Kortikosteroid Dermatologi
July 17, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download Kortikosteroid Dermatologi...
Description
TUGAS KORTIKOSTEROID KORTIKOSTEROI D DERMATOLOGI DERMATOLOGI
Pembimbing :
dr. Flora Anisah Rakhmawati, Sp.KK
Disusun Oleh :
Nadya Lutfi 2016730075
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN KEPANITERAAN KLINIK RSUD R. SYAMSUDIN, S H SUKABUMI FAKULTAS KEDOKTERAN & KESEHATAN UNIVERSITAS UNIVERSI TAS MUHAMMAD MUHAMMADIYAH IYAH JAKARTA 2020
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil ‘alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas PR ini tepat pada waktunya. Sebagai penulis, saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Flora Anisah Rakhmawati, Sp.KK dan berbagai pihak lain yang telah membantu. Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki dalam Tugas PR ini, maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakannya. Semoga dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca pada umumnya umumnya dan khususnya khususnya bagi penulis.
Sukabumi, 04 Juli 2020
Nadya Lutfi
1. Kortikosteroid Sistemik a. Pengertian
Kortikosteroid
sistemik
(KS)
banyak
dugunakan
dalam
bidang
dermatologi karena obat tersebm mempunyai efek anti-inflamasi dan imunosupresi. Sejak KS digunakan dalam bidang dermatologi, obat tersebut sangat menolong pasien. Berbagai penyakit dapat dipersingkat masa penyembuhannya, bahkan penyakit berat yang dahulu banyak menyebabkan kematian, misalnya pemfugus, angka kematiannya dapat ditekan berkat pengobatan dengan KS. Pada bab ini dibicarakan mengenai cara kerja KS, indikasi, cara penggunaan penggunaan serta efek samping KS.1
b. Cara Kerja Kortikosteroid Sistemik
Sebagian besar efek KS terjadi melalui ikatan dengan reseptor glukokortikoid yang terdapat di dalam sitoplasma, yang kemudian akan memengaruhi ekspresi gen pada inti sel. Efek KS ternadap ekspresi gen ini akan mengurangi pembentukan prostaglandin dan leukotrien, mengurangi sintesis berbagai molekul peradangan, termasuk sitokin, interleukin, molekul adesi dan protease. KS juga dapat bekerja Iangsung tanpa memengaruhi ekspresi gen, yaitu melalui reseptor pada membran sel dan atau interaksi fusikokimia dengan membran sel. 1 c. Indikasi
Penyakit-penyakit berikut ini merupakan indikasi penggunaan Kortikosteroid Sistemik : 1. Penyakit vesikobulosa autoimun (pemflgus, pemflgoid bulosa) 2. Reaksi anafilaksis (akibat sengatan, alergi obat) 3. Penyakit
jaringan
ikat
dan
gangguan
vaskular
autolmun
(lupus
erltematosus slstemik, dermatomlositis, vaskulitis) 4. Reaksi kusta tipe1 5. Urlikaria yang luas atau rekalsitran dan angioedema 6. Lain-lain: ploderma gangrenosum, sarkoldosis, penyakit Behcet. 1 Sebagai tambahan, KS jangka pendek dapat diberikan pada berbagai dermatitis yang beral, termasuk dermatitis kontak, dermatitis atopik dan 3
eritroderma. KS juga sering diben'kan pada kasus eritema multlforme dan SSJ NET, walaupun belum terbukti keunggulanny keunggulannyaa melalui uji klinis. 1,2 d. Cara Penggunaan
KS dapat diberikan semra intralesi, oral, intramuskular atau inlravena bergantung pada penyakit yang akan diobati. Tendapat Te ndapat 3 kelompok KS sesuai dengan masa keq'anya (lihat tabel 57.1), yang memlliki perbedaan potensi glukokortikold (GK) dan mineralokortikold (MK), waktu paruh plasma (WPP) dan waktu paruh blologls (WPB). 1,2 Prednison merupakan KS yang telah lama digunakan. Bila terdapat gangguan hepar, dlanjurkan untuk menggunakan metilprednlsolon karena prednison dimetabolisme dimeta bolisme hepar menjadi metilprednisolon. Pada paslen dengan hipertensi, gangguan jantung atau keadaan lain dengan masalah retensi garam Pada tabel 57.2 dicantumkan berbagai penyakit yang dapat diobati dengan KS serta dosis awalnya, dipilih KS yang memiliki efek mineralokortikoid kedl atau tidak ada (lihat tabel 57 .1).
1,2
Tabel 57.1 Konsep Farmakologi Kortikosteroid Sistemik. Jenis KS
Dosis
Potensi
Potensi
WPP
WPB
Ekuivalen
GK
MK
(menit)
(jam)
(mg) Masa kerja singkat Kortison
25
0,8
2+
30-90
8-12
Kortisol
20
1
2+
60-120
8-12
Prednison
5
4
1+
60
24-36
Metilprednison
4
5
0
180
24-36
Triamnisolon
4
5
0
78-188
24-36
0,75
20-30
0
100-300
36-54
Masa kerja sedang
Masa kerja panjang Deksametason
Tabel 57.2 Dosis inisial Kortikosteroid sistemik perhari untuk orang dewasa pada berbagai dermatosis. Nama Penyakit
Jenis Kortikosteroi Kortikosteroid d dan dosis per hari
Dermatitis
Metilprednisolon 16 – 16 – 24 24 mg dosis terbagi
Erupsi alergi obat ringan
Metilprednisolon 24 – 24 – 32 32 mg dosis terbagi
Sindrom Stevens-Johnson – Metilprednisolon 1 – 1 – 3 3 x 62.5 mg dosis terbagi NET Eritoderma
Metilprednisolon 40 mg – mg – 62,5 62,5 mg dosis terbagi
Reaksi lepra
Metilprednisolon 24 – 24 – 48 48 mg
Pemfigus vulgaris
Metilprednisolon 40 – 40 – 125 125 mg dosis terbagi
Pemfigoid bulosa
Metilprednisolon 32 – 32 – 62,5 62,5 mg dosis terbagi
Pada pengobatan berbagai dermatosis dengan KS, bila telah mengalami pebaikan. dosis diturunkan berangsur-angsur agar penyakit tidak mengalami eksaserbasi dan tidak ten'adi sindrom putus obat. Pada sindrom putus obat terdapat keluhan Iemah, lelah. anoreksia dan demam ringan. Tapering oiiF juga diperlukan untuk pemulihan sumbu hipotalamus-hipofnsa-adrenal (HPA axis) yang mengalami supresi dengan pemberian dengan pemberian KS selama Iebih dan’ 3-4 minggu. Pada supresi HPA axis, ten'adi supresi korteks kelenjar adrenal sehingga tubuh pasien tidak dapat mengatasi berbagai stres. Supresi HPA axis juga dapat dikurangi dengan pemberian KS dosis tunggal pada pagi hari jam 08.00 sesuai dengan siklus diurnal produksi alamiah kortikosteroid.
1,2
Sebelum memulai pengobatan dengan KS jangka panjang, diperiukan evaluasi tentang predisposisi diabetes, hipertensi, hiperlipidemia, glaukoma dalam
keluarga,
pengukuran
berat
badan,
tekanan
darah
dan
bila
memungkinkan juga pengukuran densitas tulang belakang. Selama pengobatan KS jangka panjang, perlu dilakukan pemeriksaan berkala terhadap berbagai efek samping KS yang mungkin terjadi. 1,2
Penggunaan kortikosteroid pada penyakit reumatik sebaiknya dicadangkan untuk keadaan khusus, misalnya apabila obat-obat antiinflamasi lainnya tidak memberikan
hasil.
Kortikosteroid
dapat
memicu
osteoporosis,
upaya
pencegahan sebaiknya dipertimbangkan jika diberikan jangka panjang. Untuk anak, hanya boleh digunakan jika di bawah pengawasan dokter spesialis. Kortikosteroid
sistemik
dapat
diberikan
untuk
penanganan juvenile penanganan juvenile
idiopathic arthriti idiopathic arthritiss yang mengenai sistemik atau beberapa sendi. Dapat juga diberikan pada keadaan parah dan mungkin mengancam jiwa seperti lupus eritematosus
sistemik,
vaskulitis
sistemik, juvenile sistemik, juvenile
dermatomyositis, dermatomyositis,
penyakit behcet , penyakit persendian yang poliartikular. 2
Pada keadaan parah yang mungkin dapat mengancam jiwa, dosis awal yang tinggi diberikan untuk menginduksi penyembuhan, kemudian secara bertahap dosisnya dikurangi sampai dihentikan sama sekali. Masalah utama adalah bahwa ketika dosis dikurangi penyakit dapat kambuh lagi, terutama bila pengurangan dosis dilakukan terlalu cepat. Oleh karena itu kecenderungan yang terjadi adalah meningkatkan dosis pemeliharaan, dan akibatnya pasien menjadi bergantung pada kortikosteroid. Karena itu dewasa ini diberikan pulse diberikan pulse dose kortikosteroid (misalnya metilprednisolon intravena hingga 1 g selama tiga hari berturut-turut) untuk menekan reaksi radang aktif, dan pengobatan untuk jangka yang lebih lama digunakan DMARDs. Selain itu pada anak, jika tidak mungkin menghentikan pemberian kortikosteroid, pertimbangkan untuk diberikan selang hari (atau selang seling antara dosis tinggi dengan dosis rendah); dan pada hari kortikosteroid tidak diberikan atau diberikan dalam dosis rendah, dapat ditambah AINS.2
Pemberian kortikosteroid dapat menyebabkan penekanan pertumbuhan dan
perkembangan
pubertas.
Sebaiknya
dipertimbangkan
juga risiko
osteoporosis yang diinduksi oleh penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Kortikosteroid juga dapat meningkatkan risiko osteopenia pada pasien yang tidak mampu melakukan olah raga.3
Prednisolon 7,5 mg sehari dapat mengurangi kecepatan perusakan sendi pada artritis reumatoid sedang hingga berat yang sudah berlangsung kurang dari dua tahun. Berkurangnya perusakan sendi harus dibedakan dengan perkembangan simtomatik belaka (yang hanya bertahan selama 6 hingga 12 bulan pada dosis ini) dan sebaiknya dilakukan perawatan untuk menghindarkan peningkatan dosis di atas 7,5 mg sehari. Bukti-bukti mendukung bahwa dosis ini hanya dapat diberikan selama 2-4 tahun dan kemudian untuk mengurangi efek yang tidak diinginkan akibat penggunaan jangka panjang, dosis sebaiknya dikurangi secara bertahap.3
Polimialgia reumatik dan arteritis temporal ( giant ( giant cell ) selalu diobati dengan kortikosteroid. Dosis awal prednisolon yang lazim untuk polimialgia reumatik adalah 10-15 mg sehari dan untuk giant untuk giant cell arteritis arteritis 40-60 40-60 mg sehari (dosis yang lebih tinggi digunakan jika muncul gejala yang dapat teramati). Pengobatan sebaiknya sebaiknya dilanjutkan sampai penyakit mereda, kemudian kemudian dosis dikurangi secara bertahap sampai dosis pemeliharaan sekitar 7,5-10 mg/hari. Penyakit sering kambuh lagi jika terapi dihentikan terlalu cepat. Banyak pasien yang memerlukan pengobatan selama minimal 2 tahun dan beberapa diantaranya kadang perlu melanjutkan terapi kortikosteroid dosis rendah dalam jangka panjang.3
Pada Poliarteritis nodosa
dan polimiositis polimiositis biasanya biasanya diobati dengan
kortikosteroid. Prednisolon dengan dosis awal 60 mg sehari sering digunakan, kemudian dikurangi hingga mencapai dosis pemeliharaan 10-15 mg sehari. Lupus
eritematosus
sistemik diobati
dengan
kortikosteroid,
jika
perlu
menggunakan dosis yang sama besarnya dengan dosis untuk poliarteritis nodosa dan polimiositis.3
Pasien
dengan
pleuritis
(radang
selaput dada),
perikarditis,
atau
manifestasi sistemik lainnya akan memberikan respons terhadap kortikosteroid. Selanjutnya dosis dapat dikurangi; pengobatan selang hari kadang memadai, dan obat tersebut secara bertahap dapat dihentikan. Pada sebagian kasus yang
ringan, pengobatan dengan kortikosteroid bisa dihentikan setelah beberapa bulan. Banyak kasus lupus eritematosus sistemik ringan tidak memerlukan pengobatan dengan kortikosteroid. Pengobatan Pengobatan alternatif dengan analgesik antiinflamasi
sebaiknya
dipertimbangkan.
Kortikosteroid
dosis
rendah bermanfaat untuk pasien lansia, dan dan dosis malam hari yang sama dapat mengatasi kekakuan pada pagi harinya. 3
Ankylosing spondilitis tidak boleh diobati dengan kortikosteroid jangka panjang; kadang-kadang dibutuhkan pulse dibutuhkan pulse doses dan kortikosteroid mungkin berguna pada penyakit yang sangat aktif yang tidak memberikan respons terhadap pengobatan konvensional.3
e. Efek Samping
Pada umumnya, efek samping pada penggunaan KS meningkat sesuai dengan peningkatan dosis, lama pengobatan dan frekuensi penggunaan. Namun osteoporosis dan katarak juga terjadi pada penggunaan KS selang sehari dan nekrosis avaskuiar dapat timbui pada terapi singkat KS. Berbagai efek samping KS dapat dilihat pada tabel 57.3. 4 Tabel 57.3 Efek samping penggunaan kortikosteroid sistemik. Lokasi
Macam efek samping
HPA axix
Krisis adrenal (atrofi korteks adrenal sehingga tidak dapat mengatasi stres)
Metabolisme
Hiperglikemia, hiperlipidemia, perlemakan hati, katabolisme protein, perubahan Cuchingoid Cuchingoid
Kardiovaskular
Kenaikan tekanan darah, gagal jantung
Tulang dan Sendi
Gangguan pertumbuhan
(anak),
osteoporosis, skoliosis,
nekrosis avaskular Saluran Cerna
Tukak lambung, hipersekresi asam lambung, pankreatitis, ileitis regional, kolitis ulseratif
Otot
Miopati panggul / bahu, hipotrofi, fibrosis
Kulit
Striae atrofise, hirsutisme, hipotrofi, erupsi akneiformis, purpura, talangiektasis
Mata
Katarak, glaukoma
Darah
Kenaikan Hb, eritrosit, leukosit da limfosit retensi natrium, hipokalemia
Sistem Imunitas
Rentan terhadap infeksi, reaktivasi,
Lain-lain
Sindrom Cuching, gangguan menstruasi, pseudotumor serebri, nyeri kepala, impotensi, hiperhidrosis, flushing, perubahan kepribadian (euforia, insomnia, gelisah, mudah tersinggung, psikosis, paranoid, hiperkinesis, kecenderungan bunuh diri), nafsu makan bertambah
Sehubungan dengan berbagai efek samping tersebut di atas, maka penggunaan KS jangka panjang harus disertai dengan monitor yang ketat. Pasien dianjurkan untuk mendapat diet rendah kalori, rendah Iemak, rendah garam, tinggi protein, tinggi kalium dan tinggi kaisium. Konsumsi alkohol, kopi dan rokok harus sangat dikurangi. Olahraga dan aktivitas flsik harus diperbanyak. 5
Efek samping lain ialah sindrom Cushing yang terdiri atas muka bulan, buffalo hump, penebalan lemak supraklavikula, obesitas sentral, strie atrofise. purpura, dermatosis akneformis, dan hirsutisme. Selain itu juga gangguan menstruasi, nyeri kepala, pseudotumor serebri, impotensi, hiperhidrosis, flushing, vertigo, hepatomegali, dan keadaan aterosklerosis dipercepat. Pada anak memperlambat pertumbuhan. 5
f. Cara Pengobatan
Pada
pengobatan
dengan
K.S.
hendaknya
jangan
lupa
mencari
penyebabnya. K.S. yang banyak dipakai ialah prednison karena telah lama digunakan dan harganya murah. Bila ada gangguan hepar digunakan prednisolon karena prednison dimetabolisme di hepar hepar menjadi prednisolon.6
Pada pendenta dengan hipertensi, gangguan kor, atau keadaan iain yang retensi
garam
merupakan
masaiah,
maka
dipilih
K.S.
yang
efek
mineralokortikoidnya sedikit/tidak ada (Bhat tabei 48-2), tenebih-tebih bita dipedukan dosis K.S. yang tinggi. K.S. yang memberi banyak efek mineralokortikoid jangan dipakai pada pemberian long term (iebih daripada sebulan). Triamsinolon |ebih sering memberi efek samping berupa miopati dan anoreksia sehingga berat badan menurun. 6
Pada penyakit berat dan sukar menelan, misatnya toksik epidermal nekrolisis dan sindrom Stevensodohnson hams diberikan K.S. dengan dosis tinggi. Biasanya kami menggunakan deksametason i.v. karena tebih praktis. Jika masa kritis telah diatasi dan penderita telah dapat menelan diganti dengan tablet prednison. 6
Jika terjadi supresi korteks ketenjar adrenal, penderita tidak dapat melawan stres. Supresi teriadi kalau dosis prednison melebihi 5 mg per hari dan lebih dari sebulan. Pada sindrom putus obat terdapat keluhan lemah. lelah, anoreksia, dan demam ringan yang iarang melebihi 39°C. Pada pengobatan penyakit autoimun diperlukan K.S. dalamjangka waktu yang iama dan dicari dosis pemeliharaan. Dosis pemeliharaan ditentukan dengan menurunkan dosisnya berangsur-angsur. Untuk mencegah terjadinya supresi korteks kelenjar adrenal K.S. dapat diberikan setang sehari sebagai dosis tunggal pada pagi hari (jam 8), karena kadar kortisol tertinggi datam darah pada pagi hari. Keburukan pemberian dosis seiang sehari ialah pada hari bebas obat penyakit dapat kambuh. 6
Untuk mencegahnya, pada hari yang seharusnya bebas obat masih diberikan K.S. dengan dosis yang lebih rendah daripada dosis pada hari pemberian obat. Kemudian perlahan-lahan dosisnya diturunkan. Bila dosis telah mencapai 7,5 mg prednison, selanjutnya pada hari yang seharusnya bebas obat tidak diberikan K.S. lagi. Alasannya ialah, bila diturunkan berarti hanya 5 mg dan dosis ini merupakan dosis fisioiogik. Seterusnya dapat diberikan seiang sehari. 6
Teriadinya efek samping bergantung pada dosis, lama pengobatan dan macam konikosteroid. Pada pengobatan jangka pendek (beberapa hari/minggu) umumnya tidak tedadi efek samping yang gawat. Sebaliknya pada pengobatan jangka panjang (beberapa butan/tahun) harus diadakan tindakan untuk mencegah terjadinya efek tersebut, yaitu : 1. Diet tinggi protein dan rendah garam. 2. Pembenian KC! 3 x 500 mg sehari untuk orang dewasa, jika terjadi defisiensi K 3. Obat anabotik 4. ACTH diberikan 4 minggu sekali, yang biasanya kami berikan ialah ACTH sintetik. yaitu synacthen depot sebanyak 1 mg (100 IU); pada pembarian konikosteroid dosis tinggi tinggi dapat diberikan saminggu sekali. 5. Antibiotik penu diberikan, jika dosis prednison melebini 40mg sehari. 6. Antasida. Pada pengobatan jangka panjang harus waspada terhadap efek samping, hendaknya diperiksa tensi dan berat badan (seminggu sekali), EKG (sebulan sekali) terutama pada usia di atas 4O tahun. dan pemeriksaan iaboratorium : Hb, jumiah leukosit, hitung jenis, L.E.D., urin lengkap,. kadar Na dan K dalam darah, gula darah (seminggu sekali); fototoraks, apakah ada tuberkulosis ham (3 bulan sekali). 6
Efek samping yang juga berat ialah osteoporosis yang dapat menyebabkan fraktur. Pada pamperian K.S. yang diperkirakan long term, misalnya pada penyakit autoimun hendaknya hendaknya sejak semula diusahakan pencegahan'nya. pencegahan'nya. Ponderita dikonsultasikan ke Subbagian Onopedi. Pada wanita saat menopause dikonsultasikan ke Bagian Kebidanan untuk kemungkinan terapi hormonal, karena pada masa tersebut rentan mendapat osteoporosis. 6
2. Kortikost Kortikosteroid eroid Topikal a. Pendahuluan
Pada tahun 1952 SULZBERGER dan WITTEN memperkenalkan hidrokortison dan hidrokortison asetat sebagai obat topikal pertama dan golongan
kortikosteroid. Hal ini merupakan
kemajuan
yang
sangat
besar dalam pengobatan penyakit kulit karena kortikosteroid mempuny mempunyai ai khasiat yang sangat luas yaitu anti inflamasi, anti alergi, anti pruritus, anti mitotik, dan vasokontriksi. Pada penyelidikan ternyata bahwa kortison dan adreno cortico trophic hormone (ACTH) tidak efektif sebagai obat topikal. Pada perkembangan selanjutnya, pada tahun 1960 diperkenalkan kortikosteroid yang lebih poten dari pada hidrokortison, yaitu kortikosteroid yang bersenyawa halogen yang dikenal sebagai fluorinated corticosteroid. Penambahan 1 atom F pada posisi 6 dan 9 dan satu rantai samping pada posisi 16 dan 17, menghasilkan bentuk yang mempunyai potensi tinggi. Zat-zat ini pada konsentrasi 0,025% sampai 0,1% memberikan pengaruh anti inflamasi yang kuat, yang termasuk golongan ini ialah, antara lain ; betametason, betametason valerat, betametason benzoat, fluosinolon asetonid dan triamsinolon asetonid. 7
Kortikosteroid topikal (KT) merupakan salah satu obat yang sering diresepkan dan digunakan untuk pasien dermatologi sejak pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1950-an.1 Sayangnya, KT sering kali digunakan secara tidak tepat baik oleh dokter, farmasi, toko obat, ahli kecantikan ataupun pasien karena keampuhannya menghilangkan gejala dan tanda berbagai penyakit kulit. Hal tersebut tidak jarang menimbulkan masalah efek samping.1,2 Efektivitas KT bergantung pada potensi/ kekuatan, vehikulum, frekuensi pengolesan, jumlah/banyaknya, dan lama pemakaian. Selain diagnosis yang tepat, stadium penyakit, lokasi anatomi, dan faktor usia, kepatuhan pasien juga ikut mempengaruhi keberhasilan terapi. Secara farmakologik
penulisan
resep
KT
harus
rasional,
ter
utama
bila
dikombinasikan/dicampur dengan obat lain, serta selalu mempertimbangkan efek samping yang mungkin terjadi.1- 4 Kortikosteroid merupakan derivat hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Hormon ini
memainkan peran penting termasuk mengontrol respons infl amasi.5 Kortikosteroid hormonal dapat digolongkan menjadi glukokortikoid dan mineralokortikoid. Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap penyimpanan glikogen hepar dan khasiat antiinfl amasinya nyata. Prototip golongan ini adalah kortisol dan kortison, yang merupakan glukokortikoid alami. Terdapat juga glukokortikoid sintetik, misalnya prednisolon, triamsinolon, dan betametason. Golongan mineralokortikoid adalah kortikosteroid yang mempunyai aktivitas utama menahan garam dan terhadap keseimbangan air dan elektrolit. Umumnya golongan ini tidak mempunyai efek antiinfl amasi yang berarti, sehingga jarang digunakan. Pada manusia, mineralokortikoid yang terpenting adalah aldosteron.6 Berdasarkan cara penggunaannya, kortikosteroid dapat dibagi dua, yaitu kortikosteroid sistemik dan kortikosteroid topikal. Berikut ini akan banyak dibahas panduan penggunaan KT yang yang tepat, efektif, dan aman dalam praktik sehari-hari.7
Kortikosteroid topikal dipakai untuk mengobati radang kulit yang bukan disebabkan oleh infeksi, khususnya penyakit eksim, dermatitis kontak, gigitan serangga dan eksim skabies bersama-sama dengan obat skabies. Kortikosteroid menekan berbagai komponen reaksi pada saat digunakan saja; kortikosteroid sama sekali tidak menyembuhkan, dan bila pengobatan dihentikan kondisi semula mungkin muncul kembali. Obat-obat ini diindikasikan untuk menghilangkan gejala dan penekanan tanda-tanda penyakit bila cara lain seperti pemberian emolien tidak efektif. Kortikosteroid topikal tidak berguna dalam pengobatan urtikaria dan dikontraindikasikan untuk rosasea dan kondisi ulseratif, karena kortikosteroid memperburuk keadaan. Kortikosteroid tidak boleh digunakan untuk sembarang gatal dan tidak direkomendasikan untuk akne vulgaris.7,8,9 Kortikosteroid sistemik atau topikal yang kuat sebaiknya dihindari atau diberikan pada psoriasis hanya di bawah pengawasan dokter spesialis karena walaupun obat ini dapat menekan psoriasis dalam jangka pendek, bisa timbul kekambuhan karena penghentian obat bahkan kadang memicu psoriasis pustuler yang hebat. Pemakaian topikal kortikosteroid yang kuat pada psoriasis
yang luas dapat menimbulkan efek samping sistemik dan lokal. Cukup meresepkan kortikosteroid yang lebih lemah untuk jangka waktu singkat (2-4 minggu) untuk psoriasis fleksural dan wajah (penting: pada wajah jangan gunakan yang lebih kuat dari hidrokortison 1%). Pada kasus psoriasis kulit kepala boleh menggunakan kortikosteroid yang lebih kuat seperti betametason atau fluosinonid.7,8,9
Secara umum kortikosteroid topikal yang paling kuat hanya dicadangkan untuk
dermatosis
eritematosus, lichen
yang
sukar
simplex
diatasi
seperti
diskoid
kronis
lupus
chronicus, hypertrophic lichen planus dan chronicus,
palmoplantar pustulosis. pustulosis. Kortikosteroid yang kuat tidak boleh digunakan pada wajah dan fleksur kulit, tetapi kadang-kadang pada keadaan tertentu dokter spesialis meresepkannya untuk daerah tersebut dengan pengawasan khusus. Bila pengobatan topikal gagal, injeksi kortikosteroid intralesi khusus digunakan hanya pada kasus-kasus tertentu saja dengan lesi setempat (seperti parut keloid, lichen planus hypertrofik atau alopecia localised areata). areata). 8,9
LESI PERIORAL. Krim hidrokortison 1% dapat digunakan dalam waktu tidak lebih dari 7 hari untuk mengatasi lesi radang yang tidak terinfeksi pada bibir dan kulit disekitar mulut. Salep atau krim hidrokortison dan mikonazol bermanfaat pada inflamasi yang disertai infeksi oleh organisme yang peka, terutama pada awal pengobatan (sampai sekitar 7 hari) misalnya pada keilitis angular. Organisme yang rentan terhadap mikonazol adalah Candida spp, dan beberapa bakteri Gram positif termasuk strepkokus dan stapilokokus.8,9
PEMAKAIAN PADA ANAK. Anak-anak khususnya bayi sangat rentan terhadap efek samping. Namun, jangan karena profil keamanan kortikosteroid topikal, maka anak-anak menjadi tidak diobati. Tujuannya adalah untuk mengatasi kondisi sebaik mungkin; pengobatan yang tidak memadai akan memperparah
kondisi.
Kortikosteroid
lemah
seperti
salep
atau
krim
hidrokortison 1% bermanfaat untuk mengobati ruam popok dan untuk eksim atopik pada masa kanak-kanak. Kortikosteroid sedang sampai kuat cocok untuk
eksim atopik parah pada anggota badan, digunakan hanya 1-2 minggu, bila kondisi membaik ganti ke sediaan yang kurang kuat. Pada keadaan kambuhan akut eksim atopik cocok menggunakan sediaan kortikosteroid kuat dalam jangka pendek untuk mengendalikan kondisi penyakit. Penggunaan harian terus menerus tidak dianjurkan meskipun kortikosteroid ringan seperti hidrokortison 1% sebanding dengan betametason 0,1% yang digunakan sesekali. Untuk bayi di bawah 1 tahun, hidrokortison merupakan satu-satunya kortikosteroid yang direkomendasikan penggunaannya. Kortikosteroid lain dengan potensi lebih kuat dikontraindikasikan. Untuk anak usia di atas 1 tahun, kortikosteroid topikal dengan potensi kuat dan kuat-sedang sebaiknya digunakan dengan sangat hati-hati dan hanya digunakan dalam jangka pendek (1-2 minggu). Kortikosteroid yang sangat poten hanya dapat digunakan berdasarkan konsultasi dengan dokter spesialis kulit. Kortikosteroid topikal untuk anak dapat digunakan pada kondisi berikut: 1.
Gigitan dan sengatan serangga: kortikosteroid dengan potensi ringan seperti krim hidrokortison 1 %.
2.
Ruam kulit yang disertai inflamasi berat akibat penggunaan popok pada bayi di atas 1 bulan: kortikosteroid dengan potensi ringan seperti hidrokortison 0,5 atau 1% selama 5-7 hari (dikombinasikan dengan antimikroba jika terjadi infeksi).
3.
Eksim ringan hingga sedang, flexural sedang, flexural dan eksim wajah atau psoriasis: kortikosteroid ringan seperti hidrokortison 1%.
4.
Eksim berat di sekitar badan dan lengan pada anak usia di atas 1 tahun: kortikosteroid dengan potensi kuat atau kuat; sedang selama hanya 1-2 minggu; segera ganti ke sediaan dengan potensi lebih ringan pada saat kondisi membaik.
5.
Eksim di sekitar area kulit yang mengeras (misal: telapak kaki): kortikosteroid topikal dengan potensi kuat dalam kombinasi dengan urea atau asama salisilat (untuk meningkatkan penetrasi kortikosteroid). PILIHAN FORMULASI. Krim larut air untuk lesi yang lembab atau
eksudatif dan salep umumnya dipilih untuk lesi yang kering, lichenified atau bersisik atau bila efek oklusif diperlukan. Losion mungkin berguna bila
aplikasi minimal dibutuhkan untuk daerah yang luas atau untuk pengobatan luka eksudatif. Perban oklusif polythene oklusif polythene meningkatkan absorpsi, tetapi juga meningkatkan efek samping. Oleh karena itu dipakai hanya di bawah pengawasan dalam jangka waktu pendek untuk daerah kulit yang sangat tebal (seperti telapak tangan dan kaki). Penambahan urea atau asam salisilat meningkatkan penetrasi dari kortikosteroid. 8
b. Memilih Kortikosteroid Topikal
Untuk keberhasilan pengobatan dengan KT, beberapa faktor kunci yang harus dipertimbangkan adalah diagnosis yangakurat, memilih obat yang benar, mengingat potensi, jenis sediaan, frekuensi penggunaan obat, durasi pengobatan, efek samping, dan profi profi l pasien yang tepat.8
c. Indikasi
KT mempunyai kemampuan menekan infl amasi/peradangan dengan cara menghambat fosfolipase A dan menekan IL-1α. IL-1α. Sebagai obat imunosupresan, kortikosteroid dapat menghambat kemotaksis neutrofi l, menurunkan jumlah sel Langerhans dan menekan pengeluaran sitokin, menekan reaksi alergiimunologi, serta menekan proliferasi/antimitotik. KT juga menyebabkan vasokonstriksi dan efek ini sejalan dengan daya antiinflamasi.Beberapa jenis penyakit kulit yang responsif terhadap kortikosteroid dapat dilihat di tabel 1.8 Tabel 2. Klasifikasi potensi kortikosteroid topikal Topical steroid class American calssification calssification
Topical steroid class
Common representative
Brithis
topical steroids
Indications
classification
I Superpotent corticosteroids
I
Clobetasol propionate 0.05% Alopecia areata
Very potent
cream or ointment
Halobetasol propionate 0.05%
Atopic
dermatitis
(resistant)
cream or ointment Betamethasone dipropionate
Discoid lupus
0.05% ointment Betamethasone dipropionate
Hyperkeratotic eczema
0.05% cream II Potent corticosteroids
II
Flucinonide 0.05% ointment
Lichen planus
Potent
Halcinonide 0.1% cream Mometasone furoate 0.1%
Lichen
sclerosus
(skin) Lichen
simplex
chronicus ointment Betamethasone dipropionate
Nummular eczema
0.05% lotion III Upper
Fluticasone propionate 0.005% Psoriasis mid-
ointment
strength Corticosteroids
Triamcinolone acetonide 0.1% Severe hand eczema ointment Halometasone 0.05% cream IV Mid-strength
Flucinolone acetonide 0.025% Asteatotic eczema ointment
corticosteroids
Mometasone furoate 0.1%
Atopic dermatitis
cream or lotion V Lower
mid-
strength
III
Betamethasone valerate 0.1%
Moderate
cream
Lichen
sclerosus
(vulva)
corticosteroids Flucinolone acetonide 0.025% Nummular eczema cream
Fluticasone propionate 0.05%
Scabies scabicide)
cream
Hydrocortisone butyrate 0.1% cream
Seborrheic dermatitis
(after
Severe dermatitis
Severe
intertrigo
(short-term) Statis dermatitis VI Mild
Alclometasone dipropionate
Dermatitis (diaper)
0.05% cream or onintment
corticosteroids
Desonide 0.05% cream
Dermatitis (eyelids)
Fluocinolone acetonide 0.01% Dermatitis (face) cream Triamcinolone acetonide
Intertigo
0.025% cream VII
IV
Hydrocortisone 1% or 2.5%
Perianal inflammation
Least
potent
corticosteroids
Mild
cream, 1% or 2.5% lotion, 1% or
2.5% ointment Hydrocortisone acetate (1% or 2.5% cream, 1% or 2.5% lotion,
1% or 2.5% ointment)
d. Kekuatan
Potensi/kekuatan adalah jumlah obat yang dibutuhkan untuk menghasilkan efek terapi yang diinginkan. Potensi/kekuatan KT dapat diukur dengan menghitung daya vasokonstriksi. Daya vasokonstriksi di kulit orang sehat menjadi dasar klasifikasi potensi. Efek terapi KT pada setiap pasien hasilnya bervariasi. Keberhasilan terapi tidak hanya bergantung pada kekuatan KT, tetapi juga dipengaruhi oleh frekuensi dan jumlah obat yang diaplikasikan, jangka waktu pemberian terapi, t erapi, dan da n lokasi l okasi anatomi. anat omi. Terdapat perbe-daan hasil pengobatan KT walaupun formula generiknya sama atau di satu kelas yang sama. Setiap nama dagang tertentu meng-gunakan vehikulum yang berbeda.
Bentuk lotion lotion,, krim, salep, ataupun gel ataupun gel memberikan memberikan hasil berbeda. Konsentrasi formula juga akan mempengaruhi potensi KT. Sebagai aturan umum, KT potensi rendah adalah agen paling aman untuk penggunaan jangka panjang, pada area permukaan besar, pada wajah, atau pada daerah dengan kulit tipis dan untuk anak-anak. KT yang lebih kuat sangat berguna untuk penyakit yang parah dan untuk kulit yang lebih tebal di telapak t elapak kaki dan telapak telapa k tangan. ta ngan. KT potensi tinggi dan super poten tidak boleh digunakan di selangkangan, waja wajah, h, aksila dan di bawah oklusi, kecuali dalam situasi yang jarang dan untuk durasi pendek. KT diklasifi kasi-kan menjadi tujuh kelas menurut sistem Amerika dengan kelas I merupakan super poten dan kelas VII menunjukkan potensi yang paling rendah. Menurut formularium nasional Inggris, KT dibagi menjadi empat kelompok sesuai dengan potensinya. 9,10
e. Bentuk Sediaan
Pemilihan bentuk sediaan disesuaikan dengan keadaan, di antaranya lokasi dermatosis. Perhatikan kenyamanan pasien karena dapat mempengaruhi kepatuhan. Salep bersifat lengket dan berminyak, kurang nyaman bagi pasien. Salep lebih nyaman digunakan pada lesi hiperkeratotik yang kering dan tebal. Salep lebih meningkatkan potensi dibandingkan dengan kemasan krim, karena salep bersifat lebih oklusif. Salep tidak dianjurkan pada daerah intertriginosa dan pada daerah berambut karena dapat menimbulkan maserasi dan folikulitis. Krim lebih disukai terutama jika digunakan pada bagian tubuh yang terbuka, karena tidak tampak berkilat setelah dioleskan. Selain nyaman, krim tidak iritatif, juga dapat digunakan pada lesi sedikit basah atau lembap dan di daerah intertriginosa Krim lebih baik untuk efeknya yang nonoklusif dan cepat kering. Lotion dan gel paling sedikit berminyak dan oklusif dari semua sediaan KT. Lotion Konsistensi lotion lotion lebih ringan, mudah diaplikasikan dan nyaman dipakai di daerah berambut, misalnya kulit kepala. Vehikulum beralkohol (tingtura) dapat me-ngeringkan lesi eksudatif, tetapi terkadang ada rasa seperti tersengat. 9,10
f. Jumlah
Untuk menghitung jumlah KT yang di-resepkan, sebaiknya menggunakan ukuran “ fi ngertip unit ” yang dibuat oleh Long dan Finley. Satu “ fi ngertip unit ” setara dengan 0,5 gram krim atau salep (Gambar 1). 1). Ukuran tersebut berbeda pada orang dewasa dan anak (tabel 3 dan dan 4).9,10 Pada dewasa dianjurkan pemberian KT poten tidak melebihi 45 gram per minggu atau KT potensi menengah tidak melebihi 100 gram per minggu. Pasien dermatitis kronik, misalnya dermatitis atopik, mungkin menggunakan KT potensi kuat atau KT potensi lebih rendah dalam jumlah berlebihan atau mengoles KT lebih sering atau memakai emolien. Sebaliknya, terkadang mereka takut efek samping dan mengoleskan hanya seminggu sekali, sehingga pemakaian KT di bawah ba wah standar dan tidak efektif. Pada laki-laki laki -laki satu satu fi fi ngertip ngertip pada perempuan setara dengan 0,4 unit setara dengan 0,5 gram, sedangkan pada gram. Bayi dan anak kira-kira 1/4 atau 1/3 nya. Jumlah krim atau salep yang dibutuhkan per hari dapat dikalkulasi mendekati jumlah yang seharusnya diresepkan.10
Gambar 1. Fingertip Unit 2 FTU = 1 g FTU = F inge ingertip rtip Unit Unit / / 1 FTU = 0.5 g of cr cr ea eam m or oi ointme ntment nt
Contoh: jika seorang perempuan dewasa mengoleskan kedua lengan dan tangan sekali sehari, dia membutuhkan 3,2 gram per hari (diperlukan 8 fi ngertip unit x 0,4 gram = 3,2 gram/hari) atau 22,4 gram per minggu. Tube Tube besar 50 gram kira-kira dapat digunakan untuk 2 minggu, tetapi bila mengoleskannya 2 kali sehari hanya ha nya cukup untuk satu minggu.10
g. Aplikasi
Pengolesan KT yang dianjurkan adalah 1-2 kali per hari tergantung dermatosis dan area yang dioles. Pada terapi dermatitis atopik, dianjurkan 1-2 kali/hari. Pengolesan lebih dari 2 kali tidak memberikan perbedaan bermakna, bahkan dapat mengurangi kepatuhan pasien. Bila menggunakan potensi se sedang dang atau kuat, cukup dioleskan 1 kali sehari. Perlu diingat bahwa makin sering dioleskan makin mudah terjadi takifilaksis. Teknik aplikasi pengolesan KT, aplikasi sederhana oleskan salep tipis merata, pijat perlahan-lahan. Aplikasi oklusi baik digunakan untuk lesi kering, hiperkeratotik, dan likenifikasi. Lesi sebaiknya dibersihkan dengan air dan sabun, kemudian oles KT dan tutup dengan pembungkus plastik (kedap air), bebat atau fiksasi dengan selotip agar tidak bergeser. Biarkan tertutup selama 2-8 jam, oklusi dianjurkan saat malam hari atau menjelang tidur. 10 h. Lama Pemakaian
Pemakaian KT jangka panjang dapat menyebabkan efek takifi laksis, yaitu pe-nurunan
respons
efek
vasokonstriksi
(kulit
toleran
terhadap
efek
vasokonstriksi). Takifilaksis dapat terjadi 4 hari setelah pemakaian KT potensi sedang-kuat 3 kali sehari di wajah, leher, tengkuk, intertrigi-nosa, atau pada pemakaian secara oklusi. Efek takifilaksis menghilang setelah KT dihentikan selama 4 hari. KT golongan sangat poten atau poten sebaiknya di-gunakan
tidak lebih dari 2 minggu. Bila di-gunakan jangka panjang, turunkan potensi perlahan-lahan, turunkan ke potensi yang lebih rendah setelah digunakan 1 minggu, kemudian hentikan. Penghentian tiba-tiba potensi kuat menyebabkan rebound symptoms (dermatosis menjadi lebih lebih buruk). Cara menghindari efek rebound dan dan memperlambat kekambuhan penyakit kulit kronis adalah dengan pemberian intermiten. Pada psoriasis dapat diberikan KT golongan sangat poten selama 1 minggupenuh minggupenuh lalu dihentikan selama 1 minggu, kemudian dilanjutkan kembali sampai lesi terkontrol. Cara lain adalah dengan mengoleskan KT selama 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu atau diberikan 2 kali dalam 1 minggu. Pada dermatitis atopik terapi KT dapat diberikan selama 2 hari berturut-turut setiap minggu. Pada pemakaian KT golongan II dan VI, dianjurkan pemakaian 2 kali/hari dan lama pemberian 2-4 minggu. Bila respons adekuat tidak tercapai dalam 4-7 hari, segera pilih KT golongan lain. 11 i. Pelembap
Dalam tatalaksana dermatitis atopik, pe-makaian KT dianjurkan bersamasama dengan emolien atau pelembap dengan interval beberapa menit di antara peng-olesan kedua obat tersebut. Sampai sekarang masih diperdebatkan dan tidak ada panduan pasti mana yang lebih dahulu digunakan. Secara rasional obat oles topikal lebih efektif bila dipakai setelah pelembap. Terdapat anggapan bahwa jika dioleskan setelah pelembap, KT dapat mengalami difusi dan menyebar ke area yang tidak memerlukan KT.11,12 j. Kombinasi
Pemakaian KT kombinasi (campuran KT dengan antimikroba atau antijamur dalam 1 kemasan) dibolehkan dengan alasan ter-tentu dan hanya digunakan dalam waktu singkat, yaitu 1-2 minggu. Efek yang diinginkan adalah mengatasi infl amasi terlebih dahulu, kemudian dihentikan dan dilanjutkan dengan obat antijamur. Kombinasi KT dengan antimikroba di berikan dalam 1 minggu, kemudian dilanjutkan dengan kortikosteroid saja. Akan tetapi, terdapat anggapan bahwa pemberian preparat kombinasi KT dengan antimikroba atau antijamur berdampak menyuburkan tumbuhnya mikroba dan jamur.2,8,11 Kemasan kombinasi yang sering dijumpai adalah KT
dengan antijamur seperti clioquinol , chloroquinaldol 1-3%, dan nistatin. Sedangkan, dengan antimikroba adalah neomisin, natamisin, garamisin, dan asam fusidat 2%.11,12,21
k. Efek Samping Efek samping, baik lokal maupun sistemik, lebih sering terjadi pada bayi
dan anak, pada pemakaian KT jangka panjang, potensi kuat, dan pada pengolesan lesi yang luas.11,12
l. Efek Samping Lokal
Pemakaian KT jangka panjang atau potensi kuat menginduksi atrofi kulit, striae, striae, telangiektasi, purpura, hipopigmentasi, akneiformis, dermatitis perioral, hipertrikosis, dan moonface moonface (Tabel 5).1,2,4,8,9 Pada pemakaian KT tidak terkontrol dan jarang dilaporkan adalah adiksi KT. Beberapa contoh adiksi KT, yaitu lesi eritematosa di wajah setelah peeling, setelah peeling, kulit skrotum tipis dan merah, merah, vulvodynia, dermatitis atopik rekalsitrans.16 vulvodynia, atrofi perianal, dan dermatitis Pemakaian
KT
jangka
panjang
di
wajah
dapat
menyebabkan
topicalcorticosteroids-induces rosacea-like dermatitis (TCIRD) atau topical steroid-dependent face (TSDF).1,2,12 (Gambar 2-4)
Gambar 2. Telangiektasi pada wajah akibat pemakaian KT
Gambar 3. Kulit atrofi akibat
pemakaian KT
Gambar 4. Dermatitis perioral akibat
pemakaian KT
m. Efek Efek Samping Sistemik
KT berpotensi kuat dan sangat kuat dapat diabsorbsi dan menimbulkan efek sistemik, di antaranya sindrom Cushing, supresi kelenjar hypothalamic pituitary-adrenal , gangguan metabolik, misalnya hiperglikemi, gangguan ginjal/elektrolit, contohnya hipertensi, edema hipokalsemi.17 Pada umumnya efek samping tersebut bersifat reversibel, membaik setelah obat dihentikan, kecuali atrophic striae yang striae yang lebih sulit diatasi karena telah terjadi kerusakan sawar kulit.13,14,20
n. Reaksi Hipersens Hipersensitivitas itivitas
Dermatitis kontak akibat KT umumnya jarang terjadi. Prevalensi diperkirakan 0,2-6%, umumnya lebih sering disebabkan oleh KT non-fl uorinated . Perlu diperhatikan respons respons KT kurang memuaskan bila terdapat infeksi yang tidak terdiagnosis. Dermatitis kronik sulit diatasi, karena adanya fenomena adiksi terhadap KT. Perlu dibedakan antara reaksi hipersensitif
terhadap KT atau reaksi hipersensitif terhadap vehikulum atau bahan pengawet; pembuktian
dapat
dengan
uji
tempel.
Vehikulum
yang
berpotensi
menyebabkan alergi di antaranya adalah propilen glikol, sorbitan sesquoleate sesquoleate,, lanolin, paraben, formaldehid, dan pewangi.13,14,15,20
o. Mengopt Mengoptimalkan imalkan Penggunaan
1. Memilih KT dan vehikulum yang tepat sesuai indikasi dermatosis. Mulailah dengan potensi ringan, terutama untuk lesi di wajah, 2. kelopak mata, intertriginosa, fl eksural, skrotum, dan untuk area yang luas. 3. Menggunakan potensi KT yang sesuai untuk mencapai pengendalian penyakit. Makin kuat potensi, makin kuat daya infl amasi, dan antiproliferasi. 4. Turunkan potensi KT atau kurangi frekuensi aplikasi setelah hasil yang me-muaskan dicapai. Turunkan perlahan-lahan sampai remisi terkontrol lengkap. 5. KT poten atau sangat poten dengan teknik oklusi lebih bermanfaat pada 6. lesi kronik ditandai hiperkeratosis dan likenifi kasi. 7. Hati-hati meresepkan KT, terutama untuk anak, orang tua, wanita hamil dan menyusui. 8. Waspada terhadap efek samping dan segera hentikan bila terjadi. 9. Bila tidak ada indikasi hindari meng-gunakan preparat kombinasi KT dengan antimikroba dan antijamur. 10. Menghindari penggunaan KT untuk ruam yang tidak terdiagnosis karena akan mengaburkan diagnosis.15,18,19
p. Monografi 1. ALKLOMETAS ALKLOMETASON ON DIPROPIONAT Indikasi:
kelainan radang kulit seperti eksim. Peringatan:
lihat Hidrokortison dan keterangan di atas. Kontraindikasi:
lihat Hidrokortison dan keterangan di atas. Efek Samping:
lihat Hidrokortison dan keterangan di atas. Penggunaan:
dioleskan tipis 1 - 2 kali sehari. 2. BEKLOMETAS BEKLOMETASON ON DIPROPIONAT DIPROPIONAT Indikasi:
kelainan radang kulit yang berat seperti eksim yang tidak memberi respons pada kortikosteroid yang kurang kurang kuat; psoriasis, lihat keterangan di atas. Peringatan:
lihat hidrokortison dan keterangan di atas. Kontraindikasi:
lihat hidrokortison dan keterangan di atas. Efek Samping:
lihat hidrokortison dan keterangan di atas. Penggunaan: dioleskan tipis 1-2 kali sehari. 3. BETAMETASON DIPROPIONAT Indikasi:
psoriasis, lihat keterangan di atas. Peringatan:
lihat pada hidrokortison dan keterangan di atas. Pemberian lebih dari 100 g per minggu dari sediaan 0,1% menimbulkan menimbulkan penekanan adrenal. Kontraindikasi:
lihat pada hidrokortison dan keterangan di atas. Efek Samping:
lihat pada hidrokortison dan keterangan di atas. Penggunaan:
dioleskan tipis 1-2 kali sehari. 4. DESOKSIMETASON Indikasi:
Radang akut yang berat, kelainan kulit alergis dan kronis; psoriasis, lihat keterangan di atas. Peringatan:
lihat Hidrokortison dan keterangan di atas. Kontraindikasi: lihat Hidrokortison dan keterangan di atas. Efek Samping:
lihat Hidrokortison dan keterangan di atas. Penggunaan:
dioleskan tipis 1-2 kali sehari. 5. DIFLUKORT DIFLUKORTOLON OLON VALERAT Indikasi:
radang kulit yang hebat seperti eksim yang tidak menunjukkan respons dengan kortikosteroid kurang kuat, kekuatan tinggi (0,3%) pengobatan jangka pendek untuk eksaserbasi yang hebat; psoriasis, lihat keterangan di atas. Peringatan:
lihat Hidrokortison dan keterangan di atas; tidak lebih dari 60 g dari sediaan 0.3% dioleskan per minggu. mi nggu. Kontraindikasi:
lihat Hidrokortison dan keterangan di atas. Efek Samping:
lihat Hidrokortison dan keterangan di atas. Penggunaan:
oleskan tipis 1-2 kali sehari hingga 4 minggu (sediaan 0,1%) atau 2 minggu (sediaan 0,3%), kurangi kekuatan menurut respon. 6. ESTER BETAMETASON Indikasi:
kelainan radang kulit yang berat seperti eksim tidak menunjukkan respons pada kortikosteroid yang kurang kurang kuat; psoriasis, lihat keterangan di atas.
Peringatan:
lihat pada hidrokortison dan keterangan di atas. Pemberian lebih dari 100 g per minggu dari sediaan 0,1% menimbulkan menimbulkan penekanan adrenal. Kontraindikasi:
lihat pada hidrokortison dan keterangan di atas. Efek Samping: lihat pada hidrokortison dan keterangan di atas. Penggunaan:
dioleskan tipis 1-2 kali sehari. 7. FLUOKORTOLON Indikasi:
kelainan radang kulit yang berat seperti eksim yang tidak menunjukan respons terhadap kortikosteroid yang kurang kuat; psoriasis, lihat keterangan di atas. Peringatan:
lihat pada Hidrokortison dan keterangan di atas. Kontraindikasi:
lihat pada Hidrokortison dan keterangan di atas. Efek Samping:
lihat pada Hidrokortison dan keterangan di atas. Penggunaan:
dioleskan tipis 1-2 kali sehari, kurangi kekuatan kekuatan sesuai dengan respon. 8. FLUOSINOLON ASETONID Indikasi:
kelainan radang kulit seperti eksim, psoriasis, lihat keterangan di atas. Peringatan:
lihat hidrokortison dan keterangan di atas. Kontraindikasi:
lihat hidrokortison dan keterangan di atas. Efek Samping:
lihat hidrokortison dan keterangan di atas. Penggunaan:
dioleskan tipis 1-2 kali sehari, kurangi kekuatan sesuai respon.
9. FLUTIKASON PROPIONAT Indikasi:
kelainan
radang
kulit
seperti
dermatitis
dan
eksim,
yang
tidak
menunjukkan respon terhadap kortikosteroid yang kurang kuat. Peringatan:
lihat Hidrokortison dan keterangan di atas. Kontraindikasi:
lihat Hidrokortison dan keterangan di atas. Efek Samping:
lihat Hidrokortison dan keterangan di atas. Penggunaan: oleskan tipis krim 1 kali sehari atau salep 2 kali sehari. 10. HALSINONID Indikasi:
pengobatan jangka pendek hanya hanya untuk kelainan radang kulit yang resisten seperti eksim yang membandel tidak menunjukkan respons terhadap kortikosteroid yang kurang kuat; psoriasis, lihat keterangan di atas. Peringatan:
lihat Hidrokortison dan keterangan di atas. Kontraindikasi:
lihat Hidrokortison dan keterangan di atas. Efek Samping:
lihat Hidrokortison dan keterangan di atas. Penggunaan:
oleskan tipis 1-2 kali sehari.
11. HIDROKORTISON Indikasi:
radang kulit ringan seperti eksim, ruam popok. Peringatan:
lihat keterangan di bawah; juga hindarkan penggunaan jangka panjang pada bayi dan anak-anak (hati-hati pada dermatoses pada bayi termasuk ruam popok yang sedapat mungkin pengobatan harus dibatasi 5-7 hari) hindarkan penggunaan jangka lama pada wajah (dan hindarkan dari mata); kortikosteroid yang lebih kuat tidak boleh diberikan pada bayi di bawah 1 tahun (lihat keterangan di atas). PSORIASIS. Risiko dari kortikosteroid yang lebih kuat pada psoriasis antara lain kemungkinan kambuhnya, berkembangnya psoriasis pustuler, toksisitas lokal dan sistemik. Kontraindikasi: luka kulit akibat bakteri, jamur atau viral yang tak diobati; rosacea (jerawat
rosacea) perioral dermatitis; tidak dianjurkan untuk akne vulgaris (kontraindikasi khususnya untuk kortikosteroid lebih kuat). Efek Samping:
lihat keterangan di atas. Penggunaan:
dioleskan tipis 1-2 kali sehariBila krim atau salep hidrokortison diresepkan dan tak ada kekuatan disebutkan, harus diberikan kekuatan 1%. 12. HIDROKORTIS HIDROKORTISON ON BUTIRAT Indikasi:
kelainan radang kulit yang hebat seperti eksim tidak menunjukkan respons pada kortikosteroid yang kurang kurang kuat; psoriasis, lihat keterangan di atas. Peringatan:
lihat Hidrokortison dan keterangan di atas. Kontraindikasi:
lihat Hidrokortison dan keterangan di atas. Efek Samping:
lihat Hidrokortison dan keterangan di atas. Penggunaan:
dioleskan tipis 1 - 2 kali sehari.
13. KLOBETASOL PROPIONAT Indikasi:
pengobatan jangka pendek hanya untuk kelainan kulit inflamasi hebat seperti eksim bandel yang tidak responsif terhadap kortikosteroid yang kurang kuat, psoriasis lihat keterangan di atas. Peringatan:
lihat Hidrokortison dan keterangan di atas. Tidak lebih dari 50 g sediaan 0,05% dioleskan per minggu. Kontraindikasi:
lihat Hidrokortison dan keterangan di atas. Efek Samping: lihat Hidrokortison dan keterangan di atas. Penggunaan:
oleskan tipis 1-2 kali sehari hingga paling lama 4 minggu. 14. MOMETASON FUROAT Indikasi:
kelainan radang kulit yang berat seperti eksim yang tidak menunjukkan respons terhadap kortikosteroid; psoriasis, lihat keterangan di atas. Peringatan:
lihat keterangan di atas. Kontraindikasi:
lihat keterangan di atas. Efek Samping:
lihat keterangan di atas. Penggunaan:
oleskan tipis, sekali sehari (untuk lotion pada kulit kepala).
15. TRIAMSIN TRIAMSINOLON OLON ASETONID Indikasi:
kelainan radang kulit yang hebat seperti eksim yang tidak menunjukkan respons terhadap kortikosteroid yang kurang kuat; psoriasis, lihat keterangan di atas. Peringatan: lihat Hidrokortison dan keterangan di atas. Kontraindikasi:
lihat Hidrokortison dan keterangan di atas. Efek Samping:
lihat Hidrokortison dan keterangan di atas. Penggunaan: oleskan tipis 1-2 kali sehari.17
DAFTAR PUSTAKA
1. Adhi Djuanda. Penggunaan kortikosteroid sistemik pada berbagai penyakit kulit. MK! 1991 :41 2436-40.
2. Werth VP. Systemic glucocortiooid. Dalam ; Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, PallerAS, Leflell DJ, Wolff K penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw Hall
3. Wolverton SE penyunting. Comprehensive dennatologic drug therapy edisi ke-3. China: Elsevier-Saunders; 2013; h.143-68.
4. Breathnach SM, Smith CH, Chalmers RJG, Hay RJ. Systemic therapy. Dalam : Bums T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C penyunting. Rook’s Textbook of dermatology. Edisi ke-8. West Sussex: Wiley Blackwell Publishing Ltd; 2010. h.74.2-4. 5. Rathi SK, D’Souza P. Rational and ethical use of topical corticosteroids based on safety and efficacy. Indian J Dermatol. 2012; 57(4): 57(4): 251-9.
6. Boediardja SA. Kortikosteroid topikal: Penggunaan yang tepat dalam praktek dermatologi. Jakarta: Departemen Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2013. Hal.1-14. 7. Peterson JD, Lawrence S, Chan MD. Management guide for stopic dermatitis. Dermatology Nursing 2006; 18(6): 531-42.
8. Ference JD, Last AR. Choosing topical corticosteroids. Am Fam. Physician 2009; 79(2): 135-40.
9. Goldfien A. Adenokortikosteroid dan antagonis adrenokortikal. In: Katzung BG. ed. Farmakologi dasar dan klinik. 4th ed.. Jakarta: EGC; 1998. p. 61632.
10. Jones JB. Topical therapy. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, eds. Rook’s textbook of dermatology. 7 th ed. Australia: Blackwell Publ. 2004. p. 516-23.
11. Oakley A. Topical corticosteroid treatment for skin conditions. A review. Specialist Dermatologist and Clinical Associate Professor, Tristram Clinic, Hamilton.
12. Valencia IC, Kerdel FA. Topical corticosteroids. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, eds. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 8 th ed. New York: McGraw-Hill Co Inc; 2012. p. 2659-65.
13. Topical Steroids Potency Ranking table {highest to lowest}. Available from: http://www.dermnetnz.org/treatments/topical-steroids.html. 14. Hengge UR, Ruzicka T, Schwartz RA, Cork MJ. Adverse effect of topical glucocorticosteroids. J Am Acad Dermatol. 2006; 54(1): 5.
15. Finlay AY, Edwards PH, Harding KG. “Fingertip unit” in dermatology. Lancet. 1989; II: 155. 16. Long CC, Finlay AY. The fingertip unit: A new practical measure. Clin Exper Dermatol. 1991; 16: 444-6.
17. Long CC, Mills CM, Finlay AY. A practical guide to topical therapy in children. Br J Dermatol. 1998: 138: 293-6. 18. Hamzah M. Dermatoterapi. In: Djuanda A, ed. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 5th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. p. 342-52.
19. Djuanda A. Pengobatan dengan kortikosteroid sistemik dalam bidang dermatovenereologi. In: Djuanda A, ed. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 5th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. p. 339-41. 20. Bigby, M. And Williams, H. C. (2010) Evidence-Based Dematology, in Rook’s Textbook of Dermatology, Eighth Edition (eds T. Burns, S. Breathnach, N. Cox and C. Griffiths), Wiley-Blackwell, Oxford, UK. Doi: 10.1002/9781444317633.ch7 21. Gasbarre C. Antibiotics. C. Antibiotics. In: Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine 8th Ed. Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A, Leffell, Wolff K eds. USA: McGraw Hill; 2012. 2032-45 p.
View more...
Comments