung kondisi klinis
Standar Pelayanan Medis Neurologi
88
6. NYERI KEPALA YANG BERKAITAN DENGAN KELAINAN KRANIUM, LEHER, MATA, TELINGA, HIDUNG, SINUS, GIGI, MULUT ATAU STRUKTUR FACIAL ATAU KRANIAL LAINNYA. KRITERIA DIAGNOSIS • Klinis Nyeri kepala Servikogenik (Cervicogenic headache) (G44.841) a. Deskripsi: 1. Nyeri kepala atau muka unilateral dan menetap atau bilateral 2. Lokasi nyeri pada oksipital, frontal, temporal atau orbital 3. Intensitas nyeri sedang atau berat 4. Serangan intermitten nyeri beberapa jam sampai beberapa hari, nyeri konstan atau nyeri konstan yang disertai dengan serangan nyeri. 5. Nyeri kepala biasanya terasa dalam dan tidak berdenyut, nyeri akan berdenyut jika disertai serangan migren. 6. Nyeri kepala dicetuskan oleh gerakan leher, postur tertentu dari leher, penekanan dengan jari pada suboksipital, daerah C2, C3 atau C4 atau di atas daerah nervus oksipitalis; valsava, batuk, bersin juga dapat merupakan pemicu CH. 7. Pengurangan gerakan leher baik aktif maupun pasif; kaku kuduk. 8. Tanda dan simptom ikutan dapat menyerupai dengan migren yaitu berupa nausea, vomitus, fotofobia, dizziness; dan penglihatan kabur ipsilateral, lakrimasi dan kemerahan pada konjungtiva, atau nyeri tengkuk, bahu, lengan. b. Nyeri bersumber dari daerah tengkuk/leher, dapat menyebar ke depan lebih dari 1 regio kepala dan wajah c. Terbukti secara klinik, laboratorium, dan imaging adanya gangguan atau lesi di servikal spinal atau jaringan ikat di daerah leher yang bisa dianggap penyebab nyeri kepala. d. Adanya bukti kaitan nyeri dengan kelainan di leher atau lesi lain di leher yang paling tidak satu kriteria di bawah ini : 1. menunjukkan gejala klinik adanya sumber nyeri di leher 2. nyeri kepala akan menghilang setelah dilakukan blokade memakai plasebo atau zat lainnya terhadap struktur servikal atau saraf-saraf servikal. 3. Nyeri akan berkurang dalam 3 bulan sesudah keberhasilan pengobatan terhadap penyebab. • •
Laboratorium Radiologi
• Gold Standard
: Darah rutin, kimia darah : Rontgen foto servikal, MRI atas indikasi (menyingkirkan penyebab lain). : Kriteria diagnostik Nyeri kepala Kelompok studi Nyeri kepala Perdossi 2005 yang diadaptasi dari I H S (International Headache Society)
Standar Pelayanan Medis Neurologi
89
•
Patologi Anatomik: -
Standar Pelayanan Medis Neurologi
90
DIAGNOSIS BANDING 1. Tumor Fossa posterior 2. Chiari malformation 3. AVM (intrakranial atau perispinal) 4. Vasculitis (giant cell arteritis) 5. Vertebral artery dissection 6. Cervical spondylosis atau arthropathy 7. Herniated cervical disk 8. Spinal nerve compression atau tumor TATALAKSANA • Medikamentosa : - antidepressan trisiklik - obat anti epilepsi - relaksan otot - NSAID • Tindakan: Blokade anestesi , operasi sesuai indikasi PENYULIT Adanya kelainan struktural di leher KONSULTASI Bedah saraf JENIS PELAYANAN Rawat jalan, kalau perlu rawat inap TENAGA Dokter Spesialis saraf, Dokter Residen, Dokter Umum, Perawat.
LAMA PERAWATAN Tergantung kondisi klinis
Standar Pelayanan Medis Neurologi
91
7. NEURALGIA KRANIAL DAN PENYEBAB SENTRAL NYERI FASIAL KRITERIA DIAGNOSIS • Klinis Neuralgia Trigeminal Klasik (G44.847) a. Serangan nyeri paroksismal beberapa detik sampai dua menit melibatkan satu atau lebih cabang N. Trigeminus b. Memenuhi paling sedikit satu karakteristik berikut : 1. Kuat, tajam, superfisial atau rasa menikam 2. Dipresipitasi dari trigger area atau oleh faktor pencetus. c. Jenis serangan stereotyped pada masing-masing individu d. Tidak ada defisit neurologik e. Tidak berkaitan dengan gangguan lain. Neuralgia Trigeminal Simptomatik (G44.847) a. Serangan nyeri paroksismal selama beberapa detik sampai dua menit dengan atau tanpa nyeri persisten di antara serangan paroksismal, melibatkan satu atau lebih cabang/divisi N. Trigeminus. b. Memenuhi paling sedikit satu karakteristik nyeri berikut : 1. Kuat, tajam, superfisial atau rasa menikam 2. Dipresipitasi dari trigger area atau oleh faktor pencetus. c. Jenis serangan stereotyped pada masing-masing individu d. Lesi penyebab adalah selain kompresi pembuluh darah, juga kelainan struktural yang nyata terlihat pada pemeriksaan canggih dan atau eksplorasi fossa posterior. Neuralgia Oksipital (G44.847) a. Nyeri yang paroksismal pada daerah distribusi nervus oksipitalis mayor atau minor, dengan atau tanpa rasa nyeri persisten diantara serangan paroksismal, yang kadang-kadang diikuti berkurangnya sensasi atau dysaesthesia pada area yang terkena. b.Nyeri tekan pada saraf yang bersangkutan c. Nyeri akan berkurang sementara dengan pemberian blokade local anestesi terhadap saraf yang bersangkutan. • • • •
Laboratorium : Darah rutin, kimia darah Radiologi : CT / MRI atas indikasi (menyingkirkan penyebab lain) Gold Standard : Kriteria I H S (International Headache Society) Patologi Anatomik : -
DIAGNOSIS BANDING 1. Migren 2. Nyeri kepala Klaster 3. Gangguan pada Gigi-mulut 4. Nyeri kepala servikogenik
Standar Pelayanan Medis Neurologi
92
TATALAKSANA Terapi terhadap neuralgia trigeminal klasik Medikamentosa : Karbamasepin, Okskarbasepin, Gabapentin, Fenitoin, Lamotrigin, Baklofen Tindakan : Operasi pada kasus intraktabel Terapi terhadap Neuralgia trigeminal simptomatik 1. Kausal 2. Terapi farmaka : sama dengan neuralgia trigeminal idiopatik 3. Terapi bedah : menghilangkan kausal seperti angkat tumor Terapi terhadap Neuralgia Oksipital 1. Analgetik NSAIDs mis : gol. Diklofenak 2. Fisioterapi, kompres panas lokal, traksi servikal 3. injeksi lidokain 0,5-2 cc blokade saraf servikal 4. Gabapentin 5. Bedah dekompressi saraf C2 & C3 atas indikasi PENYULIT Lesi struktural KONSULTASI Bedah saraf (atas indikasi) JENIS PELAYANAN Rawat jalan, kalau perlu rawat inap TENAGA Dokter Spesialis saraf, Dokter Residen, Dokter Umum, Perawat.
LAMA PERAWATAN Tergantung kondisi klinis
Standar Pelayanan Medis Neurologi
93
8. NYERI KEPALA AKIBAT PENGGUNAAN OBAT YANG BERLEBIH (MEDICATION OVERUSE= MOH) 8.1. Nyeri kepala akibat penggunaan berlebihan analgesik KRITERIA DIAGNOSTIK • Klinis : a) Nyeri kepala timbul > 15 hari/bulan diikuti paling sedikit satu dari gejala di bawah ini: 1. Bilateral 2. Kualitas seperti menekan/mengikat (tidak berdenyut). 3. Intensitas ringan atau sedang b) Pemakaian analgesik ringan >15 hari/bulan selama 3 bulan c) Nyeri kepala makin bertambah buruk selama penggunaan berlebihan analgesik d) Nyeri kepala membaik atau kembali ke pola sebelumnya dalam waktu 2 bulan setelah penghentian analgesik. • Laboratorium : Darah rutin, kimia darah,urine. • Radiologi : atas indikasi menyingkirkan penyebab lain • Gold Standard : Kriteria diagnostik Nyeri Kepala Kelompok studi Nyeri Kepala Perdossi 2005 yang diadaptasi dari IHS (International Headache Society) • Patologi Anatomik : DIAGNOSIS BANDING 1. TTH 2. Psikosomatis TATALAKSANA : Medikamentosa & Tindakan PENYULIT : Adanya lesi struktural KONSULTASI : Psikiatri JENIS PELAYANAN : Rawat jalan, kalau perlu rawat inap. TENAGA : Dokter Spesialis Saraf , Dokter Umum, Perawat. LAMA PERAWATAN : Tergantung kondisi klinis.
Standar Pelayanan Medis Neurologi
94
Standar Pelayanan Medis Neurologi
95
PENYAKIT PARKINSON (ICD: G 20) DEFINISI : PENYAKIT PARKINSON : adalah bagian dari parkinsonism yang patologis ditandai dengan degenerasi ganglia basalis terutama di pars compacta substansia nigra diserta dengan inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy`s bodies) PARKINSONISM : adalah sindroma yang ditandai dengan tremor waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia dan hilangnya releks postural akibat penurunan dopamine karena beberapa sebab. KRITERIA DIAGNOSIS : A. KLINIS : • Umum : - gejala dimulai pada satu sisi (hemiparkinson) - tremor saat istirahat - tidak didapatkan gejala neurologis lain - tidak dijumpai kelainan laboratorium dan radiologis. - perkembangan penyakit lambat. - respon terhadap levodopa cepat dan dramatis - refleks postural tidak dijumpai pada awal penyakit. •
Khusus : - Tremor : laten, saat istirahat, bertahan saat istirahat. - Rigiditas - Akinesia/bradikinesia - kedipan mata berkurang - wajah seperti topeng - hipotonia - hipersalivasi - takikinesia - tulisan semakin kecil kecil - cara berjalan langkah kecil kecil - Hilangnya refleks postural - Gambaran motorik lain : - distonia - rasa kaku - sulit memulai gerak - palilalia
Perjalanan klinis penyakit Parkinson dilihat berdasar tahapan menurut Hoehn dan Yahr 1. Stadium I : - gejala dan tanda pada satu sisi - gejala ringan - gejala yang timbul mengganggu tapi tidak menimbulkan cacat - tremor pada satu anggota gerak - gejala awal dapat dikenali orang terdekat
Standar Pelayanan Medis Neurologi
96
2. Stadium II : - gejala bilateral - terjadi kecacatan minimal - sikap/cara berjalan terganggu 3. Stadium III : - gerakan tubuh nyata lambat diri - gangguan keseimbangan saat berjalan/berdiri - disfungsi umum sedang 4. Stadium IV : gejala lebih berat keterbatasan jarak berjalan rigiditas dan bradikinesia tidak mampu mandiri tremor berkurang 5. Stadium V : stadium kakeksia kecacatan kompleks tidak mampu berdiri dan berjalan memerlukan perawatan tetap LABORATORIUM : tidak ada RADIOLOGIS : CT Scan kepala untuk menyingkirkan kausa lain GOLD STANDARD : tidak ada PATOLOGI ANATOMI : degenerasi ganglia basalis terutama di substansia nigra pars kompakta dan adanya Lewys Body DIAGNOSIS BANDING : 1. Progresif Supranuclear palsy 2. Multiple System Atrophy 3. Corticobasal degeneration. 4. Hutington Disease 5. Primary Pallidal Atrophy 6. Diffuse Lewy Body Disease 7. Parkinson sekunder : Toxic, infeksi SSP, drug induced, vaskuler TATALAKSANA A. Medikamentosa : • Amantadin • Antikholinergik : Benztropin mesilat, biperidin, trihexyphenidil • Dopaminergik : Carbidopa dan levodopa Benserazide dan levodopa • Dopamin Agonis : Bromokriptin mesilat, pergolide mesilat, pramipexole,rupinirol,lysuride • COMT inhibitor : Entacapone, tolcapone • MAO-B inhibitor : Selegiline, lazabemide • Anti Oksidan : Glutamat antagonis, alfa tocoferol, asam • ascorbat,betacaroten
Standar Pelayanan Medis Neurologi
97
• •
Botulinum toksin Propanolol.
B. Non medikamentosa : • Operasi : Talamotomi, palidotomi, transplantasi substansia nigra, ablasi dan stimulasi otak • Rehabilitasi medis. • Psikoterapi. PENYULIT : Fluktuasi obat (fenomena off on) Hipotensi postural Perubahan tingkah laku : dementia, depresi,sleep disorder, psikosis KONSULTASI : • Bagian Rehabilitasi Medis • Bedah Saraf • Psikiater JENIS PELAYANAN : Poliklinik dan rawat inap. TENAGA : • Spesialis Saraf • Spesialis Bedah Saraf • Physiatrist • Psikiater LAMA PERAWATAN : PROGNOSIS : biasanya berlangsung kronis progresif. .
Standar Pelayanan Medis Neurologi
98
DISTONIA DEFINISI : Distonia adalah sindroma neurologis yang ditandai dengan gerakan involunter, terus menerus, dengan pola tertentu akibat dari kontraksi otot antagonis yang berulang-ulang sehingga menyebabkan gerakan / posisi tubuh yang abnormal. KLASIFIKASI 1. FOKAL 2. 3. 4. 5.
: Blepharospasme, Distonia Oromandibular, Distonia Spasmodik , Distonia servikal, Writer`s Cramp. SEGMENTAL : Axial ( leher, tubuh ), satu lengan dan satu bahu, dua bahu, brachial dan crural. MULTIFOKAL : dua atau lebih dua bagian tubuh yang berbeda. GENERAL : Kombinasi crural distonia dan segmen yang lain HEMIDISTONIA : lengan dan tungkai sesisi.
1. DISTONIA FOKAL PRIMER 1.A. BLEPHAROSPASME : KRITERIA DIAGNOSIS : A. KLINIS : • Gerakan involunter pada penutupan kedua mata berupa kontraksi spasmodik dari otot orbikularis okuli di pretarsal, preseptal dan periorbital. • Biasanya disertai distonia dari kelopak mata, paranasal, wajah, bibir, lidah, pharing, laring dan otot leher. • Blepharospasme dipicu oleh cahaya yang menyilaukan, polusi udara dan air, aktifitas dan stress. Blepharospasme diawali dengan kontraksi klonik kelopak mata, secara bertahap memberat sehingga mata tertutup kuat. Kadang penderita mengalami kesulitan membaca, melihat TV, mengendarai dan aktifitas sehari hari yang melibatkan penglihatan. B. LAB : tidak ada C. RADIOLOGIS : tidak ada D. GOLD STANDARD : tidak ada E. PATOLOGI ANATOMI : tidak ada DIAGNOSIS BANDING : tidak ada TATALAKSANA A. Medikamentosa : • Anticholinergic, benzodiazepine, baclofen dan tetrabenasin. Biasanya hasilnya kurang memuaskan. • Toksin botulinum merupakan obat pilihan. B. Non medikamentosa : • Operasi myectomi atau pemotongan saraf fasial selektif. • Rehabilitasi medis. PENYULIT : ptosis, ecchymosis, diplopia, ectropion, blurred vision, dry eyes.
Standar Pelayanan Medis Neurologi
99
KONSULTASI : • Bagian Rehabilitasi Medis • Bedah Saraf JENIS PELAYANAN : Poliklinik dan rawat inap. TENAGA : • Spesialis Saraf • Spesialis Bedah Saraf • Psychiatrist LAMA PERAWATAN : PROGNOSIS : sulit disembuhkan . 1.B. DISTONIA OROMANDIBULER KRITERIA DIAGNOSIS : A. KLINIS : Gerakan involunter berupa spasme pada dagu, mulut dan otot lidah sehingga dagu menutup rapat, gigi tergigit rapat, trismus dengan akibat kerusakan gigi, sendi temporomandibular. Adanya gerakan involuntary pada lidah menyebabkan kesulitan mengecap, berbicara dan mencucu. B. LAB : tidak ada C. RADIOLOGIS : tidak ada D. GOLD STANDARD : tidak ada E. PATOLOGI ANATOMI : tidak ada DIAGNOSIS BANDING : 1. Hemimasticatory spasm 2. Hemifacial spasm 3. Temporomandibular syndrome TATALAKSANA • Medikamentosa : Toksin botulinum, Benzodiazepin, Anticholinergic, Baclofen biasanya kurang bermanfaat. • Non medikamentosa : speech terapy, operasi PENYULIT : nyeri lokal, kesulitan mengunyah dan berbicara KONSULTASI : Rehabilitasi medis, bedah saraf JENIS PELAYANAN : poliklinik dan rawat inap TENAGA : • Spesialis Saraf • Spesialis Bedah Saraf
Standar Pelayanan Medis Neurologi
100
•
Spesialis Kesehatan Jiwa
Standar Pelayanan Medis Neurologi
101
LAMA PERAWATAN : PROGNOSIS : sulit disembuhkan. 1.C. DISTONIA SERVIKAL KRITERIA DIAGNOSIS : A. KLINIS : • Tortikolis, rotasi kepala kelateral, laterokolis, retrokolis dan anterokolis. • Sepertiga penderita mengalami scoliosis, nyeri local akibat spasme otot dan spondilotik radikulomyelopati. • Dipicu oleh kondisi stress dan kelelahan. • Kadang disertai dengan tremor tangan dan kepala. B. LAB : tidak ada C. RADIOLOGIS : tidak ada D. GOLD STANDARD : tidak ada E. PATOLOGI ANATOMI : tidak ada DIAGNOSIS BANDING : distonia karena keracunan obat metoklopramide, neroleptik. TATALAKSANA : • Medikamentosa : biasanya tidak banyak bermanfaat. Obat pilihan : triheksiphenidil, injeksi toksin botulinum. Bensodiazepin bisa mengurangi nyeri. Haloperidol jangan digunakan karena dapat menyebabkan tardive dyskinesia. • Non medikamentosa : Hypnosis, biofeedback, relaksasi, psikoterapi, tusuk jarum, brace. Terapi ini tidak banyak membantu. PENYULIT : distonia generalisata. KONSULTASI : Rehabilitasi medis, psikiater. JENIS PELAYANAN : Rawat jalan. TENAGA : Neurologist, physiatrist, psikiater. PROGNOSIS : 20 % remisi spontan, eksaserbasi terjadi beberapa bulan kemudian. Sebagian besar mengalami distonia sepanjang hidup dan sebagian menjadi distonia generalisata.
Standar Pelayanan Medis Neurologi
102
Standar Pelayanan Medis Neurologi
103
1.D. DISTONIA LARINGEAL ( DISPHONIA SPASMODIK ) KRITERIA DIAGNOSIS. A. KLINIS : • Latar belakang penderita : guru dan penyanyi. • Distonia pada laring menyebabkan 2 tipe kelainan yaitu tipe adductor oleh karena hiperadduksi korda vokalis dan tipe abductor oleh karena kontraksi m. krikoaritenoid posterior selama berbicara sehingga abduksi korda vokalis terganggu. Keluhan berupa suara serak, berat, bergetar. B. LABORATORIUM : tidak ada C. RADIOLOGIS : tidak ada D. GOLD STANDARD : tidak ada E. PATOLOGI ANATOMI: tidak ada DIAGNOSIS BANDING : Psychogenic voice disorder, tremor esensial, kelainan korda vokalis, radang korda vokalis. TATALAKSANA : A. Medikamentosa : tidak banyak membantu. Toksin botulinum hrs digunakan secara hati hati, oleh karena dapat menyebabkan aphonia, disfagi B. Non medikamentosa : terapi vocal, tindakan operasi . PENYULIT : aphonia dan disfagi KONSULTASI : Rehabilitasi medis, dr. Bedah leher dan kepala. JENIS PELAYANAN : rawat jalan dan rawat inap TENAGA : • Spesialis Saraf • Spesialis Kesehatan Jiwa • Spesialis Bedah Kepala dan Leher LAMA PERAWATAN : PROGNOSIS : biasanya sulit disembuhkan.
Standar Pelayanan Medis Neurologi
104
1.E. LIMB DISTONIA KRITERIA DIAGNOSIS : A. KLINIS : • Ada 2 bentuk yaitu : • a. idiopatik : biasanya diawali dengan aksi distonia. • b. sekunder : oleh karena lesi saraf sentral dan perifer. Gejala biasanya muncul saat istirahat. Gejala distonia fokal berupa cramp yang berkaitan dengan pekerjaan (graphospasm, Writer`s cramp) pada distonia idopatik sedangkan pada yang sekunder berupa distonia spesifik yang muncul saat menulis, mengetik,makan, olahraga atau saat bermain musik. Kadang kadang disertai dengan tremor esensial. B. LAB : tidak ada C. RADIOLOGIS : tidak ada D. GOLD STANDARD : tidak ada E. PATOLOGI ANATOMI : tidak ada DIAGNOSIS BANDING : Parkinson dan parkinsonism. TATALAKSANA A. Medikamentosa : • trihexyphenidil, benztropin. Biasanya hasilnya kurang memuaskan. • Toksin botulinum merupakan obat pilihan. B. Non medikamentosa : • Operasi. • Rehabilitasi medis. PENYULIT : segmental atau general distonia. KONSULTASI : • Bagian Rehabilitasi Medis • Bedah Saraf JENIS PELAYANAN : Poliklinik dan rawat inap. TENAGA : • Spesialis Saraf LAMA PERAWATAN : PROGNOSIS : sulit disembuhkan .
Standar Pelayanan Medis Neurologi
105
PENYAKIT HUNTINGTON DEFINISI : Penyakit Huntington (PH) adalah penyakit neurodegenerasi progresif genetik autosomal dominan, yang muncul pada dewasa umur pertengahan. Manifestasi klinis triad adalah movement disorders (chorea), demensia (subkortikal demensia) dan gangguan psikiatri atau tingkah laku. KLINIS : 1. Manifestasi klinis onset tidak pasti ( insidious ), umur 35-40 tahun, prevalensi 4-8/100.000 penduduk, diturunkan secara 100% autosomal dominal (triplet expansi CAG pada chromosom 4). 2. Chorea timbul pada 90% PH adalah gerakan yang tidak disadari, spontan, mendadak, berlebihan, ireguler, kasar, berubah-ubah arah, random. 3. Dalam perjalanan PH progresif dan memburuk chorea dapat berubah menjadi dystonia, gambaran Parkinson seperti rigiditas, bradikinesia, gangguan postural, myoclonus, ataxia , gangguan gerakan mata sakadik lambat, memanjangnya respon latensi, stadium lanjut dysphagia. 4. Subkortikal demensia pada PH dengan ciri khas bradyphrenia, gangguan atensi dan sequencing tanpa disertai apraxia, agnosia atau aphasia. Registrasi informasi baru dan immediate memory dan recall masih utuh, meskipun retrieval recent dan remote momory terganggu. 5. Gangguan Psikatri dan tingkah laku, kadang psikosis, dengan halusinasi visual dan pendengaran, mania, apatis, tingkah laku obsesif dan depresi. LABORATORIUM : Bila memungkinkan laboratorium genotyping khusus untuk PH (triplet expansi CAG pada chromosom 4). RADIOLOGIS : Pada CT atau MRI terlihat atropi berat pada caput cauda dan putamen, atropi sedang globus pallidus, kortek, substansia nigra, nucleus subthalamus, dan locus coerolus GOLD STANDARD : tidak ada PATOLOGI ANATOMI : Pada PH atropi berat pada caput cauda dan putamen, atropi sedang globus pallidus, kortek, substansia nigra, nucleus subthalamus, dan locus coerolus
Standar Pelayanan Medis Neurologi
106
DIAGNOSA BANDING , Klasifikasi Primary chorea - Huntington’s diseases - Neuroacanthocytosis - Dentato-rubral-pallidoluysian atrophy - Benign hereditary chorea - Wilson’s diseases - PKAN / HalllerverdenSpatz Syndrome - Senile chorea - Paroxysmal choreoathetose
chorea : Secondary chorea
Others
- Sydenham’s chorea - Drug induced chorea - Immune mediated chorea - Infectious chorea - Vascular chorea - Hormonal disorders
- Metabolic disorders - Vitamine deficiency (B1 dan B12) - Exposure to toxin - Paraneoplastic syndromes - Postpump choreoathetosis
TATALAKSANA A. MEDIKAMENTOSA : - Remacide dan Coenzyme Q10 600 mg/hari dapat menghambat progresivitas - Untuk depresi diberikan Tricyclic antidepresan ( amitriptylin atau imipramine, nortriptylin), SSRI ( fluoxetine atau sertraline) - Chorea dapat diberikan : - Haloperidol 0,5 - 5 mg/hari, - Dopamine blocking agent - Benzodiazepines seperti Clonazepam bisa dipakai. - Amantandine 100-300 mg - Emosi tak terkontrol, iritabel diberikan Clonazepam, Carbamazepin atau Valproic Acid ditambah dengan antidepresan - Gangguan psikiatri seperti delusion diberikan neuroleptik, haloperidol atau thioridazin - Psikosis dapat diberikan Quetiapine dan Clozapine B. TINDAKAN : Tidak ada PENYULIT : - Gangguan Psikiatri dan tingkah laku - Parkinsonism seperti rigiditas, bradikinesia, gangguan postural, dystonia, myoclonus, ataxia, dysphagia KONSULTASI : Dokter spesialis jiwa JENIS PELAYANAN : - Ringan rawat jalan - Berat rawat inap TENAGA : Dokter spesialis saraf LAMA PERAWATAN : PROGNOSIS : PH adalah penyakit neurodegeneratif yang progresif berakhir fatal, Sebab kematian biasanya aspirasi pneumonia atau trauma sekunder akibat jatuh
Standar Pelayanan Medis Neurologi
107
SYDENHAM’S CHOREA KRITERIA DIAGNOSA : A. DEFINISI : Sydenham’s chorea ( SC) adalah komplikasi lambat dari infeksi Aβ Haemolytic streptococcal dan merupakan kriteria mayor acute rheumatic fever, dengan ciri khas chorea, kelemahan otot dan beberapa gejala neuropsikiatri, akibat penyakit autoimun. KLINIS : 1. Didahului adanya infeksi Aβ Haemolytic streptococcal ( 20 - 30%) 2. Umur 5-15 tahun 3. Perempuan predominan. 4. Chorea general, simetris, gerakan lebih cepat dibanding chorea dari Huntington 5. Perubahan tingkahlaku , gangguan obsesif-kompulsif dan iritabel 6. Sembuh sendiri 5-16 minggu. LABORATORIUM : Kadar ASTO ( Anti Streptolisin O ) meningkat RADIOLOGIS : MRI lesi di nucleus caudatus dan putamen PATOLOGI ANATOMI : tidak ada data DIAGNOSA BANDING : Secondary chorea - Sydenham’s chorea - Immune mediated chorea - Vascular chorea - Hormonal disorders - Drug induced chorea - Infectious chorea : Bacterial Sydenham's (post streptococcal) Sub-acute bacterial endocarditis Neurosyphilis Tuberculosis Viral Measles Mumps Influenza Cytomegalovirus Subacute sclerosing panencephalitis Human immune deficiency virus Epstein-Barr virus (mononucleosis) Borrelia burgdorferi (Lyme disease) Varicella Prion Creutzfeldt-Jakob disease
Standar Pelayanan Medis Neurologi
108
TATALAKSANA : A. MEDIKAMENTOSA : - Chorea dapat diberikan : - Haloperidol 0,5 - 5 mg/hari, - Benzodiazepines seperti Clonazepam bisa dipakai. - Amantandine 100-300 mg B. TINDAKAN : KONSULTASI : JENIS PELAYANAN : Ringan rawat jalan TENAGA : Dokter spesialis saraf LAMA PERAWATAN : PROGNOSIS : sembuh sendiri
Standar Pelayanan Medis Neurologi
109
TREMOR ESENSIAL KRITERIA DIAGNOSIS A. KLINIS : • Tremor Essential (TE) berdasarkan Core And Secondary Criteria (Lihat Tabel) Kriteria Inti Kriteria Sekunder - Tremor saat kerja bilateral di tangan Lama > 3 tahun dan lengan bawah - Tidak ada kelainan neurologis lain, Riwayat keluarga positip kecuali cogwheel phenomenon - Tremor kepala dengan / tanpa Ada respon terhadap alkohol dystonia • Onset usia rata-rata TE : 45 tahun • Bisa unilateral atau bilateral • Tremor bisa meluas sampai kepala dan leher, kira-kira 50-60% TE mengenai kepala • Tremor suara (Voice Tremor) terjadi pada 30% pasien • TE jarang pada tubuh dan kaki • TE cenderung progesif dan sama dengan bertambahnya usia • Alkohol memperbaiki tremor pada 70% pasien selama tidur miring. • Performance test : pasien menulis, menggambar, mengambil benda, minum dengan gelas LABORATORIUM : RADIOLOGI :GOLD STANDARD : PA : tidak ada keluhan DIAGNOSA BANDING • Parkinson, MS, Wilson disease, Huntington • Cerebellar degenerative disease • Efek samping obat : obat asma, anti depresan • Toksin logam berat : timah, merkuri • Thypoid disease TATALAKSANA A. Medikamentosa : Obat
Dosis awal
Dosis Tx
Propanolol
30 mg/hr
160 – 320 mg/hr
Primidone
12,5-25 mg/hr
62,5 – 350 mg/hr
Gabapentine
300mg/hr
1200 – 3600 mg/hr
Alprazolam
0,75 mg/hr
0,74 – 2,75 mg/hr
Topiramate
25 mg/hr
100 – 300 mg/hr
Nimodipine Theophyllin
120 mg/hr 150-300 mg/hr
120 mg/hr 15 – 300 mg/hr
Standar Pelayanan Medis Neurologi
Efek Samping Kelelahan, impoten, depresi, sesak nafas, bradycardia Sedasi, nausea, muntah Drowsines, kelelahan, nausea, dizzine,sempoyongan Sedasi, kelelahan Parestesia, BB menurun, batu ginjal Hipotensi ortostatik Insomnia, restlessness, sakit
110
kepala
• Botulinum toxin A : terutama TE kepala, suara, tangan. B. Tindakan • Bedah : continuos deep brain stimulation with electrode implanted pada ventral intermediate nucleus of the thalamus dan thalamotomy • Physical terapi : speech terapi PENYULIT Stres, kopi, alkohol KONSULTASI : • Bedah • Rehab medik JENIS PELAYANAN : • Rawat Jalan TENAGA : • Dokter Spesialis Saraf • Fisioterapis LAMA PERAWATAN : PROGNOSIS : baik
Standar Pelayanan Medis Neurologi
111
PROGRESSIVE SUPRANUCLEAR PALSY KRITERIA DIAGNOSIS A. KLINIS • Usia 50-60 tahun • Gejala meliputi : gangguan keseimbangan (imbalance), gangguan penglihatan, disartri, disfagi, gangguan fungsi intelektual, perubahan kepribadian, atau insomnia. Tidak semua gejala ada pada setiap pasien, tetapi sebagian besar muncul selama perjalanan penyakit. • Biasanya dimulai dengan gangguan visual, gangguan postur dan gaya berjalan yang tampak pada awal penyakit. Pada fase dini penderita sering tiba tiba terjatuh tanpa penyebab yang jelas (paroxysmal disequilbrium). Sebagian besar cenderung jatuh ke belakang, tetapi bisa jatuh ke segala arah. • Ciri khasnya hipokinesia dan rigiditas otot-otot axial dan anggota gerak • Gangguan gerakan ocular pursuit, khususnya kearah bawah, biasanya tampak pada saat pertama kali memeriksakan diri. Paresis menimbulkan pergerakan kepala pasif mengaktifkan reflek oculocephalic (supranuclear). Pasien kesulitan apabila menuruni tangga, membaca atau mengambil makanan dari piring. • Gangguan bicara dan menelan, kadang tercekik. • Ditemukan horizontal square-wave jerk, saccadic lambat dan hipometrik, dan paresis gerakan keatas. Paresis lateral gaze terjadi pada tahap lanjut dari penyakit. • Apraxia gerakan kelopak mata dan blepharospasme sering terjadi . • Tremor jarang ditemukan • Gangguan mental sering ditemukan, seringkali berupa perubahan kepribadian, emotional incontinence, atau depresi. Demensia biasanya sama dengan Penyakit Lobus Frontalis. • Kombinasi disartria, disfagia dan disabilitas menyebabkan kematian karena aspirasi • Respon terapi terhadap levodopa buruk B. PENUNJANG • MRI otak untuk menyingkirkan dementia multi-infark dan hidrosefalus. • Single photon emission computed tomography (PET) scan DIAGNOSA BANDING • Parkinson’s disease idiopatik. Sulit dibedakan apabila gerakan bolamata masih normal • Degenerasi corticobasal ganglionic, multiple system atrophy. • Normal pressure hydrocephalus • Multiple cerebral infark
Standar Pelayanan Medis Neurologi
112
TATALAKSANA A. Medikamentosa • Terapi PSP masih belum memuaskan. Pada 1/3 pasien Levodopa memperbaiki bradikinesia dan rigiditas. Bila tidak ditemukan perbaikan motor dengan levodopa, obat di stop • Amantadin dan amitriptilin, tetapi penggunaannya terbatas karena efek sampingnya. • Zolpidem memperbaiki keseimbangan dan abnormalitas pergerakan bolamata • Terapi wicara untuk manajemen disartri dan disfagi. • Blepharospasme memberi respon baik terhadap injeksi toksin botulinum. Mata kering akibat jarang berkedip diberi lubrican topikal. B. Tindakan : PENYULIT • Aspirasi pneumoni • Mata kering KONSULTASI JENIS PELAYANAN • Rawat Jalan • Rawat Inap TENAGA • Spesialis Saraf • Spesialis Paru
Standar Pelayanan Medis Neurologi
113
MIOKLONUS DEFINISI : Mioklonus adalah gerakan tidak disadari tiba-tiba, sebentar, jerky, shock-like, akibat kontraksi otot (positip mioklonik), disebabkan gangguan di CNS timbul di anggota, wajah atau badan. KLINIS KLASIFIKASI : berbagai klasifikasi • Berdasarkan distribusi mioklonus : fokal, segmental, general • Berdasarkan neurofisiologi : kortikal, batang otak, spinal • Berdasarkan waktu : ireguler, ritmik, osilatori, mioklonus bisa saat istirahat atau saat kerja • Mioklonus bisa reflektoris atau sensitif terhadap stimulus sensoris atau suara • Marsdens membagi mioklonus : - Fisiologik – Esensial – Epileptik - Simptomatik 1. Fisiologik mioklonus : timbulnya gerakan mendadak sekelompok otot saat mulai tidur, biasanya sesudah aktivitas berat, emosi atau stress Hiccup bisa dimasukkan jenis ini. 2. Essential Mioklonus : Onset dekade kedua, Laki dan perempuan sama, timbul gerakan mioklonus Saat kerja, hilang saat tidur, meningkat saat emosi 3. Epileptik Mioklonus : adalah fenomena epilepsi terutama anak-anak, tipe progresif multifokal atau mioklonus general, ditandai dengan timbulnya kelainan neurologis progresif seperti ataxia, spastisitas, demensia, tuli. 4. Simptomatik mioklonus : dihubungkan dengan infeksi, degenerasi, metabolik, toxic encefalopati Klasifikasi berdasar Etilogi dan Patologi : 1. Kortikal mioklonus : lesi di kortek sensorimotor dan cetusan abnormal a. Lesi fokal kortikal : tumor, angioma, encefalitis , contoh lesi kortikal : Epilepsia partial continua. Dapat juga lesi subkortikal seperti : Atropi Multi System, Corticobasal-Ganglionic degenerasi b. Cortikal myoklonus timbul saat gerakan sadar atau stimulasi somatosensoris 2. Mioklonus batang otak : cirinya general dan timbul saat stimulasi suara atau sensoris kepala / leher Diawali aktivasi sternokleidomastoid, diikuti otot wajah, masseter baru badan dan anggota 3. Spinal mioklonus : cetusan abnormal dimulai di motor neuron : Spinal mioklonus segmental : gerakan jerky , berulang-ulang, ritmik, setinggi segmen myelum saat tidur masih timbul 0,5-2 Hz. 4. Palatal mioklonus : lesi di Guillain Mollaret triangle , dekat nukleus dentatus, kontralateral sentral tegmentum dan oliva inferior, timbul hiperplasia nukleus oliva inferior
Standar Pelayanan Medis Neurologi
114
Etiologi mioklonus : 1. Drug induced mioklonus : Antikonvulsan, Levodopa, Lithium, Clozapine, Penicillin, Vigabatrin, Cyclosporin, Tricyclic Antidepressan, MAO inhibitor. 2. Opsoklonus-mioklonus sindrome : Viral, Ca Ovarii, Melanoma, Lymphoma, Hipoglikemia 3. Asterixis : Metabolik Ecefalopati (misal Hepatik), Lesi Thalamus, putamen, lobus parietal 4. Kortikal mioklonus : Tumor, angioma, encefalitis 5. Palatal mioklonus : Idiopathic, Stroke, MS, neurodegenerasi 6. Spinal mioklonus : mielopati inflamasi, Cervical spondilosis, Tumor, Ischemik 7. Post Anoxic encefalopati 8. Progressive Myoclonic Ataxia ( Ramsay Hunt Syndrome) 9. Trauma 10. Metal Toxic : Mangan, besi 11. MPTP ELEKTROFISIOLOGI : 1. EMG : untuk menentukan aktivitas otot segmental 2. SSEP 3. MRI otak, spinal 4. Elektron mikroskop pada kulit, konjungtiva dan otot RADIOLOGIS :GOLD STANDARD : PATOLOGI ANATOMI : DIAGNOSA BANDING : - Chorea - Tics TATALAKSANA A. Medika Mentosa: - Cari faktor etiologi dan diobati - Klonazepam : 4-10 mg/hr - Sodium Valproat : 250-4500 mg/hr - Lisirude - Asetasolamide (Sindrom Ramsay Hunt) - Karbamazepin - Pada post hipoksi mioklonus bisa ditambahkan 5-hidroksi-tryptophan dan carbidopa - Asteriksis ( negative-mioklonus) bisa dipakai ethosuximide dan koreksi metabolit B. Tindakan : PENYULIT : KONSULTASI : -
Standar Pelayanan Medis Neurologi
115
JENIS PELAYANAN : Rawat inap / jalan TENAGA : Medis, paramedis LAMA PERAWATAN : PROGNOSIS : Tergantung penyebab
Standar Pelayanan Medis Neurologi
116
SINDROMA TOURETTE KRITERIA DIAGNOSIS DEFINISI : Sindroma Tourette (ST) adalah sindroma waxing , waning tik motorik baik simpel atau komplek, disertai minimal satu vokal tics ( phonic tics ) , disertai obsesive-compulsive disorders tetapi gangguan tingkah laku bukan kriteria untuk diagnosis, tetapi penting untuk pasien. KLINIS Onset Sindroma Tourette pada umur antara 5-20 tahun, dengan ratio laki-laki : perempuan 4 : 1. 1. TICS a.Singkat, mendadak, timbul iregular dan berulang dari gerakan maupun suara. Dua bentuk tiks adalah motor dan fokal, selanjutnya masingmasing dibagi dalam bentuk simpel dan kompleks b.Simpel motor Tics muncul tiba-tiba, tidak bertujuan, mengenai kelompokkelompok otot, misalnya angkat bahu, kedipan mata, jerking kepala. c.Simpel motor Tics sering tampak lebih lebih lambat, terus menerus dan gerakan gerakan tonik yang menyerupai distonia (disebut distonic tics) d.Complex motor Tics :gerakan koordinatif dan berurutan yang menyerupai gerakan motorik normal atau gerakan badan yang kurang tepat dalam intensitas dan waktunya. Gerakan menyentuh, melempar, memukul dan melompat lompat. Contoh lain Complex motor Tics adalah menunjukkan alat genitalia atau echopraxia. e.Tics suara dihasilkan dari mulut, tenggorokan maupun hidung f.Tics suara sederhana suara yang tidak terartikulasi; sedangkan yang komplek antara lain, kata, elemen musik. g.Kata kata kotor (Koprolalia) h.Tics motor dan phonik bisa muncul selama tidur. 2. Gangguan Tingkah Laku (GTL) a. Manifestasi timbul beberapa tahun bersama onset tics b. Tingkah laku abnormal atau adanya Obsesive Compulsive Disorder (OCD) : pikiran-pikiran obsesive, gerakan kompulsif, Attension Defisit Hyperactivity Disorders (ADHD), disleksia, depresi, fobi, tingkah laku anti sosial dan kelainan kepribadian. c. Obsesi adalah fikiran, ide-ide, bayangan2, impuls keinginan, juga perasaan kekurangan, keseimbangan, ketakutan yang mengganggu keluarga atau sekitarnya. d. Compulsions adalah tingkah laku sadar, berulang-ulang respons dari obsesinya, seperti : kebiasaan mengulangi perintah / kebiasaan, menghitung, mengecek pintu, cuci tangan berulang-ulang dsb. e. ADHD adalah tingkahlaku impulsive dan hiperaktif dengan menurunnya atensi. ADHD timbul pada 50% ST , onset ADHD pada umur 4-5 tahun dan 2-3 tahun mendahuli tics
Standar Pelayanan Medis Neurologi
117
LABORATORIUM : tidak ada, RADIOLOGIS : tidak diperlukan, ST hanya diagnosa klinis saja GOLDEN STANDARD : tidak ada Tes Neuro-psychiatric diperlukan pada OCD dan ADHD. PATOLOGI ANTOMI : tidak spesifik, lesi di ganglia basalis terutama nucleus caudatus, kortek inferior parietal DIFERENTIAL DIAGNOSA 1. TICS : Distonia, korea, mioklonus, hiperefleksia 2. Kelainan TICS sesaat : serangan pada anak 3. Kelainan TICS motorik primer 4. Kelainan TICS multipel kronis 5. TICS pada huntington disease, parkinson 6. Kelainan perumbuhan anak 7. Rheumatoid Heart Disease TATALAKSANA a. Medikamentosa : • Dopamine-receptors blockers : - Fluphenazine - Pimozide - Haloperidol - Risperidone - Ziprasidone - Trifluperazine - Molindone • CNS Stimulants for ADHD - Methylphnidate - Pemoline - Dextroamphetamine • Noradrenaline drugs for impuls control - Clonidine - Guanfacine • Serotonergic drugs for OCD - Flouxetin - Sertralin - Paroxetin - Clomipramin - Fluvoxamin - Venlafazin - Tripthophan - MAOI, mianserin, benzodiazepin b. Tindakan
starting dose mg/day 1.0 2.0 0.5 0.5 20.0 1.0 1.0 5.0 18.7 5.0 and ADHD 0.1 1.0 20 – 60 50- 200 20- 60 25 50 25
- TICS : Psiko terapi - Hipnotis - Kelainan tingkah laku operasi bedah : Thalamotomy, tracheotomy, cingulotomy
Standar Pelayanan Medis Neurologi
118
PENYULIT : KONSULTASI : - Spesialis saraf - Spesialis jiwa - Psikolog JENIS PELAYANAN : - Rawat Jalan TENAGA : - dokter Spesialis Saraf - dokter Spesialis Jiwa - psikolog LAMA PERAWATAN : tidak ada data PROGNOSIS : baik
Standar Pelayanan Medis Neurologi
119
Standar Pelayanan Medis Neurologi
120
CEDERA KEPALA (CEDERA OTAK) Definisi Cedera Otak (CO) adalah cedera yang mengenai kepala dan otak, baik yang terjadi secara langsung (kerusakan primer/primary effect) maupun tidak langsung (kerusakan sekunder/ secondary effect). Cedera otak yang terjadi sebagian besar adalah cedera otak tertutup, akibat kekerasan (rudapaksa), karena kecelakaan lalu lintas, dan sebagian besar (84%) menjalani terapi konservatif dan sisanya sebanyak 16% yang membutuhkan tindakan operatif. KRITERIA DIAGNOSIS Klinis * Tergantung berat ringannya cedera otak yang terjadi, dibagi dalam : 1). Minimal = Simple Head Injury (SHI) - nilai Skala Koma Glasgow 15 (normal) - kesadaran baik - tidak ada amnesia 2). Cedera Otak Ringan (COR) - nilai Skala Koma Glasgow 14 atau - nilai Skala Koma Glasgow 15, dengan - amnesia pasca cedera < 24 jam, atau - hilang kesadaran < 10 menit - dapat disertai gejala klinik lainnya, misalnya : mual, muntah, sakit kepala atau vertigo 3). Cedera Otak Sedang (COS) - nilai Skala Koma Glasgow 9 – 13 - hilang kesadaran > 10 menit tetapi kurang dari 6 jam - dapat atau tidak ditemukan adanya defisit neurologis - amnesia pasca cedera selama kurang lebih 7 hari (bisa positif atau negatif) 4) Cedera Otak Berat (COB) - nilai Skala Koma Glasgow 5-8 - hilang kesadaran > 6 jam - ditemukan defisit neurologis - amnesia pasca cedera > 7 hari 5). Kondisi Kritis - nilai Skala Koma Glasgow 3-4 - hilang kesadaran > 6 jam - ditemukan defisit neurologis * Perdarahan Epidural - lusid interval - anisokori pupil - hemiparesis yang terjadi kemudian - refleks Babinski yang terjadi kemudian
Standar Pelayanan Medis Neurologi
121
* Fraktur Basis Kranii - keluar cairan otak lewat hidung (rinorea) atau telinga (otorea) - hematoma ‘kacamata’ atau hematoma retroaurikular (‘Battle’s sign) Laboratorium - Darah Perifer Lengkap - Gula Darah Sewaktu - Ureum / Kreatinin - Analisa Gas Darah (ASTRUP) - Elektrolit Radiologi -
Foto Kepala Polos, posisi AP/Lat/Tangensial (sesuai indikasi) Skening Kepala, gambaran bisa normal, kontusio, perdarahan, edema, fraktur tulang kepala
Standar Baku - Skening Kepala (CT-Scan kepala) Patologi Anatomi - Normal, tidak ada kerusakan hanya gangguan fungsional (Simple Head Injury (SHI) dan Komosio) - Kontusio - Perdarahan - Edema - Iskemia - Infark - Fraktur tulang tengkorak TATALAKSANA Tergantung derajat beratnya cedera. 1). Minimal - tirah baring, kepala ditinggikan sekitar 30 derajat - istirahat dirumah - diberi nasehat agar kembali ke rumah sakit bila ada tanda tanda perdarahan epidural, seperti orangnya mulai terlihat mengantuk (kesadaran mulai turun-gejala lucid interval) 2). Cedera Otak Ringan ( Komosio Serebri) - tirah baring, kepala ditinggikan sekitar 30 derajat - observasi di rumah sakit 2 hari - keluhan hilang, mobilisasi - simptomatis : anti vertigo, anti emetik, analgetika - antibiotika (atas indikasi)
Standar Pelayanan Medis Neurologi
122
3). Cedera Otak Sedang dan Berat (Kontusio Serebri) a. Terapi Umum Untuk kesadaran menurun - Lakukan Resusitasi - Bebaskan jalan nafas (Airway), jaga fungsi pernafasan (Breathing), Circulation (tidak boleh terjadi hipotensi, sistolik sama dengan atau lebih dari 90 mmHg), nadi, suhu (tidak boleh sampai terjadi pireksia) - Keseimbangan cairan dan elektrolit dan nutrisi yang cukup, dengan kalori 50% lebih dari normal - Jaga keseimbangan gas darah - Jaga kebersihan kandung kemih, kalau perlu pasang kateter - Jaga kebersihan dan kelancaran jalur intravena - Rubah rubah posisi untuk cegah dekubitus - Posisi kepala ditinggikan 30 derajat - Pasang selang nasogastrik pada hari ke 2, kecuali kontra indikasi yaitu pada fraktur basis kranii - Infus cairan isotonis - Berikan Oksigen sesuai indikasi b. Terapi Khusus 1. Medikamentosa - Mengatasi tekanan tinggi intrakranial, berikan Manitol 20% - Simptomatis : analgetik, anti emetik, antipiretik - Antiepilepsi diberikan bila terjadi bangkitan epilepsi pasca cedera - Antibiotika diberikan atas indikasi - Anti stress ulcer diberikan bila ada perdarahan lambung 2. Operasi bila terdapat indikasi c. Rehabilitasi - Mobilisasi bertahap dilakukan secepatnya setelah keadaan klinik stabil - Neurorestorasi dan Neurorehabilitasi diberikan sesuai dengan kebutuhan PENYULIT Perawatan dan konsistensi neurorehabilitasi yang kurang cermat dapat menimbulkan gejala sisa yang sangat variatif tergantung berat dan lokasi kerusakan otak KONSULTASI - Bedah Saraf / Bedah Lainnya sesuai indikasi - Neuroemergensi - Neurobehavior - Neurorestorasi / Neurorehabilitasi
Standar Pelayanan Medis Neurologi
123
JENIS PELAYANAN - Rawat Jalan - Rawat Inap TENAGA Perawat, Dokter Umum, Dokter Spesialis Saraf, Terapis LAMA PERAWATAN - tergantung beratnya, dari 2 hari sampai 1 bulan - terkadang penyembuhan tidak sempurna, ada gejala sisa dan membutuhkan perawatan khusus karena kecacatan yang cukup berat
Standar Pelayanan Medis Neurologi
124
CEDERA MEDULA SPINALIS Definisi Cedera Medula Spinalis (CMS) atau cedera spinal adalah cedera pada tulang belakang yang menyebabkan penekanan pada medula spinalis sehingga menimbulkan myelopati dan merupakan keadaan darurat neurologi yang memerlukan tindakan yang cepat, tepat dan cermat untuk mengurangi kecacatan. Prognosis penyembuhan tergantung pada 2 faktor yaitu : a). beratnya defisit neurologis yang timbul dan b). lamanya defisit neurologis sebelum dilakukan tindakan dekompresi CMS merupakan kasus emergensi neurologi dan perlu mendapat perhatian lebih, oleh karena satu kali medulla spinalis rusak, sebagian besar fungsinya tidak dapat kembali normal. GEJALA DAN TANDA KLINIS Cedera Medula Spinalis mempunyai gambaran klinik yang berbeda tergantung letak dan luas lesi, secara garis besar dapat dibedakan menjadi 4 kelompok, yaitu : Tabel : Sindroma Mayor Cedera Spinal Sindroma
Kausa Utama
Gejala & Tanda Klinis
Hemicord (Brown Sequard syndrome)
Cedera tembus, kompresi ekstrinsik
Gg sensorik kontralateral, parese ipsilateral, gg propioseptif ipsilat, rasa raba normal
Sindroma Spinalis Anterior
Infark a.spinalis anterior ‘watershed’ (T4-T6), Iskemik akut , HNP
Ggn sensorik bilateral, propioseptif normal, parese UMN dibawah lesi, parese LMN setinggi lesi, disfungsi sphincter
Sindroma Spinalis Sentral
Syringomyelia, Hypotensive Parese LMN pada lengan, parese spinal cord ischemic, tungkai (bervariasi tk kelumpuhTrauma spinal (fleksi-ekstensi) annya), dan spastisitas. Nyeri Tumor Spinal hebat dan hiperpati, gg sensorik pada lengan, disfungsi sphincter atau retensio urin.
Sindroma Spinalis Posterior
Trauma, Infark a.spinalis posterior
Standar Pelayanan Medis Neurologi
Ggn propioseptif bilateral, nyeri dan parestesi pada leher, punggung dan bokong, parese ringan
125
Pemeriksaan Penunjang 1.Laboratorium a. Darah Perifer Lengkap b. Gula Darah Sewaktu, Ureum dan Kreatinin 2.Radiologi a. Foto vertebra posisi AP/LAT dengan sentrasi sesuai dengan letak lesi b. CT Scan atau MRI jika diperlukan tindakan operasi 3. Neurofisiologi Klinik – EMG, NCV, SSEP PENATALAKSANAAN 1.Umum a). Jika ada fraktur atau dislokasi kolumna vertebralis servikalis, segera pasang kerah fiksasi leher, jangan gerakkan kepala atau leher b). Jika ada fraktur kolumna vertebralis torakalis, angkut pasien dalam keadaan tertelungkup, lakukan fiksasi torakal (pakai korset) c). Fraktur daerah lumbal, fiksasi dengan korset lumbal d). Kerusakan medula spinalis dapat menyebabkan tonus pembuluh darah menurun karena paralisis fungsi sistem saraf ortosimpatik dengan akibat menurunnya tekanan darah. Beri infus, bila mungkin plasma atau darah, dextran-40 atau eskpafusin. Sebaiknya jangan diberi caitan isotonik seperti NaCl 0,9% atau glukosa 5%. Bila perlu diberikan 0,2 mg adrenalin s.k, boleh diulang 1 jam kemudian. Bila denyut nadi < 44 kali/menit, berikan sulfas atropin 0,25 mg i.v. e).Gangguan pernafasan, kalau perlu beri bantuan dengan respirator atau cara lain. Jaga jalan nafas tetap lapang. f). Jika lesi diatas C-8, termoregulasi tidak ada, mungkin terjadi hiperhidrosis, usahakan suhu badan tetap normal. g). Jika ada gangguan miksi pasang kondom kateter atau dauer kateter dan jika ada gangguan defekasi, berikan laksan / klisma. 2. Medikamentosa a). Berikan metil-prenisolon 30 mg/kgBB, i.v perlahan-lahan selama 15 menit. 45 menit kemudian per infus 5 mg/kgBB selama 24 jam. Kortikosteroid mencegah peroksidasi lipid dan peningkatan sekunder asam arakidonat. b). Bila terjadi spastisitas otot : * diazepam 3 x 5-10 mg / hari * baklofen 3 x 5 mg hingga 3 x 20 mg / hari c). Bila ada rasa nyeri dapat diberikan : * analgetika * antidepresan : amitriptilin 3 x 10 mg / hari * antikonvulsan : neurontin 3 x 300 mg / hari d). Bila terjadi hipertensi akibat gangguan saraf otonom (tensi > 180/100 mmHg), pertimbangkan pemberian obat antihipertensi.
Standar Pelayanan Medis Neurologi
126
3. Operasi Tindakan operatif dilakukan bila : * ada fraktur, pecahan tulang menekan medulla spinalis * gambaran neurologis progresif memburuk * fraktur, dislokasi yang labil * terjadi herniasi diskus intervertebralis yang menekan medulla spinalis PENYULIT Tergantung beratnya dan waktu datang ke rumah sakit (lewat ‘waktu emas’), tidak dapat sembuh sempurna KONSULTASI - Bedah Saraf / Bedah lainnya tergantung indikasi - Neuroemergensi - Neurorestorasi/Neurorehabilitasi JENIS PELAYANAN - Rawat Inap - Rawat Jalan TENAGA Perawat, Dokter Umum, Dokter Spesialis Saraf, Terapis LAMA PERAWATAN - Sampai masa akut lewat dan selesainya tindakan yang diperlukan, biasanya 7 hari sampai 1 bulan - terkadang penyembuhan tidak sempurna, ada gejala sisa dan membutuhkan perawatan khusus karena kecacatan yang cukup berat
Standar Pelayanan Medis Neurologi
127
Standar Pelayanan Medis Neurologi
128
NEUROPATI Definisi : Proses patologi yang mengenai susunan saraf perifer, berupa proses demielinisasi atau degenerasi aksonal atau kedua-duanya. Sususan saraf perifer mencakup saraf otak, saraf spinal dengan akar saraf serta cabang-cabangnya, saraf tepi dan bagian-bagian tepi dari susunan saraf otonom. Etiologi : 1.Metabolik * Neuropati diabetik : - Polineuropati : komplikasi diabetes melitus yang paling sering terjadi Gejala & tanda: - gangguan motorik tungkai lebih sering terkena daripada tangan - gangguan sensorik kaos kaki dan sarung tangan berupa gangguan rasa nyeri & suhu, vibrasi serta posisi. - Otonom neuropati : Gejala & tanda : keringat berkurang, hipotensi ortostatik, nokturnal diare, inkontinensi alvi, konstipasi, inkontinensi & retensio urin, gastroparesis dan impotensi - Mononeuropati : Gejala & tanda : terutama mengenai nervi kranialis ( terutama nervi untuk pergerakan bola mata) dan saraf tepi besar dengan gejala nyeri. * Polineuropati uremikum : Terjadi pada pasien uremia kronis ( gagal ginjal kronis) Gejala & tanda : - gangguan sensorimotor simetris pada tungkai & tangan - rasa gatal, geli & rasa merayap pada tungkai dan paha memberat pada malam hari, membaik bila kaki digerakkan (restless leg syndrome). 2. Nutrisional * Polineuropati defisiensi : 1. Piridoksin : pada penggunaan Izoniazid ( INH) Gejala & tanda : neuropati sensorimotor dan neuropati optika 2. Asam folat : sering pada penggunaan fenitoin & intake asam folat yang kurang 3. Niasin : pada pasien defisiensi multipel * Polineuropati alkoholik : Neuropati karena defisiensi multivitamin dan thiamin Gejala & tanda : -gangguan sensorimotor simetris terutama tungkai tahap lanjut mengenai tangan. 3. Toksik: * Arsenik :keracunan arsen secara kronik ( akumulasi kronik) Gejala & tanda : - gangguan sensoris berupa nyeri & gangguan motorik yang berkembang lambat
Standar Pelayanan Medis Neurologi
129
- gangguan GIT mendahului ganggauan neuropati oleh karena intake arsen. * Merkuri: Gejala & tanda : menyerupai keracunan arsen 4. Drug induced * Obat antineoplasma : ( Cisplastin, carboplastin, vincristin) Gejala & Tanda : - Banyak sebagai gangguan sensorik polineuropati setelah beberapa minggu terapi seperti parestesia - Gangguan proprioseptif,vibrasi sering terganggu sampai mengenai kolum posterior - Gangguan motorik tertutama tungkai bawah * Antimikrobial : - INH : simetrikal polineuropati - Kloramfenikol & metronodazole : gangguan sensoris ringan / akral parestesia, kadang optik neuropati. 5.Keganasan / paraneoplastic polyneuropathy Gejala & tanda: - Banyak dalam bentuk distal simetrikal sensorimotor polineuropati akibat ”remote effect” keganasan seperti: mieloma multipel, limfoma - gejala motorik seperti ataksia, atrofi tingkat lanjut kelumpuhan. 6. Trauma : neuropati jebakan. KRITERIA DIAGNOSIS * Klinis : - gangguan sensorik : parestesia, nyeri, terbakar, penurunan rasa raba, vibrasi dan posisi. - gangguan motorik : kelemahan otot-otot - reflek tendon menurun - fasikulasi * Laboratorium : - Gula darah puasa, fungsi ginjal, kadar vitamin B1, B6, B12 darah, kadar logam berat, fungi hormon tiroid - Lumbal pungsi : sesuai indikasi * Gold standard : - ENMG : degenerasi aksonal & demielinisasi - Biopsi saraf DIAGNOSIS BANDING - miopati - motor neuron disease - multipel sklerosis TATALAKSANA - Terapi kausa - Simptomatis : analgetik, antiepileptik - Neurotropik vitamin : B1, B6, B12, asam folat - Fisioterapi
Standar Pelayanan Medis Neurologi
130
PENYULIT - Penyakit dasar : progresifitas & komplikasinya - Perawatan & fisioterapi yang kurang cermat menimbulkan : atrofi, dekubitus, infeksi saluran kencing dan kontraktur. KONSULTASI - Penyakit dalam ( sesuai penyakit dasar) - Bedah saraf/ bedah lainnya ( sesuai kausa) - Fisioterapi JENIS PELAYANAN - Rawat jalan - Rawat inap : sesuai penyakit dasar TENAGA - Perawat, dokter umum & dokter spesialis saraf LAMA PERAWATAN - antara 2 minggu s/d 1 bulan bila dirawat - kadang-kadang penyembuhan tidak sempurna
Standar Pelayanan Medis Neurologi
131
SINDROM TEROWONGAN KARPAL Definisi : Jebakan n. medianus di dalam terowongan karpal Etiologi -
: Penyempitan ruangan di dalam terowongan Peningkatan sensibilitas saraf terhadap tekanan Gangguan endokrin Gerakan berulang-ulang pada pergelangan tangan Idiopatik
KRITERIA DIAGNOSIS * Klinis : - Parestesia dan nyeri pada pergelangan, tangan & bagian volar 3 jari sering kali hanya pada ujung jari, terutama pada malam hari - Tanda Tinnel + - Tes Phallen + * Laboratorium: - Hematologi rutin, gula darah puasa, fungsi ginjal, tiroid. * Radiologi : - Rongent pergelangan tangan (osteofit, deposit kalsium) * Golden Standard : - ENMG DIAGNOSIS BANDING - Radikulopati servikal - Rematik non artrikuler TATALAKSANA * Medikamentosa: - antiinflamasi, analgetik * Tindakan : - release n. medianus - splint * terapi kausa PENYULIT - Penyakit dasar Komplikasi atrofi otot thenar penekanan jangka panjang KONSULTASI - Penyakit dalam : penyakit sistemik yang mendasari - Fisioterapi - Ortopedi : release n.medianus JENIS PELAYANAN - Rawat jalan
Standar Pelayanan Medis Neurologi
132
TENAGA -
Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf
LAMA PERAWATAN - 1 bulan
Standar Pelayanan Medis Neurologi
133
NEUROPATI ULNAR
NEUROPATI ULNAR PADA SIKU Definisi : Jebakan n. Ulnaris pada berbagai sisi di siku akibat berbagai macam etiologi Etiologi: -
Deformitas siku Trauma Penekanan eksternal Tumor
- Metabolik - Leprosi - Idiopatik
KRITERIA DIAGNOSIS * Klinis :- gangguan sensoris jari ke-5 dan ½ lateral jari ke 4 bagian dorsal dan palmar - kelemahan pada fleksor karpi ulnaris,abduktor digiti minim - tahap lanjut atrofi m. Hipothenar, claw hand ( jari 4,5) - Tes fleksi siku + * Laboratorium : - hematologi rutin, gula darah puasa, fungsi tiroid * Radiologi : Rongent artikulus kubiti ( osteofit, deposit kalsium) * Golden Standard : ENMG DIAGNOSIS BANDING - Gangguan radik - Gangguan pleksus brakialis - ALS - Syringomieli TATALAKSANA - Terapi kausa - Medikamentosa : analgetik, antiinflamasi - Tindakan : Cubital tunnel decompression KONSULTASI - Penyakit dalam : sesuai kausa - Bedah ortopedi - Kulit : leprosy - Fisioterapi JENIS PELAYANAN - Rawat jalan TENAGA - paramedik, dokter umum, dokter spesialis saraf LAMA PERAWATAN - 1 bulan
Standar Pelayanan Medis Neurologi
134
SINDROM KANALIS GUYON Definisi : Jebakan n. ulnaris di dalam kanalis Guyon Etiologi : - tumor ( gangglion, lipoma dll) - artritis rematoid - tekanan eksternal - gerakan berulang pada pergelangan tangan KRITERIA DIAGNOSIS * Klinis :- gangguan sensoris pada jari 5 & ½ lateral jari ke 4 bagian dorsal & palmar - kelemahan otot intrinsik ulnaris - claw hand (jari ke-4&5) * Laboratorium : - Hematologi rutin, gula darah puasa * Radiologi : - Rongent pergelangan tangan: artritis, fraktur - CT scanning pergelangan tangan: gangglion, tumor * Gold standard : - ENMG DIAGNOSIS BANDING - Gangguan radik - Gangguan pleksus brakialis
- ALS - Syringomyeli
TATALAKSANA - Terapi kausa - Medikamentosa: antiinflamasi, analgetik - Tindakan pembedahan PENYULIT - Penyakit dasar : progresifitas penyakit - Perawatan fisioterapis yang tidak tepat menimbulkan : atrofi dan kontraktur KONSULTASI - Bedah ortopedi/ bedah onyeri kepalaologi - Penyakit dalam - Fisioterapi JENIS PELAYANAN : Rawat jalan TENAGA - Paramedik, dokter umum, dokter spesialis LAMA PERAWATAN : 1 bulan
Standar Pelayanan Medis Neurologi
135
CERVICAL SYNDROME Definisi Sekumpulan gejala berupa nyeri tengkuk, nyeri yang menjalar, rasa kesemutan yang menjalar, spasme otot yang disebabkan karena perubahan struktural kolumna vertebra servikalis akibat perubahan degeneratif pada diskus intervertebralis, pada ligamentum flavum, “facet joints”. Kausa antara lain: • Spondylosis cervicalis: - Myelopathy • Mekanik: - Neck Strain - Herniasi diskus • Infeksi: - Osteomyelitis - Meningitis • Referred - Thoracic Outlet Syndrome - Pancoast’s tumor • Neurologik: - Brachialis plexitis - Jebakan saraf perifer • Rheumatologik: - Rheumatoid arthritis - Fibromyalgia • Neoplasma - Multiple myeloma - Syringomyelia KRITERIA DIAGNOSIS ♦ Nyeri leher, bahu, dan menjalar ke lengan ♦ Nyeri leher sering didahului spasme otot-otot tengkuk, bahu yang berlangsung sampai beberapa hari dan diperburuk oleh ekstensi yang disertai oleh rotasi lateral leher secara bersamaan (Spurling manuver) ♦ Nyeri leher dapat diperburuk oleh keadaan yang meninggikan tekanan intradiskal seperti batuk, bersin, mengedan, atau manuver valsava. Pemeriksaan Penunjang ♦ Intermitted test ♦ Foto cervikal AP/lateral dan oblik ♦ EMNG ♦ Myelografi ♦ CT-Myelo
Standar Pelayanan Medis Neurologi
136
DIAGNOSIS BANDING ♦ HNP ♦ Menginitis TBC Servikal TATALAKSANA ♦ Konservatif 3–6 minggu, berupa: Istirahat servikal Neck Collar bila perlu NSAID Suntikan lokal Fisioterapi ♦ Operatif bila ada penyulit PENYULIT ♦ Nyeri neuropatik ♦ Kelumpuhan anggota gerak KONSULTASI ♦ Internist bila ada penyakit sistemik sebagai penyebab ataupun penyerta penyakit. ♦ Psikiater bila tidak ditemukan kelainan lain. ♦ Fisioterapi JENIS PELAYANAN ♦ Rawat jalan ♦ Rawat inap bila nyeri tidak tertahanyeri kepalaan (obat tak menolong) bila diduga ada penyebab lain. TENAGA ♦ Dokter Spesialis Saraf, Dokter Spesialis Bedah Saraf/Ortopedi LAMA PERAWATAN ♦ Minimal 1 (satu) Minggu PROGNOSIS Umumnya
♦
baik,
biasanya
diperlukan
fisioterapi lanjutan
Standar Pelayanan Medis Neurologi
137
STRAIN LUMBO-SACRAL Definisi Merupakan Nyeri Punggung Bawah (NPB) tanpa penjalaran nyeri ke tungkai, hanya menjalar ke bokong serta paha belakang. Kausa Nyeri timbul akibat peregangan atau trauma pada ligamen, otot-tendon tanpa adanya ruptur atau avulsii pada cedera ringan. Sedangkan pada cedera berat dapat terjadi robekan pada otot. Merupakan 60–70 % penyebab NPB KRITERIA DIAGNOSIS • Pada strain akut dijumpai riwayat trauma seperti mengangkat benda berat atau dalam posisi yang salah mencabut tanaman, trauma langsung atau terjatuh. • Terasa nyeri setempat, mula-mula tidak begitu hebat dan pinggang kaku • Nyeri bertambah hebat bila spasme otot bertambah, bahkan dapat menimbulkan skoliosis. • Pemeriksaan motorik, sensorik, refleks fisiologi dan otonom normal • Foto lumbosakral mungkin dijumpai kurva lurus atau skoliosis • Pada strain kronik dijumpai akibat sikap tubuh yang salah dan otot kurang adekuat. Dijumpai pada pekerja kasar, buruh, sering mengangkat beban, duduk bungkuk seharian. • Terasa pegal difus yang bertambah saat bermulti para aktifitas dan berkurang atau menetap pada saat berbaring. Pemeriksaan Penunjang ♦ Foto lumbosakral ♦ EMNG DIAGNOSIS BANDING Ischialgia:
♦
abdomen, organ rongga pelvis ♦
kelainan-kelaianan
organ
Spondilolistesis
TATALAKSANA ♦ NSAID ♦ Relaksan otot ♦ Suntikan anestesi lokal + steroid pada nyeri lokal hebat ♦ Fisioterapi: pasif (masase es) atau panas (mandi hangat) dapat mengurangi nyeri dan spasme. • Untuk Strain akut, tirah baring cukup 2 hari lalu diikuti latihan fisik aktif yang terprogram. • Untuk Strain kronik, pengaturan sikap tubuh dalam aktivitas harian serta latihan yang terprogram untuk memperkuat otot batang tubuh.
Standar Pelayanan Medis Neurologi
138
Perubahan sikap tubuh memerlukan waktu minimal enam bulan sampai gejala berkurang. PENYULIT KONSULTASI ♦ Obgin, Internist, bila ada penyakit sistemik sebagai penyebab ataupun penyerta penyakit. ♦ Psikiater. JENIS PELAYANAN ♦ Rawat jalan ♦ Rawat inap bila nyeri tidak tertahankan (obat tak menolong) di rumah, diduga ada penyebab lain, yang harus dieksplorasi TENAGA STANDAR Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf LAMA PERAWATAN Minimal 1 minggu PROGNOSIS Perbaikan fase akut terjadi dalam 2 minggu. Pada umumnya 90% pasien akan sembuh dalam 2 bulan. Sepuluh persen menjadi kronik dan mungkin diperlukan dukungan psikiatrik atau rehabilitasi vokasional.
Standar Pelayanan Medis Neurologi
139
MIOPATI ICD 359
Definisi/Etiologi Suatu kelainan yang ditandai oleh abnormalnya fungsi otot (merupakan perubahan patologik primer) tanpa adanya denervasi pada pemeriksaan klinik, histologik atau neurofisiologi. KRITERIA DIAGNOSIS Anamnesis: • Kelelahan, kelemahan, atrofi, dan lembeknya otot skelet • Kedutan otot, kram otot, nyeri, dan pegal pada otot-otot • Dapat disertai gejala sistemik atau gejala lain Pemeriksaan fisik: • Pemeriksaan sistem motoris meliputi bentuk otot, tonus otot, kekuatan otot dan cara berdiri/berjalan • Pemeriksaan refleks tendon Pemeriksaan Penunjang • Pemeriksaan laboratorium: Kadar enzim creatinin kinase (CK), lactic dehydorogenase (LDH), SGOT & SGPT, Kadar kalium plasma • Pemeriksaan EMG • Pemeriksaan biopsi otot A. DISTROFIA MUSKULER TIPE “DUCHENE” ♦ Hampir selalu laki-laki karena diturunkan secara x-linked resesif. ♦ Timbulnya gejala pada usia sekitar 2 tahun, anak sering jatuh waktu berjalan, usia 5 tahun tidak pandai berlari, “Gower sign” dan “Wadding gait” dapat ditemukan. ♦ Kelemahan otot terutama bagian proksimal dan lebih dahulu timbul pada otot pinggang daripada otot-otot bahu dan terdapat pseudohypertrofi pada otot gastroknemius. ♦ Kelemahan, atrofi, kontraktor dan deformitas otot skelet terjadi dengan cepat sehingga umumnya penderita memerlukan kursi roda pada usia 12–13 tahun. ♦ Kenaikan enzim-enzim serum terutama pada waktu penderita masih mobile. Di antara enzim-enzim tersebut maka CPK terbukti paling mudah dikerjakan dan hasilnya tepat (70–80 %). ♦ Progresifitas penyakit cepat dan biasanya meninggal dalam 15 tahun sesudah onset. B. DISTROFI MUSKULER TIPE “BECKER” ♦ Diturunkan secara x-linked resesif dengan pola kelemahan otot mirip tipe Duchene hanya lebih ringan. ♦ Onset umur 5–25 tahun ♦ Progresifitas penyakit lambat, penderita dapat hidup lebih dari 40 tahun.
Standar Pelayanan Medis Neurologi
140
Standar Pelayanan Medis Neurologi
141
C. DISTROFI MUSKULER TIPE “LIMB GIRGLE” ♦ Diturunkan secara autosomal resesif atau dominan atau sporadik ♦ Onset umur 10–30 tahun ♦ Distribusi kelemahan otot bermula otot-otot pinggang atau gelang bahu kemudian meluas pada otot-otot yang lain. ♦ Progresifitas penyakit lambat, mungkin memerlukan kursi roda setelah usia 40 tahun. D. DISTROFI MUSKULER FASIOSKAPULOHUMERAL ♦ Ditemukan secara autosomal dominan ♦ Onset umur 10–20 tahun ♦ Distribusi kelemahan otot awalnya pada wajah dan gelang bahu kemudian otot pinggang dan tungkai bawah ♦ Progresifitas lambat, banyak kasus memperlihatkan distabilitas ringan E. MIOTONIA ♦ Diturunkan secara autosomal dominan. ♦ Kontraksi otot berkepanjangan mengikuti kontraksi volunter, pukulan (mekanik) atau pacuan elektrik pada otot tersebut. ♦ Onset umur 20–40 tahun ♦ Distribusi pada otot-otot wajah dan sternokleidomastoideus dan otot-otot ekstremitas distal. F. POLIOMISITIS DAN DERMATOMIOSITIS ♦ Dapat terjadi pada setiap umur ♦ Kelemahan otot proksimal, simetris dan progresif dimulai dari otot panggul. ♦ Pada dermatomiosotis perubahan warna kulit pada kelopak mata atas, eritema kulit dan atrofi. G. PARALISIS PERIODIK ♦ Diturunkan secara autosomal dominan ♦ Onset umur 10–25 tahun ♦ Berhubungan dengan kadar kalium dalam plasma darah terdapat 3 tipe: hipokalemi, hiperkalemi, dan normokalemi. ♦ Penderita terserang setelah periode istirahat sehabis latihan otot berat setelah bangun tidur pagi hari ♦ Tanda awal berupa nyeri otot, sangat haus disusul kelemahan otot, dimulai pada ekstremitas bawah lalu ekstremitas atas, badan, dan leher DIAGNOSIS BANDING ♦ Poliomielitis
Standar Pelayanan Medis Neurologi
142
♦
Motor neuron disease
Standar Pelayanan Medis Neurologi
143
TATALAKSANA ♦ Pencegahan : “genetic counseling” ♦ Pengobatan Sesuai kausa Rehabilitasi medik Terapi suportif: Pemberian prednison * Distrofi muskuler : 1 mg/kgBB/hr selama 6 bulan * Poliomisitis : 1 mg/kgBB/hr selama 3 bulan * Dapat diberikan “continuosly” atau “alternating” - Obat sitostatika misalnya metotreksat, siklofosfamid, azatioprin, klorambusil. - Penggantian plasma Bedah PENYULIT Disfagia, pneumonia aspirasi, penyakit akan memburuk secara bertahap sampai timbulnya komplikasi kardiopulmonal. KONSULTASI ♦ ♦
Bagian PA Bagian Bedah
JENIS PELAYANAN Rawat jalan TENAGA STANDAR Dokter spesialis saraf LAMA PERAWATAN Bervariasi sesuai dengan jenis miopati dan komplikasi/penyulit yang terjadi PROGNOSIS Umumnya kurang baik untuk distrofi muskuler
Standar Pelayanan Medis Neurologi
144
MIELOPATI ICD G 95.9
Definisi/Etiologi Merupakan suatu gangguan fungsi atau struktur dari medulla spinalis oleh adanya lesi komplit atau inkomplit. Etiologi - Vaskuler - Tumor - Obat-obatan - Demielinisasi - Radiasi - Trauma - Infeksi - Tidak diketahui - Degenerasi KRITERIA DIAGNOSIS • Anamnesis: Lemah/lumpuh anggota gerak, gangguan buang air kecil dan buang air besar, gangguan sensibilitas. • Fisis: parese/plegi tipe UMN (tergantung lokalisasi lesi, dapat dijumpai gejala UMN atau campuran UMN dan LMN), hipestesi/anestesi segmental, gangguan fungsi otonom • Kejadiannya dapat akut, subakut, kronik progresif. • Tidak ditemui tanda-tanda radang atau penyebabnya tidak diketahui. • Pemeriksaan Penunjang ♦ Pemeriksaan Laboratorium: Darah rutin, kimia darah, urin lengkap, dan bila perlu tes kadar obat: kokain, heroin Likuor serebrospinalis ♦ Pemeriksaan Radiologik: Foto polos vertebra AP/Lateral/Oblik Mielografi CT-mielografi ♦ Pemeriksaan penunjang lain: EMNG Tes keringat ♦ Bila perlu dan fasilitas tersedia: SSEP/VEP Bone Scanning MRI DIAGNOSIS BANDING Polineuropati TATALAKSANA ♦ Kausal ♦ Simptomatik ♦ Suportif ♦ Rehabilitatif: Fisioterapi ekstremitas dan latihan buli-buli
Standar Pelayanan Medis Neurologi
145
PENYULIT Bronkopneumoni, dekubitus, kontraktur sendi, atrofi otot, infeksi saluran kemih KONSULTASI ♦ ♦ ♦
Bedah Saraf Bedah Ortopedi Bagian lain yang terkait
JENIS PELAYANAN Rawat inap TENAGA STANDAR Perawat, dokter umum, dokter spesialis LAMA PERAWATAN Tergantung etiologi dan berat penyakit, perawatan dapat berlangsung dalam hitungan minggu hingga bulan. PROGNOSIS Tergantung etiologi dan berat penyakit
Standar Pelayanan Medis Neurologi
146
BELL’S PALSY KRITERIA DIAGNOSIS Definisi : Penyakit lower motor neuron yang mengenai nervus fasialis (N.VII) perifer. Etiologi idiopatik. Gejala kelumpuhan wajah atas dan bawah unilateral Terjadinya akut ( dalam 48 jam). Sering disertai nyeri aurikuler posterior, penurunan sekresi air mata, gangguan rasa kecap, hiperakusi. Pemeriksaan penunjang EMG, Bila curiga parese N VII simtomatik seperti : Darah Tepi : jumlah lekosit, Kadar gula darah Foto mastoid DIAGNOSIS BANDING Parese N. VII perifer simtomatik TERAPI Terapi Farmaka : Prednison 1 mg/kgBB (5 hari), diturunkan 2 tab/hari sampai 10 hari ( stadium akut ) Mecobalamin 3 dd 500 ug Analgetik bila nyeri Terapi Non Farmakologi : Fisioterapi setelah hari ke 4 awitan KOMPLIKASI Infeksi mata ( keratitis, konjuktivitis ) Tick fasialis KONSULTASI Bila curiga parese N VII simtomatik seperti Bag THT JENIS PELAYANAN Rawat jalan TENAGA Dokter spesialis saraf PROGNOSA 85 % sembuh dalam 3 minggu. 15 % sembuh dalam 3 – 6 bulan.
Standar Pelayanan Medis Neurologi
147
PERIODIK PARALISIS KRITERIA DIAGNOSTIK Familial periodik paralisis hipokalemi adalah penyakit otosomal dominan. Disebabkan gangguan pada gen yang mengatur saluran ion kalsium ditandai dengan : awitan akut dengan gejala kelumpuhan anggota gerak. Otot respirasi dan otot menelan jarang terkena. Refleks tendon mungkin menurun. Tidak ada gangguan sensoris. Serangan terutama pada pagi hari, dan bila tidak diterapi dapat menetap sampai 36 jam. Faktor presipitasi : makan banyak karbohidrat, terlalu lelah, cuaca dingin Kadar kalium darah 2-3 mEq . Laboratorium lain dalam batas normal Pria lebih banyak daripada wanita Pemeriksaan penunjang Laboratorium : kalium darah EMG : Gambaran lesi miogen EKG DIAGNOSA BANDING Hipokalemi karena gastroenteritis, tirotoksikosis atau sebab lain TERAPI Terapi Farmaka : Fase Akut : pemberian K secara peroral atau parenteral Profilaksis : Diet tinggi Kalium, rendah Na, rendah karbohidrat Aldakton 100 mg po/hari Tiamin Hcl 50mg/hari Terapi hipertiroidsm PENYULIT Gangguan jantung KONSULTASI Ilmu Penyakit Dalam JENIS PELAYANAN Rawat inap pada fase akut sampai kelumpuhan hilang PROGNOSIS Ad bonam
Standar Pelayanan Medis Neurologi
148
Standar Pelayanan Medis Neurologi
149
DEKOMPRESI Definisi/Etiologi Penyakit dekompresi adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pelepasan dan pengembangan gelembung-gelembung gas dari fase larut dalam darah/jaringan akibat penurunan tekanan sekitar. KRITERIA DIAGNOSIS Gejala klinis muncul setelah melakukan penyelaman, dapat berupa: 1. Tipe I (Pain only bends, Joint bends, Decompression arthralgia) ♦ Nyeri terutama di daerah persendian anggota gerak atas dan atau bawah ♦ Gatal-gatal dan bercak-bercak kemerahan pada kulit ♦ Nyeri dan pembengkakan jaringan lunak setempat (obstruksi aliran limfe): parotis, mamma ♦ Rasa letih, malaise, anoreksia, yang tidak sesuai dengan berat aktivitas 2. Tipe II (Serious decompression sickness) 2.1. Gejala Neurologis: ♦ Lesi Serebrum: afasia, gangguan penglihatan/lapangan pandang, gangguan saraf kranialis, hemiparese/hemiplegi, sensorik, sakit kepala, kejang, gangguan kesadaran. ♦ Lesi Serebelum: ataksia, gangguan koordinasi, hipotoni, dismetri, asinergia, tremor, disdiadokokinesia, dan nistagmus. ♦ Lesi Medulla Spinalis: paraestesi/hipestesi/anestesia kedua tungkai, paraparesis/paraplegia-tetraparesis/tetraplegia, retensi urine-alvi. 2.2. ♦
Rasa kurang enak dan nyeri substernal saat inspirasi maupun ekspirasi, kemudian sesak napas disertai batuk kering.
2.3. ♦
Gejala telinga dalam:
Tinitus, tuli sensorineural (kerusakan kokhlea), vertigo, mual, muntah (gangguan vestibular)
2.5. ♦
Gejala gastro - intestinal:
Anoreksia, nausea, muntah, atau perut rasa kram dan diare, hematemesis, melena.
2.4. ♦
Gejala jantung dan paru (chokes):
Syok setelah dekompresi (bends shock)
Gelembung gas masuk ke seluruh pembuluh darah (AGE: arterial gas embolism) dan dapat berakhir dengan kematian.
Standar Pelayanan Medis Neurologi
150
Pemeriksaan Penunjang ♦ Pemeriksaan laboratorium: Darah rutin, urine rutin, kimia darah. ♦ Pemeriksaan radiologik: Foto toraks, CT Scan bila diperlukan. ♦ Pemeriksaan penunjang lain: EKG, EEG bila diperlukan DIAGNOSIS BANDING Stroke, Trauma SSP, Infeksi SSP TATALAKSANA ♦ Kausal: Segera terapi oksigen hiperbarik setelah diagnosis ditegakkan ♦ Medikamentosa • Koreksi cairan dan elektrolit • Antiplatelet: ASA 2 x 80 mg. • Kortikosteroid: Dexametasone 2 ampul/IV kemudian 1 ampul/6 jam/IV • Gliserol (bila kontraindikasi dengan kortikosteroid) • Digitalis (bila ada indikasi) • Diazepam (bila ada indikasi) KOMPLIKASI/PENYULIT ♦ Osteonekrosis disbarik (Divers bone disease, Avascular necrosis of bone, Aseptic bone necrosis, Bone necrosis, Bone rot, Caisson disease of bone). ♦ Keracunan oksigen KONSULTASI JENIS PELAYANAN 5 hari (rawat inap) Follow up: untuk mencegah delayed form of DCS (Dysbaric Osteonecrosis) dianjurkan: • Screening X-ray 2-4 minggu setelah menderita penyakit dekompresi • Penyelam berisiko tinggi dianjurkan screening X-ray interval 5 tahun. TENAGA Perawat, Dokter Umum, Dokter Spesialis. LAMA PERAWATAN 5 hari PROGNOSIS Tergantung cepatnya mendapat terapi OHB ♦ Sembuh sempurna ♦ Cacat fisik ♦ Meninggal
Standar Pelayanan Medis Neurologi
151
Standar Pelayanan Medis Neurologi
152
Standar Pelayanan Medis Neurologi
153
KESADARAN MENURUN DAN COMA ICD R40
DEFINISI Sadar : disebut sadar bila sadar akan diri dan lingkungannya Gangguan Kesadaran: Ketidakmampuan untuk berkomunikasi dengan sekitarnya Ketidakmampuan : Ringan → berat : ada derajat/ tahapan - Obtundity - Stupor - Semi Koma - Koma
→ Obtundity : dalam keadaan biasa ingin tidur, baru terbangun dan mengikuti perintah bila ada rangsangan → Stupor : Penderita tidur terus Ada gerakan spontan Ada respon dengan rangsang Dengan rangsang berurutan ada waktu bebas respon → Semi koma : Hanya dengan rangsang sakit ada respon → Koma : Tak ada respon dengan rangsang nyeri ETIOLOGI I. Lesi Struktural a. Lesi Supratentorial : - Radang - Trauma - SOP : Stroke, tumor, abses serebri - Status konvulsivus/epilepsi b. Lesi Infratentorial : - Radang - Trauma - SOP : stroke, tumor, abses serebri II. Non Struktural / Metabolik A. Primer 1. Penyakit pada substansia grisea : Pick’s Disease, Alzhaimer’s disease 2. Penyakit pada substansia alba : Leukodistropi B. Sekunder Hipoksia penurunan kadar dan tekanan oksigen darah : penyakit paru Standar Pelayanan Medis Neurologi
154
paru, penurunan tekanan atmosfir oksigen
Standar Pelayanan Medis Neurologi
155
Penurunan kadar oksigen darah namun tekanan normal : anemia, keracunan CO Iskemia : Penurunan CBF karena kardiac out put menurun : cardiac arrest, aritmia kordis, Adam Stokes Syndrom, infark miokard, gagal jantung kongestif Penurunan CBF karena tahanan perifer dalam sirkulari sistemik menurun : sinkop, ortostatik hipotensi, vasofagal refleks. Penurunan CBF karena peningkatan tahanan vaskuler : encephalopati hipertensi, sindroma hiperventilasi, polisitemia. Hipo / Hiperglikemia Defisiensi Kofaktor : defisiensi tiamin Gangguan Fungsi Ginjal Gangguan Fungsi Hati Gangguan Elektrolit : K, Na, Ca, Mg Bahan Toksik : alkohol Obat-obatan : Barbiturat, opiat Enzim Inhibitor : logam berat Toksin : meningitis, encephalitis Kelainan regulasi suhu : hipotermia KRITERIA DIAGNOSTIK Anamnesis / Alloanamnesis 1. Riwayat penyakit sebelumnya : hipertensi, diabetes, gagal ginjal, gangguan fungsi hati, pengguna obat-obat narkotik 2. Keluhan sebelum terjadi gangguan kesadaran : nyeri kepala, muntahmuntah 3. Menggunakan obat-obat sebelum terjadi gangguan kesadaran : obat diabet, narkotik Pemeriksaan fisik umum 1. Vital Sign : tekanan darah, nadi dan respirasi 2. Pemeriksaan luka terutama luka di kepala dan leher : battle sign, perdarahan hidung, perdarahan kelopak mata, krepitasi tulang tengkorak 3. Pemeriksaan suhu badan dan suhu rektal 4. Pemeriksaan bau nafas dan badan : fetor hepaticum, bau nafas alkohol, bau nafas faeces 5. Pemeriksaan warna dan turgor kulit : sianosis, kepucatan, ikterik Pemeriksaan Neurologi 1. Pemeriksaan Neurologi umum: tanda – tanda rangsang meningeal, pemeriksaan motorik, pemeriksaan fungsi luhur, pemeriksaan nervi kranialis 2. Pemeriksaan Glassgow Coma Scale : pemeriksaan yang bersifat kwantitatif dan kwalitatif pada gangguan kesadaran 3. Pemeriksaan untuk mengetahui fungsi batang otak meliputi : a. Gerakan bola mata b.Refleks kornea c. Refleks mata boneka / refleks kalori : d.Reaksi pupil terhadap cahaya e.Refleks muntah / batuk
Standar Pelayanan Medis Neurologi
156
4. Pola Pernafasan : Hubungan pola pernafasan dengan letak lesi a. Eupnea : diencephalons atas b. Cheyne stokes : lesi di diencephalon bawah c. Hiperventilasi neurogenik sentral lesi di mesencephalon d. Ataxic breathing : lesi di pons e. Apneutic breathing : lesi di pons bawah / medulla oblongata f. Apnea : lesi di medulla oblongata 5. Pupil : Hubungan reaksi pupil terhadap letak lesi : a. Pupil kecil reaktif tehadap cahaya : korteks / diencephalons b. Pupil besar normal di tengah mesencephalon c. Pupil kecil di tengah pons d. Pupil sedikit melebar di tengah tectum e. Isokor : - Pint point : lesi pons,overdosis morphin - Kecil reaktif : ensefalopati metabolik - Sedang reaktif : ensefalopati metabolik; tidak reaaktif terhadap cahaya, lesi thalamus - Besar / Midriasis : antidepressan, ekstasi, cholinesterase inhibitor f. Anisokor : - Besar / tidak reaktif : N.III parese - Kecil reaktif : Horner Syndrome 6. Kedudukan bola mata : Hubungan kedudukan bola mata dengan letak lesi a. Deviasi Conjugee : lesi hemispherinum serebri besar b.Strabismus konvergen dan pupil kecil : thalamus c. Pupil kecil di tengah : lesi di pons d.Pupil besar di tengah kesulitan melihat ke samping : lesi di cerebellum e.Pupil anisokor refleks cahaya (-) : herniasi tentorial 7. Refleks sephalic batang otak termasuk disini adalah : a. Refleks pupil b. Doll’s eye movement c. Oculo auditory refleks d. Oculo vestibulo refleks e. Refleks Kornea f. Refleks muntah 8. Reaksi Motorik a. Reaksi Abduksi dan fleksi terhadap rangsang nyeri , lesi pada hemispehrium cerebri b.Reaksi Adduksi dan ekstensi terhadap rangsang nyeri, lesi pada batang otak c. Postur Dekortikasi / hiperekstensi ekstermitas bawah dan fleksi ekstermitas atas, lesi di korteks cerebri. d.Postur Decerebrasi hiperekstensi ekstermitas atas dan bawah, lesi di batang otak.
Standar Pelayanan Medis Neurologi
157
9. Observasi umum lainnya Ada gerakan automatisme seperti menguap, membasahi bibir, berarti fungsi batang otak masih baik. Ada gerakan miokolonik jerk berarti ada lesi hemispherium cerebri yang diffus. DIAGNOSIS BANDING 1. Tidur : keadaan non patologis dimana ada penurunan kesadaran yang dengan mudah dibangunkan 2. Akinetik mutisme : penderita dalam keadaan bangun, mata terbuka, tapi sangat lamban berespon terhadap pertanyaan yang diajukan 3. Sindroma locked-in : Penderita dengan mata terbuka/sadar dengan komunikasi terganggu, ada sedikit gerakan terutama gerakan mata melirik keatas kebawah 4. Status katatonik : sadar penuh fungsi motorik normal tapi tidak bisa berkomunikasi dengan baik TATALAKSANA Gangguan kesadaran sampai koma adalah keadaan darurat medis untuk itu perlu penanganan yang cepat, tepat dan akurat mulai dari ruang unit gawat darurat sampai ke ruang perawatan intensif. Penanganan terbagi atas dua bagian besar yaitu : A. Supportif Penderita kesadaran menurun dilihat / dinilai Jalan Nafas Pernafasan Tekanan Darah Cairan tubuh (asam basa, elektrolit) Posisi tubuh Pasang Naso Gastrik Tube Katheter Urine 1. Jalan -
Nafas Dilihat : Agitasi : Kesan hipoksemia Gerakan nafas : dada Retraksi sel iga, dinding perut, sub kosta klavikula Didengar suara tambahan berupa dengkuran, kumuran, siulan : ada sumbatan Diraba : getaran ekspirasi getaran di leher fraktur mandibuler Yang menyebabkan gangguan jalan nafas : Lidah / epiglotis Muntahan, darah, sekret benda asing
Standar Pelayanan Medis Neurologi
158
-
Trauma mandibula/maksila
Standar Pelayanan Medis Neurologi
159
-
Alat yang dipakai Jalan nafas orofaringeal Jalan nafas nasofaringeal Jalan nafas definitif Intubasi Pembedahan
Pola pernafasan Lesi sentral : Pola nafas - Eupnea - Cheyne Stoke - Sentral Neurogenik Hiperventilasi - Apnea Lesi Perifer - Nafas interkostal - Nafas diagfragma (dinding perut) 2. Perhatikan aliran darah - Perfusi : Perifer Ginjal : produksi urin - Nadi : Ritme, Rate, Pengisian - Tekanan Darah Diusahakan : • Hemodinamik stabil ( tidak naik turun ) • Kondisi tensi normal • Dihindari : Hipertensi / meninggi, shock Jenis Shock : - Hipovolemik - Kardiogenik - Sepsis - Penimbunan vena perifer ( polling ) 3. Cairan Tubuh - Cegah hidrasi berlebihan - Cairan Hipotonik, Hipoprotein dan lama pakai ventilator mudah terjadi hidrasi - Tekanan osmotik dipertahankan dengan albumin - Hindari Hiponatremia 4. Gas darah dan Keseimbangan Asam Basa - Alat Bantu Oximeter utnuk mengetahui oksigenasi diusahakan SaO 2 > 95 dan PaO2 > 80 mg (dengan analisa gas darah) - PO2 dibuat sampai 100 – 150 mmhg dengan cara diberi O2 - PaCO2 : 25 – 35 mm dengan hiperventilasi 5. Pasang Naso Gastric Tube Pengeluaran isi Lambung berguna : - Mencegah aspirasi, intoksikasi Standar Pelayanan Medis Neurologi
160
- Nutrisi parenteral 6. Posisi - Hindari posisi Trendelemberg - Posisi kepala 30o lebih tinggi - Pada Koma yang lama hindari : * Dekubitus : sering alih posisi * Vena dalam Thrombosis : pakai stocking 7. Katheter Urine - Untuk memudahkan penghitungan balans cairan - Mencegah kebocoran urin - Berguna pada gangguan kencing B. Therapi kausatif/Spesifik 1. Gangguan kesadaran dengan kaku kuduk dengan panas yang mulai beberapa hari sebelumnya sangat mungkin primer infeksi ( meningitis, encefalitis ) di otak bila gangguan kesadaran tanpa kaku kuduk sangat mungkin primer infeksi bukan di otak 2. Gangguan kesadaran dengan kaku kuduk tanpa panas sangat mungkin perdarahan subarahnoid 3. Gangguan kesadaran dengan didapatkan gejala neurologis fokal (hemiparesis, heminervikranial palsy) penyebabnya lesi intrakranial 4. Gangguan kesadaran disertai tanda – tanda tekanan intrakranial meninggi : (muntah – muntah proyektil, parese N.III , kaku kuduk, penglihatan kabur secepatnya diberi manitol, dexamethason, dibuat hiperventilasi 5. Gangguan kesadaran tanda disertai kaku kuduk atau/dan gejala neurologis fokal, bradikardi sangat mungkin penyebabnya metabolik 6. Gangguan kesadaran dengan tanda herniasi intrakranial ( anisokor, isokor miosis/ midrasis dengan tetraparesis ) termasuk gawat darurat secepatnya perlu tindakan 7. Gangguan kesadaran dengan penyebab yang sudah jelas, dapat diterapi spesifik untuk penyebab : - Hipoglikemi : Glukosa - Overdosis Opiat : Nalokson - Overdosis Benzodiazepin : Flumazenil - Wernicke Ensephalopaty : Thiamin PENYULIT : - Tenaga kurang Profesional - Peralatan kurang lengkap - Ruang perawatan intensif belum memadai KONSULTASI : - Bagian bedah Saraf - Bagian Penyakit Dalam - Bagian Anestesi - Bagian Kardiologi
Standar Pelayanan Medis Neurologi
161
-
Bagian Pulmonologi
TENAGA Perawat, Dokter umum, Dokter spesialis saraf JENIS PELAYANAN Jenis Pelayanan termasuk keadaan darurat neurologis perlu tindakan cepat,tepat dan akurat dan perlu dirawat di ruang pelayanan intensif LAMA PERAWATAN 1 – 5 hari
Standar Pelayanan Medis Neurologi
162
Standar Pelayanan Medis Neurologi
163
Sindroma Guillain Barre KRITERIA DIAGNOSIS Klinis : - Kelemahan ascenden dan simetris. - Anggota gerak bawah terjadi lebih dulu dari anggota gerak atas. Kelemahan otot proksimal lebih dulu terjadi dari otot distal kelemahan otot trunkal, bulbar dan otot pernafasan juga terjadi. - Kelemahan terjadi akut dan progresif bisa ringan sampai tetraplegi dan gangguan nafas. - Puncak defisit dicapai 4 minggu - Recovery biasanya dimulai 2 – 4 minggu - Gangguan sensorik biasanya ringan - Gangguan sensorik bisa parasthesi, baal atau sensasi sejenis - Gangguan N. cranialis bisa terjadi : facial drop, diplopia, disartria, disfagi - Banyak pasien mengeluh nyeri punggung dan tungkai - Gangguan otonom dari takikardi, bradikardi, flushing paroxysmal, hipertensi ortostatik dan anhidrosis - Retensio urin dan ileus paralitik - Gangguan pernafasan : • dyspnoe • nafas pendek • sulit menelan • bicara serak • gagal nafas Pemeriksaan Fisik : Kelemahan N. cranialis VII, VI, III,V, IX, X Kelemahan ekstremitas bawah, asenden, asimetris upper extremitas, facial Reflex : absen atau hiporefleksi Reflex patologi Penunjang : Laboratorium : • LCS : - Disosiasi sitoalbumin - Pada fase akut terjadi peningkatan protein LCS > 0,55 g/l, tanpa peningkatan dari sel < 10 lymposit/mm3 - Hitung jenis dan panel metabolik tidak begitu bernilai - Peningkatan titer dari agent seperti CMV, EBV/micoplasma membantu penegakan etiologi. Untuk manfaat epidemiologi - Antibodi glycolipid - Antibodi GMI • Ro : CT/MRI untuk mengeksklusi diagnosa lain seperti myelopati • EMG
Standar Pelayanan Medis Neurologi
164
DIAGNOSIS BANDING - Polineuropati terutama karena defisiensi metabolik - Tetraparesis penyebab lain - Hipokalemi - Miasthenia gravis TATALAKSANA - Tidak ada drug of choice - Waspadai memburuknya perjalanan klinis dan gangguan pernafasan - Bila ada gangguan pernafasan rawat ICU - Roboransia saraf parenteral - Perlu NGT bila kesulitan mengunyah/menelan - Kortikosteroid masih kontroversial, bila terjadi paralisis otot berat maka perlu kortikosteroid dosis tinggi - Plasmafaresis beberapa pasien memberi manfaat yang besar terutama kasus akut - Plasma 200 – 250 ml/kg BB dalam 4 – 6 x pemberian sehingga waktu sehari diganti cairan kombinasi garam + 5 % albumin - Imuno globulin intravena (expert konsesus) : IVIG direkomendasikan untuk terapi GBS 0,4 g/kgBB/tiap hari untuk 5 hari berturut–turut ternyata sama efektifnya dengan penggantian plasma. Expert konsesus merekomendasikan IVIG sebagai pengobatan GBS PENYULIT - Gangguan otot pernafasan respiratory failure - Konsultasi : IPD, Anastesi, Paru - Jenis pelayanan : Urgent & emergency - Lama perawatan : 2–4 minggu
Standar Pelayanan Medis Neurologi
165
Miasthenia Gravis ICD G 70.7
KRITERIA DIAGNOSIS Klinis : Kelemahan/kelumpuhan otot yang tidak berhubungan dengan kelemahan secara umum. 2/3 pasien : Gangguan gerak bola mata, ptosis, diplopia 1/6 pasien : Kelemahan otot farings, kesulitan mengunyah, menelan dan berbicara 10% : - Kelemahan ekstremitas - Kelemahan otot ringan pagi hari dan memberat jika siang, seiring aktivitas - Kelemahan bersifat progressif - Setelah 15–20 tahun kelumpuhan menetap - Faktor yang memperparah gejala : Emosi, infeksi viral, hypothyreodenasi, kehamilan, panas, obat transmisi neuromuscular - Pemeriksaan pita suara Penunjang : Laborat : - Pemeriksaan edrophonium cloride (Tensilon) - Antibodi terhadap acetylcholin receptor (AchR) Penunjang : 1. Repetitive Nerve Stimulation 2. Simple filter EMG Gold standard : Radiologis :DIAGNOSIS BANDING - Histeria - Multiple sclerosis - Symptomatic miasthenia - Syndroma moebius - Cholinergic crisis TATALAKSANA - Cholinesterase (CHE) inhibitor menurunkan hidrolisis enzim Ach, pada sinap cholinergik ChE, kemungkinan menyembuhkan pasien miastenia gravis lebih besar dari yang lain. Pyrido stigmuno bromide (Mestinon) dan Neustigramin Bromide (Prostigmin). Tidak ada penetapan dosis tertentu, kebutuhan CHE inhibitor sangat bervariatif - Thymectomy : Pasien MG dianjurkan thymectomy. Respon yang diharapkan muncul 2 – 5 tahun post OP. Thymectomy pada usia > 60 th jarang menunjukkan kesembuhan - Kortikosteroid : Prednison 1,5 – 2 mg/kg/BB
Standar Pelayanan Medis Neurologi
166
Multiple Sclerosis KRITERIA DIAGNOSIS Klinis : - Gejala & tanda obyektif penyakit tersebar - Memiliki fase remisi & eksaserbasi - Neuritis optik, neuritis retro bulbar - Skotoma sentral, kepucatan fundus bitemporal, strabismus - Hilangnya refleks kulit dan abdomen - Meningginya refleks fisiologi pada tungkai - Tanda–tanda spastisitas, klonus & Babinsky sign - Tremor nistagmus, ataksia - Gangguan bicara - Kelainan emosional Penunjang Laboratorium LCS : LP harus dikerjakan pada setiap pasien yang dicurigai MS Jumlah Sel : Limfositosis pleiositik ( > 5 sel per mm 3 ) umumnya sel mononuklear jarang polimorfonuklear. Semakin awal diperiksa semakin tinggi jumlah sel Kadar protein : dengan sistem pandy positif, kwantitatif kadar gamma globulin meningkat Fundus : kepucatan fundus bitemporal EEG : pemeriksaan EEG tidak menunjukkan kelainan spesifik Elektro okulo/nistagmograf : mendeteksi nistagmus yang tidak terlihat mata telanjang Bila CT Scan : Positif pada MS bila lesi ½ - 2 cm MRI DIAGNOSIS BANDING - Hereditary ataxic - Familial spastic paraplegia - Vit. B12 defisiensi - Tropical spastic paralysis - SLE - Sjogren syndrome - Bekcet disease - Acute diseminated encephalomalasia - Lyme disease - Adreno leukodistrophy TATALAKSANA Kortikosteroid kontinyu sebagai standar pengobatan - Stabilisasi Blood Brain Barrier - Mengurangi inflamasi & oedem - Meningkatkan nerve conduction - Menghambat sistem imune INF , IL 2 , Antibody immunosupresan, NK cell
Standar Pelayanan Medis Neurologi
167
Amyotropic Lateral Sclerosis KRITERIA DIAGNOSIS Klinis : Progressive Kelemahan otot asimetrik, atropi otot,fasikulasi, hiperrefleksia. Ekstremitas bawah gejala awal kram, kaku bila berjalan/lari Ekstremitas atas kesulitan beraktifitas mengancingkan baju,mengangkat benda ringan, bicara parau atau penurunan volume fasikulasi anggota gerak dan lidah, nyeri sendi ,gangguan menelan siallorhea (salivasi berlebih) Ketakutan, kecemasan dan depresi. Gangguan emosi berlebih ,tertawa dan menangis bergantian, kakhexia yang sulit dijelaskan, atropi otot atau faktor nutrisi . Diagnosis : Atropi, fasikulasi, kelemahan progresif, hiperrefleksia. Pemeriksaan perlu diulang-ulang untuk membuktikan perkembangan hiperefleksi,fasikulasi dan keterlibatan upper & lower motor neuron Laboratorium - Tak ada test yang pathognomonic - Serum protein, logam berat pada tiroid dan paratiroid - High titer anti CN, antibodies Radiologi : Myelogram of Cervical Spine Golden Standard : ENMG DIAGNOSIS BANDING - Spinal Cord Lesion - Spinal Bone Lesion - Infection - Gg. Endokrin - Toksin - Post-polio Syndrom, Huntington disease, Freiderich Ataxia, Multiple Sclerosis, Polimyositis, Myasthenia gravis, Muscular Distrohyi TATALAKSANA Medikamentosa - Simptomatik Spastisitas dikurangi dengan Baclofen (Lioneral) 10 – 25 gram 3x sehari Valium 2 -15 mg 3x1 Diazepam, Dextrolena (Dentrium) 50 – 100 gram 4x sehari - Pain NSAID & antikonvulsi Karbamazepin 200 g 3x1 Amytriptilin 50 – 150 malam
Standar Pelayanan Medis Neurologi
168
- Obat terbaru untuk ALS Riluzole (Rilutek) : terbukti menurunkan pelepasan glutamate 100 mg/hari Adverse reaction : Asthenia, nausea, dizziness, elevation of liver enzyme, granulocytopenia - Suportive therapy (Fisioterapi) * Physical terapi dimulai awal, exercise meningkatkan kekuatan, range of motion dan endurance * Diatermi, Massage, TENS * Occupational terapi * Speech terapi
Standar Pelayanan Medis Neurologi
169
Standar Pelayanan Medis Neurologi
170
VERTIGO Definisi Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya dengan gejala lain yang timbul, terutama dari jaringan otonomik yang disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh oleh berbagai keadaan atau penyakit. Klasifikasi: Vestibulogenik: a. Primer: motion sickness, benign paroxysmal positional vertigo, Meniere disease, neuronitis vestibuler, drug-induced b. Sekunder: migren vertebrobasiler, insufisiensi vertebrobasiler, neuroma akustik. Nonvestibuler: Gangguan serebellar, hiperventilasi, psikogenik, dll. KRITERIA DIAGNOSIS Vertigo merupakan suatu sindroma atau kumpulan gejala subjektif (symptoms) dan objektif (signs) dari gangguan alat keseimbangan tubuh. ♦ Gejala subjektif Pusing, rasa kepala ringan Rasa terapung, terayun Mual ♦ Gejala objektif Keringat dingin Pucat Muntah Sempoyongan waktu berdiri atau berjalan Nistagmus Gejala tersebut di atas dapat diperhebat/diprovokasi perubahan posisi kepala. ♦ Dapat disertai gejala berikut: Kelainan THT Kelainan Mata Kelainan Saraf Kelainan Kardiovaskular Kelainan Penyakit Dalam lainnya Kelainan Psikis Konsumsi obat-obat ototoksik A. Anamnesis Bentuk vertigo: melayang, goyang berputar, dsb. Keadaan yang memprovokasi: perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan, ketegangan. Profil waktu: Akut, paroksismal, kronik. Adanya gangguan pendengaran yang menyertai. Penggunaan obat-obatan misalnya streptomisin, kanamisin, salisilat.
Standar Pelayanan Medis Neurologi
171
Adanya penyakit sistemik seperti anemia, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru. Adanya nyeri kepala. Adanya kelemahan anggota gerak.
B. Pemeriksaan fisik Umum: Keadaan umum, anemia, tekanan darah berbaring dan tegak, nadi, jantung, paru, abdomen. Pemeriksaan neurologis umum: Kesadaran Saraf-saraf otak: visus, kampus, okulomotor, sensori di muka, otot wajah, pendengaran, dan menelan. C. Fungsi motorik (kelumpuhan ekstremitas) dan fungsi sensorik (hipestesi, parestesi). Pemeriksaan khusus Oto-neurologis untuk menentukan lesi sentral dan perifer. Fungsi vestibuler/serebelar 1. Tes Nylen Barany atau Dix Hallpike (cara: Lampiran) 2. Tes kalori 3. Tes Romberg, tandem gait, past pointing test, tes Fukuda dll. Fungsi pendengaran 1. Tes Garputala 2. Audiometri D. Pemeriksaan Penunjang ♦ Pemeriksaan laboratorium: darah rutin, kimia darah, urin, dan pemeriksaan lain sesuai indikasi. ♦ Pemeriksaan Radiologi: Foto tulang tengkorak leher, Stenvers (pada neurinoma akustik). ♦ Pemeriksaan neurofisiologi: elektroensefalografi (EEG), elektromiografi (EMG). ♦ Pemeriksaan Neuro-imaging: CT-Scan kepala, pnemoensefalografi, Transcranial Doppler. TATALAKSANA ♦ Terapi kausal: sesuai dengan penyebab ♦ Terapi simptomatik: Pengobatan simptomatik vertigo: Ca-entry blocker (mengurangi aktivitas eksitatori SSP dengan menekan pelepasan glutamat, menekan aktivitas NMDA spesial channel, bekerja langsung sebagai depresor labirin): Flunarisin (Sibelium) 3x 5–10 mg/hr Antihistamin (efek antikolinergik dan merangsang inhibitorymonoaminergik dengan akibat inhibisi n. vestibualris): Cinnarizine 3x25 mg/hr, Dimenhidrinat (Dramamine) 3x50 mg/hr. Histaminik (inhibisi neuron polisinaptik pada n. vestibularis lateralis): Betahistine (Merislon) 3 x 8 mg. Fenotiazine (pada kemoreseptor trigger zone dan pusat muntah di M. oblongata): Chlorpromazine (largaktil): 3 x 25 mg/hr Standar Pelayanan Medis Neurologi
172
Benzodiazepine (Diazepam menurunkan resting activity neuron pada n. vestibularis) 3x 2–5 mg/hr Antiepileptik: Carbamazepine (Tegretol) 3 x 200 mg/hr, Fenitoin (Dilantin) 3 x 100 mg (bila ada tanda kelainan epilepsi dan kelainan EEG) Campuran obat-obat di atas. Pengobatan simptomatik otonom (mis. muntah): Metoclopramide (Primperan, Raclonid) 3 x 10 mg/hr ♦ Terapi rehabilitasi Latihan visual-vestibular, Metode Brandt-Daroff, Gait exercise.
PENYULIT ♦ ♦ KONSULTASI ♦
Dehidrasi Gangguan elektrolit THT dan unit pelayanan lain yang terkait sesuai indikasi.
JENIS PELAYANAN ♦ Rawat jalan ♦ Rawat inap, terutama bila disertai muntah hebat TENAGA STANDAR ♦ umum, dokter spesialis saraf
Perawat, dokter
LAMA PERAWATAN ♦ Minimal 1 minggu PROGNOSIS ♦
Tergantung penyebab
Standar Pelayanan Medis Neurologi
173
MANUVER NYLEN BARANY (HALLPIKE MANOUVRE) Ialah pemeriksaan untuk mencari adanya vertigo/nistagmus posisional paroksismal dan membedakan vertigo sentral dan perifer. Cara: 1. Penderita duduk di meja periksa kemudian disuruh cepat-cepat berbaring terlentang dengan kepala tergantung (disanggah dengan tangan pemeriksa) di ujung meja dan cepat-cepat kepala disuruh menengok kekiri (10º-20º), pertahankan sampai 10-15 detik, lihat adanya nistagmus. 2. Kemudian kembali ke posisi duduk dan lihat adanya nistagmus (10-15 detik). 3. Ulangi pemeriksaan dengan kepala menengok ke kanan. Hasil : Orang normal dengan manuver tersebut tidak timbul vertigo atau nistagmus. Bangkitan vertigo Derajat vertigo Pengaruh gerakan kepala Gejala Otonom (mual, muntah, keringat) Gangguan pendengaran (tinnitus, tuli) Tanda fokal otak Nistagmus
Tipe Perifer Lebih mendadak, intermitten Berat (+) (++)
Tipe Sentral Lebih lambat, konstan
(+)
(-)
(-) Selalu ada
(+) Dapat hilang
Standar Pelayanan Medis Neurologi
Ringan (-) (+)
174
Standar Pelayanan Medis Neurologi
175
HIPERSOMNIA INSUFFICIENT SLEEP ( Sleep Restriction/Deprivation ) Hipersomnia karena kurang tidur, atau pembatasan tidur KRITERIA DIAGNOSIS a. Klinis : 1. Adanya pembatasan jumlah waktu tidur dalam sehari kurang dari 7 jam (6 jam atau kurang). 2. Mengantuk di siang harinya disertai perubahan mood dan psikomotor. b. Laboratorium : Tidak diperlukan c. Radiologis : Tidak diperlukan DIFFERENTIAL DIAGNOSIS : Hipersomnia sebab lain TATA LAKSANA a. Non Medikamentosa: Meningkatkan waktu tidur total sampai 8 jam atau lebih. Kadang kadang dibutuhkan perubahan pola hidup dan pekerjaan. b. Medikamentosa: Cara non medikamentosa biasanya berhasil, tetapi bila diperlukan obat stimulan jangka pendek (Methylphenidate, Ritalin® 5 – 20 mg pagi dan atau siang hari) PENYULIT : - Pembatasan tidur parsial (4 – 6 jam per-malam), jangka pendek (kurang dari 2 minggu) menyebabkan perubahan mood dan psikomotor serta perubahan endokrin seperti peningkatan kadar kortisol dan resistensi insulin yang ringan. - Pembatasan tidur parsial yang kronis menyebabkan peningkatan angka kematian karena penyakit jantung dan kematian pada umumnya. KONSULTASI: Bagian Saraf JENIS PELAYANAN: Rawat jalan TENAGA : Spesialis saraf dan atau konsultan sleep disorder LAMA PERAWATAN : Biasanya berlangsung jangka pendek, jarang kronis PROGNOSIS : Baik bila diobati dengan benar
Standar Pelayanan Medis Neurologi
176
SEDATING MEDICATION ( Hipersomnia karena obat Sedatif) KRITERIA DIAGNOSIS a. Klinis : Adanya pemakaian obat-obat yang mempunyai efek sedatif seperti obat hipnotik, anti psikotik (Chlorpromazine,Thioridazine), anti depresan golongan trisiklik (amitriptyline, doxepine) anti konvulsan, anxiolytics (Benzodiazepine), anti histamin (Chlorpheniramine, Dyphenhidramine), anti hipertensi (Alpha agonist, Alpha blockers), melatonin, putus obat golongan amphetamine. b. Laboratorium : c. Radiologis : DIFFERENTIAL DIAGNOSIS: Hipersomnia sebab lain TATA LAKSANA: a. Non Medikamentosa: Menghentikan obat atau ganti dengan golongan lain yang kurang mempunyai efek sedatif b. Medikamentosa : Jika obat tidak dapat dihentikan dicoba dengan pemberian terapi stimulan antara lain Methylphenidate (Ritalin) 5- 80 mg dosis terbagi, Dextroamphetamine (Adderall) 5-60 mg dosis terbagi, Modafinil (Provigil) 100- 400 mg (sekali atau dua kali sehari). PENYULIT : Gangguan mood dan psikimotor di siang hari KONSULTASI : Bagian Saraf JENIS PELAYANAN : Rawat Jalan TENAGA : Spesialis saraf atau Spesialis saraf Sleep Consultant LAMA PERAWATAN : Segera sembuh dengan penghentian obat sedatif. PROGNOSIS : Baik
Standar Pelayanan Medis Neurologi
177
NARKOLEPSI KRITERIA DIAGNOSIS a. Klinis 1. Gejala biasanya mulai dekade ke-2 (umur 20 – 30 tahun), walaupun kadang terjadi sebelum usia 10 tahun atau sesudah 50 tahun). 2. Ada 4 gambaran klasik (Classic tetrad) : a. Hipersomnia : merupakan gejala utama gejala utama yaitu mengantuk berlebihan pada siang hari yang segera membaik dan kembali segar setelah tidur singkat kurang dari 30 menit b. Cataplexy : mendadak kehilangan tonus otot dan berlangsung sebentar yang khas terjadi pada saat sedang emosi kuat, misalnya tertawa terbahak-bahak atau marah yang berlebihan. Kelumpuhan dapat komplit atau parsial dan biasanya singkat (detik – menit). Terjadi kira-kira 70% penderita narkolepsi. c. Sleep paralysis (Jawa: tindihen) yaitu ketidakmampuan untuk bergerak atau bicara yang terjadi awal (hipnagogic) atau akhir tidur (hipnopompic). d. Hipnagogic hallucination yaitu halusinasi penglihatan atau pendengaran yang muncul sebagai representasi mimpi dan terjadi segera pada awal tidur, kadang-kadang terjadi pada saat bangun pagi (hipnopompic). Halusinasi dapat berupa bayangan orang yang mengancam, binatang atau biasanya hantu/monster disertai rasa takut yang hebat dengan atau tanpa sleep paralisis. 3. Gejala penyerta : a. Automatic behaviour dan amnesia: yaitu saat penderita mengantuk dan berusaha mengatasinya tiba-tiba muncul aktifitas yang terjadi dibawah alam sadar. Ia dapat melanjutkan tugasnya dengan benar tetapi tidak dapat menjawab pertanyaan yang komplek. Kadang keluar kata-kata yang tidak mengandung arti dan tidak relevan dengan pembicaraan dan hal ini mengakhiri serangan disertai amnesia terhadap apa yang diperbuat tadi. Serangan berlangsung beberapa detik tetapi kadang sampai beberapa jam, biasanya saat mengerjakan aktivitas monoton seperti mengendarai mobil, sehingga sering terjadi kecelakaan. Karena itu kalau mengantuk sebaiknya berhenti dan tidur singkat (10 – 30 menit) sudah bisa segar kembali. Dapat terjadi pada orang normal yang sangat mengantuk seperti dokter yang praktek sampai jauh malam. b. Disrupted sleep yaitu terbangun beberapa kali semalam c. Sleep apneu: 20% penderita laki-laki. 4. Polisomnografi menunjukkan 1 atau lebih sebab : 1. Sleep latency < 10 menit 2. REM sleep latency < 20 menit 3. MSLT yang menunjukkan rata rata sleep latency < 5 menit 4. Sleep-onset REM period (SOREM) < 15 menit, paling sedikit pada 2 dari 5 kesempatan tidur kecil selama rekaman Polysomnography. 5. HLA trapto type-DQB1 0602 dan DR2 positif (terdapat pada 90-100% penderita narkolepsi tergantung ras-nya)
Standar Pelayanan Medis Neurologi
178
b. Laboratorium Polisomnografi (PSG) • Khas : Pemendekan ‘sleep onset’ dan REM latency Gangguan kerangka tidur, sering terbangun singkat. Penting untuk menyingkirkan gangguan tidur yang dapat menyebabkan hipersomnia • MSLT : rata-rata sleep latency 10 menit ( 8-10 menit masih dianggap abnormal. Onset tidur adalah jangka waktu antara lampu dimatikan dan munculnya gambaran tidur tahap pertama yaitu NREM. Pergantian NREM dan REM rata-rata antara 60-90 menit. Dianggap normal bila REM terjadi kurang dari 15 menit. Dianggap abnormal bila REM terjadi 50 tahun, laki-laki lebih banyak daripada wanita, kadangkadang ditemukan riwayat keluarga Terjadinya 1/3 awal tidur pada stadium REM, biasanya 30 menit setelah onset tidur dan dapat berulang setiap interval 10 menit. Serangan berupa mimpi yang menyeramkan atau agresif disertai gerakangerakan abnormal dan tingkah laku yang kompleks dan sering berupa tindak kekerasan sehingga dapat melukai penderita penderita atau pasangannya. Penderita menolak dikendalikan dan bisa marah dan melakukan tindak kekerasan tetapi tidak sampai pada tindakan seksual. Mimpi dapat diingat kembali tetapi gerakan dan tingkah laku abnormal tidak diingat. Penyebabnya: - Tidak diketahui (40% kasus) - Intoksikasi obat akut (alkohol) atau penghentian mendadak obat supresan tidur fase REM seperti amphetamine dan cocain, anticholinergic, MAO inhibitor, anti-depressant tri-cyclic, SSRI, dan terutama venlafaxine - Parkinson: 1/3 kasus parkinson didahului RBD 10 – 15 tahun sebelumnya. - Multiple system atrophy: 90% disertai RBD - Lewy body disease: ¼ kasus disertai RBD - Alzheimer’s disease: kadang-kadang disertai RBD - Narkolepsi sering disertai RBD - OSA berat - Periodic limb movements pada fase tidur N-REM b. Laboratorium: Pemeriksaan polysomnography sangat penting dalam menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosa lain. Hasil PSG menunjukkan kerangka tidur normal kecuali adanya peningkatan durasi dan densitas tidur REM dan sedikit pemanjangan stadium 3 – 4 N-REM, tonus otot tetap ada, periodic limb movements dapat terlihat pada tidur REM maupun N-REM Rekaman video penting untuk menunjukkan bentuk gerakan-gerakan. c. Radiologis: MRI atau CT scan diperlukan untuk mencari penyebab terutama kerusakan di batang otak d. Golden Standard: PSG, MRI atau CT scan e. Patologi anatomi
Standar Pelayanan Medis Neurologi
200
Differential diagnosis 1. Nightmare 2. Confusional arousals 3. Sleep terrors 4. Sleep walking 5. Post-traumatic stress disorders 6. Epilepsi terutama epilepsi lobus temporalis 7. Episodic nocturnal wanderings 8. Bangun mendadak dari tidur REM pada OSA 9. Serangan panik 10. Malingering Tata laksana a. Non Medikamentosa 1. Proteksi penderita dan pasangannya, bila disertai tindak kekerasan, pindahkan benda-benda yang dapat digunakan untuk kekerasan, letakan kasur dilantai dengan bantal-bantal disekelilingnya. 2. Hindari halangan fisik karena dapat menyebabkan resiko luka. b. Medikamentosa Turunkan pelan-pelan obat-obat penyebab seperti venlafaxine dan antidepresi SSRI Benzodiazepine seperti clonazepam 0,5 – 4 mg: efektif segera pada 90% kasus Melatonin 3 – 15 mg malam hari sebelum tidur. Buproprion adalah satu-satunya anti depresan yang tidak menimbulkan RBD, sehingga dapat diberikan sebagai pengganti anti depresan lain. Penyulit : Dapat menyebabkan tindak kekerasan dan luka Konsultasi : Bagian Neurologi Jenis pelayanan : Rawat jalan Tenaga : Dokter Spesialis Saraf/Spesialis Saraf konsultan sleep disorder Lama perawatan : Untuk mengikuti perkembangan : kontrol secara berkala seumur hidup Prognosis - Penyakit seumur hidup, sulit disembuhkan - Dapat menjadi petanda akan timbulnya penyakit parkinson 4 – 10 tahun Standar Pelayanan Medis Neurologi
201
sebelumnya
IV. NIGHTMARE Kriteria diagnosis a. Klinis Biasanya onset terjadi pada usia balita usia 3 – 6 tahun, laki-laki dan wanita sama, tetapi pada usia dewasa wanita lebih sering, terjadi pada 1/3 akhir malam Isi mimpi panjang dan komplek serta menakutkan dan menyebabkan kecemasan serta ketakutan hebat sewaktu akan bangun tidur. Mimpi dapat diingat kembali dengan baik, dan sering sulit tidur kembali. Jarang terjadi gerakan motorik dan tingkah laku kecuali sesudah bangun. Gejala otonomnya sedikit, seperti peningkatan detak jantung. Penyebabnya: - pembatasan tidur yang menyebabkan rebound tidur REM - narkolepsi - RBD - Schizoprenia - Anxietas - Obat-obatan seperti L-dopa, beta blocker - Penghentian obat mendadak seperti anti depresan, alkohol b. Laboratorium: c. Radiologis: d. Golden Standard: PSG jarang dibutuhkan, dapat menunjukkan peningkatan densitas REM ± 10 menit sebelum terbangun dari nightmare e. Patologi anatomi: Differential diagnosis RBD Serangan panik pada malam hari Narkolepsi Sleep terror Tata laksana a. Non medikamentosa: Hentikan obat-obat penyebab seperti L-dopa, beta blocker Kurangi stres dan perbaiki hygiene tidur Terapi kognitif tingkah laku b. Medikamentosa : jarang diperlukan, bila menetap dengan cara-cara diatas dapat diberikan obat supresi tidur REM seperti tricyclic anti depresan
Standar Pelayanan Medis Neurologi
202
Penyulit : Nightmare menakutkan penderita dan menyebabkan kecemasan untuk tidur Menyebabkan bangun malam hari dan sulit kembali tidur Konsultasi : Bagian Saraf Jenis pelayanan : Rawat jalan Tenaga : Dokter Spesialis Saraf, Spesialis kedokteran jiwa/Psikolo Lama perawatan : Berlangsung terbatas , paling sering sampai usia 10 tahun Prognosis : baik
Standar Pelayanan Medis Neurologi
203
Standar Pelayanan Medis Neurologi
204
Standar Pelayanan Medis Neurologi
205
RETARDASI MENTAL (MR) KRITERIA DIAGNOSIS American Association in Mental Deficiency IQ < 70 = retardasi mental sangat ringan IQ 55-69 = retardasi mental ringan IQ 40-54 = retardasi mental sedang IQ 25-39 = retardasi mental berat IQ < 24 = retardasi mental sangat berat Pemeriksaan Penunjang Tes psikometri / Test intelegensi : - Bayi : Developmental Quotient (DQ) - Anak usia belum sekolah : Stanford Binet Scale Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligense (WPPSI) - Anak usia sekolah : Wechsler Intelligence Scale for Children(Revised) (WISC-R) - Anak dengan kemampuan fungsi yang sangat rendah : The Leiter international Performance Scale Foto polos kepala Audiometri EEG CT Scan Darah dan urin : mencari gangguan kimia/metabolik Serologi darah dan titer antibodi TORCH Pemeriksaan kromosom Pemeriksaan hormonal ( kelenjar tiroid ) DIAGNOSIS BANDING Variasi perkembangan normal CP dengan gangguan motorik dan bicara Epilepsi Gangguan THT Gangguan mata Depresi Gangguan belajar spesifik TATALAKSANA Terapi Farmaka : Antikonvulsan bila kejang Metilfenidat bila hiperaktif Hormon tiroid pada gangguan tiroid Terapi Non farmaka : fisioterapi terapi okupasi terapi wicara Sekolah Pendidikan Luar Biasa ( SPLB)) tipe C Standar Pelayanan Medis Neurologi
206
KONSULTASI Anak Psikiatri THT Mata JENIS PELAYANAN Rawat jalan TENAGA Psikolog, dokter spesialis saraf, spesialis anak, terapis PROGNOSIS IQ 50-70, MR ringan, slow learner, dapat dididik IQ 50 tahun monosytogenes, sefotaksim/seftriakson batang gram negatif enterik Dosis antibiotika untuk meningitis bakterialis Antibiotika Dosis (kg BB/hari) Penisilin G 250.000 unit Ampisilin 200 – 300 mg Kloramfenikol 75 – 100 mg Sefotaksim 200 mg Seftriakson 100 mg Seftazidim 125 – 150 mg Vankomisin 50 – 60 mg Gentamisin, tobramisin 6 mg Amikasin 20 – 30 Nafsilin, oksasilin 200 mg
Interval (jam) 4 6 6 6–8 12 – 24 8 6 8 8 6
Suportif - Monitoring tanda vital - Evaluasi status neurologi setiap hari - Monitoring intake dan output, elektrolit - Pengukuran lingkar kepala - Antikonvulsan bila ada kejang - Nutrisi yang baik - Deksametason diberikan pada anak usia > 2 bulan dengan dosis 0,15 mg/kgBB/kali 15 menit sebelum atau bersamaan dengan antibiotika selama 4 Standar Pelayanan Medis Neurologi
213
hari. Pemberian kortikosteroid ditunda bila terdapat tanda perdarahan atau bila kemungkinan meningitis TBC belum dapat disingkirkan. MENINGITIS TBC Medikamentosa Obat INH Rifampisisn Pirazinamid Streptomisin Prednison
Dosis harian ( mg/kgBB/hari ) 10 5 15 – 40 15 – 40 1–2
Lama pengobatan 12 bulan 12 bulan 2 bulan 1 – 3 bulan 4 – 8 minggu, tap off 2 – 4 minggu
PENYULIT Meningitis bakterialis : Oedem otak, hidrosefalus, SIADH Meningitis TBC : Oedem otak, hidrosefalus, SIADH, arteritis, penjeratan saraf otak. KONSULTASI Bedah saraf, I.K Anak JENIS PELAYANAN Rawat inap TENAGA Paramedis, perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf LAMA PERAWATAN Tergantung klinis pasien
Standar Pelayanan Medis Neurologi
214
ENSEFALITIS HERPES SIMPLEKS Merupakan infeksi pada parenkhim otak yang berat dan seringkali berakibat fatal. KRITERIA DIAGNOSIS Klinis Gejala akut, nyeri kepala, panas badan, kejang, penurunan kesadaran, defisit neurologis fokal, gangguan tingkah laku. Laboratorium Pemeriksaan lumbal pungsi: warna jernih, kadang-kadang kemerahan, sel normal atau sedikit meningkat, protein sedikit menungkat, glukosa normal. Radiologi MRI terdapat kelainan di lobus temporal EEG Abnormal di daerah temporal Gold standar PCR, IgM dan IgG HSV 1 (pada anak dan dewasa) dan HSV 2 (pada neonatus) tidak dapat dilakukan segera, karena baru + setelah minggu pertama. DIAGNOSIS BANDING Meningitis virus PENATALAKSANAAN Medikamentosa - Asiklovir 10 mg/kgBB/kali iv diberikan setiap 8 jam selama 10 hari. Diberikan sedini mungkin dan boleh diberikan bila terdapat kecurigaan terhadap ensefalitis herpes simpleks dan dihentikan bila terbukti bukan ensefalitis herpes simpleks. - Manitol bila terdapat oedem otak atau tekanan intrakranial yang meningkat - Antikonvulsan bila ada kejang - Antipiretik - Antibiotika untuk infeksi sekunder Suportif - Monitoring tanda vital - Evaluasi status neurologi setiap hari - Mengatasi gangguan nafas - Monitoring intake dan output, elektrolit - Pengukuran lingkar kepala - Nutrisi yang baik PENYULIT Oedem otak
Standar Pelayanan Medis Neurologi
215
TICS KRITERIA DIAGNOSIS Gerakan involunter sederhana berupa kedipan mata, menyeringai, menjulurkan lidah, gerakan kepala, gerakan jari kaki, gerakan wajah (twitching), gerakan leher, gerakan mengangkat bahu, batuk, suara mendengkur, sedangkan gerakan yang kompleks dapat berupa gerakan menggosok, melompat, berjongkok, menciumi objek atau bagian tubuh, copropraxia dan echopraxia, berkata-kata, atau gerakan berurutan yang stereotipik yang bertambah saat anak stres. Keluhan ini menetap atau menurun bahkan dapat menghilang. Biasanya berhubungan dengan gangguan kompulsif dan ADD. Sedangkan sindroma Tourette’s bila memenuhi kriteria : • Multipel motor tics (beberapa jenis gerakan anggota badan, batang tubuh, atau wajah). • Paling sedikit terdapat satu vokal tic, meliputi beberapa suara kecuali batuk dan sniffing • Gejala timbul sebelum usia 21 tahun • Gejala menetap atau menurun lebih dari 1 tahun PENATALAKSANAAN Tujuan : meningkatkan kualitas hidup pasien dengan tics, dan bukan untuk menghilangkan tics. Bila anak terganggu saat sekolah, obat hanya diberikan saat sekolah saja. • Non farmakologi - Situasi kelas / lingkungan sekolah yang tidak menimbulkan stress - Terapi behaviour • Farmakologi Prinsip terapi : 1. Mulai dengan dosis rendah dan tingkatkan secara bertahap 2. Evaluasi efektifitas obat dan efek samping yang terjadi 3. Gunakan monoterapi 4. Gunakan Tier 1 terutama pada tics yang ringan 5. Pemeriksaan EKG sebelum menggunakan obat Tier 2 6. Turunkan dosis obat secara bertahap Tier 1 : - Klonidin dosis permulaan 0,05 mg, dapat ditingkatkan menjadi 2 x 0.05 mg. Dosis dapat ditingkatkan setiap 5 – 7 hari dan dapat diberikan sampai 0,1 -- 0,4 mg/hari. - Guanfasin dosis permulaan 0,5 mg malam hari dan dapat ditingkatkan secara bertahap sampai 3 mg/hari dibagi dalam dua dosis. - Klonazepam digunakan sebagai terapi ajuvan pada pasien dengan kecemasan. Efek samping berupa mengantuk, dizziness, fatigue. Standar Pelayanan Medis Neurologi
216
Tier 2 : Apabila pengobatan pertama dengan Tier 1 tidak berhasil dapat diberikan neuroleptik yang klasik maupun neuroleptik yang atipik. Neurileptik klasik : - Pimozid 2 – 6 mg/hari, mulai dengan dosis 0,5 – 1 mg/hari sebelum tidur, dinaikkan secara bertahap. - Flufenazin 2 – 4 mg/hari, mulai dengan dosis 1 mg/hari sebelum tidur, dinaikkan secara bertahap. - Haloperidol 1 – 5 mg/hari, mulai dengan dosis 0,5 mg/hari, dinaikkan secara bertahap. Neuroleptik yang atipik - Risperidon maksimal 3 mg/hari dibagi dalam dua dosis, mulai dengan 0,5 mg/hari, malam hari. - Olanzapin 5 – 10 mg/hari dalam dosis terbagi, mulai dengan 2,5 mg sebelum tidur. Obat lain : • Dopaminergik dopamin antagonis (tetrabenazin 25 – 100 mg/hari), dopamin agonis ( Pergolid, 0,1 – 0,3 mg/hari, dosis terbagi). • Botulinum toxin ( Botox )
Standar Pelayanan Medis Neurologi
217
CHOREA PADA ANAK KRITERIA DIAGNOSIS Gangguan gerakan yang disebabkan karena disfungsi basal ganglia. Gerakan menyentak, cepat, ireguler, tidak dapat dipredksikan dapat terjadi pada pada satu bagian tubuh yang kemudian dapat mengenai bagian tubuh yang lain, dapat disertai dengan kesulitan untuk makan, gangguan gait, clumsiness. Chorea yang banyak terjadi pada anak adalah Sydenham’s chorea (SC, rheumatic chorea, chorea minor, St. Vitus’ dance). Penyebabnya dapat bermacam-macam, antara lain : paroxysmal dyskinesias, penyakit imunologi (SC,SLE,antifosfolipid antibodies), gangguan yang diturunkan (ataxia teleangiectasia,benign familial), gangguan metabolic (hipertiroid, mitochondrial abnormalities,congenital disorders of glycosylation), infeksi, neoplasma, gangguan vaskuler dan kelainan degeneratif. Laboratorium • Elektrolit termasuk Ca • Pemeriksaan darah lengkap dan apus darah tepi • LED • ASO dan titer DNase B • Antibodi antikardiolipin • Antinuclear antibody • TSH • Ceruloplasmin dan level copper • Skrining toksikologi • MRI kepala PENATALAKSANAAN Terapi bila memungkinkan ditujukan pada kelainan yang mendasarinya. Untuk gejala kliniknya hanya sebagai simtomatik saja. Mekanisme obat yang dipakai bertujuan untuk mengkoreksi gangguan neurotransmiter seperti meningkatkan GABA dan acetylcholine dan atau menurunkan reseptor dopamin • Asam valproat ( 10 – 20 mg/kgBB/hari ) • Clonazepam ( 1 – 5 mg/kgBB/hari ) • Haloperidol ( 0,5 – 2 mg, 2x/hari) KONSULTASI Kardiologi anak untuk terapi preventif sekunder terhadap kelainan jantung dan A beta-hemolytic streptococcus agar tidak terjadi rheumatic fever dan chorea yang berulang.
Standar Pelayanan Medis Neurologi
218
DISTONIA KRITERIA DIAGNOSIS Kontraksi simultan otot agonis dan antagonis yang transien sehingga postur tubuh menjadi tidak biasa. Bila kontraksi otot agonis dan antagonis seimbang maka gerakan tidak tampak, hanya berupa ketegangan otot. Gerakan biasanya perlahan, mengenai satu bagian tubuh, sampai maksimal kemudian bertahan selama satu menit atau lebih, tetapi kadang-kadang bisa lebih cepat. Manifestasi distonia yang sering adalah spasmodik torticollis, spasmodik retrocollis, inversi intermitten sehingga postur menjadi equinovarus, otot-otot lidah, blepharospasm, writer’s cramp dystonia, spasmodic dysphonia. DIAGNOSA BANDING Kelainan kongenital dan perkembangan Kelainan degeneratif dan penyebab tak diketahui
Penyakit infeksi Gangguan metabolik
Reaksi obat Psychogenic Gangguan tidur
Benign dystonis of infancy Cerebral palsy Dyspeptic dystonia with hiatus hernia Ataxia-teleangiectasia Focal dystonia Hallervorden-Spatz syndrome Hemidystonia Idiopatic torsion dystonia Leber disease Myoclonic dystonia Segawa dystonia with diurnal fluctuation Subacute necrotizing encephalomyelopathy Dystonia Parkinson syndrome Ensefalitis virus GM2 gangliosidosis PKU Triosephosphate isomerase deficiency Wilson’s disease Bethanecol, buthirophenone, carbamazepine, Phenothiazine, reserpine, tetrabenazine Munchausen syndrome simulating dystonia Paroxysmal sleep dystonia
Standar Pelayanan Medis Neurologi
219
PENATALAKSANAAN Distonia primer : • Triheksyphenidyl : Dosis 6–60 mg/hari dalam dosis terbagi, mulai dengan 0,5 mg/hari pada anak 4 tahun sedangkan anak yang lebih besar dapat dimulai dengan dosis 1 mg/hari malam hari dan dinaikkan 1 mg setiap 1 minggu. • Carbidopa / levodopa : Dosis 4–5 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi, mulai dengan 1 mg/kgBB/hari • Baclofen : Dosis 10–60 mg/hari dalam dosis terbagi, mulai dari 5 mg malam hari. • BOTOX Distonia sekunder : • Reserpin 20 μg/kg, dinaikkan bertahap sampai 0,25 mg/hari dibagi dalam dua dosis • Difenhidramin 1–1,25 mg/kgBB IM atau IV (maks 50 mg), kemudian dilanjutkan dengan 1–1,25 mg/kg PO (maks 50 mg) setiap 6–8 jam selama 1–3 hari .
Standar Pelayanan Medis Neurologi
220
TUMOR OTAK Tumor otak pada anak berbeda dengan tumor otak pada orang dewasa dalam tipe sel yang terlibat maupun terapinya. KRITERIA DIAGNOSIS Klinis : Gejala sering berhubungan dengan adanya tekanan tinggi intrakranial yaitu nyeri kepala, muntah (pagi hari), mual, perubahan kepribadian, iritabel, penurunan kesadaran, penurunan fungsi jantung dan pernafasan. Menurut lokasi : • Tumor serebri : kejang, gangguan visus, disartria, hemiparesis disertai parese saraf otak, TTIK, perubahan kepribadian, penurunan kesadaran. • Tumor di batang otak : kejang, gangguan endokrin, perubahan visus atau penglihatan ganda, nyeri kepala, parese saraf otak dan hemiparese motorik, perubahan pernafasan, TTIK. • Tumor di serebelum : TTIK, muntah (pagi hari tanpa mual), nyeri kepala, gangguan koordinasi, gangguan berjalan (ataksia). Gejala-gejala ini dapat bercampur. Pemeriksaan neurologis Penurunan kesadaran, parese saraf otak, hemiparese motorik, gangguan koordinasi, ataksia, refleks fisiologi meningkat, refleks patologis positif. Radiologi : CT scan dengan kontras, MRI Laboratorium : biopsi tumor Gold standard : CT scan kepala dengan kontras, biopsi Patologi anatomi : menentukan jenis tumor DIAGNOSIS BANDING Abses otak Tuberkuloma di otak PENATALAKSANAAN • Medikamentosa : steroid untuk edem otak ( loading : deksametason 1-2 mg/kgBB sampai 10 mg, kemudian 1-1,5 mg/kgBB/hari, maksimum 16 mg/hari dibagi dalam 4 dosis) • Tindakan : Operasi VP shunt Radiasi PENYULIT Kejang, hidrosefalus KONSULTASI Bedah syaraf, Radiologi, Patologi Anatomi, Rehabilitasi medis
Standar Pelayanan Medis Neurologi
221
JENIS PELAYANAN Rawat inap RS TENAGA Paramedis, perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf LAMA PERAWATAN Tergantung klinis
Standar Pelayanan Medis Neurologi
222
View more...
Comments