Wrap Up Skenario 3 Blok Respirasi

October 31, 2019 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Wrap Up Skenario 3 Blok Respirasi...

Description

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK RESPIRASI “SESAK NAFAS”

KELOMPOK B 13

KETUA SEKRETARIS ANGGOTA

: : :

RAFLI SELLY VIANI M. NAUFAL YUMANSYAH DK NABILA NURUL SHABRINA REYNALDI FATTAH ZAKARIA RINDAYU YUSTICIA INDIRA P

(1102013240) (1102012267) (1102011165) (1102013193) (1102013246) (1102013251)

RIZKI MARFIRA

(1102013255)

PRIMA PARAMITHA M

(1102013229)

YOGA PRASETYO

(1102013308)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI Jalan. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510 Telp. 62.21.4244574 Fax. 62.21. 4244574

DAFTAR ISI

1

COVER............................................................................................................................................1 DAFTAR ISI.....................................................................................................................................2 SKENARIO......................................................................................................................................3 KATA SULIT....................................................................................................................................4 PERTANYAAN................................................................................................................................4 JAWABAN.......................................................................................................................................5 HIPOTESIS......................................................................................................................................6 SASARAN BELAJAR.....................................................................................................................7 LI 1. Memahami dan menjelaskan asma anak..................................................................................8 LO 1.1

Definisi...................................................................................................................8

LO 1.2

Etiologi...................................................................................................................8

LO 1.3

Klasifikasi...............................................................................................................9

LO 1.4

Epidemiologi...........................................................................................................11

LO 1.5

Patofisiologis..........................................................................................................11

LO 1.6

Manifestasi klinis....................................................................................................14

LO 1.7

Diagnosis dan diagnosis banding............................................................................15

LO 1.8

Tatalaksana..............................................................................................................20

LO 1.9

Komplikasi..............................................................................................................34

LO 1.10 Pencegahan.............................................................................................................34 LO 1.11 Prognosis.................................................................................................................35 LI 2. Memahami dan menjelaskan terapi inhalasi............................................................................35 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................44

SKENARIO 3 2

SESAK NAFAS Anak perempuan berusia 7 tahun di bawa ibunya ke Klinik YARSI dengan keluhan sulit bernafas. Pasien 3 hari sebelum ke klinik demam, batuk, dan pilek. Sudah minum obata namun tidak ada perubahan. Menurut ibu, pasien menderita alergi makanan terutama ikan laut. Ayah pasien juga memiliki riwayat alergi. Pada inspeksi terlihat pernafasan cepat dan sukar, Frekwensi nafas 48x/menit, di sertai batukbatuk proksismal, terdengar suara mengi, ekspirasi memanjang, terlihat retraksi daerah supraklavikular, suprasternal, epigastrium dan sela iga. Pada perkusi terdengar hipersonor seluruh toraks. Pada auskultasi bunyi napas keras/mengeras, terdengar juga ronkhi kering dan ronkhi basah serta suara lender dan wheezing. Pasien di diagnosis sebagai Asma akut episodic sering. Penanganan yang di lakukan pemebrian β-agonis secara nebulasi. Pasien di observasi selama 1-2 jam, respon baik pasien di pulangkan dengan di bekali obat bronkodilator. Pasien kemudian di anjurkan control ke Klinik Rawat Jalan untuk re-evaluasi tatalaksananya.

KATA SULIT 1.BATUK PROKSISMAL : Serangan batuk yang mendadak dan berulang serta intesif 2.HIPERSONOR : Suara perkusi pada daerah yang lebih berongga (kosong / udara) 3.RETRAKSI: Kontraksi yang terjadi pada otot perut dan iga yang tertarik ke dalam saat bernafas 3

4.NEBULISASI : Penguapan yang menggunakan suatu alat (nebulizer) Nebulizer : Alat yang di gunakan untuk merubah cairan (obat) menjadi gas 5.MENGI : Suara yang di hasilkan ketika udara mengalir melalui saluran nafas yang menyempit (pada saat ekspirasi) 6.WHEEZING : Bunyi yang seperti siul yang durasinya lebih lama akibat udara melewati saluran nafas yang menyempit atau tersumbat sebagian (hanya pada saat auskultasi terdengarnya) 7.RONKHI : Suara yang I hasilkan saat udara melalui saluran nafas yang penuh cairan atau moucus terdengar saat inspirasi maupun ekspirasi 8.BRONKODILATOR : Agen yang menyebabkan perluasan lumen bronkus 9.ASMA AKUT EPISODIK SERING : Asma : Gangguan jalan nafas obstruktif intermiten Episodic sering : Frekuensi (1x/bln), Lama serangan (>1 minggu), Intensitas serangan (biasanya sedang)

PERTANYAAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.

Apa hubungannya alergi makanan dengan sesak nafas ? Mengapa pemberian obat harus di berikan dengan cara nebulisasi ? Mengapa terjadi retraksi supra sternal ? Adakah obat lain selain β-antagonis ? Apasajakah contoh obat β-antagonis ? Kenapa di berikan bronkodilator ? Pemeriksaan apa sajakah yang di lakukan untuk menegakkan diagnosis ? Apa sajakah yang menjadi factor resiko terjadinya asma ? Penyebab terjadinya penyempitan saluran nafas ? Apa sajakah diagnosis banding pada kasus di atas ? Kenapa sesak nafas di sertai demam Kenapa terdengan hipersonor ? Bagaimanakah dampak jangka panjang jika pasien tersebut terpapar allergen terus menerus ? Asma dapat di klasifikasikan menjadi ? Apakah asma bersifat herediter ? Adakah rentang usia “paling memungkinkan” terkena / mengidap asma ? Apa sajakah kandungan pada ikan laut yang mencetuskan timbulnya alergi ? Bagaimanakah cara mencegah untuk meminimalisir kekambuhan asma ?

JAWABAN 1,9,11

: Riwayat allergen mencetuskan pengeluaran IgE yang akan berikatan dengan reseptor dan nantinya akan mengeluarkan mediator mediator inflamasi berupa histamine dan leukotrin yang menyebabkan sekresi pada mucousa yang nantinya akan menyebabkan bronkokonstriksi hingga terjadi obtruksi saluran nafas sehingga meninbulkan hipoventilasi

2

: Penggunaan lebih efisien di karnakan dosis yang lebih sedikit dengan efektifitas yang sama di bandingkan dengan penggunaan inhaler yang menggunakan dosis lebih banyak 4

3

: Kompensasi tubuh untuk mengambil 02 lebih banyak

4,5

: Bronkodilator : 1.Shortacting β-2 agonis : Epinefrin / Adrenalin 2.β-agonis selektif : Salbutamol, Terbutanin, Fenoterol Metilsantin Anticolinergic Korticosteroid

6

: Di berikan bronkodilator terjadi bronkodilatasi, untuk mengurangi sesak nafas dan meningkatnya kapasitas O2 paru

7

: Uji lapang paru, Uji darah (IgE, Eosinofil), Uji fungsi paru, Rontgen

8,15

: Aktifitas, polusi, makanan, genetic (hereditas), pisikosomatis, bahan iritan, gaya hidup

10

: Dewasa : Bronkhitis kronis, emfisema paru, gagal jantung kiri, emboli, PPOK Anak : Tb, Syndrome dyskinesia siliner primer, rhinosinusitis, defisiensi imun

12

: Banyak udara yang tertinggal di paru karena ekspirasi yang memanjang (karena bronkokonstriksi)

13

: Terjadi penyempitan saluran nafas yang di sebabkan oleh allergen yang memicu system imun sehingga menyebabkan henti nafas

14

: Menurut GINA Intermiten

Persisten Ringan

Persisten Sedang

>1x / minggu < 1x / minggu

Mengganggu tidur dan aktivitas

Setiap hari

Persisten Berat Setiap hari Gejala berkepanjangan Aktivitas fisik terbatas

16

: Usia anak-anak dan dewasa muda 13-14 tahun

17

: Pada saat proses pemasakan, makanan laut dan ikan dapat melepaskan komponen protein dengan ukuran sangat kecil (dikenal sebagai amines) yang dapat menyebabkan reaksi alergi di sistem pernapasan dan paru-paru

18

: Mencegah diri dari factor allergen, menjalankan pola hidup sehat

HIPOTESIS

5

SASARAN BELAJAR LI 1. Memahami dan menjelaskan asma anak LO 1.1

Definisi

LO 1.2

Etiologi

LO 1.3

Klasifikasi

LO 1.4

Epidemiologi

LO 1.5

Patofisiologis

LO 1.6

Manifestasi klinis

LO 1.7

Diagnosis dan diagnosis banding

LO 1.8

Tatalaksana

LO 1.9

Komplikasi

LO 1.10 Pencegahan LO 1.11 Prognosis LI 2. Memahami dan menjelaskan terapi inhalasi 6

LI 1. Memahami dan menjelaskan asma anak LO 1.1

Definisi Global Institute for Asthma (GINA) yang disusun oleh National Lung, Heart, and Blood Institute yang bekerja sama dengan WHO dan NAEPP (National Asthma Education and Prevention Program (1997), mendefinisikan asma secara lengkap sebagai berikut: gangguan inflamasi kronis saluran napas dengan banyak sel yang berperan, antara lain sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan, inflamasi ini menyebabkan episode mengi yang berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada waktu malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan napas yang luas dan bervariasi, sebagian besar bersifat reversibel baik spontan maupun dengan pengobatan.Inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan napas terhadap pelbagai rangsangan.

LO 1.2

Etiologi

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial. Faktor predisposisi: Genetik Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat 7

mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan. Menurut Mengatas dkk, terdapat berbagai kelainan kromosom pada patogenesis , antara lain pada: a. Kromosom penyebab kerentanan alergi yaitu kromosom 6q, yang mengkode human leucocyte antigen (HLA) kelas II dengan subset HLADQ, HLA-DP dan HLA-DR, yang berfungsi mempermudah pengenalan dan presentasi antigen. b. Kromosom pengatur produksi berbagai sitokin yang terlibat dalam patogenesis asma, yaitu kromosom 5q. Sebagai contoh gen 5q31-33 mengatur produksi interleukin (IL) 4, yang berperan penting dalam terjadinya asma. Kromosom 1, 12, 13, 14, 19 juga berperan dalam produksi berbagai sitokin pada asma. c. Kromosom pengatur produksi reseptor sel T yaitu kromosom 14q. Faktor presipitasi 

Alergen Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi b. Ingestan, yang masuk melalui mulut Contoh : makanan dan obat-obatan c. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit contoh: perhiasan, logam dan jam tangan



Perubahan cuaca Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.



Stress Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.



Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut. 8

Faktor Resiko Secara umum faktor risiko asma dibagi kedalam dua kelompok besar, faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya atau berkembangnya asma dan faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya eksaserbasi atau serangan asma yang disebut trigger faktor atau faktor pencetus3). Adapun faktor risiko pencetus asma bronkial yaitu: 1. Asap Rokok 2. Tungau Debu Rumah 3. Jenis Kelamin 4. Binatang Piaraan 5. Jenis Makanan 6. Perabot Rumah Tangga 7. Perubahan Cuaca 8. Riwayat Penyakit Keluarga LO 1.3

Klasifikasi Berdasarkan penyebabnya Asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,yaitu : 1. Ekstrinsik (alergik) Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik. 2. Intrinsik (non alergik) Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan. 9

3. Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.

Pembagian derajat penyakit asma menurut GINA adalah sebagai berikut : 1. Intermitten Gejala kurang dari 1 kali/minggu Serangan singkat

Gejala nokturnal tidak lebih dari 2 kali/bulan ( ≤ 

FEV1 ≥ 80% predicted atau PEF



Variabilitas PEF atau FEV1 < 20%

2 kali)

≥ 80% nilai terbaik individu

2. Persisten ringan Gejala lebih dari 1 kali/minggu tapi kurang dari 1 kali/hari Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur Geajala nokturnal >2 kali/bulan 

FEV1 ≥ 80% predicted atau PEF



Variabilitas PEF atau FEV1 20-30%

≥ 80% nilai terbaik individu

3. Persisten sedang Gejala terjadi setiap hari Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur Gejala nokturnal > 1 kali dalam seminggu Menggunakan agonis  

β 2 kerja pendek setiap

hari FEV1 60-80% predicted atau PEF 60-80% nilai terbaik individu Variabilitas PEF atau FEV1 > 30%

4. Persisten berat Gejala terjadi setiap hari Serangan sering terjadi Gejala asma nokturnal sering terjadi

≤ predicted atau PEF ≤ 60% nilai terbaik individu



FEV1



Variabilitas PEF atau FEV1 > 30%Pembagian lain derajat penyakit asma dibuat oleh Phelan dkk. (dikutip dari

Konsensus Pediatri Internasional III tahun 1998 Klasifikasi ini membagi derajat asma menjadi 3 (tiga), yaitu sebagai berikut: 1. Asma episodik jarang Merupakan 75% populasi asma pada anak. Ditandai oleh adanya episode 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya berupa batuk di pagi hari, lamalama disertai mengi, menurunya kemampuan kegiatan jasmani pada stadium lanjut ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor pumonal. Emfisema Paru Sesak merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya. Penderita biasanya kurus. Berbeda dengan asma, emfisema biasanya tida ada fase remisi, penderita selalu merasa sesak pada saat melakukan aktivitas. Pada pemeriksaan fisik di dapat dada seperti tong, gerakan nafas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, suara vesikuler sangat lemah. Pada foto dada di dapat adanya hiperinflasi. Gagal Jantung Kiri

20

Gejala gagal jantung yang sering terjadi pada malam hari dikenal sebagai paroksisimal dispneu. Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak berkurang jika penderita duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya kardiomegali dan udem paru. Emboli Paru Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung dan tromboflebitis dengan gejala sesak nafas, pasien terbatuk-batuk disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin, kejang, dan pingsang. Pada pemeriksaan fisik didapat ortopnea, takikardi, gagal jantung kanan, pleural friction, gallop, sianosis, dan hipertensi.

Diagnosis banding lainnya :          

Rinosinusitis Refluks gastroesofageal Infeksi respiratorik bawah viral berulang Displasia bronkopulmoner Tuberkulosis Malformasi kongenital yang menyebabkan penyempitan saluran respiratorik intratorakal Aspirasi benda asing Sindrom diskinesia silier primer Defisiensi imun Penyakit jantung bawaa

 

LO 1.8

Tatalaksana



Asma tidak bisa disembuhkan, namun bisa dikendalikan, sehingga penderita

asma dapat mencegah terjadinya sesak napas akibat serangan asma. 

Tujuan pengobatan anti penyakit asma adalah membebaskan penderita dari

serangan penyakit asma. Hal ini dapat dicapai dengan jalan mengobati serangan penyakit asma yang sedang terjadi atau mencegah serangan penyakit asma jangan sampai terjadi. 

Mengobati disini bukan berarti menyembuhkan penyakitnya, melainkan

menghilangkan gejala-gejala yang berupa sesak, batuk, atau mengi. Keadaan yang sudah bebas gejala penyakit asma ini selanjutnya harus dipertahankan agar serangan penyakit asma jangan datang kembali.  

Tatalaksana Medikamentosa Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever)

dan obat pengendali (controller). Obat pereda digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada 21

lagi gejala maka obat ini tidak lagi digunakan atau diberikan bila perlu. Kelompok kedua adalah obat pengendali yang disebut juga obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran nafas. Dengan demikian pemakaian obat ini terus menerus diberikan walaupun sudah tidak ada lagi gejalanya kemudian pemberiannya diturunkan pelan – pelan yaitu 25 % setip penurunan setelah tujuan pengobatan asma tercapai 6 – 8 minggu. 



Obat – obat Pereda (Reliever)

1. Bronkodilator a. Short-acting β2 agonist  Merupakan bronkodilator terbaik dan terpilih untuk terapi asma akut pada anak.Reseptor β2 agonist berada di epitel jalan napas, otot pernapasan, alveolus, sel-sel inflamasi, jantung, pembuluh darah, otot lurik, hepar, dan pankreas.  Obat ini menstimulasi reseptor β2 adrenergik menyebabkan perubahan ATP menjadi cyclic-AMP sehingga timbul relaksasi otot polos jalan napas yang menyebabkan terjadinya bronkodilatasi. Efek lain seperti peningkatan klirens mukosilier, penurunan permeabilitas vaskuler, dan berkurangnya pelepasan mediator sel mast.   Epinefrin/adrenalin  Tidak direkomendasikan lagi untuk serangan asma kecuali tidak ada β2 agonis selektif. Epinefrin menimbulkan stimulasi pada reseptor β1, β2, dan α sehingga menimbulkan efek samping berupa sakit kepala, gelisah, palpitasi, takiaritmia, tremor, dan hipertensi.  Pemberian epinefrin aerosol kurang menguntungkan karena durasi efek bronkodilatasinya hanya 1-1,5 jam dan menimbulkan efek samping,



terutama pada jantung dan CNS.  β2 agonis selektif(12)  Obat yang sering dipakai : salbutamol, 

terbutalin, fenoterol. Dosis salbutamol oral :



mg/kgBB/kali , setiap 6 jam. Dosis tebutalin oral : 0,05 – 0,1



mg/kgBB/kali , setiap 6 jam. Dosis fenoterol : 0,1 mg/kgBB/kali ,



setiap 6 jam. Dosis salbutamol nebulisasi -

0,15

mg/kgBB

5mg/kgBB),

interval

0,1 - 0,15

(dosis 20

:

0,1 maksimum

menit,

atau 22

nebulisasi kontinu dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kgBB/jam

(dosis

maksimum

mg/jam). Dosis terbutalin nebulisasi



:

15 2,5

mg atau 1 respul/nebulisasi.  

Pemberian oral menimbulkan efek bronkodilatasi setelah 30 menit,

efek puncak dicapai dalam 2 – 4 jam, lama kerjanya sampai 5 jam.  Pemberian inhalasi (inhaler/nebulisasi) memiliki onset kerja 1 menit, efek puncak dicapai dalam 10 menit, lama kerjanya 4 – 6 jam.   Serangan ringan : MDI 2 – 4 semprotan tiap 3 – 4 jam.  jam.   

Serangan sedang

: MDI 6 – 10 semprotan tiap 1 – 2

Serangan berat

: MDI 10 semprotan.

Pemberian intravena dilakukan saat serangan asma berat ksrena pada

keadaan ini obat inhalasi sulit mencapai bagian distal obstruksi jalan napas. Efek samping takikardi lebih sering terjadi.  Dosis salbutamol IV : mulai 0,2 mcg/kgBB/menit, dinaikkan 0,1 mcg/kgBB setiap 15 menit, dosis maksimal 4 mcg/kgBB/menit.  Dosis terbutalin IV : 10 mcg/kgBB melalui infuse selama 10 menit, dilanjutkan dengan 0,1 – 0,4 ug/kgBB/jam dengan infuse kontinu.  Efek samping β2 agonist antara lain tremor otot skeletal, sakit kepala, agitasi, palpitasi, dan takikardi.  b. Methyl xanthine  Efek bronkodilatasi methyl xantine setara dengan β2 agonist inhalasi, tapi karena efek sampingnya lebih banyak dan batas keamanannya sempit, obat ini diberikan pada serangan asma berat dengan kombinasi β2 agonist dan anticholinergick.  Efek bronkodilatasi teofilin disebabkan oleh antagonisme terhadap reseptor adenosine dan inhibisi PDE 4 dan PDE 5.Methilxanthine cepat diabsorbsi setelah pemberian oral, rectal, atau parenteral.Pemberian teofilin IM harus dihindarkan karena menimbulkan nyeri setempat yang lama. Umumnya adanya makanan dalam lambung akan memperlambat kecepatan absorbsi teofilin tapi tidak mempengaruhi derajat besarnya absorpsi. Metilxanthine didistribusikan keseluruh tubuh, melewati plasenta dan masuk ke air susu ibu. Eliminasinya terutama melalui metabolism hati, sebagian besar dieksresi bersama urin. 

23

 Dosis aminofilin IV inisial bergantung kepada usia :    

1 – 6 bulan 6 – 11 bulan 1 – 9 tahun > 10 tahun  

: 0,5mg/kgBB/Jam : 1 mg/kgBB/Jam : 1,2 – 1,5 mg/kgBB/Jam : 0,9 mg/kgBB/Jam

Efek samping obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala.Pada konsentrasi

yang lebih tinggi dapat timbul kejang, takikardi dan aritmia . 1. Anticholinergics  Obat yang digunakan adalah Ipratropium Bromida.Kombinasi dengan nebulisasi β2 agonist menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik. Dosis anjuran 0, 1 cc/kgBB, nebulisasi tiap 4 jam(12).  Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan 0,025 % dengan dosis : untuk usia diatas 6 tahun 8 – 20 tetes; usia kecil 6 tahun 4 – 10 tetes. Efek sampingnya adalah kekeringan atau rasa tidak enak dimulut.Antikolinergik inhalasi tidak direkomendasikan pada terapi asma jangka panjang pada anak.  2. Kortikosteroid  Kortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan(12) :  Terapi inisial inhalasi β2 agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan  



yang cukup lama. Serangan asma tetap terjadi meski pasien telah menggunakan kortikosteroid hirupan sebagai kontroler. Serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat sebelumnya.  Kortikosteroid sistemik memerlukan waktu paling sedikit 4 jam

untuk mencapai perbaikan klinis, efek maksimum dicapai dalan waktu 12 – 24 jam. Preparat oral yang di pakai adalah prednisone, prednisolon, atau triamsinolon dengan dosis 1 – 2 mg/kgBB/hari diberikan 2 – 3 kali sehari selama 3 – 5 kali sehari. 

Kortikosteroid tidak secara langsung berefek sebagai bronkodilator.

Obat ini bekerja sekaligus menghambat produksi sitokin dan kemokin, menghambat sintesis eikosainoid, menghambat peningkatan basofil, eosinofil dan leukosit lain di jaringan paru dan menurunkan permeabilitas vascular. 

Metilprednisolon merupakan pilihan utama karena kemampuan

penetrasi kejaringan paru lebih baik, efek anti inflamasi lebih besar, dan efek 24

mineralokortikoid minimal.Dosis metilprednisolon IV yang dianjurkan adalah 1 mg/kgBB setiap 4 sampai 6 jam.Dosis Hidrokortison IV 4 mg/kgBB tiap 4 – 6 jam. Dosis dexamethasone bolus IV 0,5 – 1 mg/kgBB dilanjtkan 1 mg/kgBB/hari setiap 6 – 8 jam.   

Obat – obat Pengontrol Obat – obat asma pengontrol pada anak – anak termasuk inhalasi dan

sistemik glukokortikoid, leukotrien modifiers, long acting inhaled β2-agonist, theofilin, cromones, dan long acting oral β2-agonist.  1. Inhalasi glukokortikosteroid  Glukokortikosteroid inhalasi merupakan obat pengontrol yang paling efektif dan direkomendasikan untuk penderita asma semua umur. Intervensi awal dengan penggunaan inhalasi budesonide berhubungan dengan perbaikan dalam pengontrolan asma dan mengurangi penggunaan obat-obat tambahan. Terapi pemeliharaan dengan inhalasi glukokortikosteroid ini mampu mengontrol gejalagejala asma, mengurangi frekuensi dari eksaserbasi akut dan jumlah rawatan di rumah sakit, meningkatkan kualitas hidup, fungsi paru dan hiperresponsif bronkial, dan mengurangi bronkokonstriksi yang diinduksi latihan.  Glukokortikosteroid dapat mencegah penebalan lamina retikularis, mencegah terjadinya neoangiogenesis, dan mencegah atau mengurangi terjadinya down regulation receptor β2 agonist.Dosis yang dapat digunakan sampai 400ug/hari (respire anak).Efek samping berupa gangguan pertumbuhan, katarak, gangguan sistem saraf pusat, dan gangguan pada gigi dan mulut  2.

Leukotriene Receptor Antagonist (LTRA) 

Secara hipotesis obat ini dikombinasikan dengan steroid hirupan dan

mungkin hasilnya lebih baik.Sayangnya, belum ada percobaan jangka panjang yang membandingkannya dengan steroid hirupan + LABA. Keuntungan memakai LTRA adalah sebagai berikut   LTRA dapat melengkapi kerja steroid hirupan dalam menekan

  

cystenil

leukotriane; Mempunyai efek bronkodilator dan perlindungan terhadap bronkokonstriktor; Mencegah early asma reaction dan late asthma reaction Dapat diberikan per oral, bahkan montelukast hanya diberikan sekali per hari., penggunaannya aman, dan tidak mengganggu fungsi hati; sayangnya



preparat montelukast ini belum ada di Indonesia; Mungkin juga mempunyai efek menjaga integritas epitel, yaitu dengan meningkatkan kerja epithel growth factor (EGF) dan menekan transforming growth factor (TGF) sehingga dapat mengendalikan terjadinya fibrosis, 25

hyperplasia, dan hipertrofi otot polos, serta diharapkan mencegah perubahan fungsi otot polos menjadi organ pro-inflamator. 

Ada 2 preparat LTRA :

a. Montelukast  Preparat ini belum ada di Indonesia dan harganya mahal. Dosis per oral 1 kali sehari.(respiro anak) Dosis pada anak usia 2-5 tahun adalah 4 mg qhs. (gina) b. Zafirlukast  Preparat ini terdapat di Indonesia, digunakan untuk anak usia> 7 tahun dengan dosis 10 mg 2 kali sehari. 

Leukotrin memberikan manfaat klinis yang baik pada berbagai

tingkat keparahan asma dengan menekan produksi cystenil leukotrine. Efek samping obat dapat mengganggu fungsi hati (meningkatkan transaminase) sehingga perlu pemantauan fungsi hati.  3. Long acting β2 Agonist (LABA)  Preparat inhalasi yang digunakan adalah salmeterol dan formoterol. Pemberian ICS 400ug dengan tambahan LABA lebih baik dilihat dari frekuensi serangan, FEV1 pagi dan sore, penggunaan steroid oral,, menurunnya hiperreaktivitas dan airway remodeling.Kombinasi ICS dan LABA sudah ada dalam 1 paket, yaitu kombinasi fluticasone propionate dan salmeterol (Seretide), budesonide dan formoterol (Symbicort).Seretide dalam MDI sedangkan Symbicort dalam DPI.Kombinasi ini mempermudah penggunaan obat dan meningkatkan kepatuhan memakai obat.  4. Teofilin lepas lambat  Teofilin efektif sebagai monoterapi atau diberikan bersama kortikosteroid yang bertujuan untuk mengontrol asma dan mengurangi dosis pemeliharaan glukokortikosteroid.Tapi

efikasi

teofilin

lebih

rendah

daripada

glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah.  Efek samping berupa anoreksia, mual, muntah, dan sakit kepala, stimulasi ringan SSP, palpitasi, takikardi, aritmia, sakit perut, diare, dan jarang, perdarahan lambung. Efek samping muncul pada dosis lebih dari 10mg/kgBB/hari, oleh karena itu terapi dimulai pada dosis inisial 5mg/kgBB/hari dan secara bertahap diingkatkan sampai 10mg/kgBB/hari.   Terapi Suportif a. Terapi oksigen  Oksigen diberikan pada serangan sedang dan berat melalui kanula hidung, masker atau headbox.Perlu dilakukan pemantauan saturasi oksigen, sebaiknya diukur dengan pulse oxymetry (nilai normal > 95%). b. Campuran Helium dan oksigen 26



Inhalasi Helioks (80% helium dan 20% oksigen) selama 15 menit sebagai

tambahan pemberian oksigen (dengan kanula hidung), bersama dengan nebulisasi salbutamol dan metilprednisolon IV, secara bermakna menurunkan pulsus paradoksus, meningkatkan peakflow dan mengurangi sesak. Campuran helium dan oksigen dapat memperbaiki oksigenasi karena helium bersifat ringan sehingga dapat mengubah aliran turbulen menjadi laminar dan menyebabkan oksigen lebih mudah mencapai alveoli. c. Terapi cairan  Dehidrasi dapat terjadi pada serangan asma berat karena kurang adekuatnya asupan cairan, peningkatan insensible water loss, takipnea serta efek diuretic teofilin. Pemberian cairan harus hati-hati kareana pada asma berat terjadi peningkatan sekresi Antidiuretik Hormone (ADH) yan memudahkan terjadinya retensi cairan dan tekanan pleura negatif tinggi pada puncak inspirasi yang memudahkan terjadinya edema paru. Jumlah cairan yang diberikan adalah 1-1,5 kali kebutuhan rumatan.  

Cara Pemberian Obat 



UMUR



<

2

ALAT INHALASI



Nebuliser, Aerochamber, babyhaler

 

Nebuliser, Aerochamber, babyhaler Alat Hirupan (MDI/ Metered Dose

tahun 

2-4 tahun



5-8 tahun



 

>8 tahun

Inhaler) dengan alat perenggang (spacer)  Nebuliser  MDI dengan spacer  Alat hirupan bubuk (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler)  Nebuliser  MDI (metered dose inhaler)  Alat Hirupan Bubuk  Autohaler

Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangu deposisi obat dalam mulut

(orofaring), jadi mengurangi jumlah obat yang akan tertelan sehingga mengurangi efek sistemik. Sebaliknya, deposisi dalamm paru lebih baik sehingga didapat efek terapeutik yang lebih baik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk kering (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler) memerlukan inspirasi yang kuat. Umumnya bentuk ini dianjurkan untuk anak usia sekolah. Sebagian alat bantu yaitu Spacer (Volumatic, Nebuhaler, Aerochamber, Babyhaler, Autohaler) dapat dimodifikasi dengan menggunakan bekas gelas atau botol minuman atau menggunakan botol susu dengan dot susu yang telah dipotong untuk anak kecil dan bayi. 27



Kurangnya pengertian mengenai cara-cara pengobatan yang benar akan

mengakibatkan asma salalu kambuh. Jika pengobatannya dilakukan secara dini, benar dan teratur maka serangan asma akan dapat ditekan seminimal mungkin. 

Pada prinsipnya tata cara pengobatan asma dibagi atas:

1. Pengobatan Asma Jangka Pendek 2. Pengobatan Asma Jagka Panjang 

Pengobatan Asma Jangka Pendek



Pengobatan diberikan pada saat terjadi serangan asma yang hebat, dan terus

diberikan sampai serangan merendah, biasanya memakai obat-obatan yang melebarkan saluran pernapasan yang menyempit. 

Tujuan pengobatannya untuk mengatasi penyempitan jalan napas, mengatasi

sembab selaput lendir jalan napas, dan mengatasi produksi dahak yang berlebihan. Macam obatnya adalah:   





Obat untuk mengatasi penyempitan jalan napas



Obat jenis ini untuk melemaskan otot polos pada saluran napas dan

A. dikenal sebagai obat bronkodilator. Ada 3 golongan besar obat ini, yaitu:





-

Neo Napacin)





Golongan Simpatomimetika



Golongan Antikolinergik

Golongan Xantin, misalnya Ephedrine HCl (zat aktif dalam

-

 -

28



Walaupun secara legal hanya jenis obat Ephedrine HCl saja yang

dapat diperoleh penderita tanpa resep dokter (takaran < 25 mg), namun tidak tertutup kemungkinannya penderita memperoleh obat anti asma yang lain. 



Obat untuk mengatasi sembab selaput lendir jalan napas



Obat jenis ini termasuk kelompok kortikosteroid. Meskipun efek

 sampingnya cukup berbahaya (bila pemakaiannya tak terkontrol), namun B. cukup potensial untuk mengatasi sembab pada bagian tubuh manusia termasuk pada saluran napas. Atau dapat juga dipakai kelompok Kromolin. 

 C.



Obat untuk mengatasi produksi dahak yang berlebihan.



Jenis ini tidak ada dan tidak diperlukan. Yang terbaik adalah usaha

untuk mengencerkan dahak yang kental tersebut dan mengeluarkannya dari jalan napas dengan refleks batuk. 

Oleh karenanya penderita asma yang mengalami ini dianjurkan

untuk minum yang banyak. Namun tak menutup kemungkinan diberikan obat jenis lain, seperti Ambroxol atau Carbo Cystein untuk membantu.

 

Pengobatan Asma Jangka Panjang



Pengobatan diberikan setelah serangan asma merendah, karena tujuan

pengobatan ini untuk pencegahan serangan asma. 

Pengobatan asma diberikan dalam jangka waktu yang lama, bisa berbulan-bulan

sampai bertahun-tahun, dan harus diberikan secara teratur. Penghentian pemakaian obat ditentukan oleh dokter yang merawat. 

Pengobatan ini lazimnya disebut sebagai immunoterapi, adalah suatu sistem

pengobatan yang diterapkan pada penderita asma/pilek alergi dengan cara 29

menyuntikkan bahan alergi terhadap penderita alergi yang dosisnya dinaikkan makin tinggi secara bertahap dan diharapkan dapat menghilangkan kepekaannya terhadap bahan tersebut (desentisasi) atau mengurangi kepekaannya (hiposentisisasi). 

Dalam mengatasi dan mencegah asma paling tidak meminimalisir terjadinya

serangan asma secara tiba-tiba, kita perlu mengetahui bagaimana tata pelaksanaan dalam menanggani asma

                      ALGORITMA  PENATALAKSANAAN SERANGAN ASMA DI RUMAH  

Penilaian berat serangan Klinis : Gejala (batuk, sesak, mengi, dada terasa berat) yang bertambah  APE , 80% nilai terbaik / prediksi 





 Terapi awal  Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat (setiap 20 menit, 3 kali dalam 1 jam), atau Bronkodilator oral



30



Penilaian Awal

Riwayat dan pemeriksaan fisik (auskultasi, otot bantu napas, denyut jantung, frekuensi napas) dan bila mungkin faal paru (APE atau VEP1, saturasi O

Serangan Asma Ringan





Serangan Asma Sedang/Berat

Serangan Asma Menganc

Sumber : PDPI, Asma. Pedoman & Penatalaksanaan Di Indonesia, 2004

Pengobatan Awal  Oksigenasi dengan kanul nasal Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat (nebulisasi), setiap 20 menit dalam satu jam) atau agonis beta-2 injeksi (Terbutalin 0,5 ml subkutan atau A Kortikosteroid sistemik  : - serangan asma berat,tidak ada respons segera dengan pengobatan bronkodilator, dalam kortikosterois oral

   

Penilaian Ulang setelah 1 jam Pem.fisis, saturasi O2, dan pemeriksaan lain atas indikasi

 Algoritma Penatalaksanaan Asma Di Rumah Sakit

Respons baik Respons Tidak Sempurna Respons buruk dalam 1 jam Respons baik dan stabil dalam 60 menitResiko tinggi distress Resiko tinggi distress Pem.fisi normal Pem.fisis : gejala ringan – sedangPem.fisis : berat, gelisah dan kesa APE >70% prediksi/nilai terbaik APE > 50% terapi < 70% APE < 30% Saturasi O2 tidak perbaikan PaCO2 < 45 mmHg



-

 

   Pulang Dirawat di RS Pengobatan dilanjutkan dengan inhalasi Inhalasiagonis beta-2 + anti—kolinergik agonisbeta-2 Membutuhkan kortikosteroid oral

PaCO2 < 60 mmHg

Dirawat di ICU Inhalasi agonis beta-2 + anti Kortikosteroid sistemik Kortikosteroid IV Edukasi pasien Aminofilin drip Pertimbangkan agonis beta-2 Memakai obat yang benar Terapi Oksigen pertimbangkan kanul nasal atau masker Aminofilin venturi drip Ikuti rencana pengobatan selanjutnya Pantau APE, Sat O2, Nadi, kadar teofilin Mungkin perlu intubasi dan ve

   Perbaikan Pulang Bila APE > 60% prediksi / terbaik. Tetap berikan pengobatan oral atau inhalasi

Tidak Perbaikan

31

Dirawat di ICU

Bila tidak perbaikan dalam 6

                     Serangan Serangan ringan  sedang (nebulisasi 1-3x, respons baik, (nebulisasi  1-3x, observasi 2 jam

Nilai derajat serangan(1) (sesuai tabel 3)

Tatalaksana awal nebulisasi -agonis 1-3x, selang 20 menit (2) nebulisasi ketiga + antikolinergik jika serangan berat, nebulisasi. 1x (+antikoinergik)

Serangan berat

(nebulisasi 3x,

gejala hilang)

respons buruk) respons parsial) sejak awal berikan O2 saat / di luar nebulisasi jika efek bertahan, boleh pulang berikan oksigen (3) pasang jalur parenteral  jika gejala timbul lagi, perlakukan sebagai serangan sedang nilai ulang klinisnya, jika sesuai Di dengan serangan berat, rawat di Ruang R nilai kembali derajat sesuai dgn serangan sedang, observasi diIndonesia, Ruang Sehari/observasi  Sumber serangan, : Perhimpunanjika Dokter Paru Indonesia, Asma Pedoman & Penatalaksanaan , Rawat 2004. foto Rontgen toraks pasang jalur parenteral



 Alur Tatalaksana Serangan Asma pada Anak

Ruang Rawat Inap  Klinik / IGD uang Rawat Boleh Sehari/observasi pulang oksigen teruskan ksigen teruskan bekali obat -agonis (hirupan / oral)  atasi dehidrasi dan asidosis jika ada

erikan steroid jikaoral sudah ada obat pengendali, steroid IV teruskan tiap 6-8 jam  sbg. pencetus, ebulisasi tiap jika2 infeksi jam virus diberi nebulisasidapat tiap 1-2 jamsteroid oral la dalam 12 dalam jam perbaikan 24-48 jamklinis kon-trol stabil, ke Klinik boleh pulang, Jalan, untuk tetapi reevaluasi jika klinis belum membaik meburuk, alih rawat ke Ruang aminofilin IVR.awal, lanjutkan rumatan jikatetap membaik dalam atau 4-6x nebulisasi, interval jadi



jika dalam 24 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulang jika dengan steroid dan aminofilin parenteral tidak membaik, bahkan timbul Ancaman henti napas,

atatan: ka menurut penilaian serangannya berat, nebulisasi cukup 1x langsung dengan -agonis + antikolinergik ila terdapat tanda ancaman henti napas segera ke Ruang Rawat Intensif ka tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan 0,01ml/kgBB/kali maksimal 0,3ml/kali ntuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 L/menit diberikan sejak awal, termasuk saat nebulisasi

32



LO 1.9

Komplikasi

a. Pneumothorax  Keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam rongga pleura, sehingga paru – paru kesulitan untuk mengembang. b. Pneumodiastinum  Adanya udara atau gas bebas yang ditemukan pada mediastinum. c. Emfisema  Pembesaran permanen abnormal ruang udara distal ke bronkiolus terminal, disertai dengan kerusakan dinding alveolar dan tanpa fibrosis yang jelas. d. Atelektasis  pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paruakibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal. e. Bronchitis  Peradangan pada cabang tenggorokan/ bronkus. f. Gagal nafas  g. Perubahan bentuk thorax  Thorax membungkuk kedepan dan memanjang. Pada foto rontgen terlihat diafragma letaknya rendah, gambaran jantung menyempit, hilus kiri dan kanan bertambah. Pada asma berat dapat terjadi bentuk dada burung (pektus karinatum/ pigeon chest) dan tampak sulkus Harrison.  

LO 1.10

Pencegahan

Pencegahan Primer  Ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan resiko asma (orangtua asma), dengan cara:   Penghindaran Asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan masa perkembangan bayi/ anak  Diet Hipoalergenik ibu hamil, asalkan/ dengan syarat diet tersebut tidak mengganggu asupan janin  Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan  Diet Hipoalergenik ibu menyusui    Pencegahan Sekunder 33

 Ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang telah tersentisisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok, serta allergen dalam ruangan terutama tungau debu rumah  Pencegahan Tersier  Ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang telah menunjukkan manifestasi penyakit alergi. Sebuah penelitian multi senter yang dikenal dengan nama ETAC study (early treatment of atopic children) mendapatkan bahwa pemberian Setirizin selama 18 bulan pada anak atopi dengan dermatitis atopi dan igE spesifik terhadap serbuk rumput (pollen) dan tungau debu rumah menurunkan kejadian asma sebanyak 50% perlu ditekankan bahwa pemberian Setirizin pada penelitian ini bukan sebagai pengendali asma (controller)  

LO 1.11 

Prognosis Pada umumnya prognosis pada kasus asma cukup baik. Hal tersebut

dikarenakan asma merupakan penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya. Namun, apabila tidak dilakukan penanganan dapat menyebabkan kematian. Hal tersebut berdasarkan data yang diperoleh dari WHO. WHO memperkirakan pada tahun 2005, terdapat 255.000 didunia meninggal karena asma. Sebagian besar (  80%) terjadi dinegara berkembang.  

LI 2. Memahami dan menjelaskan terapi inhalasi

 Pemberian obat pada asma dapat berbagai macam, yaitu parenteral, peroral, dan perinhalasi. Pemberian perinhalasi adalah pemebrian obat secara langsung kedala saluran napas melalu penghisapan. Pada asma penggunaan obat secara inhalasi dapat mengurangi efek samping berupa gangguan gastrointestinal dan yg lainya yg sering terjadi pada pemberian parenteral atau peroral. Hal tersebut dimungkinkan karena dosis yang digunakan pada terapi inhalasi sangat kecil dibandingkan dengan pengobatan parenteral atau peroral. Terapi pada dewasa telah banyak digunakan dan keberhasilnaya cukup baik, tetapi pada anak belum banyak. 

Prinsip terapi inhalasi

 Prinsip farmakologis terapi inhalasi yang ideal untuk penyakit saluran napas adalah obat dapat sampai pada organ target dengan menghasilkan partikel aerosol berukuran optimal agar terdeposisi di paru, onset kerjanya cepat, dosis obat kecil, efek samping minimal karena konsentrasi obat di dalam darah sedikit atau rendah, mudah digunakan, serta efek terapeutik tercapai yang ditandai dengan tampaknya perbaikan klinis. Meskipun saluran napas mempunyai beberapa mekanisme antara lain refleks batuk, bersin serta klirens mukosilier yang akan melindungi terhadap masuk dan mengendapnya partikel obat sehingga akan mengeliminasi obat inhalasi. Namun dengan memperhatikan metode untuk menghasilkan aerosol serta cara penyampaian/delivery obat yang akan mempengaruhi ukuran partikel yang dihasilkan dan jumlah obat yang 34

mencapai berbagai tempat di saluran napas maka diharapkan obat terdeposisi secara efektif.  Ukuran partikel akan mempengaruhi sampai sejauh mana partikel menembus saluran napas. Partikel berukuran > 15 mm tersaring oleh filtrasi rambut hidung sedangkan > 10 mm akan mengendap di hidung dan nasofaring. Partikel yang besar ini terutama mengendap karena benturan inersial bila terdapat aliran udara yang cepat disertai perubahan arah atau arus urbulen. Partikel berukuran 0,5 – 5 mm akan mengendap secara sedimentasi karena gaya gravitasisedangkan partikel berukuran < 0,1 mm akanmengendap karena gerak Brown. Dengan demikian untuk mendapatkan manfaat obat yang optimal, obat yang diberikan secara inhalasi harus dapat mencapai tempat kerjanya di dalam saluran pernapasan. Bentuk aerosol yang digunakan yaitu suspensi partikel di dalam gas, dan partikel dalam aerosol yang mempunyai ukuran berkisar 2-10 Ïm atau 1-7 Ïm Penelitian lainnya mendapatkan bahwa partikel berukuran 1-8 Ïm mengalami benturan dan pengendapan di saluran nafas besar, kecil, dan alveoli. 

Jenis terapi inhalasi

 Pemberian aerosol yang ideal adalah dengan alat yang sederhana, mudah dibawa, tidak mahal, secara selektif mencapai saluran napas bawah, hanya sedikit yang tertinggal di saluran napas atas serta dapat digunakan oleh anak, orang cacat, atau orang tua. Namun keadaan ideal tersebut tidak dapat sepenuhnya tercapai dan masing-masing jenis alat terapi inhalasi mempunyai beberapa keuntungan dan kerugian. Hingga saat ini dikenal 3 sistem inhalasi yang digunakan dalam klinik sehari-hari yaitu,:



1. Nebuliser



2. Metered dosed inhaler aerosol ( dengan atau tanpa spacer / alat penyambung)



3. Dry powder inhaler



 1.

Nebuliser

 Alat nebuliser dapat mengubah obat yang berbentuk larutan menjadi aerosol secara terus menerus dengan tenaga yang berasal dari udara yang dipadatkan atau gelombang ultrasonik sehingga dalam prakteknya dikenal 2 jenis alat nebuliser yaitu ultrasonic nebulizer dan jet nebuliser. Hasil pengobatan dengan nebulizer lebih banyak bergantung pada jenis nebuliser yang digunakan. Terdapat nebuliser yang dapat menghasilkan partikel aerosol terus menerus ada juga yang dapat diatur sehingga aerosol hanya timbul pada saat penderita melakukan inhalasi sehingga obat tidak banyak terbuang.  Keuntungan terapi inhalasi menggunakan nebuliser adalah tidak atau sedikit memerlukan koordinasi pasien, hanya memerlukan pernafasan tidal, beberapa jenis obat dapat dicampur (misalnya salbutamol dan natrium kromoglikat).  Kekurangannya adalah karena alat cukup besar, memerlukan sumber tenaga listrik dan relatif mahal. •

Ultrasonic nebuliser 35

 Alat ini menghasilkan aerosol melalui osilasi frekuensi tinggi dari piezoelectric crystal yang berada dekat larutan dan cairan memecah menjadi aerosol. Keuntungan jenis nebuliser ini adalah tidak menimbulkan suara bising dan terus menerus dapat mengubah larutan menjadi aerosol sedangkan kekurangannya alat ini mahal dan memerlukan biaya perawatan lebih besar.

 • Jet nebuliser  Alat ini paling banyak digunakan banyak Negara karena relatif lebih murah daripada ultrasonic nebuliser. Dengan gas jet berkecepatan tinggi yang berasal dari udara yang dipadatkan dalam silinder ditiupkan melalui lubang kecil dan akan dihasilkan tekanan negatif yang selanjutnya akan memecah larutan menjadi bentuk aerosol. Aerosol yang terbentuk dihisap pasien melalui mouth piece atau sungkup. Dengan mengisi suatu tempat pada nebuliser sebanyak 4 ml maka dihasilkan partikel aerosol berukuran < 5 Ïm, sebanyak 60-80% larutan nebulisasi akan terpakai dan lama nebulisasi dapat dibatasi. Dengan cara yang optimal maka hanya 12% larutan akan terdeposit di paru-paru.7 Bronkodilator yang diberikan dengan nebulizer memberikan efek bronkodilatasi yang bermakna tanpa menimbulkan efek samping.   2.

Metered dose inhaler (MDI)

 Metered dose inhaler (MDI) atau inhaler dosis terukur merupakan cara inhalasi yang memerlukan teknik inhalasi tertentu agar sejumlah dosis obat mencapai saluran pernafasan. Pada inhaler ini bahan aktif obat disuspensikan dalam kurang lebih 10 ml cairan pendorong (propelan) dan yang biasa digunakan adalah kloroflurokarbon (chlorofluorocarbon = CFC) pada tekanan tinggi. Akhir-akhir ini mulai dikembangkan penggunaan bahan non-CFC yaitu hidrofluroalkana (HFA) yang tidak merusak lapisan ozon. Propelan mempunyai tekanan uap tinggi sehingga di dalam tabung (kanister) tetap berbentuk cairan. Bila canister ditekan, aerosol disemprotkan keluar dengan kecepatan tinggi yaitu 30 m/detik dalam bentuk droplet dengan dosis tertentu melalui aktuator (lubang). Pada ujung aktuator ukuran partikel berkisar 35 Ïm, pada jarak 10 cm dari kanister besarnya menjadi 14 Ïm, dan setelah propelan mengalami evaporasi seluruhnya ukuran partikel menjadi 2,8-4,3 Ïm. Dengan teknik inhalasi yang benar maka 80% aerosol akan mengendap di mulut dan orofarings karena kecepatan yang tinggi dan ukurannya besar, 10% tetap berada dalam aktuator, dan hanya sekitar 10% aerosol yang disemprotkan akan sampai ke dalam paru-paru.  Pada cara inhalasi ini diperlukan koordinasi antara penekanan kanister dengan inspirasi napas. Untuk mendapatkan hasil optimal maka pemakaian inhaler ini hendaklah dikerjakan sebagai berikut: 1. terlebih dahulu kanister dikocok agar obat tetap homogen, lalu tutup kanister dibuka 2. inhaler dipegang tegak kemudian pasien melakukan ekspirasi maksimal secara perlahan 3. mulut kanister diletakkan diantara bibir, lalu bibir dirapatkan dan dilakukan inspirasi perlahan sampai maksimal 4. pada pertengahan inspirasi kanister ditekan agar obat keluar 36

5. pasien menahan nafas 10 detik atau dengan menghitung 10 hitungan pada inspirasi maksimal 6. setelah 30 detik atau 1 menit prosedur yang sama diulang kembali 7. setelah proses selesai, jangan lupa berkumur untuk mencegah efek samping.  Langkah-langkah di atas harus dilaksanakan sebelum pasien menggunakan obat asma jenis MDI. Langkah di atas sering tidak diikuti sehingga pengobatan asma kurang efektif dan timbul efek samping yang tidak diinginkan. Beberapa ahli mengidentifikasi beberapa kesalahan yang sering dijumpai antara lain kurangnya koordinasi pada saat menekan kanister dan saat menghisap, terlalu cepat inspirasi, tidak berhenti sesaat setelah inspirasi, tidak mengocok kanister sebelum digunakan, dan terbalik pemakaiannya. Kesalahankesalahan di atas umumnya dilakukan oleh anak yang lebih muda, manula, wanita, dan penderita dengan social ekonomi dan pendidikan yang rendah. 

 MDI dengan spacer  Spacer (alat penyambung) akan menambah jarak antara aktuator dengan mulut sehingga kecepatan aerosol pada saat dihisap menjadi berkurang dan akan dihasilkan partikel berukuran kecil yang berpenetrasi ke saluran pernafasan perifer. Hal ini merupakan kelebihan dari penggunaan spacer karena mengurangi pengendapan di orofaring. Spacer ini berupa tabung (dapat bervolume 80 ml) dengan panjang sekitar 10-20 cm, atau bentuk lain berupa kerucut dengan volume 700-1000 ml. Untuk bayi dianjurkan menggunakan spacer volume kecil (babyhaler) agar aerosol yang dihasilkan lebih mampat sehingga lebih banyak obat akan terinhalasi pada setiap inspirasi. Beberapa alat dilengkapi dengan katup satu arah yang akan terbuka saat inhalasi dan akan menutup pada saat ekshalasi misalnya Nebuhaler (Astra), Volumatic (A&H). Pengendapan di orofaring akan berkurang yaitu sekitar 5% dosis yang diberikan bila digunakan spacer dengan katup satu arah. Pada spacer tanpa katup satu arah, pengendapan di orofaring sekitar 8-60% dosis. Dengan penggunaan spacer, deposit pada paru akan meningkat menjadi 20% dibandingkan tanpa spacer. Penggunaan spacer ini sangat menguntungkan pada anak karena pada anak koordinasinya belum baik. Dengan bantuan spacer, koordinasi pada saat menekan kanister dengan saat penghisapan dapat dikurangi atau bahkan tidak memerlukan koordinasi. Apabila spacer ini tidak tersedia maka sebagai penggantinya bisa digunakan spacer sederhana yang murah dan mudah dibuat yaitu dari plastic coffee cup yang dilubangi dasarnya untuk tempat aerosol. Cara ini sudah terbukti bermanfaat hanya untuk bronkodilator dan belum dibuktikan berguna untuk natrium kromoglikat dan steroid.

 Easyhaler  Easyhaler adalah inhaler serbuk multidosis yang merupakan alternatif dari MDI. Komponennya terdiri dari plastik dan cincin stainless steel dan mengandung serbuk untuk sekurang-kurangnya 200 dosis. Masing-masing dosis obat dihitung secara akurat dengan cara menekan puncak alat (overcap) yang akan memutari silinder (metering cylindric) pada bagian bawah alat tersebut. Cekungan dosis berisi sejumlah obat berhubungan langsung dengan mouth piece. Saluran udara ke arah mouthpiece berbentuk corong dengan tujuan untuk mengoptimalkan deposisi obat di 37

saluran napas. Terdapat takaran dosis yang berguna untuk memberi informasi kepada pasien mengenai sisa dosis obat. Pelindung penutup berguna untuk mencegah kelembaban. Partikel obat yang halus ( 6 thn : 8-20 tetes



 Golongan antikolinergik  Ipratro pium bromid e

 Atrove n

 £ 6 thn : 4-10 tetes

 Golongan steroid  Budeso nide

 Pulmic ort

 Respul e

 Flutica sone

 Flixoti de

 Nebule

 

41



Sediaan steroid yang dapat digunakan untuk serangan asma



Steroid Oral :  N a m a G en eri k

 Nama Dagang

 Se

 Dosis

 Pr ed nis ol on

 Medrol, Medixon

 Ta

 1-2 mg/kgBB/haritiap 6 jam

 4



 Pr ed nis on

 Hostacorti n, Pehacort, Dellacorta

 Ta

 1-2 mg/kgBB/haritiap 6 jam

 5



 Tri a ms in ol on

 Kenacort

 Ta

 1-2 mg/kgBB/haritiap 6 jam

 Lameson, Urbason

 4

 

Steroid Injeksi :

 Nama Generik

 Nam a Daga ng

 Se di aa n

 J

 Dosis

 M. prednisolon

 SoluMedr ol

 Vi al 12 5 mg

 I

 1-2 mg/kg

 Suksinat

 Medi xon

 tiap 6 jam

 Vi 42

al 50 0 mg  Hidrokortis on-Suksinat

 SoluCorte f  Silac ort

 Deksameta son

 Orade xon  Kalm etaso n  Forte cortin  Corso na

 Vi al 10 0 mg

 I

 4 mg/kgBB/x  tiap 6 jam

 Vi al 10 0 mg  A mp ul 5 mg

 I

 0,51mg/kgBB bolus, dilanjutkan 1 mg/kgBB/ha ri diberikan tiap 6-8 jam

 I

 0,05-0,1 mg/kgBB tiap 6 jam

 A mp ul 4 mg  A mp ul 4 mg  A mp ul 5 mg

 Betametaso n

 Celes tone

 A mp ul 4 mg

   43

   

DAFTAR PUSTAKA 

1. Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia. Asma Dalam: Temu Ilmiah Respirologi Anak IV. Bagian FK – USU / RS. HAM Medan. 2003; 1 – 12. 2. Hasan R., Alatas H. Asma. Dalam: Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 3. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 1985; 1203 – 28. 3. Nelson WE. Asma. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15 Vol. 1. Alih Bahasa: Wahab S.A. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1997; 775 – 90. 4. Matondang CS., Wahidiyat I., Sastroasmoro S. Paru. Dalam: Diagnosis Fisik Pada Anak. Edisi 2 Penerbit CV. Sagung Seto. Jakarta. 2003; 70 – 4. 5. Gunawan S.G. (2009). Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik, FKUI. Jakarta. 6. Price S.A, Wilson L.M. (2006). Patofisiologi Konsp Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. EGC. Jakarta Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1985. Buku Kuliah jilid 3 Ilmu Kesehatan Anak. FKUI; Jakarta http://medicastore.com/asma/pengobatan_asma.php 

44

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF