Proposal Penelitian Kulit Kambing_revisi2

December 9, 2018 | Author: Rubianto | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

peternakan...

Description

PROPOSAL PENELITIAN PENYAMAKAN KULIT KAMBING MENGGUNAKAN KOMBINASI BAHAN PENYAMAK NABATI MIMOSA DENGAN VARIASI ASAM TERHADAP KUALITAS KULIT SAMAK

Oleh : RUBIANTO 11022028

PROGAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS AGROINDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA YOGYAKARTA 2015

USULAN PENELITIAN

PENYAMAKAN KULIT KAMBING MENGGUNAKAN KOMBINASI BAHAN PENYAMAK NABATI MIMOSA DENGAN VARIASI ASAM TERHADAP KUALITAS KULIT SAMAK

Yang diajukan oleh: RUBIANTO 11022028

Telah disetui oleh:

Pembimbing Utama

Pembimbing Pendamping

Dr. Ir. Sri Hartati Candra Dewi, M.Si.

Ir. Lukman Amin, M.P.

Yogyakarta,

April 2015

Dekan Fakultas Agroindustri Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Ir. Wafit Dinarto, M.Si. ii

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................. DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1.1. Latar Belakang Penelitian ............................................................ 1.2. Tujuan Penelitian ......................................................................... 1.3. Manfaat Penelitian ....................................................................... BAB II. TINJAUN PUSTAKA ....................................................................... 2.1. Histologi Kulit .............................................................................. 2.2. Kulit Kambing ............................................................................. 2.3. Penyamakan Nabati ...................................................................... 2.4. Bahan Samak Nabati .................................................................... 2.5. Asam ............................................................................................. 2.6. Tingkat Kematangan .................................................................... 2.7. Kekuatan Tarik dan Mulur ........................................................... 2.8. Kekuatan Sobek ............................................................................ 2.9. Hipotesis ....................................................................................... BAB III. MATERI DAN METODE ............................................................. 3.1.Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 3.2. Materi Penelitian ........................................................................ 3.3. Metode Penelitian ....................................................................... 3.4. Analisis Data .............................................................................. DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

iii

ii iii iv 1 1 2 3 4 4 8 10 17 18 20 21 21 22 23 23 23 23 29 31

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Potongan melintang kulit segar ..................................................... 5 Gambar 2. Sketsa bagian-bagian kulit ............................................................ 8 Gambar 3. Bagan proses penyamakan nabati ................................................. 12 Gambar 4. Betuk sampel uji kekuatan tarik dan mulur ................................... 28 Gambar 5. Bentuk sampel uji kekuatan sobek model lidah ............................ 29

iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Kulit akan menjadi produk yang mempunyai nilai tambah yang tinggi dan mutu yang baik apabila dilakukan pengolahan; salah satunya adalah dengan penyamakan. Perkembangan penyamakan kulit dapat dikatakan sangat signifikan. Penyamakan adalah suatu proses memodifikasi protein dalam kulit, sehingga ketahanan terhadap panas, pendegradasian enzimatis, dan kekuatan termomekanikalnya lebih stabil. Dalam industri penyamakan kulit terdapat tiga tahapan proses, yaitu proses basah (beam house operations), proses penyamakan (tanning), pasca penyamakan, dan penyelesaian akhir (finishing) (Said, 2012). Kulit sebagai salah satu hasil sampingan dari pemotongan ternak mempunyai nilai ekonomis tinggi. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, kulit telah dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan manusia, antara lain untuk membuat tas, dompet, jaket dan produk-produk kerajinan kulit yang lain. Kulit sapi, kerbau, domba dan kulit kambing yang selama ini digunakan dalam industri penyamakan kulit jumlahnya terbatas (Mustakim et al., 2010). Produk kulit yang baik, dipengaruhi oleh perlakuan pada saat sebelum penyamakan, saat proses penyamakan dan pada saat pengujian. Perlakuan penyamakan kulit akan memperbaiki sifat-sifat kulit, antara lain kulit lebih

1

tahan terhadap panas, pengaruh kimia dan aktivitas mikroorganisme serta meningkatkan kekuatan dan kelenturan kulit samak (Mustakim et al., 2010). Penyamakan bertujuan untuk merubah kulit mentah yang mudah rusak oleh aktivitas mikroorganisme, reaksi kimia dan atau kerusakan fisik menjadi kulit tersamak yang lebih tahan terhadap pengaruh-pengaruh tersebut. Penyamakan kulit secara umum dapat dibagi menjadi empat, yaitu penyamakan nabati, penyamakan sintetis, penyamakan mineral, dan penyamakan minyak (Said, 2012). Penyamak nabati (condensed vegetable tannages) seperti mimosa, quebracho, dan gambier merupakan bahan penyamak non mineral yang dihasilkan dari sumber daya alam terbarukan dan bersifat ramah lingkungan. Mimosa dihasilkan dari kayu dan kulit kayu Acacia mearnsii dan A. mangium; quebracho dari kayu Schinopsis lorentzii dan S. balansae; dan gambier dari daun dan ranting pohon Uncaria gambier (Suparno et al., 2010).

1.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh bahan penyamak nabati mimosa yang dikombinasikan dengan variasi beberapa asam (asam formiat (HCOOH), asam cuka (CH3COOH), dan asam salisilat (C7H6O3)) terhadap tingkat kematangan, kekuatan tarik dan mulur, dan kekuatan sobek.

2

1.3. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tentang salah satu bahan penyamak yang digunakan dalam teknologi penyamakan kulit, khususnya bagi mereka yang tertarik dan mendalami teknologi penyamakan kulit serta bagi mahasiswa pada umumnya dan diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan untuk dilaksanakannya penelitian lebih lanjut

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Histologi Kulit Kulit merupakan organ tunggal dengan berat sekitar 10% dari berat badan. Kulit pada kambing beratnya sekitar 8 – 12% dari berat badannya. Kulit pada ternak mempunyai fungsi antara lain melindungi hewan dari pengaruh luar, melindungi jaringan yang ada di bawahnya, memberi bentuk, menerima rangsang dari lingkungan, dan mengatur suhu tubuh. Kulit ternak pada dasarnya sama yaitu tersusun dari jaringan yang secara histologi terdiri dari epidermis, korium atau dermis, dan jaringan-jaringan lain yang terdapat di dalamnya. Sifat fisik kulit mentah dipengaruhi oleh keadaan ternak waktu masih hidup, sifat-sifat tersebut dibawa pula setelah kulit mengalami pengawetan dan penyamakan. Setiap jenis kulit ternak mempunyai karakteristik sendiri-sendiri. Karakteristik kulit dipengaruhi oleh jenis ternak, bangsa, iklim, dan pakan (Soeparno et al., 2011). Struktur alami kulit ternak sangat penting bagi kulit samak yang dihasilkan. Kulit dari berbagai jenis ternak mempunyai struktur yang berbeda sehingga kulit samak masing-masing jenis ternak mempunyai keunikan sendiri-sendiri. Histologi kulit segar sangat penting bagi penyamak dan ahli kimia kulit samak, dan yang lebih penting lagi adalah perubahan-perubahan struktur yang terjadi ketika kulit diubah menjadi kulit samak (Soeparno et al., 2011).

4

Gambar 1. Potongan melintang kulit segar (Soeparno et al., 2011) Keterangan: A. Epidermis B. Akar rambut C. Kelenjar sebasea

D. Kelenjar keringat E. Pembuluh darah arteri

Gambar potongan melintang kulit saat tiba di pabrik penyamakan kulit pada umumnya telah berubah banyak dengan kulit segar yang baru dilepas dari tubuh ternak. Pada gambar 1 menampilkan semua struktur kulit yang diperoleh dengan berbagai pengecatan untuk menunjukkan masing-masing jaringan yang ada. Potongan melintang tertentu memperlihatkan sejumlah jaringan yang selanjutnya dapat dibagi-bagi lagi (Soeparno et al., 2011). Secara histologi kulit hewan mamalia mempunyai struktur yang sama, yang terdiri dari tiga lapisan. Ketiga lapisan tersebut adalah epidermis, korium dan hipodermis/subkutis (Purnomo, 1985). Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tersusun dari beberapa lapisan lagi dan merupakan lapisan sel-sel epitel. Susunan lapisan dari permukaan ke dalam lapisan tersebut adalah stratum korneum, stratum insidum, stratum granulosum dan stratum germinativum. Pada lapisan epidermis ini tidak terdapat pembuluh darah, jadi zat makanannya diperoleh dari pembuluh darah 5

limpa yang terdapat di korium. Sel-sel epitel ini tidak hanya tumbuh menjadi epidermis, tetapi juga dapat menjadi rambut, kelenjar sudoriferous dan kelenjar sebaseus. Menurut (Purnomo, 1985) epidermis merupakan lapisan yang paling atas yang memiliki ketebalan ± 1%, keras (merupakan sel-sel tua/mati), dan akan hilang bersama-sama bulunya pada proses pengapuran dan pembuangan bulu. Korium atau derma adalah bagian pokok tenunan kulit yang akan diubah menjadi kulit samak. Korium terdiri atas jaringan kolagen, elastin dan retikulin (Judoamidjojo, 1981). Kolagen adalah protein utama pada jaringan ikat. Jaringan ikat terdapat hampir di semua komponen tubuh ternak (Soeparno et al., 2011). Korium bukan merupakan sel-sel, akan tetapi merupakan serabut-serabut yang tersusun sebagai anyaman halus yang dipersatukan

menjadi

berkas-berkas

korium.

Serabut-serabut

tersebut

merupakan serabut kolagen yang di dalam air akan membengkak serta pada pemanasan menghasilkan gelatin (terutama bila dipanaskan dengan asam dan basa kuat). Lapisan korium akan semakin padat dan kuat bila binatangnya semakin tua (Purnomo, 1985). Kolagen merupakan bagian terbesar atau penyusun utama serta bagian pokok pembentuk kulit samak (Judoamidjojo, 1981). Jaringan serat kolagen ini tersusun secara tidak beraturan. Sarafnya menuju ke segala arah dan tidak terdapat ujung pangkalnya serta bercabang-cabang. Sepotong serat kolagen sebenarnya terdiri dari serabut-serabut yang lebih kecil yang disebut fibrilfibril. Diantara fibril-fibril tersebut terdapat substansi interfibril yang

6

merupakan semacam protein cair yang larut dalam alkali. Dalam proses persiapan penyamakan substansi ini dibuang dengan maksud melonggarkan tenunan untuk memudahkan proses penyamakan. Lapisan korium terdiri dari dua lapisan yaitu pars papilaris dan pars retikularis. Pars papilaris sangat penting karena lapisan ini menentukan rupa dari kulit. Pada lapisan ini terdapat rajah (grain layer) yang tipis tetapi kuat yang merupakan batas antara lapisan epidermis dan lapisan korium. Pars retikularis sebagian besar merupakan tenunan kolagen, tenunan lemak, elastin, dan retikulin (Nurwantoro, 2003). Subkutis (hipodermis) berfungsi sebagai penghubung antara bagian kulit dengan bagian daging binatang. Serat-seratnya horizontal dan sedikit, maka mudah dilepas dari kulitnya. Ruang-ruang subkutis biasanya terisi dengan jaringan lemak. Seperti halnya lapisan epidermis, lapisan subkutis ini juga akan dihilangkan pada proses pengapuran (buang daging) (Purnomo, 1985). Lapisan subkutis biasanya dimanfaatkan sebagai hasil ikutan untuk membuat lem atau rambak (Nurwantoro, 2003).

7

Gambar 2. Sketsa bagian-bagian kulit (Suardana, 2008) Keterangan: A. Daerah Pipi B. Daerah Pundak C. Daerah Krupon

D. Daerah Badan E. Daerah Pinggul F. Daerah Perut

Menurut luasnya, bagian yang paling luas adalah bagian krupon bagian perut dan kaki, kemudian bagian leher dan pundak, dan yang terkecil adalah bagian ekor. Menurut kekuatannya, bagian yang paling kuat adalah bagian krupon, perit, pundak, leher, kaki, dan ekor (Purnomo, 1985).

2.2. Kulit Kambing Kambing dengan sifat alaminya sangat cocok dibudidayakan di daerah pedesaan yang sebagian besar penduduknya adalah petani berpenghasilan rendah. Sebab ternak kambing memiliki sifat dapat beranak kembar dan fasilitas serta pengolahnnya lebih sederhana dibandingkan dengan ternak ruminansia besar. Berdasarkan data Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan

8

Tahun 2013, populasi kambing untuk Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2009 tercatat 308.353 ekor, tahun 2010 tercatat 331.147 ekor, tahun 2011 tercatat 343.647 ekor, tahun 2012 tercatat 352.223 ekor, dan tahun 2013 mencapai 381.341 ekor. Disamping daging, ternak kambing masih dapat memberikan hasil sampingan berupa susu, pupuk kandang, dan hasil ikutan yang berupa kulit. Hasil ikutan yang memiliki nilai ekonomi tinggi adalah kulit. Kulit kambimg merupakan bahan baku yang tidak hanya dibutuhkan oleh industri besar, tetapi juga dibutuhkan oleh industri kecil yang memproduksi hasil kerajinan kulit. Cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan potensi kulit kambing sebagai komoditas, yaitu pengawetan kulit dan penyamakan kulit (Murtijo, 1993). Kulit mentah yang telah mengalami proses produksi lebih lanjut menjadi kulit hasil olahan memiliki sifat lebih tahan terhadap perubahan kimia maupun fisik. Secara kimia susunan, susunan kimia kulit telah mengalami perubahan dimana zat-zat kimia yang mudah mengalami hidrolisis seperti lemak pada kulit menjadi lebih stabil, begitu juga protein yang asalnya mudah dijadikan media hidup oleh mikroorganisme telah berubah menjadi senyawa-senyawa yang tidak disukai oleh mikroorganisme, selain itu kulit hasil olahan juga memiliki daya tahan terhadap perubahan fisik seperti perubahan suhu, kelembaban, gesekan, dan lain-lain (Gumilar et al., 2010). Berdasarkan SNI 06-2738-1992 tentang kulit kambing mentah basah, yang dimaksud kulit kambing mentah basah adalah kulit yang diperoleh dari hasil

9

pemotongan ternak kambing, dimana kulit tersebut telah dipisahkan dari seluruh bagian dagingnya, baik yang segar maupun yang digarami. Persyaratan kulit kambing menurut SNI tersebut adalah berbau khas kulit kambing, warna merata, segar/cerah, bersih dan tidaak ada warna yang mencurigakan, bulu tidak rontok, dalam penentuan ukuran kulit dipergunakan lebar kulit atau panjang kulit dalam cm/feet square.

2.3. Penyamakan Nabati Secara umum penyamakan kulit memiliki tiga tahapan yaitu, (1) tahap pendahuluan

(beam

house

operation)

yang

meluputi

perendaman,

pembuangan lemak, pengapuran, buang bulu, buang daging, pengapuran ulang, buang kapur, pengikisan protein, dan pengasaman, (2) tahap penyamakan, dan (3) tahap finishing yang meliputi pemeraman, pemerahan, pengetaman, penetralan, pengecatan dasar, peminyakan, fiksasi, pengurangan kadar air, perataan rajah, pengeringan, pembasahan kembali, pelemasan, pementangan, pengamplasan, pengecatan tutup, dan pengkilapan (Said, 2012). Penyamakan bertujuan untuk mengubah kulit mentah yang mudah rusak oleh aktivitas mikroorganisme, khemis atau phisis, menjadi kulit tersamak yang

lebih

tahan

terhadap

pengaruh-pengaruh

tersebut.

Mekanisme

penyamakan kulit pada prinsipnya adalah memasukkan bahan tertentu yang disebut bahan penyamak ke dalam anyaman atau jaringan serat kulit sehingga terjadi ikatan kimia antara bahan penyamak dengan serat kulit.

10

Seperti kita ketahui bahwa kulit mentah baik yang berasal dari hewan seperti sapi, kerbau, kambing, maupun reptil merupakan jaringan kolagen. Kolagen merupakan protein yang mudah rusak apabila terlalu asam atau terlalu basa, serta mudah rusak oleh mikroorganisme. Akan tetapi apabila kolagen tersebut bereaksi dengan zat penyamak, baik zat penyamak yang berasal dari tumbuh-tumbuhan (nabati), zat penyamak mineral (misalnya krom), zat penyamak minyak atau zat penyamak sintetis, kulit akan lebih tahan terhadap pengaruh asam, basa, dan mikroorganisme (walaupun tidak mutlak), serta sifat phisik kulit akan berubah menjadi lebih baik bila dibandingkan dengan kulit mentahnya (seperti sifat kelemasannya, ketahanan terhadap panas/dingin, gesekan, dan lain-lainnya) (Purnomo, 1991). Penyamakan nabati dilakukan dengan menggunakan bahan penyamak yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Sistem penyamakan ini sebenarnya sudah lama dilakukan oleh nenek moyang kita, walaupun dengan cara yang sangat sederhana yang kemudian berkembang hingga saat ini (Purnomo, 1992) Kulit yang disamak nabati umumnya berwarna coklat muda atau kemerahan sesuai dengan warna bahan penyamak. Ketahanan fisiknya terhadap panas kurang baik dibandingkan dengan kulit yang disamak krom walaupun lebih baik bila dibandingkan dengan kulit yang disamak dengan minyak atau formaldehyde. Kulitnya agak kaku, tetapi empuk, cocok untuk digunakan sebagai bahan dasar ikat pinggang, tas terutama yang pengerjaannya dengan tangan (Purnomo, 1992).

11

Proses penyamakan nabati harus diusahakan tidak terkena benda-benda yang terbuat dari besi, karena akan menyebabkan timbulnya noda-noda hitam pada kulit jadi. Penyimpanan zat penyamak nabati sebaiknya dilakukan ditempat yang tertutup, sebab jika terkena udara terbuka, zat penyamak akan berubah menjadi coklat gelap (Purnomo, 1992).

Kulit awet kering Perendaman (Soaking) Pengapuran (Liming) Pengapuran Ulang (Reliming) Buang Kapur (Deliming) Pengikisan Protein (Bating) Penghilangan Lemak (Degreasing) Pengasaman (Pikel) Penyamakan (Tanning Process) Kulit Lapis (Sol) Gambar 3. Bagan Proses Penyamakan Nabati (BBKKP, 2014)

12

Perendaman (soaking) Tujuan dari proses perendaman adalah untuk mengembalikan kadar air yang hilang selama proses pengawetan sedang berlangsung, khususnya untuk kulit yang diawetkan dengan cara dikeringkan, sehingga kadar airnya mendekati atau sama dengan kadar air kulit hewan segar yang baru dipotong, membersihkan kulit yang diawetkan dari bahan-bahan pengawet, dan membersihkan kotoran-kotoran lain yang melekat (Said, 2012). Hal yang harus diperhatikan bahwa untuk daerah tropis seperti di Indonesia, proses perendaman harus dilakukan sesingkat mungkin dalam upaya mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Penggunaan air dingin akan meminimalisir perkembangan mikroorganisme. Penggunaan air yang bersuhu tinggi menyebabkan kulit menjadi kendor dan serabut akan tampak sangat besar (Said, 2012). Menurut (Yusuf, 2011) perendaman dianggap cukup apabila kulit menjadi lemas, lunak, tidak memberikan perlawanan dalam pegangan atau bila berat kulit telah menjadi 220% - 250% dari berat kulit mentah kering, yang berarti kadar airnya mendekati kulit segar (60% - 65%).

Pengapuran (liming) Tujuannya

adalah

untuk

menghilangkan

epidermis

dan

bulu,

menghilangkan kelenjar keringat dan kelenjar lemak, menghilangkan zat-zat yang bukan kolagen yang aktif menghadapi zat-zat penyamak (Yusuf, 2011).

13

Dalam proses pengapuran ini akan mengakibatkan penemaran yaitu sisasisa Ca(OH)2, Na2S, zat-zat kulit yang terlarut, dan bulu yang terlepas.

Pengapuran Ulang (reliming) Proses ini bertujuan untuk menyempurnakan tujuan proses pengapuran awal. Prinsip kerjanya bahwa kapur akan mencerna sisa-sisa rambut, epidermis, protein globuler maupun lemak. Komponen lemak dapat dihilangkan dengan menggunakan pisau (Said, 2012). Untuk kulit yang akan disamak nabati, kapur akan bereaksi dengan tannin menjadi kalsium tannat yang warnanya gelap dan keras serta kulit mudah pecah (Yusuf, 2011).

Buang Kapur (deliming) Proses buang kapur bertujuan (1) menghilangkan kapur yang terikat oleh kolagen dan kapur tidak terikat yang berada di antara serat kolagen, (2) menurunkan pembengkakan yang terjadi pada saat proses pengapuran. Prinsip dilakukannya proses buang kapur adalah kapur yang tertinggal di dalam kulit harus dihilangkan oleh karena penyamakan harus dilakukan pada suasana asam (Said, 2012).

Pengikisan Protein (bating) Tujuan dilakukannya proses bating adalah (1) membuat agar permukaan (grain) pada kulit samak terlihat lebih bersih, halus dan lembut, (2) agar

14

dihasilkan kulit samak yang bertekstur lunak, lembut dan elastis serta (3) untuk mendegradasi lemak dan protein-protein globular. Proses bating dapat dilakukan di dalam drum, dimana kulit-kulit dimasukkan ke dalam drum kemudian ditambah dengan air sebanyak 300-400%. Kulit yang berkategori berat cukup ditambah air sebanyak 200-300%. Prosedur bating disesuaikan dengan tipe kulit dan sifat kulit samak yang diharapkan (Said, 2012).

Penghilangan Lemak (degreasing) Proses ini bertujuan untuk menghilangkan lemak alami yang ada pada kulit (Said, 2012).

Pengasaman (pickling) Tujuan dilakukannya proses pengasaman antara lain (1) menyiapkan kondisi kulit agar sesuai dengan kondisi larutan penyamak sehingga bahan penyamak mudah masuk, terdistribusi dan bereaksi dengan kolagen kulit, (2) menetralkan sisa-sisa kapur dan menghilangkan flek-flek besi yang berasal dari Na2S saat dilakukan proses pengapuran. Proses dihentikan bila pH telah mencapai 3-3,5. Produk kulit yang telah mengalami proses pengasaman (pickling) disebut kulit pikel (Said, 2012). Pikel adalah suatu cairan yang terdiri dari campuran antara asam dengan garam dapur yang berfungsi untuk mengawetkan kulit (Gumilar et al., 2010), dan meningkatkan kecepatan meresapnya zat penyamak sehingga dapat

15

menghindari kerusakan rajah, juga merupakan proses awal yang penting pada tahapan pengolahan kulit (Judoamidjojo, 1981). Pada prinsipnya proses pengasaman (pickle) membuat kondisi kulit menjadi asam, yaitu dengan menurunkan pH kulit yang semula pHnya 7 menjadi pH 3 (Fahidin dan Muslich, 1999).

Penyamakan (tanning) Tujuan dilakukannya proses penyamakan adalah untuk mengubah kulit mentah yang mudah busuk menjadi kulit samak yang awet, lembut dan tidak membengkak bila dibasahkan lagi. Kulit yang sudah diproses (soakingpickling) masih dapat mengalami proses pembusukan, sehingga untuk mencegah hal tersebut maka kulit harus segera disamak. Kulit yang kaku dapat terjadi karena adanya proses yang kurang sempurna. Pada tahap penyamakan (tanning), proses harus dilakukan selama semalaman (overnight) (Said, 2012). Selama proses penyamakan berlangsung, terjadi reaksi antara gugus-gugus karboksil yang terdapat di dalam zat penyamak nabati dengan struktur kolagen yang diikuti oleh reaksi ikatan dari molekul zat penyamak dengan molekul zat penyamak lainnya sampai seluruh ruang kosong yang terdapat di antara rantai kolagen terisi seluruhnya sehingga kulit menjadi lebih kaku dan tebal (Purnomo,1992).

16

2.4. Bahan Samak Nabati Bahan penyamak nabati berasal dari tumbuh-tumbuhan. Ada beberapa jenis tumbuh-tumbuhan yang mengandung zat penyamak nabati seperti: akasia, bakau, trengguli, mahoni, pisang, manggis, mirobalan, teh dan lainlainnya. Bahan penyamak nabati dalam istilah perkulitan disebut tannin. Bagian-bagian tanaman yang mengandung zat penyamak antara lain kulit kayu (babakan), kayu, buah, daun, dan akar (Purnomo dan Wazah, 1984). Pada tumbuhan akasia, produksi zat penyamakan terbaik jika umur tanaman sudah mencapai ± 8 tahun. Bagian tumbuhan yang banyak mengandung zat penyamak adalah dari kulit kayunya terutama pada bagian batang pohon (Purnomo dan Wazah, 1984). Sifat zat penyamak akasia yaitu: (1) mudah larut dalam air, (2) memiliki daya menyamak yang cepat, (3) tidak membentuk asam (kadar zat gula hanya sedikit), (4) baik untuk menyamak segala jenis kulit, (5) dapat dicampur dengan bahan penyamak nabati lainnya, (6) umumnya diperdagangkan sebagai ekstrak, (7) sifat kulit yang dihasilkannya baik, kuat, berisi, dan cukup lemas, (8) tidak tahan cahaya (Purnomo dan Wazah, 1984). Kandungan dari ekstrak akasia (mimosa) yaitu: (1) zat penyamak 70%; (2) zat bukan penyamak 22,5%; (3) air 5,5%; dan (4) ampas 1,50%; warna pada pH 1,2 merah; dan warna pada pH 2,2 kuning (Purnomo dan Wazah, 1984).

17

2.5. Asam Senyawa asam dan basa banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Secara umum zat-zat yang berasa masam mengandung asam, misalnya asam sitrat pada jeruk, asam cuka, asam tartrat pada anggur, asam laktat ditimbulkan dari air susu yang rusak (Permana, 2009). Asam adalah suatu zat yang bila dilarutkan ke dalam air akan menghasilkan ion hidrogen (H+). Yang menyebabkan sifat asam adalah ion H+. Oleh karena itu, senyawa seperti etanol (C2H5OH), gula pasir (C12H22O11), meskipun mengandung atom hidrogen tetapi tidak bersifat asam, sebab tidak dapat melepaskan ion H+ ketika dilarutkan ke dalam air (Permana, 2009). Berdasarkan kemampuan senyawa asam untuk bereaksi dengan air membentuk ion H+, senyawa dibedakan menjadi asam biner, asam oksi, dan asam organik (Pertana, 2007). Beberapa asam organik yang digunakan dalam penyamakan kulit ini antara lain sebagai berikut.

2.5.1. Asam Formiat atau Asam Format (HCOOH) Asam formiat (nama sistematis: asam metanoat) adalah asam karboksilat yang paling sederhana. Asam formiat secara alami terdapat pada semut merah, lebah, jelatang dan sebagainya (Riawan, 1990). Asam formiat termasuk ke dalam golongan asam organik. Jenis asam organik ini apabila dipakai dalam proses pikel, selain membantu menurunkan nilai pH kulit, juga gugus asam akan masuk ke dalam krom kompleks dan

18

berfungsi sebagai masker pada proses penyamakan (tanning). Penggunaan asam formiat menghasilkan kulit lebih halus (Gumilar et al., 2010). Sifat-sifat fisik dari asam formiat yaitu berbentuk cairan, tak berwarna, merusak kulit, berbau tajam, larut dalam H2O dengan sempurna. Sedangkan sifat kimianya yaitu asam formiat merupakan asam paling kuat dari asamasam karboksilat, mempunyai gugus asam dan gugus aldehida (Riawan, 1990). Penggunaan asam formiat antara lain untuk koagolasi lateks, bahan penyamakan kulit, bahan pada industri tekstil, dan sebagai fungisida. Pada industri kulit, asam formiat digunakan dalam proses penyamakan kulit yaitu sebagai bahan pembersih zat kapur dan pengatur pH saat pencelupan. Asam formiat digunakan untuk menetralkan kapur (deliming) agar kulit menjadi lebih besar dan padat. Asam formiat merupakan bahan yang mudah menguap sehingga tidak akan tertinggal pada serat kulit (Riawan, 1990).

2.5.2. Asam Cuka (CH3COOH) Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik leleh 16,6 °C dan titik didih 118 oC (Fessenden, 1986).

19

Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat digunakan untuk sintetis, misalnya zat warna, zat wangi, bahan farmasi, plastik (misal polivinil asetat), serat buatan, selulosa asetat, dalam makanan dan sebagainya (Riawan, 1990)

2.5.3. Asam Salisilat (C7H6O3) Bentuk padat, serbuk kristal tidak berwarna atau berwarna putih tetapi jika dibuat dari metil salisilat alami, berwarna kuning atau merah muda, tidak berbau atau sedikit berbau mint, berasa manis. Penggunaan secara umum yaitu untuk pengawet makanan, pembuatan metil salisilat, asetil salisilat atau salisilat yang lain (BPOM RI, 2011).

2.6. Tingkat Kematangan Tujuan dari proses penyamakan kulit adalah untuk mengubah fibril-fibril pada kolagen kulit menjadi masak dan berikatan dengan bahan penyamak sehingga kulit menjadi stabil dan tahan terhadap pengaruh fisik, kimia, dan mikrobiologis. Untuk menguji tingkat kematangan penyamakan kulit dilakukan dengan boiling test (uji suhu kerut). Suhu pengkerutan kulit merupakan suhu yang dicapai pada saat kulit mengkerut maksimum 0,3% dari panjang awal, jika kulit dipanaskan secara perlahan-lahan dalam media pemanas (SNI 06-7127-2005).

20

Apabila setelah dilakukan pengujian terjadi pembengkakan dan biasanya pada penampang lintang ada bagian yang berwarna putih transparan menunjukkan bahwa kulit belum masak. Ketika setelah diuji dan dinyatakan kulit masak, maka dapat dilakukan proses penyelesaian (finishing). Namun apabila kulit belum masak, maka kulit tersebut masih harus diaduk-aduk lagi hingga tercapai kemasakan yang sempurna, kalau perlu harus direndam satu malam lagi (Purnomo, 1992)

2.7. Kekuatan Tarik dan Mulur Kulit mentah ataupun yang disamak diukur dan dinyatakan kekuatannya dengan kekuatan tarik dan kemuluran. Kekuatan tarik (kg/cm 2) ialah besarnya beban (kg) yang dibutuhkan untuk menarik contoh kulit berukuran panjang 5 cm, lebar 1 cm serta kecepatan penarikan 25 m/menit hingga contoh kulit tersebut putus. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kekuatan tarik dan mulur suatu kulit antara lain kadar protein, air dan lemak, kepadatan berkas serabut kolagen, dan keutuhan serabut kolagen. Kulit yang kuat tariknya tinggi pada umumnya kemuluran rendah, kuat tarik yang rendah persen kemulurannya selalu tinggi (Soeparno et al., 2011).

2.8. Kekuatan Sobek Kekuatan sobek (tearing strength) dengan mesin uji kekuatan tarik adalah besarnya gaya maksimal yang diperlukan untuk menyobek cuplikan sampai sobek, dinyatakan dalam newton per cm tebal (SNI 06-1794-1990).

21

Kekuatan sobek lapisan kulit (peeling strength) dengan mesin uji kekuatan tarik adalah besarnya gaya maksimal yang diperlukan untuk menyobek sejajar dengan permukaanya, dinyatakan dalam newton per cm lebar (SNI 06-17941990).

2.9. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh penggunaan kombinasi bahan penyamak mimosa dan variasi asam terhadap kualitas kulit samak.

22

BAB III MATERI DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik (BBKKP) Yogyakarta yang berlokasi di Jl. Sukonandi No. 9, Yogyakarta. Penelitian dilaksanakan selama 30 hari dimulai dari tanggal 04 Mei sampai dengan 06 Juni 2015.

3.2. Materi Penelitian Materi yang digunakan adalah kulit kambing awetan sebanyak 4 lembar yang diperoleh dari penjual di daerah Piyungan, Bantul, Yogyakarta. Bahanbahan kimia untuk proses penyamakan dibeli dari Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik (BBKKP) Yogyakarta.

3.3. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan secara eksperimental menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan empat perlakuan (P1, P2, P3, dan P4), masing-masing perlakuan diulang empat kali. Proses penyamakan pada penelitian ini menggunakan 25% bahan penyamak mimosa mengacu pada penelitian pada kulit domba yang dilakukan oleh Nasr et al., (2013) dengan konsentrasi terbaik menggunakan 25% mimosa dengan hasil penelitian kekuatan tarik sebesar 129,90 kg/cm2, kekuatan sobek 34,78 kg/cm2, dan

23

kemuluran 55,32 %. Hasil penelitian pada kulit kelinci samak berbulu yang dilakukan oleh (Mustakim et al., 2007) juga menunjukkan bahwa penggunaan 25% mimosa memberikan hasil yang terbaik terhadap kekuatan jahit (39,511 kg/cm) dan kekuatan sobek (6,770 kg/cm). Untuk variasi asam ditentukan sebesar 0,5% berdasarkan hasil penelitian (Mustakim et al., 2007) yang menyatakan pada proses pengasaman ditambahkan asam formiat (HCOOH) sebanyak 0,5%. Adapun perlakuannya sebagai berikut : P1 : Mimosa 25% P2 : Mimosa 25% + Asam Formiat (HCOOH) 0,5% P3 : Mimosa 25% + Asam Cuka (CH3COOH) 0,5% P4 : Mimosa 25% + Asam Salisilat (C7H6O3) 0,5%

3.3.1. Proses Penyamakan a. Perendaman (Soaking) Bahan yang dibutuhkan dalam proses soaking menurut (Said, 2012) adalah: antibakteri 0,5%, teepol 0,3%, deterjen 1 kg, air 200% (dihitung dari berat kulit awal). Air yang digunakan diupayakan memiliki kesadahan yang rendah. Soaking dilakukan dalam drum berputar selama 1 jam. Proses perendaman dilakukan sampai kulit cukup lemas, penampang irisan kulit yang tebal berwarna putih, dan kadar air kulit mendekati kulit segar (6065%).

24

b. Pengapuran (Liming) Bahan yang dibutuhkan dalam proses liming menurut (Said, 2012) adalah: air pelarut 400%, Ca(OH)2 5%, Na2S 4%, dispersing agent 0,25%. Liming dilakukan di dalam drum berputar dengan rpm yang rendah.

c. Pengapuran Ulang (Reliming) Bahan yang dibutuhkan dalam proses reliming menurut (Said, 2012) adalah: air 400% dan Ca(OH)2 1-2%. Reliming dilakukan pada drum berputar selama 15 menit dan sesudahnya dilakukan penyimpanan selama semalam.

d. Buang kapur (Deliming) Bahan yang dibutuhkan dalam proses deliming menurut (Said, 2012) adalah: air 200%, amonium sulfat 1%, asam formiat 0,5%. Deliming dilakukan dalam drum berputar.

e. Pengikisan protein (Bating) Bahan yang dibutuhkan dalam proses bating menurut (Said, 2012) adalah: HCl, H2SO4 yang telah diencerkan dengan perbandingan 1:10 sebanyak 0,2%, asam boraks, NH4Cl 0,7%. Proses bating dilakukan di dalam drum, dimana kulit-kulit dimasukkan ke dalam drum kemudian ditambah dengan air sebanyak 300-400%.

25

f. Penghilangan lemak (Degreasing) Bahan yang dibutuhkan dalam proses degreasing menurut (Said, 2012) adalah: air 100%, palcobate 0,5%, teepol 0,5%, kerosin. Proses yang dilakukan adalah bahan penghilang lemak ditambah 10-20% air ditambah 0,5-1,5% emulsifier, diputar dalam drum selama 30-45 menit pada kecepatan 17-18 rpm dan kemucian kulit dicuci dalam larutan garam.

g. Pengasaman (Pikel) Bahan yang dibutuhkan dalam proses pikel menurut (Said, 2012) adalah: air 125-150%, NaCl 10-12%, asam formiat yang telah diencerkan 1:10 sebanyak 0,5%, H2SO4 yang telah diencerkan dengan perbandingan 1:10 sebanyak 1-1,2%, dan anti bakteri 0,5%. Proses dilakukan di dalam drum berputar sampai dengan mencapai pH 3 - 3,5.

h. Penyamakan (Tanning) Sebelum penyamakan dengan mimosa dipastikan dahulu pH mencapai 5-6. Apabila pH belum mencapai nilai tersebut maka perlu penambahan soda kue untuk menaikkan pH. Pada proses penyamakan dilakukan dengan mimosa 25% dengan cara mimosa dibagi menjadi empat tahap dengan setiap tahap dengan memberikan mimosa 6,25%. Setelah proses dengan mimosa selesai kemudian dilanjutkan dengan pemberian asam sesuai dengan variasinya masing-masing.

26

3.3.2. Uji Tingkat Kematangan Untuk menguji tingkat kematangan dilakukan dengan uji kerut (boiling test), yaitu dengan cara mengambil sampel kulit ukuran 2 x 2 cm untuk direbus dan bila bentuknya tidak mengalami perubahan berarti kulit yang disamak telah matang. Untuk mengetahui presentase kematangan kulit samak dapat dihitung dengan rumus kematangan penyamakan sebagai berikut: Tingkat kematangan=

x 100%

3.3.3. Uji Kekuatan Tarik dan Mulur Menurut SNI 06-1795-1990, prosedur pengujian kekuatan tarik dan kemuluran adalah sebagai berikut. a) Cuplikan dikondisikan pada suhu 25oC dan RH 63% - 67% selama 24 jam. b) Tebal cuplikan diukur pada tiga tempat dengan alat ukur tebal kulit, diambil ukuran tebal yang paling kecil dari ketiga ukuran tersebut yang dinyatakan sebagai tebal cuplikan. c) Lebar cuplikan diukur pada tiga tempat dengan jangka sorong, diambil ukuran lebar yang terkecil dari ketiga ukuran tersebut dinyatakan sebagai lebar cuplikan. d) Mesin penguji (Tensile Strength Tester) disiapkan, cuplikan dipasang pada penjepit dan menguatkannya dengan kunci pengeras yang

27

tersedia. Jarum pada skala penunjuk beban dan skala kemuluran diatur pada angaka nol. e) Menjalankan mesin sampai cuplikan tertarik putus. f) Mengamati

dan

mencatat

besarnya

beban

maksimum

dan

pertambahan panjang pada skala penunjuk.

Gambar 4. Bentuk sampel uji kekuatan tarik dan mulur

Berdasarkan SNI 06-1795-1989 kekuatan tarik dan kemuluran kulit diperoleh dengan rumus. 2

Kekuatan Tarik (kg/cm ) =

Kemuluran kulit (%) =

x100%

Keterangan : G : beban maksimal tarikan A : luas penampang cuplikan Li : panjang waktu putus Lo : panjang semula

3.3.4. Uji Kekuatan Sobek Menurut SNI 06-1794-1990, prosedur pengujian kekuatan sobek (bentuk cuplikan model lidah) adalah sebagai berikut. a) Kondisi cuplikan pada kelembaban relatif 65 ± 2% dan suhu 25 ± 5 0

C selama 24 ± 2 jam.

b) Ukur tebal cuplikan.

28

c) Siapkan mesin. Pasang kedua ujung lidah cuplikan pada penjepit dan kuatkan dengan kunci pengeras yang tersedia. d) Jalankan mesin sehingga cuplikan tersobek sempurna. e) Catat beban tarikan pada skala penunjuk mesin uji kekuatan tarik.

Gambar 5. Bentuk sampel uji kekuatan sobek model lidah

Berdasarkan SNI 06-1794-1989 kekuatan sobek (bentuk cuplikan model lidah) kulit diperoleh dengan rumus. Kekuatan Sobek (kg/cm2) =

3.4. Analisis Data Data yang diperoleh akan diuji dengan analisis ragam (anova) berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan empat perlakuan dan empat kali ulangan untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan terhadap perubahan yang diamati. Model linear (Sastrosupadi, 1995) yang digunakan adalah sebagai berikut : Yij = µ + τi + βj + εij Keterangan : Yij = respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

29

µ = nilai tengah umum τi = pengaruh perlakuan ke-i βj = pengaruh blok ke-j εij = pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Dari hasil yang diperoleh apabila menunjukan adanya pengaruh yang nyata maka akan dilanjutkan dengan Uji Jarak Duncan’s (UJD) yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan pada perlakuan yang digunakan.

30

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Statistik Peternakan dan Kesehatan Kewan 2013. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Kementrian Pertanian Republik Indonesia, Jakarta ______. 2011. Asam Salisilat. Sentra Informasi Keracunan nasional (SiKerNas) Bidang Informasi Keracunan, Badan Informasi Obat dan Makanan, BPOM RI, Jakarta ______. 2014. Sekilas Info BBKKP (Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik). BBKKP, Yogyakarta Badan Standardisasi Nasional. 2005. SNI 06-7127-2005. Cara Uji Suhu Pengkerutan Kulit Tersamak. Departemen Perindustrian. Jakarta ______. 1990. SNI 06-1794-1990. Cara Uji Kekuatan Sobek dan Kekuatan Sobek Lapisan Kulit. Departemen Perindustrian. Jakarta ______. 2012. SNI ISO 3376:2012. Kulit-Metode Uji Fisis dan Mekanis Penentuan Kuat Tarik dan Kemuluran. Departemen Perindustrian. Jakarta Fahidin dan Muslich. 1999. Ilmu dan Teknologi Kulit. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Fessenden, R.J dan Fessenden, J.S, 1986. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Jilid 2. Erlangga. Gumilar J., W. S. Putranto. dan E. Wulandari. 2010. Pengaruh Penggunaan Asam Sulfat (H2SO4) dan Asam Formiat (HCOOH) pada Proses Pikel Terhadap Kualitas Kulit Jadi (Leather) Domba Garut. Jurnal Ilmu Ternak Vol. 10 No. 1, Fakultas Peternakan, Universitas Padjajaran, Bandung Judoamidjojo, R.M. 1981. Teknik Penyamakan Kulit Untuk Pedesaan. Penerbit Angkasa, Bandung Murtijo, B.A. 1993. Memelihara kambing Sebagai Ternak Potong dan Perah. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Mustakim, A.S. Widati dan L. Purnaningtyas. 2007. Tingkat Persentase Tannin Pada Kulit Kelinci Samak Berbulu Terhadap Kekuatan Jahit, Kekuatan Sobek dan Kelemasan. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang

Mustakim, A.S.Widati dan A.P. Kurniawan. 2010. Perbedaan Kualitas Kulit Kambing Peranakan Etawa (Pe) Dan Peranakan Boor (Pb) Yang Disamak Krom. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang Nasr A.I., M.M. Abdelsalam dan A.H. Azzam. 2013. Effect of Tanning Method and Region on Physical and Chemichal Properties of Bakri Sheep Leather. Egyptian Journal of Sheep and Goat Sciences, Vol. 8 (1) : 123130 Nurwantoro dan S. Mulyani. 2003. Dasar Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Semarang Permana, I. 2009. Memahami Kimia 2: SMA/MA Untuk Kelas XI Semester 1 dan 2. Departemen Pendidikan nasional. Jakarta Pertana, C.F. dan A. Wiyarsi. 2007. Mari Belajat Kimia: Untuk SMA-MA Kelas XI IPA, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta Purnomo, E. dan Wazah. 1984. Teknologi Penyamakan Kulit jilid 2. Akademi Teknologi Kulit. Yogyakarta. Purnomo, E. 1985. Pengetahuan Dasar Teknologi Penyamakan Kulit. Akademi Teknologi Kulit, Yogyakarta ________, 1992. Penyamakan Kulit Kaki Ayam. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. ________, 1991. Penyamakan Kulit Reptil. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Riawan, S. 1990. Kimia Organik Edisi I. Binarupa Aksara. Jakarta Said, M.I. 2012. Ilmu dan Teknologi Pengolahan Kulit. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makasar Sastrosupadi, A. 1995. Rancangan Percobaan Praktis Untuk Bidang Pertanian. Penerbit Kanisius. Yogyakarta Soeparno., R.A. Rihastuti, Indratiningsih, dan S. Triatmojo. 2011. Dasar Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Suparno, O., Covington, A.D., dan Evans, C.S., 2010. Teknologi Baru Penyamakan Kulit Ramah Lingkungan: Penyamakan Kombinasi Menggunakan Penyamak Nabati, Naftol, dan Oksazolidin. Jurnal Teknologi Industri Peternakan, Volume 18 (2): 79-84 Suardana, I.W. 2008. Kriya Kulit Jilid 1, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta

Yusuf, Y. 2011. Industri Penyamakan Kulit dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Lingkungan. Prodi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. UHAMKA. Jakarta

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF