Fluor Albus
February 5, 2019 | Author: Septian Kristyana | Category: N/A
Short Description
fluor albus...
Description
TUGAS MAKALAH FLUOR ALBUS
Disusun oleh: Septian Kristyana (201310401011030) (201310401011 030)
Pembimbing: dr. Moch Ma’roef, SpOG
SMF OBSTETRI GINEKOLOGI RSU HAJI SURABAYA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2014
1
LEMBAR PENGESAHAN MAKALAH
Makalah ini telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di bagian Ilmu Bedah RSU haji Surabaya .
Surabaya, Agustus 2014 Pembimbing
dr. Moch Ma’roef, SpOG
2
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi ALLAH SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga tugas ini dapat diselesaikan dengan baik. Penyusunan tugas ini merupakan salah satu tugas yang penulis laksanakan selama mengikuti kepaniteraan di SMF Bedah RSU Haji Surabaya. Kami mengucapkan terima kepada dr. Moch Ma’roef, SpOG selaku dokter pembimbing dalam penyelesaian tugas makalah ini, terima kasih atas bimbingan dan waktunya, sehingga kami dapat menyeleseikan tugas ini. Kami menyadari bahwa penyusunan tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk kritik dan saran selalu kami harapkan. Besar harapan kami semoga tugas kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya serta penyusun pada khususnya. Akhir kata, penulis mengharapkan tugas ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Wassalamu ’alaikum Wr. Wb.
Surabaya,
Agustus 2014
3
BAB 1 PENDAHULUAN
Leukorea merupakan salah satu masalah yang banyak dikeluhkan wanita mulai dari usia muda sampai usia tua. Lebih dari sepertiga penderita yang berobat ke klinik-klinik ginekologi di Indonesia mengeluh adanya leukorea (fluor albus) dan lebih dari 80% diantaranya adalah yang patologis. Leukorea yang patologis diakibatkan oleh infeksi pada alat reproduksi bagian bawah atau pada daerah yang lebih proksimal, yang bisa disebabkan oleh infeksi gonokokkus, trikomonas, kandida, klamidia, treponema,
human papiloma virus,
herpes
genitalis.
Penularannya dapat terjadi melalui hubungan seksual. Leukorea patologis dapat juga disebabkan oleh neoplasma/keganasan, benda asing, menopause, dan erosi. Leukorea fisiologis dapat terjadi pada bayi baru lahir, saat menars, saat ovulasi, karena rangsangan seksual, kehamilan, mood/stress, penggunaan kontrasepsi hormonal, pembilasan vagina yang rutin. 1 Penelitian secara epidemiologi, leukorea patologis dapat menyerang wanita mulai dari usia muda, usia reproduksi sehat maupun usia tua dan tidak mengenal tingkat pendidikan, ekonomi, dan sosial budaya, meskipun kasus ini lebih banyak dijumpai pada wanita dengan tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang rendah. Dalam program keluarga berencana leukorea juga merupakan salah satu efek yang sering dikeluhkan oleh akseptor pemakai kontrasepsi hormonal dan IUD, namun masih dianggap steril (fisiologis). Leukorea juga sering merupakan komplikasi yang dikeluhkan oleh penderita diabetes mellitus dan pemakai kortikosteroid atau antibiotik dalam waktu lama. 1 Masalah leukorea ini bagi wanita terasa sangat mengganggu baik dalam kehidupannya sehari-hari maupun dalam hubungan dengan suami. Rasa tidak nyaman, ketidaktentraman bekerja, rasa rendah diri, cemas akan kemungkinan kanker, publikasi atau cerita tetangga atau teman di kantor tentang akibat adanya leukorea ini menyebabkan sebagian kecil wanita mencari pertolongan pada dokter tetapi sebagian lagi berusaha mencari kesembuhan dengan pengobatan tradisional seperti dibasuh dengan air sirih dan minum ramuan jamu. Kendala yang dihadapi
4
oleh para wanita dan para dokter adalah seringnya dijumpai kasus yang kronis karena ketidaktahuan dari wanita dan terapinya tidak adekuat. 1 Leukorea atau keputihan merupakan keluhan dari alat kandungan yang banyak ditemukan di poliklinik KIA, Kebidanan dan Kulit Kelamin. Frekuensi leukorea di bagian Ginekologi RSCM Jakarta adalah 2,2% dan di RS Sutomo Surabaya adalah 5,3%. Keluhan ini terutama banyak diderita oleh kaum wanita yang telah menikah, dari yang mengira bukan merupakan suatu penyakit sampai yang dapat berakibat ketidak-harmonisan rumah tangga, bahkan fatal. Umumnya mereka datang berobat bila disertai rasa gatal dan atau rasa sakit yang sangat, karena fluor albus dinilai merupakan sesuatu yang sangat pribadi atau memalukan.2 Keputihan (fluor albus) merupakan masalah yang sangat besar bagi wanita. Sebagian besar keputihan disebabkan oleh golongan jamur kandida meskipun dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang lain seperti kuman gonococus, herpes genitalis, dan sebagainya.3 Sebelum pubertas, normalnya perempuan tidak memiliki keputihan, kecuali jika terjadi infeksi atau iritasi vagina. Setelah pubertas, estrogen (hormon wanita) menyebabkan vagina memproduksi sekret (cairan) yang menjaga tetap lembab dan bersih. Cairan ini keluar dari vagina sebagai duh tubuh vagina (leukorea). Setelah menopause, kadar estrogen menurun dan keputihan juga akan menurun.4
5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Leukorea (fluor albus/white discharge/keputihan/vaginal discharge/duh tubuh vagina) adalah pengeluaran cairan dari alat genitalia yang tidak berupa darah. Cairan ini dalam keadaan normal tidak sampai keluar, sedangkan cairan yang keluar dari vagina tidak semua merupakan keadaan yang patologis. Gardner menyatakan bahwa leukorea adalah keluhan penderita berupa pengeluaran sekresi vulvovagina yang bervariasi baik dalam jumlah, bau, maupun konsistensinya. 1 Kebanyakan duh tubuh vagina adalah normal. Akan tetapi, jika duh tubuh yang keluar tidak seperti biasanya baik warna ataupun penampakannya, atau keluhannya disertai dengan nyeri, kemugkinan itu merupakan tanda adanya sesuatu yang salah. Duh tubuh vagina merupakan kombinasi dari cairan dan sel yang secara berkelanjutan melewati vagina. Fungsi dari duh tubuh vagina adalah untuk membersihkan dan melindungi vagina. 5
Gambar 2.1. Leukorea dan asalnya
8
2.2. Etiologi
Etiologi leukorea sampai sekarang masih sangat bervariasi sehingga disebut multifaktorial.1 Beberapa etiologi dari leukorea antara lain:6
6
1. Non infeksi (noninfective)
Fisiologis
Polip servikal dan ektopi
Benda asing seperti tampon yang tertinggal (retained tampon)
Dermatitis vulva
Lichen planus erosif
Keganasan traktus genitalia (kanker servik,kanker uterus, kanker ovarium)
Fistula
2. Nonsexually transmitted infection:
Vaginosis bakteri, paling sering terjadi pada wanita seksual aktif yang memiliki riwayat penyakit menular seksual berulang.
Infeksi kandida, disebabkan oleh pertumbuhan berlebihan dari candida albicans.
3. Sexually transmitted infection:
Chlamydia trachomatis
Neisseria gonorrhoeae
Trichomonas vaginalis
Gambar 2.2. Beberapa mikroorganisme penyebab keputihan
2.3. Epidemiologi
7
Penyebab tersering dari leukorea patologis pada wanita hamil adalah vaginosis bakterial yang kejadiannya dua kali lebih sering dari kandidiasis vaginal. 50% kasus vaginosis bakterial adalah asimtomatik sehingga prevalensi yang sebenarnya masih belum diketahui. Penyebab infeksi tersering adalah kandidiasis vulvovaginal yang menyerang sekitar 75% wanita selama masa reproduksi mereka.6 Leukorea atau keputihan merupakan keluhan dari alat kandungan yang banyak ditemukan di poliklinik KIA, Kebidanan dan Kulit Kelamin. Frekuensi leukorea di bagian Ginekologi RSCM Jakarta adalah 2,2% dan di RS Sutomo Surabaya adalah 5,3%.2 2.4. Klasifikasi
2.4.1. Leukorea fisiologis Leukorea fisiologis adalah cairan yang keluar dari vagina yang bukan darah dengan sifat yang bermacam-macam baik warna, bau, maupun jumlahnya. Leukorea fisiologis terdapat pada bayi yang baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari, karena pengaruh estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin; saat menars, karena pengaruh estrogen dan biasanya akan hilang dengan sendirinya; rangsangan seksual sebelum dan pada waktu koitus akibat transudasi dinding vagina; saat ovulasi, berasal dari sekret kelenjar serviks uteri yang menjadi lebih encer; saat kehamilan, mood (perasaan hati), stress; saat pemakaian kontrasepsi hormonal; pembilasan vagina secara rutin.1 Vagina merupakan organ berbentuk tabung yang panjangnya berkisar antara 8 – 10 cm, berdinding tipis dan elastis yang ditutupi epitel gepeng berlapis pada permukaan dalamnya. Lapisan epitel vagina tidak mempunyai kelenjar dan folikel rambut, dinding depan dan dinding belakang saling bersentuhan. Pada keadaan normal, cairan yang keluar dari vagina wanita dewasa sebelum menopause terdiri dari epitel vagina, cairan transudasi dari dinding vagina, sekresi dari endoserviks berupa mukus, sekresi dari saluran yang lebih atas dalam jumlah yang bervariasi serta mengandung berbagai mikroorganisme terutama laktobasilus doderlein.1 Basil doderlein mempunyai peranan yang sangat penting dalam menjaga suasana vagina dengan menekan pertumbuhan mikroorganisme patologis karena
8
basil doderlein mempunyai kemampuan mengubah glikogen dari epitel vagina yang terlepas menjadi asam laktat, sehingga vagina tetap dalam keadaan asam dengan pH 3,0 – 4,5 pada wanita dalam masa reproduksi. Suasana asam inilah yang mencegah tumbuhnya mikroorganisme patologis. 1 Apabila terjadi suatu ketidakseimbangan suasana flora vagina yang disebabkan oleh beberapa faktor maka terjadi penurunan fungsi basil doderlein dengan berkurangnya jumlah glikogen karena fungsi proteksi basil doderlein berkurang maka terjadi aktivitas dari mikroorganisme patologis yang selama ini ditekan oleh flora normal vagina. Progresivitas mikroorganisme patologis secara kinis akan memberikan suatu reaksi inflamasi di daerah vagina. Sistem imun tubuh akan bekerja membantu fungsi dari basil doderlein sehingga terjadi pengeluaran lekosit PMN maka terjadilah leukorea.1 Sekret vagina secara normal mengandung: sel epitel vagina, terutama yang paling luar (superfisial) yang terkelupas dan dilepaskan ke dalam rongga vagina; beberapa sel darah putih (leukosit). Bakteri-bakteri yang normal terdapat dalam vagina antara lain basil doderlein yang berbentuk batang-batang gram positif dan merupakan flora vagina yang terbanyak, beberapa jenis kokus seperti streptokokus, stapilokokus, dan eschericia coli.1 leukorea normal bisa merupakan kombinasi hasil sekresi dari vulva, vagina, tuba fallopi, uterus, dan serviks. Jumlah, konsistensi, dan warna dari leukorea berubah-ubah sesuai dengan perubahan hormon di dalam tubuh kita menurut siklus haid. Tabel di bawah ini menjelaskan leukorea normal. 7
Tabel 2.1. leukorea berhubungan dengan siklus haid 9
2.4.2. Leukorea patologis
Leukorea patologis disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, parasit, virus, benda asing, menopause, neoplasma/keganasan pada alat genitalia, dan erosi. Infeksi oleh bakteri diantaranya gonokokkus, klamidia trakomatis, gardnerella vaginalis, treponema pallidum. Leukorea patologis oleh jamur biasanya disebabkan oleh spesies kandida, cairan yang keluar dari vagina biasanya kental, berwarna putih susu, dan sering disertai rasa gatal, vagina tampak kemerahan akibat peradangan. Etiologi terbanyak leukorea karena parasit biasanya disebabkan trikomonas vaginalis. Cara penularan penyakit ini melalui senggama, walaupun jarang dapat juga ditularkan melalui perlengkapan mandi, seperti handuk atau bibir kloset. Cairan yang keluar dari vagina biasanya banyak, berbuih, menyerupai air sabun dan berbau. Leukorea oleh parasit ini tidak selalu gatal, tetapi vagina tampak kemerahan dan timbul rasa nyeri bila ditekan atau perih bila berkemih. Leukorea akibat infeksi virus sering disebabkan oleh kondiloma akuminata dan herpes simpleks tipe 2. Cairan di vagina sering berbau, tanpa rasa gatal.1
Gambar 2.3. Berbagai jenis duh tubuh vagina (vaginal discharge)
9
Adanya benda asing seperti tertinggalnya kondom atau benda tertentu yang dipakai pada waktu senggama, adanya cincin pesarium yang digunakan wanita dengan prolapsus uteri dapat merangsang pengeluaran cairan vagina yang berlebihan. Jika rangsangan ini menimbulkan luka akan sangat mungkin terjadi
10
infeksi penyerta dari flora normal yang berada di dalam vagina sehingga timbul keputihan.1 Kanker
akan
menyebabkan
leukorea
patologis
akibat
gangguan
pertumbuhan sel normal yang berlebihan sehingga menyebabkan sel bertumbuh sangat cepat secara abnormal dan mudah rusak, akibatnya terjadi pembusukan dan perdarahan akibat pecahnya pembuluh darah yang bertambah untuk memberikan makanan dan oksigen pada sel kanker tersebut. Pada keadaan seperti ini akan terjadi pengeluaran cairan yang banyak disertai bau busuk akibat terjadinya proses pembusukan tadi dan seringkali disertai oleh adanya darah yang tidak segar. 1 Leukorea pada menopause tidak semua patologis. Pada saat menopause sel – sel pada serviks uteri dan vagina mengalami hambatan dalam pematangan sel akibat tidak adanya hormon pemacu, yaitu estrogen. Vagina menjadi kering dan lapisan sel menjadi tipis, kadar glikogen menurun dan basil doderlein berkurang. Keadaan ini memudahkan terjadinya infeksi karena tipisnya lapisan sel epitel sehingga mudah menimbulkan luka dan akibatnya timbul leukorea. 1 Pada masa reproduksi wanita, umumnya epitel kolumnar endoserviks lebih keluar ke arah porsio sehingga tampak bagian merah mengelilingi ostium uteri internum. Bila daerah merah ini terkelupas akan memudahkan terjadinya infeksi penyerta dari flora normal di vagina sehingga timbul leukorea. Menurut Hamperl dan Kaufman (1959) penyebab erosi ini tidak diketahui, kemungkinan terjadi akibat kenaikan estrogen. 1 2.5. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan dalam serta pemeriksaan laboratorium.1
11
2.5.1. Anamnesis 1 Yang harus diperhatikan dalam anamnesis adalah: a. Usia. Harus dipikirkan kaitannya dengan pengaruh estrogen. Bayi wanita atau pada wanita dewasa, leukorea yang terjadi mungkin karena pengaruh estrogen yang tinggi dan merupakan leukorea yang fisiologis. Wanita dalam usia reproduksi harus dipikirkan kemungkinan suatu penyakit hubungan seksual (PHS) dan penyakit infeksi lai nnya. b. Pada wanita dengan usia yang lebih tua harus dipikirkan kemungkinan terjadinya keganasan terutama kanker serviks. c. Metode kontrasepsi yang dipakai. Pada penggunaan kontrasepsi hormonal dapat meningkatkan sekresi kelenjar serviks. Keadaan ini dapat diperberat dengan adanya infeksi jamur. Pemakaian IUD juga dapat menyebabkan infeksi atau iritasi pada serviks yang meragsang sekresi kelenjar serviks menjadi meningkat. d. Kontak seksual. Untuk mengantisipasi leukorea akibat PHS seperti gonorea, kondiloma akuminata, herpes genitalis, dan sebagainya. Hal yang
12
perlu ditanyakan adalah kontak seksual terakhir dan dengan siapa dilakukan. e. Perilaku. Pasien yang tinggal di asrama atau bersama dengan temantemannya kemungkinan tertular penyakit infeksi yang menyebabkan terjadinya leukorea cukup besar. Contoh kebiasaan yang kurang baik adalah tukar menukar peralatan mandi atau handuk. f. Sifat leukorea. Hal yang harus ditanyakan adalah jumlah, bau, warna, dan konsistensinya, keruh/jernih, ada/tidaknya darah, frekuensinya dan telah berapa lama kejadian tersebut berlangsung. Hal ini perlu ditanyakan secara detail karena dengan mengetahui hal – hal tersebut dapat diperkirakan kemungkinan etiologinya. g. Menanyakan kepada pasien kemungkinan hamil atau menstruasi. Pada kedua keadaan ini leukorea yang terjadi biasanya merupakan hal yang fisiologis. h. Masa inkubasi. Bila leukorea timbulnya akut dapat diduga akibat infeksi atau pengaruh zat kimia ataupun pengaruh rangsangan fisik. 2.5.2. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan dalam 1 Pemeriksaan fisik secara umum harus dilakukan untuk mendeteksi adanya kemungkinan penyakit kronis, gagal ginjal, infeksi saluran kemih dan infeksi lainnya yang mungkin berkaitan dengan leukorea. Pemeriksaan yang kusus harus dilakukan adalah pemeriksaan genitalia yang meliputi: inspeksi dan palpasi genitalia eksterna; pemeriksaan spekulum untuk melihat vagina dan serviks; pemeriksaan pelvis bimanual. Untuk menilai cairan dinding vagina, hindari kontaminasi dengan lendir serviks. Pada infeksi karena gonokokkus, kelainan yang dapat ditemui adalah orifisium uretra eksternum merah, edema dan sekret yang mukopurulen, labio mayora dapat bengkak, merah, dan nyeri tekan. Kadang-kadang kelenjar Bartolini ikut meradang dan terasa nyeri waktu berjalan atau duduk. Pada pemeriksaan melalui spekulum terlihat serviks merah dengan erosi dan sekret mukopurulen. Pada trikomonas vaginalis dinding vagina tampak merah dan sembab. Kadang terbentuk abses kecil pada dinding vagina dan serviks yang tampak sebagai granulasi berwarna merah dan dikenal sebagai strawberry appearance.
13
Bila sekret banyak dikeluarkan dapat menimbulkan iritasi pada lipat paha atau sekitar genitalia eksterna. Infeksi Gardnerella vaginalis memberikan gambaran vulva dan vagina yang berwarna hiperemis, sekret yang melekat pada dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan tipis atau berkilau. Pada pemeriksaan serviks dapat ditemukan erosi yang disertai lendir bercampur darah yang keluar dari ostium uteri internum. Pada kandidiasis vagina dapat ditemukan peradangan pada vulva dan vagina, pada dinding vagina sering terdapat membran-membran kecil berwarna putih, yang jika diangkat meninggalkan bekas yang agak berdarah. Pada kanker serviks awal akan terlihat bercak berwarna merah dengan permukaan yang tidak licin. Gambaran ini dapat berkembang menjadi granuler, berbenjol-benjol dan ulseratif disertai adanya jaringan nekrotik. Disamping itu tampak sekret yang kental berwarna coklat dan berbau busuk. Pada kanker serviks lanjut, serviks menjadi nekrosis, berbenjol-benjol, ulseratif dan permukaannya bergranuler, memberikan gambaran seperti bunga kol. Adanya benda asing dapat dilihat dengan adanya benda yang mengiritasi seperti IUD, tampon vagina, pesarium, kondom yang tertinggal dan sebagainya. 2.5.3. Pemeriksaan laboratorium 1 Beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah: a. Penentuan pH. Penentuan pH dengan indikator pH (3,0 – 4,5) b. Penilaian sediaan basah. Penilaian diambil untuk pemeriksaan sediaan basah dengan KOH 10%, dan pemeriksaan sediaan basah dengan garam fisiologis. Trikomonas vaginalis akan terlihat jelas dengan garam fisiologis sebagai parasit berbentuk lonjong dengan flagelanya dan gerakannya yang cepat. Sedangkan kandida albikans dapat dilihat jelas dengan KOH 10% tampak sel ragi (blastospora) atau hifa semu. Vaginitis nonspesifik yang disebabkan gardnerella vaginalis pada sediaan dapat ditemukan beberapa kelompok basil, lekosit yang tidak seberapa banyak, dan banyak sel-sel epitel yang sebagian besar permukaannya berbintik bintik. Sel-sel ini disebut clue cell yang merupakan ciri khas infeksi gardnerella vaginalis.
14
c. Pewarnaan gram. Neisseria gonorrhea memberikan gambaran adanya gonokokkus intra dan ekstraseluler. Gardnerella vaginalis memberikan gambaran batang-batang berukuran kecil gram negatif yang tidak dapat dihitung jumlahnya dan banyak sel epitel dengan kokobasil, tanpa ditemukan laktobasil. d. Kultur. Dengan kultur akan dapat ditemukan kuman penyebab secara pasti, tetapi seringkali kuman tidak tumbuh sehingga harus hati-hati dalam penafsiran. e. Pemeriksaan serologis. Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendeteksi herpes genitalis dan human papiloma virus dengan pemeriksaan ELISA. f. Tes Pap Smear. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi adanya keganasan pada serviks Untuk
mendapatkan
kecukupan
bahan
pemeriksaan
dan
untuk
meningkatkan akurasi pap smear ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pasien, diantaranya: 1. Sebaiknya datang diluar menstruasi. 2. Tidak diperkenankan memakai bahan-bahan antiseptik pada vagina. 3. Wanita paska persalinan, paska operasi rahim, paska radiasi sebaiknya datang 6-8 minggu kemudian. 4. Wanita yang mendapatkan pengobatan lokal seperti vagina supostoria atau ovula sebaiknya dihentikan 1 minggu sebelum pap smear. 5. Dilarang melakukan hubungan seksual selama 1-2 hari sebelum pemeriksaan pap smear.13 Teknik pengambilan sediaan berperan penting dalam kemungkinan terjadinya kesalahan pada pap smear, oleh karena itu harus diperhatikan hal-hal tersebut di bawah ini: 12 a. Pengambil sediaan harus kompeten b. Keahlian yang baik dan menggunakan teknik/kriteria pengambilan Tes Pap yang benar c. Pelatihan rutin d. Audit untuk adekuasi sampel
15
Alat dan Bahan Dalam membuat sediaan pap smear diperlukan bahan dan alat sebagai berikut:12 1) Formulir konsultasi sitologi 2) Spatula Ayre yang dimodifikasi dan Cytobrush 3) Kaca benda yang di satu sisinya telah diberi tanda/ label 4) Spekulum cocor bebek ( Grave’s) kering 5) Tabung berisi larutan fiksasi alkohol 96% Cara Pengambilan Sediaan12,15 1) Isi formulir dengan lengkap dan sesuaikan dengan nomor urut pengambilan. 2) Pada saat pemeriksaan, ibu diminta untuk berbaring dan memposisikan tubuh seperti saat pemasangan spiral. 3) Pasang spekulum cocor bebek untuk menampilkan serviks. 4) Cytobrush dimasukkan ke dalam kanalis servikalis dan diputar 180º searah jarum jam. 5) Spatula dengan ujung pendek diusapkan 360º pada permukaan serviks. 6) Cytobrush diusapkan pada kaca benda berlawanan arah jarum jam dan spatula juga digeserkan pada kaca benda yang sama dan telah diberi label (dengan pensil gelas) di sisi kirinya. Penggeseran meliputi seluruh panjang gelas sediaan dan hendaknya digeserkan sekali saja. 7) Kaca benda segera dimasukkan dalam larutan fiksasi alkohol 96%. Sediaan difiksasi minimal selama 30 menit. 8) Sediaan kemudian dikeringkan dengan menggunakan pengering udara. Bila fasilitas pewarnaan jauh dari tempat praktek, sediaan dapat dimasukkan dalam amplop/pembungkus yang dapat menjamin kaca sediaan tidak pecah. 9) Pewarnaan sediaan dikerjakan di laboratorium sitologi. Pewarnaan sediaan sitologi yang dipakai adalah pewarnaan Papanicolaou yang terdiri dari pewarnaan inti dengan Hematoxylin dan sitoplasma dengan orange G dan EA. Prinsip pewarnaan Papanicolaou adalah melakukan pewarnaan, hidrasi dan dehidrasi sel.
16
Pengambilan sediaan yang baik, fiksasi dan pewarnaan sediaan yang baik serta pengamatan mikroskopik yang cermat, merupakan langkah yang memadai dalam
menegakkan
diagnosis.
Untuk
mengatasi
jebakan-jebakan
dalam
pemeriksaan pap smear, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: 12 a. Fiksasi segera, bila diperlukan dapat menggunakan dua kaca benda. b. Bersihkan mukus sebelum pengambilan pap smear . c. membersihkan dengan NaCl 0,9% karena akan membuat sediaan hiposeluler. d. Spatula terlebih dahulu sebelum cytobrush untuk menghindari darah. e. Pap smear rutin tidak diambil saat haid. f. Rotasi spatula tidak melebihi 360º untuk menghindari trauma pada sel normal sehingga menyerupai sel atipik. g. Pulaskan material dari spatula dengan gerakan yang halus, tekanan kontinyu untuk menghindari penumpukan material. h. Ketika menggunakan brush, masukkan ke dalam ostium dengan tekanan yang lunak (gentle) dan putar sampai 90-180º. Putarkan brush sepanjang kaca benda dengan memutar pegangan. i.
Informasi klinis pasien dengan lengkap, yaitu antara lain: umur, haid terakhir, status kehamilan, riwayat hasil pap smear sebelumnya.
j.
Biopsi dari pap smear abnormal diperiksa secara simultan oleh ahli patologi yang sama. Korelasi sitopatologi adalah kunci dari patologi serviks, terutama pada kasus-kasus sangat sulit. Cara yang paling mudah adalah mengirim biopsi ke laboratorium yang sama dengan laboratorium yang memeriksa pap smear, atau bila terpaksa mengirim ke dua laboratorium yang berbeda, maka sertakan hasil pap smearnya.
Interpretasi Pap Smear Analisis dan laporan pap smear semua didasarkan pada sistem terminologi medis yang disebut Sistem Bethesda. Sistem ini dikembangkan (di Institut Kesehatan Nasional (NIH) di Bethesda, Maryland) untuk mendorong semua profesional medis menganalisis pap smear menggunakan sistem pelaporan yang sama. Standardisasi mengurangi kemungkinan bahwa laboratorium yang berbeda mungkin melaporkan hasil yang berbeda untuk pulasan yang sama. Sehingga, membingungkan bagi dokter yang meminta tes dan bagi pasien.
17
Sistem Bethesda merupakan hasil dari Institut Kanker Nasional yang digelar pada tahun 1988 dalam upaya untuk membakukan laporan pap smear. Pedoman mengatasi banyak aspek dari tes pap smear dan hasilnya. Pada tahun 2001, pedoman direvisi dan diperbaiki. Penerimaan dari sistem pelaporan Bethesda di Amerika Serikat adalah hampir universal. Kategori-kategori utama untuk pap smear yang abnormal dilaporkan dalam Sistem Bethesda adalah sebagai berikut: a. ASC-US (Atipical Squamous Cells of Undetermined Significance). Di bawah sistem lama klasifikasi, kategori ini disebut sel skuamosa atipikal, hanya ASC. Sistem baru membutuhkan pembaca untuk memilih salah satu dari dua pilihan untuk menambahkan pada akhir ASC: ASC-US, yang berarti signifikansi belum ditentukan. b. LSIL (Low-grade Squamous Intraepithelial Lesion) Di bawah sistem lama klasifikasi, kategori ini disebut CIN grade I. c. HSIL (High-grade Squamous Intraepithelial Lesion). Di bawah sistem lama klasifikasi, kategori ini disebut CIN grade II, CIN grade III, atau CIS. Kata "squamous" menggambarkan, sel tipis datar yang terletak pada permukaan serviks. "Intraepithelial" menunjukkan bahwa lapisan permukaan sel terpengaruh. Sebuah "lesi" berarti bahwa adanya jaringan abnormal. 14 2.6. Penatalaksanaan
2.6.1. Preventif 1 Pencegahan dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya: a. Memakai alat pelindung. Hal ini dilakukan untuk mencegah kemungkinan tertularnya penyakit karena hubungan seksual, salah satunya dengan menggunakan kondom. Kondom dinilai cukup efektif dalam mencegah penularan PHS. b. Pemakaian obat atau cara profilaksis. Pemakaian antiseptik cair untuk membersihkan vagina pada hubungan yang dicurigai menularkan penyakit kelamin relatif tidak ada manfaatnya jika tidak disertai dengan pengobatan terhadap mikroorganisme penyebab penyakitnya. Pemakaian obat antibiotik dengan dosis profilaksis atau dosis yang tidak tepat juga
18
akan merugikan karena selain kuman tidak terbunuh juga terdapat kemungkinan kebal terhadap obat jenis tersebut. Pemakain obat mengandung estriol baik krem maupun obat minum bermanfaat pada pasien menopause dengan gejala yang berat. c. Pemeriksaan dini. Kanker serviks dapat dicegah secara dini dengan melakukan pemeriksaan pap smear secara berkala. Dengan pemeriksaan pap smear dapat diamati adanya perubahan sel-sel normal menjadi kanker yang terjadi secara berangsur-angsur, bukan secara mendadak. 2.6.2. Kuratif 1 Terapi leukorea harus disesuaikan dengan etiologinya a. Parasit. Pada infeksi trikomonas vaginalis diberikan metronidazol 3x250 mg peroral selama 10 hari. Karena sering timbul rekurens, maka dalam terapi harus diperhatikan adanya infeksi kronis yang menyertainya, pemakaian kondom dan pengobatan pasangannya. Selain itu dapat juga digunakan sediaan klotrimazol 1x100 mg intravaginal selama 7 hari. b. Jamur. Pada infeksi kandida albikans dapat diberikan mikostatin 10.000 unit intravaginal selama 14 hari. Untuk mencegah timbulnya residif tablet vaginal mikostatin ini dapat diberikan seminggu sebelum haid selama beberapa bulan. Obat lainnya adalah itrakonazol 2x200 mg peroral dosis sehari. c. Bakteri. 1. Untuk gonokokkus dapat diberikan: tetrasiklin 4x250 mg peroral/hari selama 10 hari atau dengan kanamisin dosis 2 gram IM. Obat lainnya adalah sefalosporin dengan dosis awal 1 gram selanjutnya 2x500 mg/hari selama 2 hari. Sedangkan pada wanita hamil dapat diberikan eritromisin 4x250 mg peroral/hari selama 10 hari atau spektinomisin dosis 4 gram IM. 2. Gardnerella vaginalis dapat diberikan clindamycin 2x300 mg peroral/ hari selama 7 hari. Obat lainnya metronidazole 3x250 mg peroral/hari selama 7 hari (untuk pasien dan suaminya). 3. 3. Klamidia trakomatis diberikan tetrasiklin 4x500 mg peroral/hari selama 7 – 10 hari.
19
4. 4. Treponema pallidum diberikan Benzatin Penisilin G 2,4 juta unit IM dosis tunggal atau Doksisiklin 2x200 mg peroral selama 2 minggu. d. Virus. 1. Virus Herpes tipe 2: dapat diberikan obat anti virus dan simtomatis untuk mengurangi rasa nyeri dan gatal, serta pemberian obat topikal larutan neutral red 1% atau larutan proflavin 0,1%. 2. Human papiloma virus: pemberian vaksinasi mungkin cara pengobatan yang rasional untuk virus ini, tetapi vaksin ini masih dalam penelitian. 3. Kondiloma akuminata dapat diobati dengan menggunakan suntikan interferon suatu pengatur kekebalan. Dapat diberikan obat topikal podofilin 25% atau podofilotoksin 0,5% di tempat dimana kutil berada. Bila kondiloma berukuran besar dilakukan kauterisasi. e. Vaginitis lainnya. 1. Vaginitis atropika. Pengobatan yang diberikan adalah pemberian krem estrogen dan obat peroral yaitu stilbestrol 0,5 mg/hari selama 25 hari persiklus atau etinil estradiol 0,01 mg/hari selama 21 hari persiklus. 2. Vaginitis kronis/rekurens. Perlu diperhatikan semua faktor predisposisi timbulnya keluhan leukorea serta pengobatan pada pasangannya. Bila pada kultur ditemukan hasil positif sebaiknya diberikan pengobatan sebelum menstruasi selama 3 bulan berturut-turut dengan clotrimazole 1x100 mg intravaginal selama 5 hari atau ketokonazole 2x200 mg dimulai hari pertama haid. 3. Vaginitis alergika. Pengobatan pada kasus ini adalah dengan menghindari alergen penyebabnya, misalnya terhadap tissue, sabun, tampon, pembalut wanita. Pada kasus yang dicurigai vaginitis alergika tetapi tidak diketahui penyebabnya dapat diberikan antihistamin.
20
4. Vaginitis psikosomatis. Untuk mengobati pasien ini perlu pendekatan psikologis bahwa ia sebenarnya tidak menderita kelainan yang berarti dan hal tersebut timbul akibat konflik emosional. Pendekatan yang memandang pasien sebagai manusia seutuhnya
yang
tidak
terlepas
dari
lingkungannya
harus
dipikirkan.
21
Gambar 2.4. Alur diagnosa dan tatalaksana leukorea
10
22
11
Gambar 2.5. Alur diagnosa dan tatalaksana vaginal discharge syndr ome
23
2.7. Komplikasi
Pada kasus yang tidak diobati, infeksi vagina sederhana dapat menyebar ke traktus reproduksi bagian atas dan menybabkan penyakit lain yang lebih serius, dan dalam waktu yang lama dapat terjadi infertilitas6
Seperti halnya apabila benda asing bertahan di dalam tubuh dapat terjadi toxic shock syndrome6
Polip
servikalis
umumnya
tidak
membahayakan
walaupun
dapat
menyebabkan infertilitas pada waktu berkembang sangat besar 6
Adanya komplikasi yang spesifik berhubungan dengan leukorea pada kehamilan seperti kelahiran prematur, ruptur membrane yang prematur, berat badan bayi lahir rendah, dan endometritis paska kelahiran.6
2.8. Prognosa
Vaginosis bakterial mengalami kesembuhan rata-rata 70 – 80% dengan regimen pengobatan yang telah dibahas sebelumnya.6
Kandidiasis mengalami kesembuhan rata-rata 80 - 95%.6
Trikomoniasis mengalami kesembuhan rata-rata 95%. 6
24
BAB 3 KESIMPULAN
Leukorea merupakan salah satu masalah yang banyak dikeluhkan wanita mulai
dari
usia
muda
sampai
usia
tua.
Leukorea
(fluor
albus/white
discharge/keputihan/vaginal discharge/duh tubuh vagina) adalah pengeluaran cairan dari alat genitalia yang tidak berupa darah. Kebanyakan duh tubuh vagina adalah normal. Akan tetapi, jika duh tubuh yang keluar tidak seperti biasanya baik warna ataupun penampakannya, atau keluhannya disertai dengan nyeri, kemugkinan itu merupakan tanda adanya sesuatu yang salah. Duh tubuh vagina merupakan kombinasi dari cairan dan sel yang secara berkelanjutan melewati vagina. Fungsi dari duh tubuh vagina adalah untuk membersihkan dan melindungi vagina. Etiologi leukorea sampai sekarang masih sangat bervariasi sehingga disebut multifaktorial. Leukorea fisiologis adalah cairan yang keluar dari vagina yang bukan darah dengan sifat yang bermacam-macam baik warna, bau, maupun jumlahnya. Leukorea fisiologis terdapat pada bayi yang baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari, karena pengaruh estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin; saat menars, karena pengaruh estrogen dan biasanya akan hilang dengan sendirinya; rangsangan seksual sebelum dan pada waktu koitus akibat transudasi dinding vagina; saat ovulasi, berasal dari sekret kelenjar serviks uteri yang menjadi lebih encer; saat kehamilan, mood (perasaan hati), stress; saat pemakaian kontrasepsi hormonal; pembilasan vagina secara rutin. Leukorea patologis disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, parasit, virus, benda asing, menopause, neoplasma/keganasan pada alat genitalia, dan erosi. Infeksi oleh bakteri diantaranya gonokokkus, klamidia trakomatis, gardnerella vaginalis, treponema pallidum. Leukorea patologis oleh jamur biasanya disebabkan oleh spesies kandida, cairan yang keluar dari vagina biasanya kental, berwarna putih susu, dan sering disertai rasa gatal, vagina ta mpak kemerahan akibat peradangan. Diagnosis ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan dalam serta pemeriksaan laboratorium. Yang harus diperhatikan dalam anamnesis adalah usia, metode kontrasepsi yang dipakai, kontak seksual,
25
perilaku, sifat leukorea, menanyakan kepada pasien kemungkinan hamil atau menstruasi, masa inkubasi. Pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan dalam yang perlu diperhatikan adalah ciri-ciri duh tubuh di alat reproduksi wanita tersebut yang
akan
disesuaikan
dengan
penyebabnya.
Sedangkan
pemeriksaan
laboratorium yang perlu dilakukan adalah penentuan pH, penilaian sediaan basah, pewarnaan gram, kultur, pemeriksaan serologis, tes pap smear. Penatalaksanaan leukorea meliputi preventif dan kuratif. Preventif diantaranya memakai alat pelindung, pemakaian obat atau cara profilaksis, dan pemeriksaan dini. Sedangkan terapi kuratif harus disesuaikan dengan etiologinya.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Ramayanti. Pola Mikroorganisme Fluor Albus Patologis Yang Disebabkan Oleh infeksi Pada Penderita Rawat Jalan Di Klinik Ginekologi Rumah Sakit Umum Dr.Kariadi Semarang. Semarang: Bagian Obstetri Dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2004. (Diakses tanggal 10 Agustus 2011). Diunduh dari: http://eprints.undip.ac.id/12387/1/2004PPDS3634.pdf. 2. Tjitra E, Reny M, Dewi R M. Karakteristik Penderita Fluor Albus di Puskesmas Cempaka Putih Barat I Jakarta. Jakarta: Pusat Penelitian Penyakit Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen kesehatan RI. (Diakses tanggal 10 Agustus 2011). Diunduh dari: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_074_kulit_%28i%29.pdf 3. Nasution M A. Mikologi Dan Mikologi Kedokteran Beberapa pandangan Dermatologis. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Bidang Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin Pada Fakultas Kedokteran, Diucapkan Di hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara. Medan: Gelanggang Mahasiswa, Kampus USU. 2005. (Diakses tanggal 10 Agustus 2011). Diunduh dari: http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/ppgb/2005/ppgb_2005_mansur_amirs yam_nasution.pdf. 4. Anonim. Vaginal Discharge. Reviewed June 2010, Pubished October 2010. Pharmaceutical Society Of Australia. Self Care Health Advice For Live. (Diakses tanggal 10 Agustus 2011). Diunduh dari: http://www.nationalpharmacies.com.au/library/Vaginal_Discharge_Oct20 11_V4.pdf 5. Mayo clinic staff. Vaginal discharge. (Diakses tanggal 11 Agustus 2011). Diunduh dari: http://www.mayoclinic.com/health/vaginal-discharge/MY00097. 6. Tidy C. vaginal discharge. (Diakses tanggal 11 Agustus 2011). Diunduh dari:
27
http://www.patient.co.uk/doctor/Vaginal-Discharge.htm. 7. Anonim. Vaginal Discharge: What’s Normal? What’s Not?. KFL & A Public Health. An Accredited Local Public Health Agency Affiliated With Queen’s University. (Diakses tanggal 11 Agustus 2011). Diunduh dari: http://www.kflapublichealth.ca/Files/Resources/224_vaginal_discharge.pd f. 8. Anonim. Vaginal Discharge. (Diakses tanggal 8 Maret 2011). Diunduh dari: http://www.groupeelva.org/uploads/Articles/Vaginal_Discharge%5B2%5 D.pdf 9. Anonim. Patient Advisories: Vaginal Discharge. (Diakses tanggal 8 Maret 2011). Diunduh dari: http://www.rafflesmedicalgroup.com/ImgUpd/Vaginal_Discharge.pdf. 10. Anonim. Vaginal Discharge (Speculum And Microscope). Advantage Health Care. (Diakses tanggal 11 Agustus 2011). Diunduh dari: http://www.advantagebiocare.com.au/documents/doctor/AdvantageBioCar e_STI_Flowchart.pdf. 11. Anonim. Vaginal Discharge Syndrome (VDS). (Diakses tanggal 10 Agustus 2011). Diunduh dari: http://familymedicine.ukzn.ac.za/Uploads/549aff83-6a6b-44f5-bb80d224ed465d92/Vag%20Dis.pdf 12. Suwiyoga I Ketut. Beberapa Masalah Pap Smear Sebagai Alat Diagnosis Dini Karakter Serviks Di Indonesia, Lab. Obstetri dan Ginekologi FakultasKedokteran Universitas Udayana Denpasar eJourrnal UNUD 13. Indarti J. 2001. Pengambilan Tes Pap yang Benar dan Permasalahannya. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Ciptomangunkusumo. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran. 14. Stoppler
Melissa
Conrad.
2012.
Pap
Smear .
(online)
http://www.medicinenet.com/pap_smear/article.htm, diakses tanggal 04 Mei 2012.
28
15. Depkes RI, 2009. Buku saku pencegahan kanker leher rahim dan kanker payudara. Jakarta: Dirjen PP & PL. Hal 5-6.
29
View more...
Comments