@ VI PERAMALAN.doc
April 20, 2019 | Author: Novie Tyas Noegroho Ningroem | Category: N/A
Short Description
forecasting...
Description
BAB VI PERAMALAN (FORECASTING)
Salah Salah satu satu keputu keputusan san pentin pentingg dalam dalam perusa perusahaa haann yang yang dilaku dilakukan kan oleh oleh manajemen adalah menentukan tingkat produksi dari barang atau jasa yang perlu disiap disiapkan kan untuk untuk masa masa datang datang.. Penent Penentuan uan tingka tingkatt produk produksi, si, yang yang merupa merupakan kan tingkat penawaran yang dipengaruhi oleh jumlah permintaan pasar yang dapat dipenuhi oleh perusahaan. Tingkat penawaran yang lebih tinggi dari permintaan pasar dapat mengakibatkan terjadinya pemborosan biaya, seperti biaya penyimpanan, biaya modal, dan biaya kerusakan barang. Tingkat penawaran yang lebih rendah dibandingkan dengan kemampuan pangsa pasar yang dapat diraih mengakibat mengakibatkan kan hilangnya hilangnya kesempatan kesempatan untuk untuk memperoleh memperoleh keuntunga keuntungan, n, bahkan bahkan mengakibatkan hilangnya pelanggan karena beralih ke pesaing. Untuk membantu tercapainya suatu keputusan yang optimal diperlukan adanya suatu cara yang tepat, sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan. Salah satu alat yang diperlukan oleh manajemen dan merupakan bagian dari proses pengambilan keputusan adalah metode Peramalan (Forecasting). Metode peramalan digunakan untuk mengukur atau menaksir keadaan di masa datang. Peramalan tidak saja dilakukan untuk menentukan jumlah produk yang perlu dibuat atau kapasitas jasa yang perlu disediakan, tetapi juga diperlukan untuk berbagai bidang lain (seperti dalam pengadaan, penjualan, personalia, termasuk peramalan teknologi, ekonomi ataupun perubahan sosial-budaya). Dalam setiap perusahaan, bagian yang satu selalu mempunyai keterkaitan dengan bagian lain sehingga sehingga suatu peramalan peramalan yang baik atau buruk akan mempengaru mempengaruhi hi perusahaan perusahaan secara keseluruhan. Kebutuhan akan peramalan semakin bertambah sejalan dengan keinginan manajemen untuk memberikan respon yang cepat dan tepat terhadap kesempatan di masa datang, serta menjadi lebih ilmiah dalam menghadapi lingkungan. Oleh karena karena itu, itu, pengua penguasaa saann terhad terhadap ap metod metodee perama peramalan lan menjad menjadii signif signifika ikann bagi bagi seorang manajer operasi.
186
6.1 6.1 Peng Penger erti tian an Umu Umum m Pera Perama mala lann dapa dapatt dila dilaku kuka kann seca secara ra kuan kuanti tita tati tiff atau ataupu punn kual kualit itat atif if.. Pengukuran Pengukuran kuantitatif kuantitatif menggunak menggunakan an metode metode statistik, statistik, sedangkan sedangkan pengukuran pengukuran kualit kualitatif atif berdas berdasark arkan an pendap pendapat at ( judgment dari yang yang melaku melakukan kan perama peramalan lan.. judgment ) dari Berkaitan dengan itu, dalam peramalan dikenal istilah prakiraan dan prediksi. Pera Perama mala lann dide didefi fini nisi sika kann seba sebaga gaii pros proses es peram peramal alan an suat suatuu vari variab abel el (kejadian) di masa datang dengan berdasarkan data variabel yang bersangkutan pada masa sebelumnya. Data masa lampau itu secara sistematik digabungkan dengan dengan menggu menggunak nakan an suatu suatu metode metode terten tertentu tu dan diolah diolah untuk untuk memper memperole olehh prakiraan keadaan pada masa datang. Prediksi adalah proses peramalan suatu variabel di masa datang dengan lebih mendasarkan pada pertimbangan subjektif/intuisi daripada data kejadian pada masa lampau. Meskipun lebih menekankan pada intuisi, dalam prediksi juga sering terdapat data kuantitatif yang dipakai sebagai masukan dalam melakukan peramalan. Dalam prediksi, peramalan yang baik/tepat sangat tergantung dari kemampuan, pengalaman dan kepekaan dari orang yang bersangkutan. Perbed Perbedaan aan antara antara prakir prakiraan aan dan predik prediksi si dapat dapat digamb digambark arkan an sebaga sebagaii berikut. Suatu perusahaan ingin meramalkan berapa permintaan pasar atas produknya pada periode yang akan datang, maka perusahaan itu dapat melakukan prakiraan dengan menggunakan data penjualan periode sebelumnya untuk mengetahui taksiran permintaan pasar. Namun, jika akan mengeluarkan produk baru, perusahaan yang bersangkutan melakukan melakukan prediksi untuk mengetahui berapa jumlah yang dapat diserap pasar karena belum mempunyai data penjualan masa lampau. Dalam hal ini, perusahaan menggunakan data kuantitatif–seperti data penjualan produk sejenis dari perusahaan lain–sebagai masukan dalam melakukan prediksi. Berdasarkan horizon waktu, Jenis-jenis peramalan dapat dibagi dalam tiga bagian, yaitu peramalan jangka panjang, menengah, menengah, dan jangka pendek. yang mencakup mencakup waktu waktu lebih lebih besar dari 24 1. Pera Perama mala lann jangk jangkaa panja panjang ng, yaitu yang bulan, misalnya peramalan yang diperlukan dalam kaitannya dengan
187
penanaman modal, perencanaan fasilitas, dan perencanaan untuk kegiatan litbang. misalnya peramalan 2. Pera Perama mala lann jang jangka ka mene meneng ngah ah , yaitu antara 3-24 bulan, misalnya untuk perencanaan penjualan, perencanaan dan anggaran produksi. untuk jangka jangka waktu kurang kurang dari dari 3 bulan, 3. Pera Perama mala lann jangk jangkaa pend pendek ek , yaitu untuk misaln misalnya ya perama peramalan lan dalam dalam hubung hubungann annya ya dengan dengan perenc perencana anaan an pembel pembelian ian material, penjadwalan kerja, dan penugasan. Peramalan jangka panjang banyak menggunakan pendekatan kualitatif, sedangkan peramalan jangka menengah dan pendek menggunakan pendekatan kuantitatif.
6.2
Meto etode Perama amalan lan Kuant uantit itaatif tif Pada dasarnya, metode kuantitatif kuantitatif yang digunakan digunakan dalam prakiraan dapat
dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu metode serial waktu dan metode kausal. Metode serial waktu (deret berkala, time series) adalah metode yang digunakan untuk menganalisis serangkaian data yang merupakan fungsi dari waktu. Metode ini mengasumsikan bahwa beberapa pola atau kombinasi pola selalu berulang sepanjang waktu, dan pola dasar dapat diidentifikasi semata-mata atas dasar data historis historis dari serial itu. Tujuan Tujuan analisis ini untuk untuk menemukan menemukan pola deret variabel yang bersangkutan berdasarkan nilai-nilai variabel pada masa sebelumnya, dan mengekstrapolasikan pola itu untuk membuat peramalan nilai variabel tersebut pada masa datang. Metode kausal (causal/explanatory model ) mengasums mengasumsikan ikan bahwa faktor yang diprakirakan menunjukkan adanya hubungan sebab akibat dengan satu atau beberapa variabel bebas (independen). Misalnya, permintaan printer berhubungan berhubungan dengan jumlah penjualan komputer, atau jumlah pendapatan berhubungan dengan faktor-faktor, seperti jumlah penjualan, harga jual, dan tingkat promosi. Kegunaan metode kausal untuk menemukan bentuk hubungan antara variabel-variabel dan menggunakannya untuk meramalkan nilai dari variabel tidak bebas (dependen).
188
6.2. 6.2.11 Meto Metode de Seri Serial al Wakt Waktuu Analisis serial waktu dimulai dengan memplot data pada suatu skala waktu, mempelajari plot tersebut, dan akhirnya mencari suatu bentuk atau pola yang konsisten atas data. Pola dari serangkaian data dalam serial waktu dapat dikelompokkan dalam pola dasar sebagai berikut (lihat gambar 4.1).
Gambar 6.1 Pola dalam Serial Waktu 1. Konsta Konstan, n, yaitu yaitu apabil apabilaa data data berflu berfluktu ktuasi asi di sekita sekitarr rata-ra rata-rata ta secara secara stabil stabil.. Polanya berupa garis lurus horizontal. Pola seperti ini terdapat dalam jangka pendek atau menengah, jarang sekali suatu variabel memiliki pola konstan dalam jangka panjang. 2. Kecenderungan (trend ), ), yaitu apabila data dalam jangka panjang mempunyai mempunyai kecenderungan, baik yang arahnya meningkat dari waktu ke waktu maupun menu menuru run. n. Pola Pola ini ini dise diseba babk bkan an anta antara ra lain lain oleh oleh bert bertam amba bahn hnya ya popu popula lasi si,, perubahan pendapatan, dan pengaruh budaya. budaya. 3. Musim Musiman an ( seasonal ) , yait yaituu apab apabil ilaa pola polany nyaa meru merupa paka kann gera geraka kann yang yang seasonal ), berulang-ulang secara teratur dalam setiap periode tertentu, misalnya tahunan, semesteran, semesteran, kuartalan, bulanan atau mingguan. mingguan. Pola ini berhubung berhubungan an dengan dengan faktor iklim/cuaca atau faktor yang dibuat oleh manusia, seperti liburan dan hari besar. 4. Siklus (cyclical ), ), yaitu apabila data dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang, seperti daur hidup bisnis. Perbedaan utama antara pola musiman dan siklus adalah pola musiman mempunyai panjang gelombang yang tetap dan
189
terjadi pada jarak waktu yang tetap, sedangkan pola siklus memiliki durasi yang lebih panjang dan bervariasi dari satu siklus ke siklus yang lain. 5. Residu atau variasi acak, yaitu apabila data tidak teratur sama sekali. Data yang bersifat residu tidak dapat digambarkan. Pengolahan data kuantitatif dari serial waktu dapat dilakukan dengan metode dasar, sebagai berikut: a. rata-rata bergerak; b. pemulusan eksponensial; c. dekomposisi. Metode dasar itu telah dikembangkan lagi menjadi berbagai derivasi/ turunannya. Dalam buku ini hanya akan dibahas sebagian dari derivasi metode dasar tersebut.
6.2.2 Metode Rata-Rata Bergerak 1.
Metode Rata-Rata Bergerak Sederhana (Simple Moving Average)
Prakiraan didasarkan pada proyeksi serial data yang dimuluskan dengan rata-rata bergerak. Satu set data (N periode terakhir) dicari rata-ratanya, selanjutnya dipakai sebagai prakiraan untuk periode berikutnya. Istilah rata-rata bergerak digunakan karena setiap diperoleh observasi (data aktual) baru maka rata-rata yang baru dapat dihitung dengan mengeluarkan/meninggalkan data periode yang terlama dan memasukkan data periode yang terbaru/terakhir. Ratarata yang baru ini kemudian dipakai sebagai prakiraan untuk periode yang akan datang, dan seterusnya. Serial data yang digunakan jumlahnya selalu tetap termasuk data periode terakhir. Secara matematika, rumus prakiraan dengan metode rata-rata bergerak sederhana sebagai berikut. t
Ft+1 =
N 1
ΣX i i
t
N
Xt
Xt
1
...
Xt
N
1
N
190
Dimana : Xt N Ft+1
= data pengamatan periode t = jumlah deret waktu yang digunakan = nilai prakiraan periode t + 1
Tabel 6.1 memberikan contoh perhitungan peramalan menggunakan metode rata-rata bergerak sederhana dengan deret waktu (N) 3 periode dan 5 periode.
Tabel 6.1 Prakiraan dengan Metode Rata-Rata Bergerak Sederhana Periode (t)
Nilai pengamatan (Xt)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
41 40 42 43 41 42 41 40 43 42 -
Nilai peramalan (F) (N = 3) (N = 5) 41,0 41,7 42,0 42,0 41,3 41,0 41,3 41,7
41,4 41,6 41,8 41,4 41,4 41,6
Gambar 6.2 Grafik Peramalan Metode Rata-Rata Bergerak Sederhana Prakiraan permintaan pada periode ke-11 dapat dihitung, sebagai berikut. Untuk N = 3 N = 5
F11 = (40 + 43 + 42) / 3 = 41,7 F11 = (42 + 41 + 40 + 43 + 42) / 5 = 41,6
191
Semakin panjang/banyak serial waktu yang digunakan,
grafik
prakiraannya akan semakin halus (pengisolasian faktor random makin halus) tetapi semakin kurang responsif terhadap data aktualnya (lilhat gambar 4.2). Serial waktu yang digunakan dipilih secara trial and error sampai diperoleh kesalahan prakiraan yang terkecil. Pengukuran ketelitian prakiraan diterangkan pada bagian akhir bab ini.
2.
Metode Rata-Rata Bergerak Tertimbang
Metode rata-rata bergerak sederhana menggunakan bobot yang sama pada setiap periode. Hal ini menunjukkan bentuk prakiraannya linier. Dalam banyak hal, periode yang diramalkan (periode t + 1) banyak memiliki keadaan yang sama dengan periode t dibandingkan periode yang lain, misalnya t-1 atau t-2. Oleh karena itu, periode terakhir seyogianya mendapat bobot yang lebih besar dibandingkan dengan periode sebelumnya (di sini menyiratkan adanya bentuk prakiraan yang non linier). Metode rata-rata tertimbang dikembangkan untuk dapat memenuhi keinginan itu. Metode rata-rata bergerak tertimbang (weighted moving average) juga menggunakan data N periode terakhir sebagai data historis untuk melakukan prakiraan, tetapi setiap periode mendapat bobot yang berbeda. Rumus metode rata-rata bergerak tertimbang sebagai berikut.
Ft+1 = W.Xt
Wt -1 .X t -1 Wt
Wt - 1
...
Wt - N
1
...
Wt - N
1
.Xt - N
1
Ft+1 = W.Xt + Wt-1.Xt-1 + ... + Wt-N+1.Xt-N+1 Dimana : Wt = persentase bobot yang diberikan periode t Apabila Wt + Wt-1 + ... + W t-N+1 = 1, rumus nilai prakiraan untuk periode t+1 dapat disederhanakan menjadi:
192
Ft+1 = Wt.Xt + Wt-1.Xt-1 + ... + Wt-N+1. Xt-N+1 Contoh prakiraan dengan menggunakan metode rata-rata bergerak tertimbang dapat dilihat pada tabel 4.2. Pada tabel itu diberikan dua contoh, pertama menggunakan 3 periode dengan pembobotan 50:30:20 (kolom 3), sedangkan kedua menggunakan 4 periode dengan pembobotan 40:30:20:10 (kolom 4). Bobot terbesar berarti untuk periode t, dan secara berurutan untuk periode t-1, t-2 dan seterusnya.
Tabel 6.2 Peramalan dengan Metode Rata-Rata Bergerak Tertimbang Periode (t) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Nilai pengamatan (Xt) 41 40 42 43 41 42 41 40 43 42 -
Nilai peramalan (F) (50, 30, 20)* (40, 30, 20, 10)* 41,2 40,6 40,7 40,9 40,8 41,3 41,3 41,8 41,6 42,5 42,3 41,8 41,9 42,9 42,7
* Perbandingan bobot X pada periode t, t-1, t-2 (dalam persen) ** Perbandingan bobot X pada periode t, t-1, t-2, t-3 (dalam persen)
6.2.3 Metode Pemulusan Eksponensial 1. Metode Pemulusan Eksponensial Tunggal
Metode pemulusan eksponensial tunggal ( single exponential smoothing ) menambahkan parameter a dalam modelnya untuk mengurangi faktor kerandoman. Nilai prakiraan dapat dicari dengan menggunakan rumus berikut ini.
Ft+1 = Dimana:
. Xt + (1 - a ) . Ft
193
Xt
α
Ft+1
= data permintaan pada periode t = faktor/konstanta pemulusan = prakiraan untuk periode t
Berbeda dengan metode rata-rata bergerak yang hanya menggunakan N data periode terakhir dalam melakukan prakiraan, metode pemulusan eksponensial tunggal mengikutsertakan data dari semua periode. Setiap data pengamatan mempunyai kontribusi dalam penentuan nilai prakiraan periode sesudahnya. Namun, dalam perhitungannya cukup diwakili oleh data pengamatan dan hasil prakiraan periode terakhir, karena nilai prakiraan metode sebelumnya sudah mengandung nilai-nilai pengamatan sebelumnya. Istilah eksponensial dalam metode ini berasal dari pembobotan (faktor pemulusan) dari periode sebelumnya yang berbentuk eksponensial, sebagaimana dijabarkan berikut ini. Ft+1 = α Xt + (1 -α) Ft = α Xt + α (1 - α) Xt-1 + (1 - α)2 Ft-1 = αXt + α(1 - α)Xt-1 + α(1 - α)2Xt-2 +...+ α(1 - α)n-1Xt-(n-1) + (1 - α)nFt-(n-1) Di sini terlihat bahwa koefisien X dari waktu ke waktu membentuk hubungan eksponensial. Misalnya, untuk α = 0,2 maka koefisien dari X t, Xt-1, Xt-2, Xt-3, ..., X t-n+1 berturut-turut adalah 0,2; 0,2 (0,8); 0,2 (0,8) 2; 0,2 (0,8) 3; ... ; 0,2 (0,8)n+1. Contoh perhitungan pralikaan dengan menggunakan metode pemulusan eksponensial tunggal dapat dilihat pada Tabel 6.3.
Tabel 6.3 194
Peramalan dengan Metode Pemulusan Eksponensial Tunggal Periode (t) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Nilai pengamatan (X) 41 40 42 43 41 42 41 40 43 42 -
Nilai prakiraan (F) = 0,1 = 0,2 41,0 41,0 41,0 41,0 40,9 40,8 41,0 41,0 41,2 41,4 41,2 41,3 41,3 41,5 41,2 41,4 41,1 41,1 41,3 41,5 41,4 41,6
Nilai prakiraan pada periode t = 1 berupa nilai inisial (asumsi). Nilai ini bisa diperoleh dengan cara menganggap nilai prakiraan pada periode itu sama dengan nilai sebenarnya (dalam contoh ini = 41), atau rata-rata dari beberapa periode. Untuk konstanta pemulusan ( α), dapat menggunakan setiap nilai diantara 0 sampai dengan 1. Nilai konstanta pemulusan terbaik adalah yang dapat memberikan ketelitian prakiraan tertinggi.
2.
Metode Pemulusan Eksponensial Linier
Metode pemulusan eksponensial tunggal hanya akan efektif apabila serial data yang diamati memiliki pola horizontal (stationer). Jika metode itu digunakan untuk serial data yang memiliki unsur trend (kecenderungan) yang konsisten, nilai-nilai prakiraannya akan selalu berada di belakang nilai aktualnya (terjadi lagging yang terus-menerus). Metode yang tepat untuk melakukan prakiraan serial
data yang memiliki unsur trend adalah metode pemulusan eksponensial linier. Salah satu metode yang digunakan adalah metode pemulusan eksponensial linier dari Holt, yang menggunakan persamaan sebagai berikut.
St
= . Xt + (1 - ) (St-1 + Tt-1)
Tt
= . (St - St-1) + (1 - ) . Tt-1
Ft+m
= St + Tt . m
195
Pemulusan eksponensial linier dari Holt menambahkan persamaan T t untuk memperoleh pemulusan trend dan menggabungkan trend ini dengan persamaan pemulusan standar sehingga menghasilkan persaman F t. Metode dari Holt ini menggunakan dua parameter, α dan β, yang masing-masing nilainya dapat dipilih dari setiap angka antara 0 sampai dengan 1. Kedua parameter itu dapat mempunyai nilai yang sama atau berbeda besarnya. Contoh penggunaan metode ini dalam suatu serial data yang memiliki unsur kecenderungan (trend) ditunjukkan dalam Tabel 6.4. Proses inisialisasi untuk pemulusan eksponensial linier dari Holt memerlukan dua taksiran, yaitu untuk nilai S 1 dan T1. Nilai S1 dapat disamakan dengan nilai aktual (pengamatan) atau rata-rata dari beberapa nilai pengamatan pada periode awal, sedangkan nilai T1 menggunakan taksiran kemiringan dari serial data tersebut (menggunakan persamaan regresi linier, akan dibahas kemudian) atau menggunakan rata-rata kenaikan dari beberapa periode, misalnya:
T1 =
( X 2
X 1 )
( X 3
X 2
( X 4
X 3 )
3
Tabel 6.4 Peramalan dengan Metode Pemulusan Eksponensial Linier dari Holt Periode Nilai Nilai peramalan (t) pengamatan S T F (X) = 0,2 = 0,3 1 500 500,0 7,0 2 524 510,4 8,0 507,0 3 521 158,9 18,2 518,4 4 530 527,7 8,3 527,1 5 540 536,8 8,6 536,0 6 542 544,7 8,4 545,4 7 555 553,5 8,5 553,1 8 550 559,6 7,8 562,0 9 561 566,1 7,4 567,4 10 575 573,8 7,5 573,5 11 581,3 (m =1) 12 588,8 (m = 2) 13 596,2 (m = 3)
196
3.
Metode Pemulusan Eksponensial Musiman
Sebagaimana halnya dengan persamaan pemulusan eksponensial linier yang dapat digunakan untuk memprakirakan serial data yang memiliki pola trend, bentuk persamaan yang lebih tinggi dapat digunakan jika pola dasar serial datanya musiman. Salah satu metode prakiraan yang khusus untuk data yang berpola musiman adalah metode pemulusan eksponensial linier dan musiman dan Winter. Metode ini didasarkan atas tiga persamaan, yaitu unsur stationer, trend dan musiman, yang dirumuskan sebagai berikut:
St
=
(Xt/It-L) + (1 - ) (St-1 + Tt-1)
Tt
= (St - St-1) + (1 - ) Tt-1
It
=
Ft+m
= (St + Tt.m) It-L+m
((Xt/St) + (1 - ) It-L
Dimana : L= jumlah periode dalam satu siklus musim I = faktor penyesuaian musiman (indeks musiman) Tabel 6.5 memberikan contoh perhitungan prakiraan dari suatu serial data yang memiliki unsur musiman. Dalam contoh itu, panjang musiman (L) 4 triwulan (periode) atau satu tahun, sedangkan nilai parameter α = 0,6, β = 0,2 dan
γ = 0,5. Nilai St, Tt dan It yang pertama berupa nilai inisial (diasumsikan). Sebagaimana dalam perhitungan pemulusan eksponensial tunggal, nilai inisial S t dapat disamakan dengan nilai aktualnya atau berupa rata-rata dari beberapa nilai pada musim yang sama, sedangkan nilai inisial T dicari dengan menggunakan rumus, sebagai berikut. TL =
1
L
( X L
1
L
X 1 )
( X L
2
L
X 2 )
...
X L
L
X L )
L
197
Tabel 6.5 Peramalan Metode Pemulusan Eksponensial Linier & Musiman dari Winter Tahu n
Nilai Kuarta Periode observasi l t X
1991
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1992
1993
1994
1995
1996
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
460 484 530 441 492 509 588 490 533 560 632 560 604 675 701 607 708 787 850 782 -
Nilai prakiraan S ( = 0,6)
T I ( =0,2) ( =0,5)
441,0 487,7 504,2 527,3 537,5 546,5 557,3 569,9 600,2 616,8 655,5 649,7 660,2 703,6 753,3 777,8 830,4
0,96 1,01 1,11 0,92 0,98 1,01 1,11 0,92 0,98 1,01 1,11 0,92 0,98 1,02 1,09 0,92 0,99 1,03 1,09 0,93
10,25 17,55 17,33 18,48 16,82 15,25 14,37 14,03 17,28 17,13 21,45 16,00 14,89 20,61 26,41 26,05 31,35
F
510,8 577,4 502,7 545,9 567,5 635,1 535,2 605,2 638,7 751,4 615,6 661,3 737,7 853,3 741,3 855,7 921,4 1.011, 0 890,7
Dalam contoh di Tabel 6.5, nilai inisial untuk S L disamakan dengan nilai aktualnya (XL), yaitu 441. Nilai inisial T dicari dengan rumus di atas. TL =
1 492 − 4601
4
4
+
509 − 484 4
+
588 − 530 4
+
490 − 441 4
= 10,25
Perhitungan nilai inisial It, pada satu siklus musim pertama (empat periode pertama, 1991) dilakukan dengan membagi setiap data pengamatan (X) dengan rata-rata pengamatan pada siklus itu.
198
Rata-rata permintaan tahun 1991: X1991 = (460 + 484 + 530 + 441)/4 = 478,75 sehingga nilai inisial indeks musimannya: I1
= 460/478,75 = 0,96
I2
= 484/478,75 = 1,01
I3
= 530/478,75 = 1,11
I4
= 441/478,75 = 0,92
Setelah nilai inisial S, T dan I diperoleh, dapat dilakukan perhitungan S t, Tt, dan It (seperti dalam persamaan di atas) dan prakiraan F t+m dapat dicari. Nilai prakiraan dihitung berdasarkan data yang paling baru (akhir). Dalam contoh pada Tabel 4.5, nilai prakiraan sampai periode ke-21 diperoleh berdasarkan data satu periode sebelumnya (m = 1). Prakiraan untuk periode selanjutnya diperoleh dengan menggunakan data periode ke-20 yang merupakan periode terakhir yang memiliki data aktual. Salah satu masalah yang timbul dalam penggunaan model Winter untuk prakiraan adalah penentuan nilai-nilai α, β dan γ . Pendekatan yang biasa dipakai adalah dengan trial and error sampai diperoleh nilai-nilai parameter yang meminimalkan kesalahan prakiraan (MAD atau MSE). Dengan tersedianya komputer dan perangkat lunak prakiraan (statistik), kesulitan seperti ini dapat lebih mudah teratasi.
6.3
Metode Dekomposisi Metode peramalan yang telah dibahas di atas didasari pada konsep bahwa
ketika terdapat sebuah pola dasar dalam suatu serial data, pola itu dapat dipisahkan dari faktor random dengan memuluskan (merata-ratakan) nilai dalam data, sehingga pola dapat diproyeksikan ke masa datang dan digunakan untuk membuat peramalan. Berbeda dengan konsep peramalan itu, metode dekomposisi mengidentifikasi tiga komponen pola dasar yang terdapat dalam suatu serial data, yaitu komponen trend, musiman, dan siklus.
199
Faktor trend, yang mewakili perilaku dalam jangka panjang, dapat berupa garis lurus yang menaik, menurun atau mendatar, atau dalam beberapa situasi tertentu dapat berupa garis eksponensial atau bentuk jangka panjang lain. Faktor musiman berkaitan dengan fluktuasi berkala dengan panjang yang konstan dan kedalaman yang proporsional, yang dapat disebabkan oleh faktor temperatur, hujan, hari libur besar, dan sebagainya. Faktor siklus mewakili kemajuan atau kemunduran yang disebabkan oleh kondisi perekonomiann atau kondisi industri tertentu, misalnya produk nasional bruto, suku bunga, atau indeks permintaan suatu industri alat berat. Dekomposisi mempermudah peramalan dan membantu dalam memahami perilaku serial data ybs. Metode dekomposisi mengasumsikan suatu data terdiri atas pola dasar dan kesalahan, atau dalam bentuk matematikanya, sebagai berikut.
Xt = f (St, Tt, Ct, R t) Dimana :
St = komponen musiman pada periode t Tt = komponen trend pada periode t Ct = komponen siklus pada periode t R t= komponen random (kesalahan) pada periode t
Hubungan fungsionalnya dapat berupa penjumlahan atau perkalian. Bentuk fungsional yang paling umum dipakai adalah bentuk perkalian, yaitu: Xt = St x Tt x Ct x R t Dengan mengetahui masing-masing komponen, taksiran nilai X diketahui. Untuk memperjelas bagaimana proses dekomposisi suatu serial data dilakukan, akan dijelaskan dengan menggunakan Tabel 6.6, yang berupa serial data triwulanan dari suatu penjualan produk ekspor. Langkah-langkah dalam dekomposisi dapat diuraikan sebagai berikut (lihat Tabel 6.7).
200
Tabel 6.6 Data Serial Waktu dari Suatu Produk Ekspor Tahun 1981
1982
1983
1984
1985
(a).
Kuartal 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Periode t 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Data X 301 304 209 280 327 316 211 302 332 349 243 349 368 366 237 345 384 370 264 358
Tahun 1986
1987
1988
1989
1990
Kuartal 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Periode t 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Data X 407 390 282 408 433 414 291 408 424 399 288 402 436 436 317 422 471 445 336 466
Tetapkan faktor musiman (S)
Hitung rata-rata bergerak terpusat ( centered moving average, CMA) dari N periode sesuai dengan panjang musimnya (kolom 3). Apabila N berjumlah genap, nilai CMA akan berada diantara dua data. Misalnya, jika N = 4 maka nilai CMA4 (rata-rata bergerak terpusat dari 4 periode) akan berada diantara dua periode. Untuk membuat nilai CMA ini berada tepat pada suatu garis periode perlu dilakukan perata-rataan bergerak terpusat yang kedua. Karena CMA ini menyebabkan hilangnya N/2 data - masing-masing pada awal dan akhir periode perlu dipilih N yang kecil sehingga tidak terjadi kehilangan data yang banyak. Oleh karena itu, untuk CMA yang kedua dipilih N = 2. Dalam contoh ini rata-rata bergerak terpusat kedua menjadi CMA2x4 (artinya CMA 2 periode dari CMA 4 periode). Nilai CMA2x4 (kolom 4) kini berada tepat sejajar dengan garis periode.
201
Tabel 6.7 Peramalan dengan Metode Dekomposisi t
X
CMA4
1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
2 301 304 209 280 327 316 211 302 332 349 243 349 368 366 237 345 384 370 264 358 407 390 282 408 433 414 291 408 424 399 288 403 436 436 317 422 471 445 336 466 -
3 273,5 280,0 283,0 283,5 289,0 290,3 298,5 306,5 318,3 327,3 331,5 330,5 329,0 330,0 334,0 340,8 344,0 349,8 354,8 359,3 371,8 378,3 384,3 386,5 386,5 384,3 380,5 379,8 378,5 381,5 390,8 398,0 402,8 411,5 413,8 418,5 429,5 -
CMA2 x4 4 276,8 281,5 283,3 286,3 289,6 294,4 302,5 312,4 322,8 329,4 330,8 329,5 331,0 333,5 337, 342,4 346,9 352,3 357,0 365,5 375,0 381,3 385,4 386,5 385,4 382,4 380,1 379,1 380,0 386,1 394,4 400,4 407,1 412,6 416,1 424,0 -
SxRx 100 5 75,5 99,5 15,4 110,4 72,9 102,6 109,8 111,7 75,3 106,0 111,3 111,1 71,6 103,4 113,8 108,1 76,1 101,6 114,0 106,7 75,2 107,0 112,4 107,1 75,5 106,7 111,5 105,2 75,8 104,4 110,6 108,9 77,9 102,3 113,2 105,0 -
Sx100
T=a+bt
Cx100
6 112,6 108,4 75,2 103,9 112,6 108,4 75,2 103,9 112,6 108,4 75,2 103,9 112,6 108,4 75,2 103,91 112,6 108,4 75,2 103,9 112,6 108,4 75,2 103,9 112,6 108,4 75,2 103,9 112,6 108,4 75,2 103,9 112,6 108,4 75,2 103,9 112,6 108,4 75,2 103,9 112,6 108,4 75,2 103,9
7 276,0 279,9 283,8 287,7 291,7 295,6 299,5 303,4 307,3 311,2 315,1 319,0 322,9 326,9 330,8 334,7 338,6 342,5 346,4 350,3 354,2 358,1 362,1 366,0 369,9 373,8 377,7 381,6 385,5 389,4 393,3 397,3 401,2 405,1 409,0 412,9 416,8 420,7 424,6 428,5 432,5 436,4 440,3 444,2
8 97,5 97,8 97,1 96,8 96,7 97,0 98,4 100,4 102,4 103,2 102,4 100,8 100,1 99,6 99,6 100,0 100,1 100,6 100,8 102,1 103,6 104,2 104,2 103,4 102,0 100,2 98,6 97,4 96,6 97,2 98,3 98,8 99,5 99,9 99,8 100,8 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
F=Sx TxC 9 208,1 292,3 318,9 310,2 217,7 305,7 340,6 338,6 242,6 342,1 372,4 357,1 248,8 346,4 379,8 371,1 260,8 365,8 401,9 396,1 281,9 395,9 433,9 418,9 289,7 397,1 428,0 410,9 285,7 401,0 444,0 433,9 306,1 428,5 468,5 459,5 319,2 445,1 486,9 472,9 331,0 461,3
202
Karena rata-rata bergerak menghilangkan faktor musiman dan sekaligus kerandoman, unsur yang ada dalam kolom 4 ini terdiri dari trend dan siklus. Dengan menghitung rasio antara X t terhadap CMAt diperoleh faktor musiman dan kerandoman (kolom 5). Faktor musiman bisa diperoleh dengan menghilangkan unsur random, yaitu dengan merata-ratakan semua nilai pada setiap musim yang sama, yang selanjutnya disesuaikan untuk mendapatkan indeks musiman (kolom 6). Perata-rataan ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain rata-rata sederhana (lihat Tabel 6.8) dan rata-rata medial.
(b).
Tetapkan faktor trend (T)
Identifikasi bentuk trend yang tepat (linier, eksponensial, kurva S, atau bentuk lainnya) hitung nilainya untuk setiap periode. Dalam contoh ini diasumsikan trend berbentuk linier sehingga faktor trend untuk setiap periode bisa dicari dengan menggunakan persamaan T = a + bt. Koefisien a dan b diperoleh dari serial data dengan metode regresi linier sederhana, yang dalam contoh ini masing-masing bernilai 272,1 dan 3,9.
(c).
Tetapkan faktor siklus (C)
Karena CMA menghapus pola musiman dan random, yang tersisa adalah trend dan siklus. Faktor siklus dapat diperoleh dengan membagi nilai CMA dengan nilai trend untuk setiap data pengamatan, seperti pada kolom 8. Namun, perhitungan CMA yang dilakukan pada kolom 3 dan kolom 4 mengakibatkan hilangnya beberapa nilai di awal dan di akhir serial data. Nilai-nilai yang hilang di akhir periode sangat penting kaarena diperlukkan dalam melakukan prakiraan. Oleh karena itu, perlu dilakukan taksiran untuk nilai siklus yang berada di akhir periode. Tabel 6.9 memberikan contoh penaksiran nilai trend siklus dari data yang hilang karena perata-rataan bergerak terpusat di atas. Khusus dalam contoh ini (Tabel 6.7), nilai siklus pada periode ke-39 sampai 44 dianggap sama dengan 100.
203
(d).
Lakukan peramalan untuk periode waktu yang diinginkan
Nilai peramalan F dapat dicari dengan mengalikan komponen-komponen S, T dan C pada periode yang sama. Komponen R dalam hal ini diabaikan karena menurut definisi kesalahan atau kerandoman R tidak dapat diprediksi. Mengisolasi faktor ini juga tidak memberi manfaat langsung untuk prakiraan, sehingga hubungan untuk peramalan cukup F = S x T x C. Pemisahan Indeks Musiman dari Faktor Random
Rasio antara data pengamatan X dengan CMA menghasilkan nilai faktor musiman dan kerandoman (kolom 5 Tabel 4.7). Faktor musiman selanjutnya dapat dicari dengan memisahkan dari faktor random dengan cara merata-ratakan semua nilai pada musim yang sama pada kolom 5, seperti terlihat pada Tabel 6.8.
Tabel 6.8 Pemisahan Indeks Musiman dari Faktor Random Tahun 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 Rata-rata penyesuaian
Kuartal 1
2
115,4 109,8 111,3 113,8 114,0 112,4 111,5 110,6 113,2 112,4 112,6
1110,4 111,7 111,1 108,1 106,7 107,1 105,2 108,9 105,0 108,2 108,4
3 75,5 72,9 75,3 71,6 76,1 75,2 75,5 75,8 77,9
4 99,5 102,6 106,0 103,4 101,6 107,0 106,7 104,4 102,3
75,1 75,2
103,7 103,8
Jumlah
399,4 400,0
Karena jumlah rata-rata keempat musim/kuartal tidak sama dengan 400 (4 kuartal dengan rata-rata 100), perlu dilakukan penyesuaian agar jumlahnya menjadi 400. Rata-rata yang telah disesuaikan itu merupakan indeks untuk masing-masing musim, yang berlaku bagi seluruh serial data yang ada dan untuk keperluan peramalan.
204
Perhitungan pada Tabel 6.8 berupa perhitungan rata-rata sederhana. Dalam banyak hal, rata-rata medial , digunakan untuk memisahkan data ekstrem dari serial data, yang terjadi karena adanya peristiwa yang tidak biasa, seperti gejolak politik, promosi besar-besaran, dan pergantian manajemen. Dari setiap musim, hilangkan angka yang terbesar dan terkecil, kemudian rata-ratakan. Hasilnya berupa rata-rata medial. Misalnya, nilai musim-random terbesar pada kuartal 1 sebesar 115,4 dan yang terkecil 109,8. Dengan meninggalkan kedua nilai itu, dapat dicari rata-rata dari 7 nilai yang tersisa, yaitu sebesar 112,4. Nilai ini merupakan rata-rata medial dari kuartal 1. Dengan cara yang sama dapat dicari rata-rata medial dari ketiga kuartal lainnya. Perhitungan Taksiran Nilai Trend Siklus
Faktor siklus adalah aspek yang paling sulit. Faktor siklus dapat diperoleh melalui penilaian gambar pola siklus, atau dengan mempertimbangkan faktor trend-siklus bersama-sama. Tabel 6.9 merupakan suatu cara menaksir nilai trend siklus bagi data di akhir periode yang hilang karena perata-rataan bergerak terpusat.
Tabel 6.9 Perhitungan Taksiran Nilai Trend Siklus Periode 1 1 2 3 4 5 6 7 . . 34 35 36 37 38 39 40
X 2 301 304 209 280 327 316 211 . . 436 317 422 471 445 336 466
Sx100 3 112,6 108,4 75,2 103,9 112,6 108,4 75,2 . . 108,4 75,2 103,9 112,6 108,4 75,2 103,9
TxCxR 4 267,4 280,5 278,0 269,6 290,5 291,6 280,7 . . 402,3 421,7 406,3 418,4 410,6 446,9 448,7
CMA3 5 275,3 276,0 279,4 283,9 287,6 287,7 . . 403,7 410,1 415,5 411,8 425,3 435,4
CMA3x3 6 276,9 279,8 283,6 286,4 288,0 . . 402,1 409,8 412,4 417,5 424,2
TxC 7 273,1 275,3 276,9 279,8 283,6 286,4 288,0 . . 402,1 409,8 412,4 417,5 424,2 435,5 453,5
205
Dengan menggunakan rata-rata bergerak terpusat 3 periode (CMA3) dan kemudian CMA3x3 diperoleh data seperti pada kolom 5 dan kolom 6. Nilai trend siklus (TC) pada kolom (7) sama dengan nilai pada kolom (6), kecuali pada data yang hilang, yaitu pada periode 1, 2, 39 dan 40. Nilai trend siklus pada periode ke-39 disamakan dengan nilai CMA3 pada periode yang sama. Nilai trend siklus pada periode ke-40 berasal dari rata-rata bergerak 2 perioddde terakhir kolom (4) ditambah setengah dari selisih antara nilai trend siklus periode ke 39 dan 38. TC40 = 0,5 (446,9 + 448,7) + 0,5 (435,4 + 424,2) = 453,4 Pola trend siklus ini selanjutnya bersama-sama dengan pola data pengamatan aktual dan pola musiman dianalisis untuk menaksir kecenderungan gerakan siklus pada periode berikutnya.
6.4
Metode Kausal Metode kausal atau disebut juga dengan metode eksplanatori
mengasumsikan adanya hubungan sebab akibat antara variabel bebas dan variabel tidak bebas yang dipengaruhinya, atau dalam bentuk lain antara input dan output dari suatu sistem. Sistem itu dapat berbentuk makro (seperti perekonomian nasional) atau mikro (seperti dalam perusahaan atau rumah tangga). Misalnya, pendapatan nasional dipengaruhi oleh konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, ekspor dan impor; atau keuntungan perusahaan dipengaruhi oleh tingkat penjualan, harga, biaya pemasaran, dan biaya produksi. Metode kausal bertujuan untuk meramalkan keadaan di masa datang dengan menemukan dan mengukur beberapa variabel bebas (independen) yang penting beserta pengaruhnya terhadap variabel tidak bebas yang diamati. Dengan mengetahui model hubungan antara variabel yang bersangkutan, dapat diramalkan bagaimana pengaruh yang terjadi pada variabel tidak bebas apabila perubahan pada variabel bebasnya. Berikut ini dibahas secara singkat teknik yang biasa digunakan dalam metode kausal, yaitu metode regresi linier sederhana dan metode regresi linier berganda. 206
6.4.1 Regresi Linier Sederhana Dalam banyak hal terdapat dua variabel atau lebih yang saling berhubungan dan mempengaruhi, misalnya jumlah peserta kursus komputer berhubungan dengan jumlah lulusan SLTA yang tidak melanjutkan ke perguruan tinggi, atau jumlah permintaan makanan bayi berhubungan dengan jumlah kelahiran bayi. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara dua variabel atau antara satu variabel dengan beberapa variabel lain perlu dibuat model. Meskipun hubungan fungsional yang sesungguhnya tidak selalu dapat diketahui, model yang disusun setidaknya memberikan pendekatan terhadap pengaruh yang terjadi atas perubahan salah satu variabel yang bersangkutan. Apabila kecenderungan titik-titik koordinat dari variabel bebas dan variabel tidak bebas membentuk suatu garis linier (garis lurus), modelnya dinamakan regresi linier. Sebaliknya, apabila hubungannya berbentuk kuadrat, eksponensial atau sejenisnya disebut regresi non-linier. Jika hubungan itu hanya melibatkan satu variabel bebas, modelnya disebut regresi linier sederhana. Namun, jika terdapat lebih dari satu variabel bebas disebut regresi linier berganda. 1. Model
Bentuk umum persamaan regresi linier sederhana sebagai berikut.
Ŷ=a+bX Dimana : Ŷ Y X a b
= nilai variabel Y hasil peramalan = variabel tidak bebeas (yang diramalkan) = variabel bebas = nilai daripada Ŷ jika X = 0 = perubahan rata-rata Y terhadap perubahan per unit X
Nilai a dan b yang meminimalkan jumlah kesalahan kuadrat dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut ini.
Y = n.a + ( X).b XY = ( X).a + ( X2).b atau
207
b=
n( XY ) n( X
a=
Y
2
( )
(
X )(
(
X )
Y ) 2
X ).b
n
Berikut ini merupakan suatu contoh perhitungan regresi linier sederhana antara jumlah uang beredar di Indonesia dengan harga eceran beras di pasar bebas Jakarta selama periode 1981 - 1990.
Tabel 6.10 Jumlah Uang beredar di Indonesia dan Harga Eceran di Pasar Bebas Jakarta, Periode 1981 – 1990
Tahun 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 Jumlah
x 6,5 7,1 7,6 8,6 10,1 11,7 12,7 14,4 20,1 23,8 122,6
y 169 181 211 230 228 258 288 387 404 430 2.786
XY 1.098,5 1.285,1 1.603,6 1.978,0 2.302,8 3.018,6 3.657,6 5.572,8 8.120,4 10.234,0 38.871,4
X2 42,25 50,41 57,76 73,96 102,01 136,89 161,29 207,36 404,01 566,44 1.802,38
Y2 28.561 32.761 44.521 52.900 51.984 66.564 82.944 149.769 163.216 184.900 858.120
Keterangan : X = Jumlah uang beredar di Indonesia (triliun rupiah) Y = Harga eceran beras di pasar bebas Jakarta (rupiah/liter) Nilai a dan b dapat dicari sebagai berikut. b =
a=
(10) (38.871,3) − (122,6) ( 2.786) (10) (1.802,38) − (122,6) 2
2.786
−
(15,57) (122,6) 10
=
= 15,75
85,50
208
Model persamaan regresinya: Ŷ = 85,50 + 15,75 X Dari model yang diperoleh, dapat diprakirakan secara kasar perubahan harga eceran beras apabila terjadi perubahan jumlah uang beredar, misalnya jika: X = 25,0
maka Ŷ = 85,50 + 15,75 (25) = 479,25
X = 26,0
maka Ŷ = 85,50 + 15,75 (26) = 495,0
2. Koefisien Korelasi
Koefisien korelasi dipakai untuk mengetahui ukuran relatif tingkat hubungan yang terdapat diantara dua variabel. Koefisien korelasi antara dua variabel X dan Y (dilambangkan dengan r xy atau r saja) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut. n
r=
n
(
X
2
(
)
XY )
(
(
X )
2
.
X ) n
(
( Y
Y ) 2
)
(
Y )
2
Koefisien korelasi r terletak diantara -1 dan 1. Jika nilai r positif, korelasi diantara kedua variabel yang bersangkutan bersifat searah. Dengan kata lain, kenaikan/penurunan
nilai
Y
terjadi
jika
bersama-sama
dengan
kenaikan/penurunan nilai X. Jika r negatif, kenaikan nilai Y terjadi bersama-sama dengan penurunan nilai X, atau sebaliknya. Jika r mendekati atau sama dengan 1, artinya korelasi antara dua variabel yang bersangkutan dikatakan sangat kuat dan positif. Sebaliknya, jika r mendekati atau sama dengan -1, artinya korelasinya sangat kuat tetapi berlawanan arah. Jika r = 0 berarti kedua variabel yang bersangkutan tidak mempunyai korelasi. Gambar 4.3 menunjukkan berbagai hubungan korelasi antara dua variabel. Dalam contoh Tabel 6.10, koefisien korelasi kedua variabel sebagai berikut. r =
(10) (38. X 846,7) 10 (1.802,1)
−(122.5)
2
.
−(122,5) (2.785) 10 (857.437,1) −( 2.785)
2
Dari data ini diperkirakan pada periode 1981-1990 jumlah uang beredar di Indonesia dengan harga eceran beras di pasar bebas Jakarta mempunyai hubungan 209
yang sangat kuat dan searah. Kenaikan harga eceran beras mempunyai kecenderungan sejalan dengan penambahan uang beredar. Meskipun regresi linier merupakan metode kausal, tetapi hubungan disini tidak selalu berarti kausalsif (sebab akibat). Misalnya korelasi yang sangat kuat dan positif antara jumlah uang beredar di Indonesia dan harga eceran beras di pasar bebas Jakarta, tidak berarti bahwa perubahan harga eceran beras disebabkan perubahan jumlah uang beredar. Koefisien korelasi disini menggambarkan adanya hubungan yang erat, tetapi tidak selalu hubungan sebab akibat. Oleh karena itu, metode ini juga sering disebut sebagai metode eksplanatori, yaitu bersifat menjelaskan hubungan antara satu variabel dengan berbagai variabel lain.
Gambar 6.3 Hubungan Korelasi antara Dua Variabel 3. Koefisien Determinasi
Ukuran yang biasa digunakan untuk mengukur ketepatan suatu model ( goodness of fit ) adalah koefisien determinasi. Selain merupakan kuadrat dari
210
koefisien korelasi, koefisien determinasi dapat juga dihitung dengan rumus berikut ini. ^
2
r =
_
Σ( Y Y )
2
varians yang dapat diterangkan
_
Σ(Yi
Y)
varians total
2
Y
Y1
Ŷ Ŷ1
Gambar 6.4 Deviasi dalam Prakiraan
X
Koefisien determinasi menunjukkan persentase dari total variasi yang dapat dijelaskan oleh garis regresi yang bersangkutan. Nilai koefisien determinasi berkisar antara 0 sampai dengan 1. Meskipun r 2 merupakan ukuran goodness of fit , r 2 = 0 tidak berarti tidak ada hubungan diantara variabel, tetapi memunjukkan tidak adanya hubungan yang linier. Dalam tabel 6.10, koefisien determinasinya (r 2) = 0,9025. Angka ini menunjukkan bahwa 90,25% dari total variasi ke-10 data dijelaskan oleh garis regresi Ŷ = 85,50 + 15,75 X. r 2 sampel cenderung merupakan suatu estimasi yang optimistik terhadap bagaimana baiknya ketetapan suatu model terhadap populasi. Untuk mengoreksi r 2 agar lebih merefleksikan goodness of fit suatu model terhadap populasinya digunakan koefisien determinasi yang disesuaikan ( adjusted r 2) dengan rumus sebagai berikut.
2
2
adjusted r = r -
p (1 N
P
r 2 ) 1
Dimana p merupakan jumlah variabel bebas dalam persamaan. 211
6.5
Pengukuran Ketelitian Peramalan Suatu peramalan sempurna jika nilai variabel diramalkan sama dengan
nilai sebenarnya. Untuk melakukan prakiraan yang selalu tepat sangat sukar, bahkan dapat dikatakan tidak mungkin. Oleh karena itu, diharapkan prakiraan dapat dilakukan dengan nilai kesalahan sekecil mungkin. Kesalahan prakiraan tidak semata-mata disebabkan kesalahan dalam pemilihan metode, tetapi dapat juga disebabkan jumlah data yang diamati terlalu sedikit sehingga tidak menggambarkan perilaku/pola yang sebenarnya dari variabel yang bersangkutan. Kesalahan peramalan adalah perbedaan antara nilai variabel yang sesungguhnya dan nilai prakiraan pada periode yang sama, atau dalam bantuk rumus: et = Xt - Ft seperti terlihat pada Gambar 6.4.
X X2 F2
F1 X1
F
e2
e1 t
Gambar 6.4 Kesalahan dalam Peramalan Berikut ini beberapa ukuran yang dipakai untuk menghitung kesalahan prakiraan.
6.5.1 Kesalahan Rata-Rata Kesalahan rata-rata (AE, average error atau bias ) merupakan rata-rata perbedaan antara nilai sebenarnya dan nilai prakiraan, yang dirumuskan sebagai berikut.
212
AE =
Σe1
n
Kesalahan rata-rata suatu prakiraan seharusnya mendekati angka nol jika data yang diamati berjumlah besar. Apabila tidak, berarti model yang digunakan mempunyai kecenderungan bias, yaitu prakiraan cenderung menyimpang di atas rata-rata (overestimate) atau dibawah rata-rata (underestimate) dari nilai sebenarnya.
6.5.2 Rata-Rata Penyimpangan Absolut Rata-rata penyimpangan absolut (MAD, mean absolute deviation) merupakan penjumlahan kesalahan prakiraan tanpa menghiraukan tanda aljabarnya dibagi dengan banyaknya data yang diamati, yang dirumuskan sebagai berikut.
MAD =
e
1
n
Dalam MAD, kesalahan dengan arah positif atau negatif akan diberlakukan sama, yang diukur hanya besar kesalahan secara absolut.
6.5.3 Rata-Rata Kesalahan Kuadrat Model rata-rata kesalahan kuadrat (MSE, mean squared error ) memperkuat pengaruh angka-angka kesalahan besar, tetapi memperkecil angka kesalahan prakiraan yang lebih kecil dari satu unit.
MSE =
e1
2
n
6.5.4 Rata-Rata Persentase Kesalahan Absolut Pengukuran ketelitian dengan cara rata-rata persentase kesalahan absolut (MAPE, mean absolute percentage error ) menunjukkan rata-rata kesalahan absolut prakiraan dalam bentuk persentasenya terhadap data aktual.
MAPE =
213
e 100 Σ X i
n
Contoh Pengukuran Ketelitian Tabel 6.11 menunjukkan contoh perhitungan ketelitian dengan menggunakan AE, MAD, MSE dan MAPE dari suatu data penjualan barang konsumsi. Dari perhitungan diperoleh AE = 0,31, MAD = 0,98, MSE = 1,15, dan MAPE = 2,36%.
Tabel 6.11 Contoh Pengukuran Ketelitian
6.6
Xt
Ft
et
et
et2
41 40 42 40 41 42 42 43 40 42 Jumlah Rata-rata
40,50 41,00 40,90 41,01 40,91 40,92 41,03 41,12 41,31 41,18
0,50 -1,00 1,10 -1,10 0,09 1,08 0,97 1,88 -1,31 0,82 3,12 0,31
0,50 1,00 1,10 1,01 0,09 1,08 0,97 1,88 1,31 0,82 9,76 0,98
0,25 1,00 1,21 1,02 0,01 1,17 0,95 3,52 1,72 0,67 11,52 1,15
e t
.1
X t
1,22 2,50 2,62 2,53 0,22 2,57 2,31 4,37 3,28 1,95 23,57 2,36
Metode Peramalan Kualitatif Pada umumnya, peramalan kualitatif bersifat subjektif, dipengaruhi oleh
intuisi, emosi, pendidikan, dan pengalaman seseorang. Oleh karena itu, hasil peramalan dari satu orang dengan orang lain dapat berbeda. Meskipun demikian, peramalan dengan metode kualitatif tidak berarti hanya menggunakan intuisi, melainkan mengikutsertakan model statistik sebagai bahan masukan dalam melakukan judgment (pendapat, keputusan) dan dapat dilakukan secara perseorangan ataupun kelompok.
214
Dalam peramalan kualitatif dikenal empat metode yang umum dipakai, yaitu juri opini eksekutif, metode Delphi, gabungan tenaga penjualan, dan survei pasar.
a.
Juri Opini Eksekutif Pendekatan ini merupakan pendekatan peramalan yang paling sederhana
dan banyak digunakan dalam peramalan bisnis. Pendekatan ini mendasarkan pada pendapat dari sekelompok kecil eksekutif tingkat atas, misalnya mmanajer dari bagian pemasaran, produksi, teknik, keuangan, dan logistik, yang duduk bersama, mendiskusikan dan memutuskan ramalan suatu variabel pada masa datang. Keuntungan metode ini, keputusan dibuat berdasarkan masukan dari berbagai eksekutif - tidak hanya satu orang sehingga hasilnya diharapkan lebih akurat. Namun, ketepatan peramalan sangat tergantung dari masukan individu, dan dapat bias apabila pandangan dari seseorang (misalnya manajer senior) mempengaruhi juri lain.
b.
Metode Delphi Dalam metode ini, serangkaian kuesioner disebarkan kepada responden,
kemudian jawabannya diringkas dan diberikan ke panel ahli untuk dibuat prakiraan. Metode ini sangat memerlukan waktu dan keterlibatan banyak pihak; para staf yang membuat kuesioner, mengirim, dan merangkum hasilnya untuk dipakai pada ahli dalam menganalisis, serta para ahli sendiri. Kelebihan metode Delphi, dapat memperoleh gambaran keadaan masa datang lebih akurat dan lebih profesional sehingga hasil peramalan diharapkan mendekati aktual.
c.
Gabungan Tenaga dan Penjualan Metode ini cukup banyak digunakan, karena tenaga penjualan ( sales force)
merupakan sumber informasi yang baik mengenai permintaan konsumen. Setiap tenaga penjualan meramalkan tingkat penjualan di daerahnya, kemudian digabung
215
pada tingkat provinsi dan seterusnya sampai ke tingkat nasional untuk mencapai peramalan menyeluruh. Kelemahan metode ini, para tenaga penjualan sering bersikap optimistik (menargetkan penjualan di atas kemampuan normal) sehingga terjadi overestimate. Namun, dapat juga terjadi underestimate (untuk memudahkan mereka mencapai target) dan sangat dipengaruhi oleh pengalaman terbarunya.
d.
Survei Pasar Masukan diperoleh dari konsumen atau konsumen potensial terhadap
rencana pembelian di masa datang. Survei dapat dilakukan dengan kuesioner, telepon atau wawancara langsung. Pendekatan ini membantu tidak saja dalam menyiapkan peramalan, tetapi juga dalam meningkatkan desain produk dan perencanaan untuk suatu produk baru. Selain memerlukan waktu, metode ini juga mahal dan sulit.
Soal latihan
216
1. Jelaskan secara singkat peran dan pentingnya kegiatan peramalan dalam perusahaan. Sebutkan pula metode peramalan kuantitatif yang digunakan pada saat ini. 2. Jelaskan secara singkat jenis metode peramalan secara kuantitatif, dan sebutkan masing-masing keunggulan dan kekurangannya. 3. Panca Aksesori merupakan suatu perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan aksesori pakaian dari logam. Data penjualan (dalam juta rupiah) selama 1995 sebagai berikut.
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni
Penjualan 683,2 819,5 777,8 892,2 961,2 902,2
Bulan Juli Agustus September Oktober November Desember
Penjualan 960,0 919,0 873,5 829,8 920,0 965,5
Dalam rangka perencanaan produksinya, manajemen ingin mengetahui taksiran penjualan pada periode akan datang. Carilah prakiraan penjualan pada Januari 1996 dengan menggunakan metode: a. rata-rata bergerak sederhana dengan serial waktu 4 bulanan; b. rata-rata bergerak tertimbang 3 bulanan dengan perbandingan bobot antara periode t, t-1, t-2 adalah 5 : 3 : 2. 4. Berdasarkan data pada data soal No. 3, dan inisial prakiraan pada Januari 1995 sebesar 700 juta rupiah, hitung prakiraan penjualan pada Januari 1996 dengan menggunakan metode: a. pemulusan eksponensial tunggal dengan α = 0,1; b. pemulusan eksponensial linier Holt, dengan α = 0,2. Dan β = 0,3. 5. Dalam suatu periode empat bulanan, ramalan terbaik dicapai dengan menggunakan bobot 40% untuk penjualan nyata bulan paling akhir, 30% untuk bulan sebelumnya, 20% untuk tiga bulan sebelumnya, dan 10% untuk empat bulan sebelumnya. Data penjualannya sebagai berikut.
Bulan
Besar penjualan
217
1 2 3 4
100 105 95 90
Berapa ramalan untuk bulan ke-5? 6. Dengan menggunakan serial waktu tanpa kerandoman 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, hitung ramalan pada periode ke-11 dengan metode: a. pemulusan eksponensial tunggal; b. pemulusan eksponensial linier dari Holt; c. mana yang lebihtepat diantara kedua metode itu, berikan penjelasan; d. berapakah nilai α dan β yang akan Saudara gunakan, mengapa? 7. Manajer perusahaan biro perjalanan Casper Tour untuk daerah Amerika Utara mendapat target untuk mendapatkan wisatawan ke Kanada sejumlah 400 orang pada 1999. Data peserta tur ke negara itu selama 3 tahun terakhir terlihat dalam tabel. Manajer itu ingin mengetahui apakah dengan menggunakan strategi yang selama ini dilakukan dapat mencapai target atau tidak. Berikan pendapat Saudara tentang prakiraan jumlah wisatawan pada 1999 dengan menggunakan metode musiman dari Winter. Gunakan nilai inisial pemulusan eksponensial dan faktor trend pada musim gugur 1993 masing-masing sebesar 33 dan 2,75 serta α = 0,7, β = 0,3 dan γ = 0,1.
Tahun 1993
Musim Jumlah Tahun Musim Jumlah Dingin 50 1996 Dingin 75 Semi 37 Semi 53 Panas 29 Panas 40 Gugur 33 Gugur 45 1994 Dingin 60 1997 Dingin 85 Semi 45 Semi 62 Panas 38 Panas 53 Gugur 50 Gugur 71 1995 Dingin 66 1998 Dingin 99 Semi 54 Semi 81 Panas 43 Panas 66 Gugur 53 Gugur 88 8. Berdasarkan data produksi berikut ini, hitung nilai prakiraan pada 1995 dengan menggunakan metode dekomposisi. Dalam persamaan trend T = a + b
218
t, gunakan nilai a = 270 dan b = 4. Asumsikan pula siklus untuk setiap kwartal pada 1995 sama dengan 100.
Tahun 1991
1992
Kuartal 1 2 3 4 1 2 3 4
Data 330 300 210 280 330 320 210 300
Tahun 1993
1994
Kuartal 1 2 3 4 1 2 3 4
Data 330 340 250 360 370 340 250 380
9. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik diketahui, ekspor impor Indonesia selama 1983 sampai dengan 1992 (dalam jutaan USD, termasuk minyak dan gas) terlihat dalam tabel berikut ini.
Tahun 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995
Ekspor 22,328 21,146 21,888 18,587 14,805 17,136 19,219 22,159 25,675 29,142 33,967 36,823 40,053 45,418
Impor 16,859 16,352 13,882 10,259 10,781 12,370 13,249 16,360 21,837 25,860 27,280 28,328 31,984 40,629
Apabila metode prakiraan yang akan digunakan model pemulusan eksponensial tunggal, dengan nilai inisial prakiraan sama dengan nilai aktualnya, tentukan konstanta pemulusan α yang paling tepat agar rata-rata persentase kesalahan absolutnya (MAPE) paling rendah, masing-masing untuk memprakirakan nilai ekspor dan impor. 10.
Dari bagian deposito Bank Milik Rakyat diperoleh data jumlah nasabah selama 12 bulan (lihat tabel). Manajemen ingin mengetahui bagaimana
perkembangan jumlah nasabah pada masa datang. 219
Bulan 1 2 3 4 5 6
Jumlah nasabah 360 392 353 407 425 447
Bulan 7 8 9 10 11 12
Jumlah nasabah 503 456 538 495 503 520
a. Hitung prakiraan jumlah nasabah selama 3 bulan yang akan datang dengan menggunakan model regresi linier sederhana. b. Hitung kesalahan prakiraan dengan menggunakan MAD dan MSE. 11.
Manajer operasi PT. Proklamasi sering mengalami kesulitan dalam menyusun rencana dan anggaran produksi karena biaya pemeliharaan yang selalu berfluktuasi. Dari hasil pengamatan sementara, diperkirakan hal itu disebabkan jumlah jam kerja mesin yang bervariasi dari satu periode ke
periode lain. Berdasarkan catatan diperoleh data biaya pemeliharaan (dalam rupiah) dan jumlah jam-mesin selama 12 bulan terakhir sebagai berikut.
Bulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Jam-mesin 14.000 10.000 12.000 16.000 15.000 16.000 17.000 14.000 20.000 22.000 18.000 23.000
Biaya pemeliharaan 600.000 550.000 610.000 650.000 625.000 640.000 700.000 650.000 750.000 725.000 700.000 750.000
a. Dengan menggunakan metode regresi linier sederhana, tentukan model yang menggambarkan hubungan diantara kedua variabel itu. b. Apabila mesin-jam terpakai sebesar 25.000 jam, berapa taksiran biaya pemeliharaannya? 12.
Dengan menggunakan data pada soal No. 11, jawablah pertanyaan berikut ini.
220
a. Berapakah koefisien korelasi dan koefisien determinasi dari kedua variabel itu? Kesimpulan apa yang dapat Saudara ambil mengenai hubungan diantara kedua variabel itu. b. Lakukan uji signifikansi untuk mengetahui apakah model itu layak digunakan atau tidak (gunakan tingkat kepercayaan sebesar 95%). 13.
Tabel berikut menunjukkan data kredit perbankan untuk sektor pertanian dan produksi padi di Indonesia, tahun 1980-1990.
Tahun 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990
Jumlah kredit (miliar rupiah) 539 813 1.025 1.226 1.318 1.656 2.097 2.656 3.610 5.283 7.176
Produksi padi (ribu ton) 29.652 32.774 33.584 35.303 38.136 39.033 39.729 40.078 41.676 44.726 45.179
a. Tentukan persamaan regresi linier. b. Berapa prakiraan produksi padi jika kredit yang dikeluarkan untuk sektor pertanian sebesar 8 triliun rupiah. c. Hitung koefisien korelasinya. 14.
Tabel berikut menunjukkan hasil prakiraan dengan menggunakan dua metode yang berbeda. Apabila manajemen menghendaki rata-rata hasil
prakiraan yang lebih akurat, metode mana yang sebaiknya digunakan?
Periode
Nilai aktual
1
35
Nilai prakiraan Metode I Metode II 34,5 36,5
221
2 3 4 5 6 15.
33 37 35 36 34
34,0 35,0 36,0 35,5 35,5
34,0 36,5 36,0 35,0 35,0
Dengan menggunakan dua metode yang berbeda, diperoleh prakiraan atas hasil penjualan (unit per triwulan) seperti dalam tabel. Tentukan metode mana yang memberikan ketelitian prakiraan lebih baik.
16.
Triwulan
Nilai aktual
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
210 212 219 215 213 200 206 211 217 220
Nilai prakiraan Metode I Metode II 215 211 216 217 221 217 220 214 208 206 205 203 212 208 209 210 218 218 217
Perkembangan nilai ekspor hasil industri elektronika Indonesia sejak Januari 1993 sampai dengan Desember 1995 (dalam US juta dolar) terlihat dalam tabel berikut ini.
Tahun 1993
1994
Musim Jumlah Januari 91,7 Februari 75,1 Maret 79,4 April 81,5 Mei 95,8 Juni 80,8 Juli 94,7 Agustus 110,7 September 114,0 Oktober 133,2 November 133,6 Desember 126,8 Januari 95,1 Februari 155,0 Maret 127,0
Tahun
1995
Musim Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September
Jumlah 174,4 182,0 193,3 222,4 185,5 150,3 139,9 171,9 211,6 178,9 204,0 205,8 206,9 229,3 243,5
222
April Mei Juni
149,6 163,6 170,1
Oktober November Desember
223,8 250,8 254,7
Tentukan model prakiraan yang Saudara anggap paling tepat untuk digunakan dalam prakiraan nilai ekspor komoditas ini, dan berapa prakiraan penjualan untuk Januari 1996. (Catatan: gunakan beberapa model prakiraan dan bandingkan nilai MAD atau MSE). 17.
Y Merupakan suatu variabel yang dapat mempunyai hubungan fungsional dengan variabel X1, X2, X3, X4, X5, dan X6. Data observasi dari seluruh variabel itu selama 20 periode dituangkan dalam tabel berikut ini.
Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Y 336 383 335 327 456 355 364 320 361 362 408 433 359 476 415 420 536 432 436 415
X1 236 224 145 135 278 241 201 217 193 145 231 224 156 338 318 276 351 282 283 219
X2 60 52 53 52 75 65 64 62 60 57 70 73 69 80 65 70 80 53 55 55
X3 180 210 180 110 220 240 140 150 220 230 230 200 170 180 175 200 270 210 220 200
X4 70 131 98 86 144 113 128 129 125 117 120 172 61 145 78 60 228 50 70 180
X5 400 320 120 680 520 770 960 480 270 730 620 250 740 630 290 910 740 160 430 410
X6 213 201 176 175 253 208 196 154 181 220 235 259 196 279 207 213 296 245 276 211
Carilah suatu bentuk persamaan regresi linier berganda yang terbaik yang dapat dipakai untuk peramalan.
Daftar Pustaka Anto Dajan. 1991. Pengantar Metode Statistik Jilid II . Jakarta: Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial.
223
Gujarati, Damonar N. 1995. Basic Econometrics. 3rd ed. McGraw Hill. Ghanke, John E., dan Arthur G. Reith. 1992. Business Forecasting . 4th Allyn & Bacon. Heizer, Jay, dan Barry Render. 1993. Production and Operations Management: Strategic and Tactics . 3rd ed. Englewood Cliffs, NJ: Prentica Hall.
Intrigator, Michael D. 1978. Econometric: Models, Techniques, and Applications . Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall. Koutsoyiannis, A. 1977. Theory of Econometrics: An Introduction Exposition of Econometric Methods. 2nd ed. NY: Barnes & Noble.
Kroeber, Donald W., dan R. L. Laforge. 1980. The Manager’s Guide to Statistics and Quantitative Methods . Hlm. 141-167. Grolier Incorporated.
Levine, D. M., P. P. Ramsey, dan M. L. Berenson. 1995. Business Statistics for Quality
and
Productivity.
Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall
International. Makridakis, Spyros, dan Steven C. Wheelwright. 1992. Forecasting Methods for Management . 5th ed. John Wiley & Sons.
Makridakis, Spyros, dan S. C. Wheelwright, dan V. E. McGee. 1983. Forecasting . 2nd ed. John Wiley & Sons. Montgomery, Douglas C. 1984. Design and Analysis of Experiments. 2 nd ed. John Wiley & Sons.
Regresi Linier Berganda Dalam banyak kasus, suatu variabel tidak hanya dipengaruhi oleh suatu variabel lain melainkan oleh beberapa variabel. Misalnya, harga eceran beras tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah uang beredar, melainkan juga dipengaruhi oleh variabel lain (seperti harga pupuk, harga palawija, atau perubahan indeks harga konsumen). Untuk kasus seperti ini digunakan model regresi linier berganda. 1. Model
Bentuk umum regresi linier berganda sebagai berikut.
224
Ŷ = a + b1X1 + b2X2 + ... + bk Xk Nilai a, b1, b2, ... , bk dapat dihitung dengan pendekatan matriks, atau perhitungan substitusi. Misalnya, untuk persamaan regresi: Ŷ = a + b 1X1 + b 2X2 + b3X3 digunakan persamaan sebagai berikut. a n + b1ΣX1 + b2ΣX2 + b3ΣX3
=ΣY
... (1)
a ΣX1 + b1ΣX12 + b2ΣX1X2 + b3ΣX1X3 = ΣX1Y
... (2)
a ΣX2 + b1ΣX1X2 + b2ΣX22 + b3ΣX2X3= ΣX2Y
... (3)
a ΣX3 + b1ΣX1X3 + b2ΣX2X3 + b3ΣX32 = ΣX3Y
... (4)
Dengan saling mensubstitusikan empat persamaan di atas, parameter a, b 1, b2, dan b3 bisa diperoleh. Pola yang sama dapat digunakan untuk jumlah variabel yang berbeda. 2. Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi Dalam regresi berganda, koefisien korelasi dapat dihitung untuk setiap pasang variabel dengan menggunakan rumus seperti dalam regresi sederhana. Koefisien korelasi dari semua pasangan variabel biasanya disusun dalam suatu matriks korelasi dan digunakan untuk melihat hubungan diantara variabel dalam regresi itu. Koefisien determinasi dalam regresi berganda dinyatakan dalam R 2, mempunyai rumus yang sama seperti dalam regresi sederhana. ^
_
R 2 = Σ (Y 1 − Y ) _
Σ (Y i − Y )
2
Nilai R 2, berkisar antara 0 sampai dengan 1, menyatakan situasi varians Y yang dapat diterangkan oleh varians total X 1, ... , dan Xk .
225
3. Uji Signifikansi Sebelum hasil peramalan regresi (baik sederhana maupun berganda) dipakai, sebaiknya dilakukan uji signifikansi untuk mengetahui hasil regresi tersebut layak digunakan untuk peramalan atau tidak. Terdapat dua jenis uji statistik yang harus diperhatikan. a. Uji statistik F, yaitu uji signifikansi keseluruhan dalam persamaan regresi. Apabila hasil ujinya signifikan berarti paling tidak satu koefisien dalam persamaan regresi yang bersangkutan secara signifikan berbeda dengan nol. Sebaliknya, apabila diperoleh hasil tidak signifikan, model itu secara keseluruhan tidak layak digunakan untuk peramalan. Nilai statistik F dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut. ^
_
2
F = Σ (Y 1 − Y ) /( k − 1) = _ Σ (Y i − Y )
2
/( n − k )
R
2
/(k − 1)
(1 − R 2 ) /( n − k )
Jika F > F (γ , k-1, n-k) berarti signifikan Dimana: k
= jumlah parameter (termasuk konstanta α)
n
= jumlah observasi
(1-α)
= menunjukkan tingkat keyakinan terhadap uji statistik itu
Nilai F(α, k-1, n-k) dapat diperoleh dari Lampiran B b. Uji statistik t, yaitu uji signifikansi setiap koefisien dalam persamaan regresi. Pada dasarnya, uji ini untuk membuktikan apakah nilai setiap koefisien secara signifikan tidak sama dengan nol atau tidak. Apabila dari hasil uji diketahui bahwa suatu koefisien tidak secara signifikan berbeda dengan nol (artinya nilai itu bisa sama dengan nol, variabel yang bersangkutan tidak layak digunakan dan harus dikeluarkan dari persamaan regresi. Nilai statistik t dapat dihitung dari rumus berikut ini: t=
nilai koefisien s tan dar kesalahan
226
Jika t> t(p,
n-k)
maka koefisien yang diuji, secara signifikan tidak sama
dengan nol. Dimana: k = jumlah parameter (termasuk konstanta α) n = jumlah observasi p = probabilitas nilai koefisien yang dihtung sama dengan nol Nilai t(p, n-k) dapat diperoleh dari Lampiran C
5
Model Ekonometrik Pada dua metode kausal sebelumnya telah dibahas peramalan perubahan
suatu variabel yang disebabkan oleh perubahan suatu variabel atau beberapa variabel lain. Untuk suatu hubungan yang sederhana digunakan metode regresi linier sederhana, sedangkan untuk hubungan yang lebih kompleks digunakan metode regresi linier berganda. Kedua metode tadi merepresentasikan hubungan antarvariabel dalam satu persamaan. Model ekonometrika merupakan suatu model yang lebih kompleks dari metode regresi berganda. Model ini dapat digambarkan sebagai suatu sistem persamaan regeresi berganda, yaitu kumpulan dari beberapa persamaan regresi berganda yang mempunyai hubungan saling ketergantungan. Kelebihan model ekonometrika adalah kemampuannya untuk meramalkan hubungan saling ketergantungan antara beberapa variabel endogen (variabel tidak bebas) dan beberapa variabel eksogen (variabel bebas). Dengan mengatur atau mengetahui perubahan dalam variabel eksogen, dapat diramalkan perubahan yang terjadi pada variabel yang diamati. Model ekonometrika banyak digunakan untuk peramalan dalam industri ataupun makro, misalnya dipakai untuk meramal kebutuhan kendaraan angkutan penumpang atau untuk meramal perubahan faktor ekonomi terhadap perubahan harga bahan konsumsi primer. Selain untuk peramalan, model ekonometrika juga sering digunakan untuk memahami atau menganalisis kebijakan dalam suatu sistem perekonomian.
227
Untuk memahami konsep peramalan ekonometrika, berikut ini diambil contoh perilaku ekonomi dalam perusahaan. Misalnya, laba diasumsikan sebagai fungsi penjualan. Penjualan merupakan fungsi dari harga barang, promosi, dan harga barang pesaing. Untuk meramalkan bagaimana laba perusahaan pada masa datang, tentunya harus diperkirakan bagaimana keadaan variabel-variabel tadi pada masa datang. Harga jual sangat dipengaruhi oleh biaya produksi, biaya administrasi dan umum, biaya penjualan, dan harga pesaing. Dengan demikian, untuk memperkirakan laba harus diketahui biaya produksi dan biaya lainnya. Biaya produksi dipengaruhi oleh beberapa variabel biaya lain, seperti tenaga kerja, material dan persediaan. Jadi, terdapat hubungan saling ketergantungan diantara variabel-variabel tadi. Hubungan-hubungan itu dapat diekspresikan ke dalam suatu sistem persamaan sebagai berikut. Laba = f (penjualan) Penjualan = f (harga, promosi, harga pesaing) Harga = f (biaya produksi, biaya administrasi dan umum, biaya penjualan, laba) Biaya produksi = f (biaya tenaga kerja, biaya material, biaya persediaan) Biaya administrasi dan umum = f (biaya administrasi, biaya utiliti, biaya pengembangan Biaya penjualan = f (promosi, insentif agen, biaya penjualan lainnya) Kelompok persamaan di atas disebut sebagai persamaan simultan, dan dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut.
Gambar 4.5
228
Contoh Model Ekonometrika Sederhana Biaya tenaga kerja
Laba
Penjualan
Harga pesaing
Biaya material
Biaya produksi
Harga
Promosi
Biaya persediaan
Biaya adm & umum
Biaya penjualan
Insentif agen
Biaya administrasi
Biaya utiliti
Biaya pengembangan
Biaya penjualan lain
Keterangan: Variabel endogen Variabel eksogen Variabel yang tidak dipengaruhi oleh variabel lainnya dalam sistem disebut sebagai variabel eksogen, seperti biaya material dan biaya tenaga kerja. Sementara variabel yang nilainya dipengaruhi oleh variabel eksogen disebut sebagai variabel endogen, seperti biaya produksi dan harga jual. Pemecahan model ekonometrika jauh lebih sulit daripada pemecahan untuk model regresi linier berganda. Pembuatan model dan estimasi suatu model ekonometrika mensyaratkan adanya identifikasi. Identifikasi merupakan langkah awal untuk menentukan apakah model yang dibangun mempunyai solusi, dan apabila mempunyai solusi, metode pendugaan apakah yang sesuai agar diperoleh hasil pendugaan yang konsisten dan tidak bias. Model ekonometrika mensyaratkan semua persamaan di dalamnya adalah identified . Jika sistem persamaan exactly identified , metode pendugaan yang paling sesuai adalah indirect least square
(ILS), sedangkan jika overidentified metode yang sesuai
antara lain Two-stage least squares (2SLS), Three-stage least squares (3SLS),
229
View more...
Comments