teologi Perjanjian Lama 2
September 11, 2017 | Author: Paskah Parlaungan Purba | Category: N/A
Short Description
teologi perjanjian lama...
Description
DIKTAT THEOLOGIA PERJANJIAN LAMA 2 Saduran dari : SEJARAH DAN MITOLOGI ILMU THEOLOGI PERJANJIAN LAMA Karangan : TGR Boeker, MTh
Dosen : Pdt. Agustinus Djali, MDiv.
SEKOLAH TINGGI THEOLOGIA BASOM PROGRAM STUDY
Sarjana Theologia Kependetaan & Sarjana Theologia Pendidikan Agama Kristen Batam, Mei 2009 1
HUKUM TAURAT Catatan: Uraian yang berikut tidak mencakup semua aspek hukum Taurat dalam Perjanjian Lama, melainkan dimaksud untuk melengkapi uraian Dyrness dalam Tematema dalam teologiPerjanjian Lama. Teologi masa kini cenderung untuk melihat hubungan yang sangat dekat antara hukum Taurat dalam Perjanjian Lama dengan hukum-hukum yang ada di Timur Tengah Kuno. Bahkan ada sebagian sarjana yang memandang Hukum Taurat sebagai pengembangan hukum-hukum para tetangga Israel (Babel, Asyur, dll.). Untuk dapat mengevaluasi pandangan tersebut maka hukum Timur Tengah Kuno dari ciri-cirinya perlu diteliti sehubungan dengan ciri-ciri hukum Taurat. 1. HUKUM DI TIMUR TENGAH KUNO A. Kumpulan-kumpulan hukum di Timur Tengah Melalui penggalian arkeologi telah ditemukan banyak naskah (codex) hukum dari Timur-Tengah, antara lain: - Hukum Akkad (Eshnunna): 1850 BC - Hukum Sumer (Lipit-Ishtar): k.1. 1600 BC - Hukum Hammurabi: 1700 BC - Hukum Hittite: abad 15 Jika diadakan perbandingan di antara Hukum Taurat Perjanjian Lama dan hukum di dunia Timur Tengah Kuno, ternyata adabeberapa persamaan tetapi persamaan-persamaan itu cenderung dibesar-besarkan oleh sementara teolog. Yang jauh lebih menonjul dalam perbandingan dua sistem hukum ialah justru perbedaan-perbedaan. B. Perbedaan antara Hukum Taurat dan hukum lainn di sekitarnya Perbedaan-perbedaan ini nampak kalau Hukum Taurat dilihat secara keseluruhan, bukan hanya hukum-hukum tertentu yang diperbandingkan. 1. Asal usul ilahi hukum Taurat Seluruh Hukum Taurat diberikan oleh Allah. Dari situlah asal wibawa Hukum Taurat. Dalam Pentateukh sendiri banyak sekali ayat-ayat yang menyatakan bahwa TUHAN sendiri mewahyukan dan memberikan perintahperintah-Nya serta ketetapanketetapan-Nya: a."Berfirmanlah TUHAN kepada Musa ..."Kel 20:22;Im 16: 3:44; 26:1; dll. b."TUHAN berfirman kepada Musa ..." Kel.24:12;30:11;Im, 4-1, 5:14; 6:1,8,19,24; 7:22,28; dll. c."Lalu Allah mengucapkan segala firman ini ..." Kel 20:1 d.Tidak sedikit ketetapan dalam Pentateukh mengandung kata ganti orang pertama, yakni Allah sendiri yang mienetapkannya: Kel.20:3,4,5,6,22,23, 24,25,26; 22:23,24,25,27; '23:14,15,18,22, dll. Dalam Perjanjian Lama, Hukum Taurat dipandang sebagai anugerah terbesar dari Allah kepada bangsa-Nya:"Ia memberitakan firman-Nya kepada Yakob, ketetapan-ketetapanNya kepada Israel. Ia tidak berbua demikian kepada segala bangsa dan, hukumhukumNya tidak mereka kenal Haleluya! Mazm I47:19.20 Lain sekali di Timur Tengah Kuno di mana raja menjadi sumber hukum, bukan Allah. Kalau di Israel raja tidak pernah diberi kuasa untuk menetapkan hukum, melainkan raja 2
sendiri patuh pada hukum yang diberikan Allah sama seperti rakyatnya (Ul.17:18-20). 2.
Kesatuan antara kaidah-kaidah etika, tuntutan agama dan ketetapan juridis dalam Hukum Taurat
Di Timur Tengah Kuno, hukum-hukum hanya membahas perkara-perkara hukum perdata dan pidana sedangkan soal-soal moral/etik serta soal-soal agama diserahkan ke cabang literatur yang lain. Lain dalam hukum Taurat, di mana ketetapan yuridis tidak dapat dipisahkan dari kaidah-kaidah etika dan agama. Ketiganya merupakan satu kesatuan, karena Tuhan mengatur semua bidang kehidupan: Unsur etika/moral dalam hukum taurat nampak a.l. melalui larangan terhadap perzinahan. Unsur agama dalam hukum Taurat nampak melalui larangan terhadap penyembahan berhala: Kel 20:23; 22:20; dll. 3.
Unsur menasihati dan menegur dalam Hukum Taurat adalah unik
Melalui unsur ini nyata bahwa Hukum Taurat bukan sekedar suatu kitab undangundang yang mau tidak mau hares ditaati, melainkan bersifat pedagogis. 4.
Hukum-hukum dalam Perjanjian Lama sering dikaitkan dengan motifasi rohani.
"Akulah TUHAN, Allahmu" Im. 19 atau motivasi etis (Kel. 20:12) untuk mendorong pelaksanaan Hukum Taurat. Dari segi hukum pemberian motifasi ini barangkali dianggap tidak perlu, tetapi itu adalah bagian penting dari hr*w)t 5.
Hukuman-hukuman dalam Hukum Taurat tidak dikuasai brutalitas
Menurut hukum Taurat maka hukuman mati diberlakukan terutama untuk orang yang menghina TUHAN dengan menyembah berhala Kel. 22:30), berpaling kepada ilmu sihir dan arwah (Kel. 22:10; Im. 20:6,27), menghujat nama TUHAN (Im. 24:14), serta tidak menguduskan hari Sabat (Bil. 15:32). Dalam hubungan dengan sesama mati ditetapkan khususnya untuk orang yang membunuh manusia, termasuk penibunuhan anak kecil (Kel. 9:6; Im. 20:1-5), orang yang mengutuki orang tua (Im 20:9) serta untuk segala bentuk perzinahan (Im 20:10-21). Lain dengan undang-undang diTimurTengah, yang tidaksegan- segan untuk cepat menghukum mati orang yang telahmelakukanl kesalahan yang tidak menuntut nyawa mereka harus dicabut. Misalnya dalam Codex Hammurabi ada hukum mati untuk: - seorang isteri yang tidak menjaga miliknya - seorang perampok - orang yang menjadi saksi palsu 6.
Hukum Taurat melindungi orang lemah
Hukum Taurat berisikan banyak hukum-hukum yang menetapkan perlindungan khusus bagi: - orang buta Ul. 27:18 - orang tuli Im. 19:14 - janda dan yatim piatu Kel 22:21-22; Kel 24:17.I0 - orang asing Kel 23:9; Im 19:10 3
- orang miskin Kel 23:6; Ulgn. 15:7-11 - para budak (karena menjual diri) Kel 21:1-11; Ul 15:12-18 - para budak (sejak lahir) Kel 23:12 Hukum-hukum tentang Sabat, tahun Sabat, tahun Yobel dan tentang perayaan-perayaan juga memperlihatkan sikap yang Sama. Lain sekali sifat Codex Hammurabi yang selalu mau menjaga dan melestarikan hak golongan atas. 7.
Hukum Taurat tidak membedakan hukuman menurut kelas dan tingkatan social
Satu hukum berlaku baik untuk orang merdeka maupun untuk budak, demikian juga untuk orang Israel asli dan orang asing (Im.24:22). Bahkan ada perlindungan khusus untuk para budak terhadap tuan-tuan yang kejam. Sedangkan di Timur Tengah pelaksanaan hukuman biasanya bergantung pada status somial seseorang. Codex H203: Kalau seorang "pendukuk" menampar pipi penduduk lain, ia harus bayar 1 mina perak Codex H205: Kalau seorang budak menampar pipi seorang Penduduk",. maka telinganya akan dipotong 8.
Konteks historis dari hukum-hukum dalam Pentateukh Dicatat Situasi kondisi yang membawa kepada pewahyuan ketetapan-ketetapan baru sering kali dicatat, misalalnya:-Im 10,lm 24:10-16 Bil 15:32-36 Sedangkan hukum-hukum di Timur Tengah "abadi" (timeless) 9.
Adanya tendensi (kecenderungan -profetis, bahkan eskatologis dalam hukum-hukum pentateukh Sebagian hukum dalam Perjanjian Lama diberikan untuk merghadapi peristiwaperistiwa yang akan datang, seperti misalnya hukum-hukum yang berkaitan dengan situasi di Kanaan waIapun Israel pada waktu itu masih berada di padang gurun. Ul 6:20dst. menghadapi anak-anak yang tidak mengerti arti ibadah Ul 7:3 dst. perkawinan dengan bangsa-bangsa Kanaan Ul 12:1.dst. pemusnahan tempattempat*ibadah Kanaan penetapan hanya satu tempat ibadah untuk Israel Ul. 17:14 dst. hukum tentang raja (ratusan tahun sebelum ada raja') Dengan demikian sangat nyata perbedaan hakiki antara hukum umum di Timur Tengah dari hukum Taurat dalam Alkitab. Hukum Taurat bukanlah pengembangan hukum dari Timur Tengah Kuno, melainkan adalah kehendak TUHAN yang diwahyukan kepada Umat-Nya. HAKIKAT HUKUM TAURAT A. Hukum Taurat adalah bagian utama dari wahyu Allah Sejak semula hukum dan perintah Allah memegang peranan utama dalam hubungan Allah dengan manusia. Dalam taman di Eden Allah memberi perintah jelas tentang satu pohon yang terlarang. Perintah ini menuntut ketaatan mutlak, jika tidak, manusia akan kehilangan segala sesuatu. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dengan seksama: 1. Hukum Taurat bersumber kepada revelasi Allah sendiri, bukan berdasarkan pengalaman manusia yang dirumuskan. 4
2. Hukum Taurat bukanlah suatu yang baru diberikan kepada bangsa Israel di gunung Sinai melainkan tidak bias dipisahkan dari hakikat Allah itu sendiri yang dari semula berkomunikasi dengan manusia.Salah satu bagian dari komunikasi ini (rbd) berbicara, rma berkata, berfirman dll. Adalah dalam bentuk hokum atau perintah Kej. 26: 5 3. Setiap hukum/perintah Allah menuntut ketaatan mutlak Ketidaktaatan mengakibatkan kehilangan pemberian Allah. 4. Manusia telah diciptakan menurut gambar Allah, diberi kehidupan, berkat dari kekayaan serta persekutuan dengan Allah sebelum satu pun hokum Allah disampaikan kepadanya berarti ketaatan kepada hukum Allah tidak dapat menciptakan kehidupan sejati mlainkan ketaatan hanya merupakan jalan untuk tidak kehilangan segala pemberian Allah. B. Hukum Taurat sebagai pengajaran Kata kerja dasar yang melatar belakangi hr*w{t ialab hry yang dalam Oal berarti"throw, shoot, cast" (BDB). Akan tetapi hr*w{t diambil dari konjugasi Hifil: "point out, show, direct,teach,instruct", atau "menunjukkan. mengarahkan, memberi petunjuk, mengajar". Dengan demikian kata Ibrani hr*w{t mempunyai arti dasar yaitu ‘pengajaran". Ada sejumlah subyek yang muncul bersama hry dalam Hifil: laki-laki, ayah, orang tua, binatang, bumi, teman, nabi, imam. Tetapi sebelum yang lain muncul sebagai guru, lebih dahulu Allah memperkenalkan diri sebagai Sang Guru, sekaligus Allah juga merupakan subyek untuk Hifil ("mengajar") yang paling sering disebut. Dengan demikian "Hukum Taurat" dalam Perjanjian Lama harus dipandang bukan terutama sebagai suatu "kitab undang-undang" yang oleh Allah diperhadapkan kepada bangsa Israel untuk ditaati melainkan Hukum Taurat itu berarti bahwa Allah yang hidup dan yang penuh kasih mengajarkan kehendak-Nya dan cara hidup yang benar kepada anak-anak-Nya. I. Allah sebagai pengajar a) Allah menyatakan diri sebagai Sang Guru Kel 4:12 Kel 4:15 Kel 15:25 b) Pengajaran Allah dan cara-Nya untuk mengajar melebihi semua guru yang lain sehingga Ayub mengakui: "Siapakah guru seperti Dia?" (Ayb 36:22) c) Oleh sebab itu tidak perlu heran bahwa orang percaya dalam Perjanjian Lama merindukan agar Allah mengajar mereka dan memberi petunjuk apa yang harus dilakukan. Hak 13- 8 Mzm 27:11 Mzm 119:33 2. Orang Lewi dan para imam sebagai pengajar Setelah TUHAN sendiri yang menonjol sebagai pengajar di Israel juga kaum Lewi dan para imam. a) Tugas mengajar diamanatkan kepada mereka oleh Allah sendiri kel. 24 :12, I m 10:11 b) Inti tugas mereka ialah - mengajarkan hr*w{t hw*x+m! yang dari Allah (Kel 24:12) - memberi petunjuk/putusan dalam perkara-perkara yang sukar (U1gn.17:8.10.11) c) TUHAN sendiri juga memberi kemampuan untuk mengajar (Kel 35:34) 3. Para Nabi sebagai pengajar Yes 1:10 Yes 8:16.20 Yes 30:9.10 4. Orang Tua sebagai pengajar Ams 1:8 5
Ams 4:1-2 Ams 3:1 C. Isi Hukum Taurat. Secara tradisional Hukum Taurat dibagi atas hukum moral, hukum seremonial, dan hukum sipil.Barangkali pembagian yang berikut dapat merumuskan Inti dari. kekhususan Hukum Taurat degan lebih tepat: 1. Penyerahan mutlak (commitment:) kepada TUHAN Karena TUHANlah yang memberikan hukum Taurat kepada manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa-Nya, maka hubungan dengan Dia menjadi inti dan tujuan seluruh hukum Taurat. Penyerahan dan ketaatan pribadi inilah mengawali dan mendasari tiap-tiap hokum lain yang ada dalam Perjanjian Lama. a) TUHAN menuntut penyerahan mutlak kepada-Nya Kel 19:5, Kel 20:1-11.23, UI 6:45, U1. 11:13, Ams 1:7 "takut akan TUHAN" b) Tidak adanya penyerahan itu dicela oleh para nabi Mi. 6:6 Hos 6:6 c) Penyerahan kepada TUHAN diutamakan waktu perjanjian dibaharui Yos 24:14dstr. 2. Hukum Moral Hukum moral menjabarkan bagaimana manusia yang telah menyerahkan diri kepada Allah, wa,jib untuk hidup sesuai dengan gambar dan hakikat Allah. 3. Hukum Seremonial Hukum seremonial menyediakan "Jalan keluar" untuk mana ia yang telah gagal untuk memenuhi tuntutan utama yaitu mengasihi dan melayani Tuhan serta sesama dengan segenap hati. 4. Hukum Sipil Hukum sipil menyangkut masalah pemerintahan dan, pemberesan kegagalan dalam memenuhi hukum moral pada tarap antar manusia. Dalam bidang hukum inilah terdapat kemiripan-kemiripan dengan naskah-naskah hukum Timur Tengah Kuno. HUKUM TAURAT DAN KESELAMATAN Ada sementara pendapat yang mengatakan bahwa pada masa Perjanjian Lama keselamatan diperoleh melalui ketaatan kepada hukum Taurat. Apakah benar demikian? Jawaban akan sangat menentukan sikap terhadap seluruh Perjanjian Lama dari pemberitaannya pada masa kini. Perlu disimak bahwa hukum Taurat tidak berdiri pada awal Perjanjian Lama, melainkan baru diwahyukan secara lengkap (Kel 20. Ulgn. 31) seteLah pribadi--pribadi serta bangsa lsrael se1uruhny mengalami bagaimana Allah menyelamatkan mereka, berqaul dengan mereka dan memelihara bangsa Israel berratusratus tahun lamanya. Seluruh sejarah Allah dengan pribadi-pribadi serta dengan Israel membuktikan bagaimana kasih dari anugerah Allah senantiasa mendahului setiap tuntutan-Nya. Penyataan kasih ini nyata dalam setiap tindakan-Nya serta firman dari janji-Nya. Khususnya riwayat keluaran Israel dari Mesir mengungkapkan hal hubungan antara penyelamatan dengan hukum Taurat dalam Perjanjian Lama: 1. Orang Israel ditebus dari murka Allah melalui darah seekor domba (Kel 12), kemudian diselamatkan dari penindasan Mesir oleh kasih karunia Allah. 2. Orang yang telah ditebus ini dibawa oleh Allah, penebus mereka, kepada tempat pemberian hukum Taurat (Kel 20). Dari urutan peristiwa-peristiwa di atas nampaklah bahwa anugerah dari keselamatan dari Allah mendahului hukum Taurat. Adalah tidak mungkin bahwa seorang yang belum diselamatkan oleh Allah mencoba untuk mendapat perkenanan Allah melalui ketaatan kepada hukum Taurat. 6
Demikian juga sifat hukum Taurat yang lebih bersifat negatif daripada positif lebih banyak larangan dari pada perintah mencegah faham seolah-olah dengan melakukan Hukum Taurat orang dapat mendatangkan keselamatan dari hidup. Tidak ada satu hukum yang menuntut:"laksanakan ... maka engkau akan memperoleh keselamatan kekal sebab keselamatan dan hidup hanya diperoleh sebagai anugerah Allah. Tidak taat berarti hidup yang sudah dimiliki berdasarkan anugerah Allah menjadi hilang. Taat kepada kehandak Tuhan dalam Hukum Taurat berarti hidup yang sudah dimiliki berdasarkan anugerah Allah, itu dipertahankan. Sikap bangsa Israel terhadap Hukum Taurat sejak Babel Sejak dari pembuangan di Babel terjadi perubaian--perubanan yang mendasar dalam kehidupan rohani orang Israel. Pada Waktu itu Israel jauh dari Yerusalem, tempat satusatunya yang diperkenan Allah untuk melaksanakan ibadah kurban di situ (Ulgn. 12) Akibatnya, firman Allah yang tertulis, khususnya hukum Taurat, memegang peranan yang semakin penting dalam ibadah Israe1. Bersamaan dengan itu berkembang anggapan di Israel, bahwa asal melakukan ketentuan-ketentuan Hukum Taurat, khunusrya seremonial, maka pasti selamat. Padahal maksud TUHAN dengan hukum Taurat, bahwa Hukum Taurat adalah wujud kepribadian-Nya dan kehendak-Nya dan justru di dalamnya terbaca rencana keselamatan Allah. Bukan seolah-olah Taurat itu sendiri membawa keselamatan. (Bd. Yoh. 5: 39-40, pernyataan Tuhan Yesus terhadap orang-orang Yahudi, yang menganggap bahwa mereka mendapat keselamatan melalui ketaatan kepada Hukum Taurat: “Kamu menyelidiki kitab-kitab suci, sebab kamu menyangka bahwa olehnya kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun kitab-kitab suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu tidak mau dating kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu”. Kitab-kitab suci itu sendiri tidak mengandung keselamatan, melainkan mau membawa manusia kepada Dia yang satu-satunya pemberi keselamatan berdasarkan anugerah.) Pelaksanan hukum Taurat itu tidak berkenan di hadapanA11ah kecuali dilakukan dalam sikap percaya kepada TUHAN serta mengasihi sesama dengan segenap hati. Yang dikecam dan ditegur oleh Tuhan Yesus Kristus serta oleh Paulus ialah bukan ketaatan kepada hukum, Taurat melainkan sikab agama Yahudi pasca pembuangan yang telah menjadikan ketaatan kepada hukum Taurat suatu jasa yang harus mendatangkan keselamatan lepas dari ketaatan terhadap dua hukum utama. Hal yang Sama telah dikecam oleh para nabi Perjanjian Lama. RELEVANSI HUKUM SEREMONIAL UNTUK ORANG KRISTEN 1. Hukum seremonial P.L. digenapi dalam Tuhan Yesus Kristus Tuhan Yesus telah menjadi anak domba Allah (Yes 53) sejak itu hukum seremonial tidak lagi berlaku secara hurufiah, baik untuk orang Yahudi, maupun untuk orang Kristen. Hal ini diuraikan Paulus sehubungan dengan sunat (Gal 5:2-6). 2. Hukum seremonial P.L. tetap mengajarkan kehendak Allah a. Perlu adanya penebusan Hukum seremonial mengajarkan bahwa perlu pertumpahan darah untuk pendamaian manusia dengan Allah. Pentingnya darah itu terletak, bukan dalam suatu kekuatan magis darah itu melainkan karena "darah" berbicara tentang adanya pengganti ("propitiation","substitution"). Inilah latar belakang Kel.12:21-23, bandingkan juga Im 1:4. (substitusi). Kurban-kurban yang mengandung arti penebusan ialah: (1) Korban Im bakaran Im. 1 Im. 3 (2) Korban keselamatan Im 3
7
(3) Korban penghapus dosa Im 4-5:13 (4) Korban penebus salah Im 5:14-6:7) Dalam semua kurban ini perlu pertumpahan darah. b. Pengucapan Syukur Sebagian kurban merupakan wujud ucapan syukur umat Tunan: (1) Korban sajian (Im 2) RELEVANSI HUKUM TAURAT UNTUK GEREJA MASA KINI Pertanyaan yang sering terdengar di kalangan gereja adalah: masih relevankah Hukum Taurat dalam gereja pada masa kini? Sampai di manakah hal itu masih relevan? Verkuyl dalam buku Etika 1 bagian Umum . 2002. hal. 81-164, mengemukakan bahwa Hukumn Taurat itu menjadi dasar dari Etika Kristen. Itu berarti bahwa kita tidak mungkin membuang Hukum Taurat, malinkan Hukum itu kita lestarikan dalam gereja masa kini sebagaimana yang dikemukakan oleh Verkuyl: 1. Penyataan Allah terdiri dari Hukum Taurat dan Injil 2. Taurat mempunyai hubungan yang tak terpisahkan dengan Injil 3. Ada tiga macam cara menggunakan HUkum Taurat: - Usus elenchticus atau usus paedagogicus (hokum yang menginsyapkan kita akan kesalahan kita) - Usus normativus atau usus dedacticus (fungsi hukum Taurat sebagai pengajar) - Usus civilis atau usus politicus (fungsi hukum Taurat bagi rakyat sipil dalam politik) 4. Hukum Taurat mempunyai tiga sifat utama, yaitu: bonitas (kebaikan), perfectio (kesempurnaan), dan immutabilitas (tak dapat berubah). 5. Bentuk hokum Taurat merupakan perintah dan janji 6. Kesepuluh titah Tuhan (dasatitah) disebut aseret hadebarim 7. Dasatitah itu untuk segala bangsa dan segala zaman. 8. Dalam hukum Taurat itu terdapat undang-undang sipil/perdata disebut misypatim. 9. Dalam hukum Taurat terdapat undang-undang mengenai ibadah disebut cuuqqim) 10. Hukum Taurat juga ada dalam kitab Mazmur dan Amsal 11. Hukum Taurat ada dalam kitab para nabi Israel 12. Hukum Taurat juga nampak dalam agama Yahudi Rabinik 13. Hukum Taurat juga ada dalam keempat Injil 14. Hukum Taurat juga terdapat dalam surat-surat Paulus 15. Hukum Taurat juga terdapat dalam kitab Yakobus 16. Isi hukum Taurat adalah kasih Dengan demikian maka jelaslah bahwa hukum Taurat masih berlaku dalam kehidupan orang Kristen walaupun ritualnya tidak kita jalankan lagi karena hal itu sudah digenapkan dalam kematian Tuhan Yesus di kayu salib. KEPUSTAKAAN Motyer, James 1984 "Law" dalam Evangelical Dictonary of Theoogy Ced. Walter A. Elwell] (Grand Rapids: Bake..- Book House) Murray, John 1972 "Law" dalam New BibLe Dictionary. First edition (London: Inter-Varsity Press) Simatupang, Saul 1988 Asal-usut huhum Taurat dari otoritasava. Skripsi (Batu: Institut Injil Indonesia) 8
IBADAH BERSAMA DI ISRAEL Pada saat Tuhan mengikat perjanjian dengan Israel sebagai umat Tuhan Dia menetapkan ibadah bersama untuk seluruh bangsa, lengkap dengan imamat, tata ibadah, peraturan hari raya dan penetapan berbagai jenis kurban (lihat kitab Keluaran dan Imamat). Sejak saat itu ibadah kolektif memegang peranan yang sangat menonjol dalam seluruh Perjanjian Lama. Namun demikian hakekat ibadah itu sudah ada jauh sebelumnya dan dapat dibaca dengan jelas dari ibadah pribadi tiap-tiap orang yang percaya kepada Tuhan pada masa Perjanjian Lama, khususnya pada jaman para patriarkh. Dalam perkembangan ibadah bangsa Israel ternyata bahaya formalisme selalu mengancam. Ini suatu perkembangan baru yang muncul setelah ibadah bersama ditetapkan. Hakikat ibadah itu terdiri dari: A. PENYERAHAN TOTAL TIAP PRIBADI KEPADA TUHAN
Yang menjadi ciri khas ibadah pribadi orang percaya Perjanjian Lama ialah bahwa mereka percaya. kepada Tuhan mengasihi Dia dann juga tctat kepada Dia. Sikap ini mendapat ekspresinya dalam tiga hal: I. Tindak-tanduk yang benar dan sesuai Firman 'T'uhan. Keputusan-keputusan dalam kehidupan sehari-hari harus mencerminkan iman dan ketaatan kepada Tuhan. Demikianlah misalnya Abraham waktu ia berangkat dari Ur, kemudian dari Haran, juga Waktu ia berpisah dengan Lot dan meyakini bahwa Tuhan akan memelihara dia. 2. Doa sebagai wujud komunikasi yang terus-menerus dengan Tuhan. Setelah Adam dan Hawa maka Set mulai untuk memanggil nama TUHAN" (Kej 4:26). Pembicaraan yang pribadi ini dengan Tuhan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari ibadah pribadi. 3..Persembahan kurban merupakan wujud nyata dari ucapan syukur orang percaya. Unsur kurban sebagai pengganti bagi pembuat dosa belum begitu nyata pada waktu sebelum pemberian hokum Taurat di Sinai. B. IBADAH BERSAMA YANG DIATUR Di samping ibadah pribadi yang mengungkapkan hakikat ibadah sebagai respons manusia yang percaya kepada Allah, maka ibadah bersama orang Israel merupakan suatu kebutuhan yang mutlak dengan beberapa alasan: 1. Karena perjanjian Allah diadakan dengan bangsa Israel, agar seluruh bangsa beribadah kepada-Nya maka perlu pengaturan ibadah untuk seluruh bangsa, tidak bisa lagi hanya spontan saja. Namun demikian ibadah bersama ini tidak boleh dilepaskan dari makna ibadah sebagaimana nyata dalam ibadah pribadi dalam kitab Kejadian. 2. Ibadah bersama ini harus menjaga agar orang Israel tidak dipengaruhi cara ibadah bangsa-bangsa lain. 3. Dalam ibadah bersama para peserta ibadah akan saling menguatkan melalui kesaksian dan vivanvian bersama. 4. Ibadah bersama ini menjadi wadah untuk pengajaran dan p,engarahan oleh para hamba Tuhan. C. ASAL-USUL IBADAH BERSAMA BANGSA ISRAEL Ibadah bersama dengan segala tata caranya bukanlah suatu yang berkembang atas pengaruh bangsa-bangsa lain. Dari semula ibadah bersama merupakan ajnjuran Allah melalui wahyu-Nya di gunung Sinai. Melaluinya Dia memanggil Israel kepada hubungan 9
perjanjian dengan Dia. Ketentuan pertama tentang ibadah bersama menyangkut 'Perayaan' hari Sabat (Kel 20:8-11) dan juga tentang bentuk kebaktian (Kel.20:24-26). Ketentuan-ketentuan ini diberikan dalam rangka penyataan diri Allah yang dahsyat di gunung Sinai, dan dengan demikian jelas bahwa ketentuan-ketentuan bukan merupakan akhir suatu perkembangan yang panjang. Kalau hal ini tidak jelas, maka konsekuensi teologis ialah bahwa ibadah menjadi jalan manusia kepada Allah. D. IBADAH BERSAMA DI ISRAEL HARUS BERSIFAT ROHANI 1 Keselarasan antara bentuk lahiriah dan sikap batin si penyembah Ibadah kepada TUHAN dalam seluruh P.L. tidak pernah terlepas dari sikap hati pribadipribadi yang terlibat dalam ibadah. Yaitu iman dan penyerahan kepada TUHAN, itulah yang paling menentukan dalam ibadah ini. Dengan demikian pelaksanaan ibadah mempunyai nilai simbolis karena melambangkan kenyataan rohani yang (seharusnya) berada di belakangnya. Pada pemberian kurban yang pertama kali dicatat dalam, Alkitab (Kej 4:4-5) telah nyata bahwa diterima tidaknya sebuah kurban oleh Tuhan tergantung semata-mata pada sikap hati orang yang membawa persembahan, sebab "TUHAN mengindahkan Habel dan korban persembahan itu, tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya" (band. Ibr 11:4). Pemberian korban penghapus dosa harus didahului oleh pengakuan dosa (Im 5:5). Dalam peraturan tentang hari raya pendamaian berulang kali ditekankan bahwa yang menentukan dalam Seluruh upacara itu ialah sikap "mengakui ... segala kesalahan.... dan segala pelanggaran" serta "merendahkan hati" (Im 16:21.29.31). terjemahan Indonesia menulis "merendahkan diri dengan berpuasa", seolah-olah berpuasa adalah wujud dari "merendahkan diri". Namun dalam bahasa asli tidak ada tambahan "dengan berpuasa", cukup hanya "merendahkan hati/jiwa", berarti suatu sikap yang benar-benar rohani dc:ln tidak dapat diwakili oleh sikap lahiriah apapun juga. Perhatikan juga istilah Ibrani untuk beribadat atau "menyembah" yaitu hhv yang sebenarnya berarti "membungkuk". Dalam Mika 6:6-7.8b bangsa Israel diingatkan bahwa arti ibadah bukanlah "ribuan domba jantan, ... puluhan ribu curahan minyak ... (atau) anak sulungku" melainkan Tuhan berkenan kepada hidup rendah hati di hadapan Allahmu Hal yang sama telah diungkapkan dalam Mazmur 51:19: "Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk" . 2. Keselarasan antara ibadah dan kesempurnaan etis Bukan hanya sikap hati melainkan juga dalam tindak-tanduk sehari-hari harus nampak bahwa seorang penyembah TUHAN sungguh mengamalkan firman dari Dia yang disembahnya. Kitab Imamat yang berisikan peraturan-peraturan ibadah bersama Israel mempunyai inti pokok yaita tuntutan TUHAN: "'Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, kudus" (Im 19:2). Para nabi menyerukan hal yang sama (Mi 6:6-8a). Hal ini sangat jelas dalam seluruh kitab Amos, namun terutama dalam fasal .5:21-24 di mana TUHAN berkata: "Aku membenci, Aku menghinakan perayaanmu dan Aku tidak senang kepada perkumpulan rayaMU ... Tetapi biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir." 3. Penyembahan kepada Allah tidak terikat kepada tempat tertentu a. Tuntutan: satu tempat ibadah 10
.Dalam hukum Taurat TUHAN menegaskan bahwa ibadah kurban di Israel hanya boleh diadakan di satu tempat yang akan T U H AN tentukan (Im. 17:1-9; Ul. 12). Hal ini dilakukan-Nya khususnya untuk mencegah Israel dari sinkretisme bilamana berada di tengah-tengah orang Kanaan. Namun peraturan ini sama sekali tidak berarti bahwa ibadah kepada TUHAN terikat hanya dengan satu tempat itu saja. b. Beribadah kepada Allah di mana-mana tempat Dua belas suku Israel tersebar di daerah yang cukup luas di Kanaan, bahkan di seberang sungai Yordan. Menurut peraturan firman TUHAN semua laki-laki di Israel harus menghadap TUHAN di tempat yang dipilih TUHAN tiga kali setahun (Kel 23:1,?-17). Di luar itu, apakah Israel tidak (rerlu) beribadah kepada-Nya? Tentu saja itu bukan maksud peraturan tentang hari raya. Sebagaimana diakui pemazmur (Mzm 139) TUHAN ada di mana saja, oleh sebab itu orang di mana saja dapat beribadah kepada-Nya. Demikian juga pada waktu Israel kehilangan Bait Suci, yakni pada masa pembuangan dan sesudahnya, bangsa Israel tidak berhenti untuk beribadah kepada TUHAN, melainkan justru pada waktu itulah nampak bahwa ibadah akhirnya tidak bergantung kepada tempat serta tata cara ibadah tertentu. c. Kurban terikat dengan tempat yang dipilih Tuhan Nampaknya bahwa peraturan tentang tempat ibadah tertentu ada kaitannya dengan kurban yang harus diberikan (Kel 20:24; Ul 12). Khususnya kurban hanya. boleh diberikan di satu tempat guna menghindari penyalahgunaan mengingat bahwa orang Kanaan juga mempunyai kebiasaan memberikan kurban kepada dewa-dewa mereka di mana-mana tempat. Dengan demikian Israel tidak diperkenankan untuk memberikan kurban di ladang-ladang atau di, bukit-bukit, melainkan hanya di tempat yang dipilih TUHAN yang di bawah pengawasan imamat yang sudah dipilih dan ditetapkan TUHAN Namun demikian tidak boleh ada kesan bahwa tempat yang dipilih Tuhan" adalah "tempat keramat." Tempat itu dapat dihancurkan TUHAN sendiri kalau yang dicari di situ bukan Dia sendiri. E. KECENDERUNGAN ISRAEL UNTUK MENYALAHGUNAKAN lBADAH Sepanjang sejarah Israel ada kecenderungan yang sangat kuat yaitu untuk menyalahgunakan Khususnya ibadah kurban dengan berpikir bahwa pelaksanaan hukum seremonial itulah Yang paling penting dalam kehidupan ibadah Israel. Pemikiran Seperti ini didukung oleh kenyataan bahwa kurban-kurban tersebut selalu harus diulangi. Dalam Mazmur 50:7-15 dan 51:18-21 sudah nampak bahwa salah faham ini harus dicegah. 'Tiga ratus tahun kemodian, nabi Yesaya menghadapi situasi yang sama (pasal 1:11dstr.). Sangatlah drastis pernyataan TUHAN seratus tahun kemudian melalui nabi Yeremia (7:22-23): "Sungguh, pada waktu Aku membawa nenek moyangmu keluar dari Mesir Aku tidak mengatakan atau memerintahkan kepada mereka sesuatu tentang korban bakaran dan korban sembelihan; hanya yang berikut inilah yang telah Kuperintahkan kepada mereka: Dengarkanlah suaraKu, maka (Aku akan menjadi Allahmu dan kamu akan, menjadi umatKu, dan ikutilah Seluruh jalan yang Kuperintahkan kepadamu, Supaya kamu berbahigia" Ternyata penetapan hukum tentang ibadah bersama serta kurban tidaklah merupakan inti ibadah di Israel. Hukum-hukum ini justru diberikan kemudian sebagai suatu "jalan keluar" untuk orang-orang yang telah melanggar kehendak TUHAN. Yang menjadi inti dan tujuan selluruh ibadah bersama di Israel ialah iman dan penyerahan kepada Allah yang-hidup. 11
IV.RELEVANSI HUKUM SEREMONIAL UNTUK ORANG KRISTEN 1. Hukum seremonial. P.L. digenapi dalam 'Tuhan Yesus Kristus
Tuhan Yesus telah menjadi anak Domba Allah (Yesaya 53) sejak itu hukum seremonial tidak lagi berlaku secara hurufiah, baik untuk orang Yahudi maupun untuk orang Kristen. Hal ini diuraikan Paulus sehubungan dengan surat (Gal 5:2-6). 2. Hukum seremonial P.L. tetap mengajarkan kehendak Allah a. Perlu adanya penebusan Hukum seremonial mengajarkan bahwa perlu pertumpahan darah untuk pendamaian manusia dengan Allah. Pentingnya darah itu terletak bukan dalam suatu kekuatan magis darah itu melainkan karena 'darah" berbicara tentang adanya pengganti (-propitiation, substitution"). Inilah latarbelakang Kel.12i21-23, bd. Juga Im. 1: 4. Kurban-kurban yang mengandung arti penebusan ialah: (1) Korban bakaran Imamat 1 (2) Korban keselamatan Imamat 3 (3) Korban penghapus dosa Im. 4 -5:13 (4) Korban penebus salah (Im. 51:14- 6:7) Dalam semua kurban ini perlu pertumpahan darah. b. Pengucapan Sy-ukur Sebagian kurban merupakan wujud ucapan syukur umat Tuhan: (1) Korban sajian (Im 2; 6:14-23) (2) Ukupan (Kel 34:34-38) (3) Persembahan khusus/unjukan/sukarela (Kel 35:20-29; 39:29) Persembahanpersembahan ini tidak perlu ada pertumpahan darah di dalamnya, tetapi dapat juga, seperti misalnya pada pentahbisan imam (Im 8:29), di mana salah satu domba yang disembelih merupakan "persembahan unjukan." PRINSIP DAN PROBLEMA ETIKA PERJANJIAN LAMA Etika Kristen dan etika Perjanjian Baru berdasarkan etika Perjanjian Lama. Dasa Titah yang diberikan kepada bangsa Israel oleh TUHAN pada awal hubungan perjanjian-Nya dengan mereka adalah fondasi segala etika Kristen. I. CIRI-CIRI ETIKA PERJANJIAN LAMA 1. Etika Perjanjian Lama bersifat teistis (theosentris) Etika Perjanjian Lama jelas bersifat teistis (ber-pusat kepada Allah). Prinsip dan standar etika Perjanjian Lama bersumber kepada sifat-sifat Allah sendiri yang diwahyukan-Nya kepada manusia, dan karena itulah etika Perjanjian Lama lain dari semua sistem etika yang lain yang umumnya bersumber kepada manusia, apakah itu raja atau tradisi. Secara khusus kekudusan TUHAN, yakni. hakikat-Nya sebagai Allah dan kesempurnaanNya secara moral, merupakan dasar etika Perjanjian Lama. Dalam mitos bangsa-bangsa lain dewa-dewa sendiri melakukan banyak bahkan semua kejahatan yang juga dilakukan manusia. Sebaliknya TUHAN adalah sempurna sebab “mata-Mu terlalu suci untuk k melihat kejahatan dan Engkau tidak dapat memandang kelaliman" (Hab. 1:13). 2. Etika Perjanjian Lama bersifat personal Etika Perjanjian Lama bersifat personal baik dilihat dari sumbernya, yakni. TUHAN, maupun dilihat dari pihak yang menjadi alamat etika ini, yakni umat Tuhan. Greene menu1is "Sumber etika Perjanjian Lama ialah perintah-perintah yang jelas dari pribadi 12
yang maha kudus, yakni Allah, yang diumumkan melalui peristiwa-peristiwa penyataan yang bersifat histories penyembahan berhala dianggap sebagai dosa yang paling berat, karena melalui pengkhianatan terhadap Tuhan ini akar-akar semua ketaatan kepada-Nya semua dipotong (hal. 157-158) (Sebagian besar bahan ini diambil dari. Kaiser, hal. 4-13). Dengan kata lain, yang menjadi sumber dan tolok ukur etika Perjanjian Lama bukanlah seperangkat peraturan dan hukum, melainkan pribadi Allah yang kudus vwdq Hal ini tentu berakibat bahwa etika Perjanjian Lama jauh lebih "ketat" dari semua etika yang lain, karena manusia bisa saja menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan, tetapi siapa dapat mengatakan bahwa dia sudah menjadi seperti pribadi Allah yang mahakudus? Dengan demikian seruan TUHAN "Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, kudus" (Im 19:2), merupakan inti etika Perjanjian Lama. Sama seperti sumbernya demikian juga tujuan etika Perjanjian Lama bersifat personal, sebab orang-orang adalah bebas dan sekaligus juga bertanggung jawab untuk menaatinya. Baik seluruh bangsa sebagai suatu kesatu maupun tiap-tiap pribadi diperhadapkan kepada pilihan "jikalau kamu hidup menurut ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada perintah-Ku serta melakukannya ..." atau sebaliknya:"jikalau kamu menolak ketetapan-Ku dan hatimu muak mendengar peraturan-Ku, sehingga kamu tidak melakukan segala perintahKu Etika Perjanjian Lama bukan suatu standard yang muluk-muluk yang dianggap sudah otomatis dipenuhi oleh setiap anggota bangsa, melainkan setiap orang harus menentukan sikap apakah ia memang mau hidup mnusia. 3. Etika Perjanjian Lama bersifat internal Etika Perjanjian Lama tidak hanya mengutamakan tindak-tanduk seseorang, melainkan juga sikapnya dalam batin. Sehubungan dengan upacara-upacara Perjanjian Lama berkali--kali dinyatakan bahwa TUHAN mengutamakan justru sikap dan motivasi hati daripada hanya, pelaksanaan upacara itu sendiri. Etika Perjanjian Lama mencapai sampai ke dalam hati manusia dan dengan demikian sikap hati manusia ikut dinilai oleh TUHAN. (Band. uraian tentang "Ibadah bersama dalam Perjanjian Lama) Bandingkan teks-teks berikut: "Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata" (Kej. 6:5) Hukum kesepuluh menegaskan: "jangan mengingini . . . jangan nuengingini . . . " (Kel. 20: 17) . Selanjutnya hal ini terus-menerus diungkapkan dalam Perjanjian Lama: "TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita" (1 law. 28:9) “TUHAN mengetahui rancangan-rancangan manusia sesunggunnya semuanya sia-sia belaka" (Mzm 94:11), Rancangan orang jahat adalah kekejian bagi TUHAN Ams 15: 26. Dengan kata Lain sikap dan motivasi hati yang tidak kudus jelas dipandang sebagai dosa menurut etika Perjanjian Lama. 4. Etika Perjanjian Lama terarah kepada masa depan Walaupun etika Perjanjian Lama tentu bermaksud untuk mengatur kehidupan orang pada saat mereka hidup, namun aspek futuris (masa depan) juga sering menonjol, khususnya dalam dua arah: pertama, ada janji berkat yang akan datang untuk orang yang taat (Kel:6.12;Ams. 14:32b) dan kedua, ada ancaman hukuman yang akan datarg untuk orang yang inelanggar kehendak TUHAN (Ke1. 20:5.7; Ams. 14 : 32a d1l.). Janji dan ancaman ini tidak diberikan untuk mendorong mereka hidup kudus dalam kehidupan ini. Dalam Perjanjian Lama janji dan ancaaman yang terkait dengan perinsip etika biasanya menyangkut masa depan kehidupan orang-orang hanya jarang meliputi masa kekeklalan. 13
kudus dalam kehidupan ini. Dalam Perjanjian Lama janji dan ancaman yang terkait dengan prinsip etika biasanya menyangkut masa depan kehidupan orang dan hanya jarang meliputi masa kekekalan. 5. Etika Perjanjian Lama bersifat universal Standard etika Perjanjian Lama adalah universal, berarti berlaku tidak hanya untuk Israel, melainkan untuk semua bangsa dan manusia. Menurut Perjanjian Lama tuntutan untuk hidup secara adil, benar dan baik tidak pernah hanya untuk Israel melainkan berlaku untuk semua orang. Bukankah semua manusia berasal dari manusia pertama yang telah diciptakan Allah sendiri menurut gambar dan rupa-Nya (Kej. 1:26-27) dan dengan demikian bertanggung jawab untuk mencerminkan gambar pencipta mereka? Fakta ini melatarbelakangi ucapan Abram: "Masakan Hakim segenap bumi tidak menghukum dengan adil?" (Kei. 18:25). Demikian juga Sodom, kota orang kafir "berdosa terhadap TUHAN" (Kei. 13:13) dan TUHAN menyatakan tentang Niniwe, ibukota orang Asyur, bahwa "kejahatannya telah sampai kepada-Ku" (Yunus. 1:2). Terutama dalam kitab para nabi ada bagian-bagian firman TUHAN yang disampaikan secara khusus kepada bangsa--bangsa bukan Yahudi (Yes. 13-23; Yer. 45-51; Yeh. 25-32; Dan. 2.7; Amos 1-2; seluruh kitab nabi. Obaja, Yunus dan Nahum). Sebagian besar firman-firman ini berisikan standar kebenaran etis TUHAN yang telah dilanggar bangsabangsa itu. Dia yang adalah pencipta dunia, Dia juga memberikan prinsip-prinsip kehidupan etis kepadanya, yaitu kepada seluruh dunia. II. KEBERATAN-KEBERATAN TERHADAP ETIKA PERJANJIAN LAMA A. Sewaktu-waktu nampaknya sikap Allah sendiri tidak sesuai dengan hakikat-Nya 1. Allah menyesal atas penciptaan manusia. 2. Allah mengeraskan hati Firaun, kemudian menghancurkannya dalam Laut Merah 3. Allah "menyesatkan" Ahab B. Allah rupanya menyetujui tindakan-tindakan yang tidak etis C. Allah menyetujui rasa benci terhadap sesama D. Allah menuntut tindakan yang amoral 1. Berbohong. 2. Perang pemusnahan E. Persaudaran di antara umat nianusi2 tidak diuraikan dengan jelas III. PRINSIP-PRINSIP TEOLOGIS DALAM MEMECAHKAN PROBLEMAPROBLEMA ETIKA PERJANJIAN LAMA 1. Seluruh Alkitab adalah firman Allah yang benar dan tanpa salah.
Tidak ada kontradiksi di antara bagian-bagian Alkitab, baik, dalam Perjanjian Lama, maupun antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. 2. Allah itu mahatinggi dan sempurna secara moral "kudus". Allah itu kudus (Kel 34:6-7) dan sama sekali terpisah dari yang jahat. Dia tidak mungkin tidak adil dan Dia juga tidak mungkin pilih kasih terhadap manusia, sehingga tidak mungkin Dia mempunyai. dua ukuran dalam menilai manusia. Sesungguhnya Dia penuh kebaikan dan kasih sayang terhadap semua manusia. 3. Allah itu tidak pernah berubah Allah adalah kekal dan tidak berubah, karena tidak perlu berubah. Oleh sebab itu norma etisnya juga tidak pernah berubah. Bukanlah seolah-olah patokan etika Perjanjian Lama perlu MeMqaIaMi revisi dan perbaikan pada jaman Perjanjian Baru. 4. Kesimpulan 14
Dalam mendekati problema-problema etika Perjanjian Larna dapat dikatakan bahwa interpretasi yang mencela kesempurnaan Can kebaikan Allah jelaslah interpretasi yang salah. Sebaliknya, interpretasi yang serasi dengan sifat-sifat Allah yang kurJus dan baik adalah interpretasi yang tepat. IV. PRINSIP-PRINSIP HERMENEUTIK DALAM MEMECAHKAN PROBLEMA- PRONBLEMA ETIKA PERJANJIAN LAMA Untuk dapat memecahkan problema-problema etika Perjanjian Lama yang nampak dalam teks Perjanjian Lama perlu untuk memperhatikan beberapa prinsip interpretasi yang umum dan khusus. I. Perhatikan seluruh konteks yang relevan untuk perikop tersebut 2.Telitilah dengan seksama isi setiap perikop serta konteks yang luas 3. Pelajarilah bahasa, idiom dan cara berfikir orang Timur Tengah 4. Perhatikan prinsip-prinsip interpretasi Perjanjian Lama a. Penyataan Allah bersifat berkembang Walaupun prinsip-prinsip ilahi, termasuk prinsip-prinsip etika tidak pernah mengalami perkembangan, namun demikian prinsip-prinsip ini tidak seluruhnya dan dari semula telah dinyatakan dan disampaikan kepada manusia. Semakin lama semakin jelas Tuhan menyatakan kaidah-kaidah etika ilahi dengan jelas kepada manusia. Hal ini perlu diperhatikan dalam menilai tindakan-tindakan, manusia dalam Perjanjian Lama. b. Membedakan antara laporan dan anjuran Adalah penting untuk membedakan antara tindakan yang hanya dilaporkan dalam Perjanjian Lama dan tindakan yang dianjurkan oleh Allah. Fakta bahwa Perjanjian Lama menguraikan watak, tindakan, dan penilaian dari pribadi-pribadi atau bangsa-bangsa tidak, ber-arti-bahwa watak, tindakan, dan penilaian seperti itu direstui apalagi dianjurkan. Ada prinsip-prinsip serta perintah yang hanya merupakan nasehat dan pendapat dari orang-orang tertentu dalam "drama Perjanjian Lama" yang sedang berkembang. Masalah ini adalah bagian dari tugas seorang penafsir Alkitab untuk membedakan ketentuan dan hal yang yang bersifat hanya sementara dari yang bersifat tetap dan mengikat untuk segala jaman. c. Beberapa tindakan yang tidak benar diijinkan pada jaman Perjanjian Lama karena kekerasan hati manusia Ada beberapa ketentuan dan hukuman yang nampaknya bertentangan dengan prinsip illahi sebagaimana nampak dalam Perjanjian Baru. Hal ini menyangkut a.l. masalah perceraian dan perbudakan. Pada suatu jaman di mana perceraian dan perbudakan hampir berlaku secara umum sangat sulitlah untuk melarangnya sama sekali. Orang-orang, waktu itu cenderung untuk mengakhiri pernikahan begitu saja atau untuk tidak menghargai pernikahan sama sekali. Dalam keadaan seperti itu lebih bijaksana untuk mengatur perceraian sesuai dengan prinsip-prinsip etika ilahi yang adil dan penuh kasih. Namun demikian peraturanperaturan ini sama sekali tidak berarti bahwa perceraian adalah sesuatu yang dikehendaki TUHAN, sebab dalam kitab Perjanjian Lama yang terakhir TUHAN menyatakan dengan jelas: "Aku membenci perceraian" (Mal. 2:16). d. Tindakan-tindakan yang salah tidak senantiasa dikecam secara tersurat Dalam Perjanjian Lama tidak terdapat kecaman yang nyata terhadap Poligami dari beberapa tokoh dalam sejarah keselamatan. Hal itu sama sekali tidak berarti bahwa tindakan mereka dibenarkan. Pola yang ditetapkan Allah dengan mempersatukan satu suami, yakni Adam, dengan satu isteri, yakni Hawa, tetap berlaku dari tidak pernah 15
diubah atau dilunakan.Mengapa Alkitab tidak menulis kecaman yang jelas terhadap pelanggaran bapa-bapa ini? (1) Setiap orang, termasuk mereka sendiri, dapat mengetahui dengan jelas ber-dasarkan riwayat penciptaan bahwa hanya monogamni yang diperkenan oleh Allah. (2) Akibat-akibat buruk dari tindakan poligami yang dilaporkan memperlihatkan dengan jeIas bahwa poligami itu tidak berkenan kepada Allah. Sesudah Abram mengambil Hagar, TUHAN tidak berbicara lagi dengan dia selama 12 tahun dan Ismael, anak hasil hubungan poligami itu, menjadi "duri" dalam sejarah Israel sampai sekarang. Yakub kehilangan wibawa sebagai kepala rumah tangga dan keluarganya menjadi kacau balau akibat poligaminya dan juga dibawa kepada penyembahan berhala.Isteri-isteri Salomo membawa dia jauh dari TUHAN. Akibat-akibat buruk ini menyatakan dengan jelas bahwa tindakan yang manyebabkannya tidak berkenan kepada Allah, karena berlawanan dengan prinsip etika yang telah dinyatakanNya. e. Penilaian positip terhadap seseorang, dibatasi pada segi-segi tertentu dalam hidupnya dan tidak berarti persetujuan terhadap semua aspek kepribadiannya. Ada yang bertanya bagaimana mungkin Abraham dapat disebut "sahabat Allah", padahal ia berbohong serta tidak membela isterinya (Kej. 12:13). Adalah sangat nyata bahwa dalam Alkitab Abraham ditonjolkan sebagai contoh yang paling agung dari seorang yang beriman. Dengan demikian Abraham adalah "sahabat Allah" hanya sejauh mana ia hidup dengan beriman. Tidak pernah terjadi bahwa Tuhan menyetujui sifat-sifat scerta tindakan yang berlawanan dengan prinsip etika Perjanjian Lama. Abraham tidak pernah mendapat pujian karena penipuannya dan Daud tidak pernah dipuji karena perzinahannya, malah sebaliknya mereka harus mendapat ganjaran sebagai akibat dari perbuatan tersebut. V. TINJAUAN BEBERAPA MASALAH ETIKA PERJANJIAN LAMA 1. Allah sendiri "menyesatkan" Ahab dalamI Raj. 22:19-23 (bacalah teks itu) Dalam bagian Firman Tuhan ini seolah-olah Ahab ditipu Allah melalui roh-roh jahat. Yang sangat membingungkan ialah bahwa Allah sendiri rupanya telah mengambil inisiatif untuk menyesatkan Ahab: TUHAN sendiri berfirman: "Siapa akan membujuk?" (ay. 20) TUHAN sendiri bertanya: "Dengan cara bagaimana?" (ay. 21) TUHAN sendiri mengutus: "Biarlah engkau membujuknya ... keluarlah,dan perbuatlah demikian!" Observasi-observasi berikut adalah penting untuk diperhatikan: a) Roh jahat itu memang sifatnya jahat dan selalu akan mengerjakan kejahatan sesuai hakikat, dia dipakai Allah atau tidak. Allah dapat saja memakainya bila mana Ia mau. b) Perintah TUHAN kepada roh jahat: "Keluarlah dan perbuatlah demikian!" harus dimengerti dalam arti bahwa TUHAN mengizinkan dan tidak akan menghalangi lagi terjadinya pencobaan ini atas Ahab. Dengan kata lain, TUHAN tidak lagi memberikan anugerah khusus untuk dapat bertahan dalam pencobaan. c) Allah tidak menyuruh roh itu untuk langsung merasuk Ahab, melainkan caranya ialah untuk membujuknya melalui ucapan para nabi palsu (ay. 20,21,22). Kata Ibrani htp dalam kjgs. Piel berarti: persuade, seduce, deceive, (BDB, 834). Hal ini berarti bahwa Ahab tidak menjadi boneka yang digerak-gerakkan, melainkan harus menilai ucapan nabi-nabi itu. Sebenarnya Ahab harus dapat menyadari dan menolak para nabi palsu itu. Tetapi ia tidak melakukannya. 16
d) Di samping itu TUHAN menyuruh Mikha bin Yimla, seorang nabi TUHAN yang setia, untuk mengungkapkan rahasia nabi palsu itu kepada Ahab serta memberitahukan -malapetaka yang akan datang kepadanya. Dengan demikian Ahab diberikan banyak kesempatan untuk bertobat, tetapi ternyata Ahab tidak mau bertobat. Peristiwa ini sebenarnya merupakan satu ujian atas seberapa dalamnya pertobatan Ahab yang diberitakan alam 1 Raj. 21:27-29. Melalui peristiwa ini ternyata bahwa pertobatan Ahab tidak tahan lama, karena rupanya tidak dalam /tidak sungguh-sungguh bertobat dari dosa. Demikianlah dapat dikatakan bahwa Allah menyerahkan Ahab ke dalam kebodohannya dan kejahatannya sendiri, yang akhirnya akan membawa akibat fatal (Bd. Roma 1: 24-26 di mana Paulus mengatakan bahwa Allah membiarkan mereka dalam kefasikannya karena kedegilan hati mereka sendiri). Kasus yang hamper sama dengan apayang terjadi dengan Saul, di mana Allah mengizinkan roh jahat yang dari pada Tuhan merasuk Saul, karena kekerasan hati Saul yang tidak mau bertobat (1 Samuel 16: 14, ps. 18:10) 2. Nabi Elisa mengutuk anak-anak yang mengejek dia (2 Raj 2:23-25) Inilah salah satu bagian Perjanjian Lama yang banyak mengundang perinsip etika yang dibaliknya; dimana anak muda yang hanya mengejek seorang hamba Tuhan karena dia botak, langsung dikutuknya. Sebagai akibat kutuk itu ada empat puluh dua di antara anak-anak itu yang diterkam oleh dua ekor beruang. Berdasarkan peristiwa ini sementara orang mengambil kesimpulan sederhana terhadap etika Perjanjian Lama: betapa kejamnya, bahkan sadisnya seorang hamba Tuhan yang sampai hati mengutuk anak-anak kecil karena pelanggaran mereka yang relatif_ ringan dan boleh dikata termasuk kenakalan anak/remaja yang biasa-biasa saja. Ada beberapa observasi eksegetis yang sangat penting untuk menempatkan reaksi nabi Elisa pada tempatnya sebagaimana mestinya. -Kata Ibrani untuk "Anak-anak kecil
View more...
Comments