Manajemen Perpajakan - Overview PPh

August 22, 2019 | Author: Wulandari | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Materi PPAK - Manajemen Perpajakan - Kel. 2...

Description

MANAJEMEN PERPAJAKAN

OVERVIEW PAJAK PENGHASILAN

Subjek Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan terhadap orang pribadi dan badan, berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak. Subjek PPh meliputi : 1. Orang pribadi 2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak; 3. Badan Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. 4. Bentuk usaha tetap (BUT) Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa: a. tempat kedudukan manajemen; b. cabang perusahaan; c. kantor perwakilan; d. gedung kantor; e. pabrik; f. bengkel; g. gudang; h. ruang untuk promosi dan penjualan; i. pertambangan dan penggalian sumber alam;

j. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi; k. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan; l. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan; m. pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; n. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas; o. agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan p. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet. Tidak termasuk Subjek Pajak Penghasilan 1. Kantor perwakilan negara asing 2. Pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka 3. Organisasi-organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat tertentu 4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Objek Pajak Penghasilan Adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk: 1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam UndangUndang Pajak Penghasilan 2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan; 1

3. Laba usaha; 4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; b. Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota ; c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha; d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; e. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan. 5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya; 6. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; 7. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi ; 8. Royalty atau imbalan atas penggunaan hak; 9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; 10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; 11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; 12. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing; 13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; 14. Premi asuransi; 15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; 16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak; 17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;

2

18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; 19. Surplus Bank Indonesia. Objek Pajak PPh Final 1. Bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya 2. Penghasilan berupa hadiah undian 3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek 4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, serta 5. Penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Tidak Termasuk Objek Pajak 1. Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia 2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan 3. Warisan 4. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal 5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UU PPh 6. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa; 3

7. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP Dalam Negeri, koperasi, BUMN atau BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat : a. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan b. bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor; 8. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan , baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; 9. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; 10. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif; 11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: a. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; dan b. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia. 12. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, yaitu: a. Diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari Wajib Pajak pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan formal/nonformal yang terstruktur baik di dalam negeri maupun luar negeri; b. Tidak mempunyai hubungan istimewa dengan pemilik, komisaris, direksi atau pengurus dari wajib pajak pemberi beasiswa; c. Komponen beasiswa terdiri dari biaya pendidikan yang dibayarkan ke sekolah, biaya ujian, biaya penelitian yang berkaitan dengan bidang studi yang diambil, biaya untuk pembelian buku, dan/atau biaya hidup yang wajar sesuai dengan daerah lokasi tempat belajar; 13. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar 4

pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan bidang pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut; 14. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Peenyelenggara jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. --00-

Pajak Penghasilan Pasal 21 Adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan. Pemotong PPh Pasal 21 1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan. 2. Bendahara pemerintah baik Pusat maupun Daerah 3. Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dan badan-badan lainnya; 4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain kepada jasa tenaga ahli, orang pribadi dengan status subjek pajak luar negeri, peserta pendidikan, pelatihan dan magang; 5. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan; Penerima Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21 1. Pegawai; 2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;

5

3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi: a. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris; b. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,

bintang

iklan,

sutradara,

kru

film,

foto

model,

peragawan/peragawati,pemain drama, penari, pemahat, pelukis dan seniman lainnya; c. olahragawan; d. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator, e. pengarang, peneliti, dan penerjemah; f. pemberi jasa dalam segala bidang, termasuk teknik, computer dan system aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial, serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan; g. agen iklan; h. pengawas atau pengelola proyek; i. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara; j. petugas penjaja barang dagangan; k. petugas dinas luar asuransi; l. distributor multilevel marketing atau direct selling;dan kegiatan sejenisnya. 4. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaanya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi : a. peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya; b. peserta rapat, konferensi, siding, pertemuan, atau kunjungan kerja; c. peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu; d. peserta pendidikan, pelatihan, dan magang; e. peserta kegiatan lainnya. Penerima Penghasilan Yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21

6

1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat : a. bukan Warga Negara Indonesia; dan b. di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik; 2. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan sepanjang bukan Warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia. Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21 1. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur; 2. penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya; 3. penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis; 4. penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, atau upah yang dibayarkan secara bulanan; 5. imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenis dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan; 6. imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun. Penghasilan Yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21 1. pembayaran

manfaat

atau

santunan

asuransi

dari

perusahaan

asuransi

kesehatan,asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;

7

2. penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit). 3. iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja; 4. zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah; 5. Beasiswa yang diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari Wajib Pajak pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan formal/nonformal yang terstruktur baik di dalam negeri maupun luar negeri. Penerapan PPh Pasal 21 1. Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, bukan pegawai yang memiliki NPWP dan menerima penghasilan secara berkesinambungan dalam 1 (satu) tahun dikenakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP). PKP dihitung berdasarkan sebagai berikut: a. Pegawai Tetap: Penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 6.000.000,00 setahun atau Rp 500.000,00 sebulan); dikurangi iuran pensiun, Iuran jaminan hari tua, dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). b. Penerima Pensiun Bulanan: Penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 2.400.000,00 setahun atau Rp 200.000,00 sebulan) dikurangi PTKP. c. Bukan Pegawai yang memiliki NPWP dan menerima penghasilan secara berkesinambungan: 50 % dari Penghasilan bruto dikurangi PTKP perbulan. 2. Bukan

Pegawai

yang

menerima

atau

memperoleh

penghasilan

yang

tidak

berkesinambungan: 50% dari jumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran imbalan yang tidak berkesinambungan; 3. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan dikenakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a dikalikan dengan jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah 8

4. Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/POLRI yang menerima honorarium dan imbalan lain yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah dipotong PPh Ps. 21 dengan tarif 15% dari penghasilan bruto dan bersifat final, kecuali yang dibayarkan kepada PNS Gol. IId kebawah, anggota TNI/POLRI Peltu kebawah/ Ajun Insp./Tingkat I kebawah. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Penghasilan tidak kena pajak adalah batas penghasilan yang tidak dikenakan pajak untuk wajib pajak orang pribadi sesuai dengan jumlah tanggungan keluarganya. Wajib Pajak Pribadi Tambahan untuk Wajib Pajak Menikah Tambahan utuk WP yang memiliki tanggungan (max 3) Istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan

Rp 2.025.000 Rp 168.750 Rp 168.750 Rp 2.025.000

suami Tarif Penghasilan Kena Pajak Lapisan Penghasilan Kena Pajak Sampai dengan Rp 50.000.000,di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,di atas Rp 500.000.000,-

Tarif Pajak 5% 15% 25% 30%

-00-

Pajak Penghasilan Pasal 26 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Pemotong PPh Pasal 26 1. Badan Pemerintah; 2. Subjek Pajak dalam negeri; 9

3. Penyelenggara Kegiatan; 4. BUT; 5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT di Indonesia. Tarif dan Objek PPh Pasal 26 1. 20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri berupa : a. dividen; b. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang; c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; e. hadiah dan penghargaan f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya. g. Premi swap dan transaksi lindung lainnya; dan/atau h. Keuntungan karena pembebasan utang. 2. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa : a. penghasilan dari penjualan harta di Indonesia; b. premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri. 3. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto atas penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara conduit company atau spesial purpose company yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau BUT di Indonesia; 4. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara pihak pada persetujuan. Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 21/26 1. PPh pasal 21/26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu. 2. Pemotong PPh pasal 21/26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 21/26 rangkap 3: a. lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri; 10

b. lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak; c. lembar ketiga untuk arsip Pemotong. 3. PPh pasal 21/26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak. 4. SPT Masa PPh Pasal 21/26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

-00-

Pajak Penghasilan Pasal 22 Adalah pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik pusat maupun daerah sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. Undang-Undang PPh Pasal 22 merupakan cara pelunasan pembayaran pajak dalam tahun berjalan oleh WP atas penghasilan antara lain sehubungan dengan impor barang/jasa, pembelian barang dengan menggunakan dana APBN/APBD dan non-APBN/APBD, dan penjualan barang yang sangat mewah. Pemungutan PPh Pasal 22 ada yang bersifat final dan tidak final. PPh Pasal 22 yang bersifat tidak final saja yang bisa dikreditkan dari total PPh Terutang pada akhir tahun. Pemungut Pajak Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010, pemungut PPh Pasal 22 adalah : 1. Bank devisa dan Direktorat Jendral Bea dan Cukai, atas impor barang. 2. Bendahara pemerintah dan kuasa pengguna anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang. 3. Bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang 11

persediaan (UP) 4. Kuasa pengguna anggaran (KPA) atau pejabat penerbit surat perintah membayar yang diberi delegasi oleh KPA, untuk pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS) 5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, kertas, baja, dan otomotif yang ditunjuk oleh kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri. 6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas, atas penjualan BBM, gas, dan pelumas. 7. Industri dan ekspotir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Kepala KPP atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul. Tarif PPh Pasal 22

Pemungut

Objek Pajak

Tarif

Dasar Pengenaan Pajak

2,5% (dengan API) 7,5% (tanpa API) Bank devisa dan Ditjen Bea dan Cukai

Impor barang

Nilai impor

0,5% (kedelai, gandum, terigu dengan API) 7,5% (yang tidak dikuasai)

Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)

Pembayaran atas pembelian

1,5%

Bendahara Pengeluaran

Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP)

1,5%

KPA atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi

Pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga

Harga jual lelang Harga Beli

1,5%

12

delegasi oleh KPA

yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS)

Industri dan eksportir (kehutanan, pertanian, perkebunan, dan perikanan)

Pembelian dari pedagang pengumpul

0,25%

0,25% BBM SPBU Pertamina Produsen atau importir BBM, Gas, dan pelumas

Penjualan BBM dan Gas

0,3% BBM SPBU NonPertamina

Penjualan

0,3% BBG 0,3% Pelumas 0,25 % Semen Industri-Industri Tertentu

Penjualan hasil produksi di dalam negeri

0,1% Kertas DPP PPN 0,3% Baja 0,45% Otomotif

WP Badan yang melakukan penjualan Barang Sangat Mewah

Penjualan Barang Mewah

5%

Harga Jual

Catatan : Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22.

Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22 1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB). 2. Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai; dilaksanakan oleh DJBC. 3. Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali, dan dilaksanakan oleh Dirjen BC. 13

4. Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah atau yang lainnya yang jumlahnya paling banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah. 5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos. 6. Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB. 7. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara. 8. Impor kembali (re-impor) dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog. Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22 1. Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB); 2. Atas pembelian barang (bendahara pemerintah, KPA, bendahara pengeluaran, pejabat SPM) terutang dan dipungut pada saat pembayaran; 3. Atas penjualan hasil produksi (industri semen, kertas, baja, dan otomotif) terutang dan dipungut pada saat penjualan; 4. Atas penjualan hasil produksi (BBM, gas, dan pelumas) dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order); 5. Atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul terutang dan dipungut pada saat pembelian.

14

Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22 1. Pemungutan pajak penghasilan Pasal 22 atas impor barang dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh importir yang bersangkutan atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, ke Kas Negara melalui Kantor Pos, Bank Devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. 2. Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang oleh pemungut pajak (bendahara pemerintah, KPA, bendahara pengeluaran, pejabat penerbit SPM) wajib disetor oleh pemungut ke Kas Negara melalui Kantor Pos, Bank Devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak. 3. Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas, dan penjualan hasil produksi industri semen, industry kertas, industri baja, dan industri otomotif, wajib disetor oleh pemungut ke Kas Negara melalui Kantor Pos, Bank Devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak. 4. Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan wajib disetor oleh pemungut ke Kas Negara melalui Kantor Pos, Bank Devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak. 5. Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh importer, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan pemungut pajak sebagaimana dimaksud pada poin 2, 3 dan 4 subbab “Pemungut Pajak” (bendahara pemerintah, KPA, bendahara pengeluaran, pejabat penerbit SPM) menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang berlaku sebagai Bukti Pemungutan Pajak. 6. Pemunguta pajak sebagaimana dimaksud pada poin 5, 6, dan 7 pada subbab “Pemungutan Pajak” (badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha tertentu; produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas; industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan) wajib menerbitkan Bukti Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dalam rangkap tiga, yaitu: a. lembar kesatu untuk Wajib Pajak (pembeli/pedagang pengumpul); b. lembar kedua sebagai lempiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak (dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 22); dan c. lembar ketiga sebagai arsip pemungut pajak yang bersangkutan. 7. Pemungut pajak wajib melaporkan hasil perhitungan pemungutannya dengan menggukan Surat Pemberitahuan Masa ke Kantot Pelayanan Pajak.

15

-00-

Pajak Penghasilan Pasal 23

Pemotongan dan Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23 Pemotong PPh Pasal 23 adalah: 1. Badan pemerintah. 2. Subjek pajak badan dalam negeri. 3. Penyelenggara kegiatan. 4. Bentuk Usaha Tetap. 5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. 6. Orang Pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri yang telah mendapatkan penunjukkan dari Dirjen pajak sebagai pemotong pph pasal 23. Sebagaimana diatur dalam keputusan Dirjen pajak No. KEP-50/PJ/1994 meliputi: a. Akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas. b. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas pembayaran berupa sewa. Penerima penghasilan yang dipotong pph pasal 23 adalah: 1. Wajib pajak dalam negeri (orang pribadi dan badan). 2. Bentuk Usaha Tetap (BUT). Penghasilan yang Dikenakan PPh Pasal 23 1. Dividen. Termasuk dalam pengertian dividen adalah: a. Pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. b. Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor. c. Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham. d. Pembagian laba dalam bentuk saham. e. Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran. f. Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan. 16

g. Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah. h. Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima i. j. k. l.

sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut. Bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi. Bagian laba yang diterima oleh pemegang polis. Pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi. Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang

dibebankan sebagai biaya perusahaan. 2. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang. Premium terjadi apabila, misalnya surat obligasi dijual di atas nilai nominalnya, sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dijual di bawah nilai nominalnya. 3. Royalti Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan apa pun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbalan atas: a. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta dibidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang atau bentuk hak kekayaan intelektual/ industrial atau hak serupa lainnya. b. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/ perlengkapan industrial, komersial, ilmiah. c. Pemberian pengetahuan atau informasi dibidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial. d. Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan hak-hak di atas, berupa: - Penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat -

optik, atau teknologi yang serupa Penggunaan hak atau menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui

-

satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa. Penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio

komunikasi. e. Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film, atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio. 17

f. Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/ industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas. 4. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong pph pasal 21 ayat (1) huruf e, yaitu penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri orang pribadi yang berasal dari penyelenggaraan kegiatan sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan. Tidak termasuk dalam pengertian hadiah atau penghargaan yang dikenakan pph adalah hadiah langsung dalam penjualan barang atau jasa sepanjang diberikan kepada semua pembeli atau konsumen akhir tanpa diundi dan hadiah tersebut diterima langsung oleh konsumen akhir pada saat pembelian barang atau jasa. 5. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai pph sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2) undang-undang pph. 6. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain, selain jasa yang telah dipotong pph sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 21 undang-undang pph.

Penghasilan yang Dikecualikan dari Pemotongan PPh Pasal 23 Dikecualikan dari Pemotongan PPh Pasal 23: 1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank; 2. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi; 3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: 1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; 2. bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMD, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% ( dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;

18

3. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif; 4. SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya; 5. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan. Tarif dan Dasar Pemotongan PPh Pasal 23 1.

5% dari jumlah bruto atas: a. dividen kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga, dan royalti; b. hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.

2.

2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan

harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan. 3. 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa konsultan dan jasa lainnya.

Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 23 1. PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran, disediakan untuk dibayar, atau telah jatuh tempo pembayarannya, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu. 2. PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutang pajak. 3. SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir. Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 23 bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Bukti Pemotong PPh Pasal 23 19

Pemotong Pajak harus memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada Wajib Pajak Orang Pribadi atau badan yang telah dipotong PPh Pasal 23.

-00Pajak Penghasilan Pasal 24 Adalah perhitungan pajak yang dibayar di luar negeri yang dapat dikreditkan atau dikurangkan dengan Pajak Penghasilan akhir tahun di Indonesia. a. Apabila orang atau badan memperoleh penghasilan dari luar negeri, maka akan dipotong pajak di luar negeri di negara mana penghasilan tersebut diperoleh b. Penghasilan yang diperoleh di luar negeri pada akhir tahun harus dijumlah dengan penghasilan yang diperoleh di Indonesia, untuk dikenakan pajak di Indonesia. c. Karena penghasilan dari luar negeri digabung dengan penghasilan di Indonesia, maka pajak di luar negeri dapat dikurangkan dengan pajak akhir tahun di Indonesia. d. Pajak yang dibayar di luar negeri tidak dapat langsung dikurangkan seluruhnya, akan tetapi harus dihitung dahulu dengan pajak yang terutang akhir tahun di Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PPh Pasal 24. Cara menghitung PPh Pasal 24 : a. Hitung seluruh penghasilan (dari luar negeri dan dalam negeri) b. Hitung Pph terutang dari seluruh penghasilan c. Hitung kredit pajak luar negeri maksimal ( Penghasilan neto luar negeri : Seluruh penghasilan neto ) x Pph terutang d. Hitung pajak yang dibayar di luar negeri e. Pph Ps. 24 = Pajak dari perhitungan poin c dibandingkan dengan pajak dari perhitungan poin d, pilih yang lebih kecil.

-00-

20

Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat (2) Definisi Pajak penghasilan bersifat final adalah pajak penghasilan yang tidak dapat dikreditkan (dikurangkan) dari total pajak penghasilan terutang pada akhir tahun pajak. Pajak penghasilan yang bersifat final terdiri atas: 1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang Negara. 2. Penghasilan berupa hadiah undian. 3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivative yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura. 4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan. 5. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. PPh Atas Bunga dan Deposito Lainnya Besarnya pph yang bersifat final yang dipotong adalah 20% dari jumlah bruto.  Dikecualikan Dari Pemotongan Pph Tidak dilakukan pemotongan pph bersifat final, jika: 1. Bunga dari deposito/ tabungan/ SBI sepanjang jumlah deposito/tabungan/SBI tidak lebih dari Rp. 7.500.000 dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah. 2. Bunga diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia. 3. Bunga deposito/ tabungan/ diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Dana pension yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 UndangUndang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun. 4. Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan

21

sangat sederhana atau rumah sususn sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk dihuni sendiri. Bunga Obligasi dan Surat Utang Negara Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak Besarnya pajak penghasilan atas bunga obligasi adalah: 1. Bunga dari obligasi dengan kupon sebesar: a. 15% bagi wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT), dan b. 20% atau sesuai dengan tariff berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi wajib pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap (BUT). 2. Diskonto dari obligasi dengan kupon sebesar: a. 15% bagi wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT), dan b. 20% atau sesuai dengan tariff berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi wajib pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap (BUT). Dari selesih lebih harga jual atau nominal di atas harga perolehan obligasi, tidak termasuk bunga berjalan. 3. Diskonto dari obligasi tanpa bunga sebesar: a. 15% bagi wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT), dan b. 20% atau sesuai dengan tariff berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi wajib pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap (BUT). Dari selisih lebih harga jual atau nominal di atas harga perolehan obligasi. 4. Bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau diperoleh wajib pajak reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, sebesar: a. 0% untuk tahun 2009-2010. b. 5% untuk tahun 2011-2013. c. 15% untuk tahun 2014 dan seterusnya. Dalam hal terdapat diskonto negatif atau rugi pada saat penjualan obligasi, diskonto negatif atau rugi tersebut dapat diperhitungkan dengan penghasilan bunga berjalan. Dikecualikan Dari Pemotongan Pph Tidak dilakukan pemotongan pph bersifat final atas bunga obligasi yang diterima oleh: 1. Wajib pajak dana pensiun yang pendirian atau pembentuknya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. 2. Wajib pajak bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negri di Indonesia. Bunga simpanan yang dibayarkan koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi Atas penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi yang didirikan di Indonesia kepada anggota koperasi orang pribadi dikenai pph yang bersifat final. Tarif pajak 22

Besarnya pph adalah: a. 0% untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp. 240.000 per bulan, atau b. 10% dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebih dari Rp. 240.000 per bulan. Hadiah Undian Penghasilan berupa hadiah undian dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan melalui undian. Pengecualian objek pajak Tidak termasuk dalam pengertian hadiah dan penghargaan yang dikenakan pph adalah adalah hadiah langsung dalam penjualan barang atau jasa sepanjang diberikan kepada semua pembeli atau konsumen akhir tanpa diundi dan hadiah tersebut diterima langsung oleh konsumen akhir pada saat pembelian barang atau jasa. Tarif pajak Hadiah undian dikenakan ppg sebesar 25% dari jumlah bruto hadiah atau nilai pasar hadiah berupa natura dan bersifat final. Transaksi Saham dan Sekuritas Lainnya Penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari transaksi penjualan saham di bursa efek.  Tarif pajak 1. Besarnya tarif pph adalah 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan. 2. Pemilik saham pendiri dikenakan tambahan pph sebesar 0,5% dari nilai saham perusahaan pada saat penutupan bursa di akhir tahun 1996, sedangkan setelah 1 Januari 1997, ditetapkan sebesar harga saham pada saat penawaran umum perdana. Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan Penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.  Tarif pajak 1. Selain wajib pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebesar 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan tersebut. 2. Bagi wajib pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan: a. 1% dari jumlah bruto nilai pengalihan untuk pengalihan rumah sederhana dan rumah susun sederhana. b. 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan untuk pengalihan lainnya. 23

Usaha Jasa Kontruksi Atas penghasilan dari usaha jasa kontruksi dikenakan pph yang bersifat final.  Tarif Wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menerima penghasilan dari jasa kontruksi dikenakan pph sebagai berikut. Bentuk Usah

Pelaksana

Klasifikasi usaha Memiliki kualifikasi Kecil

Tarif 2% dari penerimaan pembayaran tidak termasuk PPN 3% dari penerimaan pembayaran tidak

Menengah dan Besar

kontruksi

termasuk PPN Tidak memiliki kualifikasi -

4% dari penerimaan pembayaran tidak termasuk PPN

Perencanaan dan Pengawasan

Memiliki kualifikasi Kecil, Menengah, dan Besar

4% dari penerimaan pembayaran tidak termasuk PPN

Tidak memiliki kualifikasi -

6% dari penerimaan pembayaran tidak termasuk PPN

Persewaan Tanah dan/atau Bangunan Penghasilan berupa sewa atas tanah dan/ atau bangunan berupa tanah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran,gudang pertokoan, atau gedung pertermuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang, dan bangunan industri.  Tarif pajak Besarnya pph yang terutang bagi wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari persewaan tanah adalah 10% dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan bangunan. Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp. 4.800.000.000, dikenakan pph yang bersifat final.  Tarif pajak Besarnya tarif pph yang bersifat final adalah 1% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan.

-00-

24

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 Definisi Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh WP untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan (Firtriandi dkk., 2010, hlm. 173). Menghitung Angsuran Bulanan Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak (WP) untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan (PPh) yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan : 1. Pajak penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 dan 23, serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam pasal 22, dan; 2. Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, dibagi dua belas atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Wajib Pajak Memperoleh Penghasilan Tidak Teratur Penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap tahun pajak, yang bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan harta, dan/atau modal, kecuali penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. Tidak termasuk dalam penghasilan teratur adalah keuntungan selisih kurs dari utang/piutang dalam mata uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta (capital gain) sepanjang bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha pokok, serta penghasilan lainnya yang bersifat insidentil. Besarnya PPh Pasal 25 dalam hal WP memperoleh penghasilan tidak teratur adalah sebesar PPh yang dihitung dengan dasar penghitungan PPh dikurangi dengan PPh yang dipotong dan/atau dipungut serta PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21, 22, 23, dan 24 UU PPh, dibagi dua belas atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

25

Dasar penghitungan PPh adalah jumlah penghasilan neto menurut Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu setelah dikurangi dengan penghasilan tidak teratur yang dilaporkan dalam SPT tersebut. SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun yang Lalu Disampaikan setelah Lewat Batas Waktu yang Ditentukan Apabila SPT tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan (selambat-lambatnya tiga bulan setelah akhir tahun pajak), maka besarnya PPh 25 dihitung sebagai berikut. 1. Untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya SPT Tahunan tersebut adalah sama dengan besarnya PPh Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu dan bersifat sementara. 2. Setelah WP menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan, besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali sebagai berikut. a. Sebesar PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh yang lalu dikurangi dengan PPh yang dipotong dan/atau dipungut serta PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21, 22, 23, dan 24 UU PPh, dibagi dua belas atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak yang berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh. b. Dalam hal WP berhak atas kompensasi kerugian atau dalam hal WP memperoleh penghasilan tidak teratur, maka besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi WP yang berhak atas kompensasi kerugian atau bagi WP memperoleh penghasilan tidak teratur sebagaimana telah diuraikan di atas. Penghitungan kembali tersebut berlaku mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh, yaitu tiga bulan setelah akhir tahun pajak. Apabila besarnya PPh Pasal 25 yang dihitung kembali sebagaimana dimaksud pada poin 2 diatas, lebih besar dari PPh Pasal 25 yang dihitung mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan bulan disampaikannya SPT Tahunan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada poin 1 diatas, maka atas kekurangan setoran PPh Pasal 25 terutang Bungan sesuai ketentuan Pasal 19 ayat (1) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran. Wajib Pajak Diberikan Perpanjangan Waktu Penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan 26

a. Untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya SPT tersebut adalah sama dengan besarnya PPh Pasal 25 yang dihitung berdasarkan SPT sementara yang disampaikan WP pada saat mengajukan permohonan izin perpanjangan. b. Setelah WP menyampaikan SPT PPh, besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan SPT tersebut dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut. 1) Menurut SPT Tahunan PPh yang lalu dikurangi dengan PPh yang dipotong dan/atau dipungut serta PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21, 22, 23, dan 24 UU PPh, dibagi dua belas atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak yang berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh. 2) Dalam hal WP berhak atas kompensasi kerugian atau dalam hal WP memperoleh penghasilan tidak teratur, maka besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi WP yang berhak atas kompensasi kerugian atau bagi WP memperoleh penghasilan tidak teratur sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. Apabila besarnya PPh Pasal 25 yang dihitung kembali sebagaimana dimaksud pada poin 2 diatas, lebih besar dari PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada poin 1 di atas, maka kekurangan setoran PPh Pasal 25 terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 19 ayat (1) UndangUndang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran.

Wajib Pajak Membertulkan Sendiri SPT Tahunan PPh yang Mengakibatkan Angsuran Bulanan Lebih Besar dari Angsuran Bulanan Sebelum Pembetulan Besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan Pembetulan tersebut dengan memperhatikan ketentuan kompensasi dan ketentuan penghasilan tidak teratur dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan. Apabila besarnya PPh Pasal 25 setelah pembetulan SPT Tahunan lebih besar dari PPh Pasal 25 sebelum dilakukan pembetulan, atas kekurangan setoran PPh Pasal 25 terutang bunga sesuai ketentuan pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran. 27

Apabila besarnya PPh Pasal 25 setelah pembetulan SPT Tahunan lebih kecil dari Pph 25 sebelum dilakukan pembetulan, atas kelebihan setoran PPh Pasal 25 dapat dipindahbukukan ke PPh Pasal 25 bulan-bulan berikut setelah penyampaian SPT Tahunan Pembetulan. Terjadi Perubahan Keadaan Usaha atau Kegiatan Wajib Pajak Apabila sesudah tiga bulan atau lebih berjalannya suatu tahun pajak, WP dapat menunjukkan bahwa PPh yang akan terutang untuk suatu tahun pajak tersebut kurang dari 75 persen dari PPh yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya PPh Pasal 25, WP dapat mengajukan permohonan pengurangan besarnya PPh Pasal 25 secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat WP terdaftar. Pengajuan permohonan pengurangan besarnya PPh 25 harus disertai dengan penghitungan besarnya PPh yang akan terutang berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan diterima atau diperoleh dan besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan. Apabila dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya surat permohonan WP, Kepala Kantor Pelayanan WP tersebut dianggap diterima dan WP dapat melakukan pembayaran PPh Pasal 25 sesuai dengan penghitungannya untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan. Sebaliknya apabila dalam tahun pajak berjalan WP mengalami peningkatan usaha dan diperkirakan PPh yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut lebih dari seratus lima puluh persen dari PPh yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya PPh Pasal 25, besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan harus dihitung kembali berdasarkan perkiraan kenaikan PPh yang terutang tersebut oleh WP sendiri atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat WP terdaftar. Besarnya Angsuran PPh dalam Tahun Pajak Berjalan yang Harus Dibayar Sendiri oleh WP Baru, Bank, Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi, BUMN, BUMD, WP Masuk Bursa, dan WP Lainnya yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala Termasuk WP Orang Pribadi Pengusaha Tertentu 

PPh Pasal 25 Bagi WP Baru

28

WP Baru adalah WP orang pribadi dan badan yang baru pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk WP Baru adalah sebesar PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi dua belas. Penghasilan neto adalah : 1. Dalam hal WP menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan pembukuannya. 2. Dalam hal WP hanya menyelenggarakan pencatatan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau menyelenggarakan pembukuan, tetapi dari pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atas peredaran atau penerimaan bruto. Untuk WP OP baru, jumlah penghasilan neto fiskal yang disetahukan dikurangi terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Dalam hal WP baru berupa WP badan yang mempunyai kewajiban membuat laporan berkala, besarnya angsuran PPh Pasal 25 adalah sebesar PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas proyeksi laba-rugi fiskal pada laporan berkala pertama yang disetahunkan, dibagi dua belas.



PPh Pasal 25 bagi WP Bank dan Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi Adalah sebesar PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi

fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi PPh Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi dua belas.

PPh Pasal 25 bagi WP BUMN dan BUMD Adalah sebesar PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 22 dan 23 serta Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi dua belas.

29

Dalam hal RKAP belum disahkan, maka besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum bulan pengesahan adalah sama dengan angsuran PPh Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak sebelumnya. PPh Pasal 25 Bagi WP Masuk Bursa dan WP Lainya yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala Adalah sebesar PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan berkala terakhir yang disetahunkan di kurangi dengan pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 22, 23, dan 24 yang dibayarkan atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi dua belas. PPh Pasal 25 Bagi WP Orang Pribadi (WP OP) Pengusaha Tertentu WP OP Pengusaha Tertentu adalah WP orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha sebagai Pedagang Pengecer yang mempunyai satu atau lebih tempat usaha. Pedagang pengecer adalah orang pribadi yang melakukan penjualan barang baik secara grosir maupun eceran dan/atau penyerahan jasa melalui suatu tempat usaha. Besarnya PPh Pasal 25 untuk WP OP Pengusaha Tertentu, ditetapkan sebesar 0,75 persen dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha.

-00-

Pajak Penghasilan Pasal 15 Pasal ini mengatur tentang Norma Penghitungan Khusus untuk menghitung penghasilan neto dari WP tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) atau (3) Undang-Undang PPh ditetapkan Menteri Keuangan (Direktorat Jenderal Pajak, 2008). Untuk menghindari kesukaran dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi golongan WP tertentu, berdasarkan pertimbangan praktis, atau sesuai dengan kelaziman pengenaan pajak dalam bidang-bidang usaha tersebut, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan Norma Penghitungan Khusus guna menghitung besarnya penghasilan neto dari WP tertentu tersebut. Norma Penghitungan Khusus untuk golongan WP tertentu, antara lain : 30

1. 2. 3. 4. 5.

Perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional; Perusahaan asuransi luar negeri; Perusahaan pengeboran minyak, gas, dan panas bumi; Perusahaan dagang asing; Perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah (build, operate, and transfer/BOT).

Pajak Penghasilan Atas Perusahaan Pelayaran/Penerbangan Luar Negeri  Dasar Hukum 1. Pasal 15 Undang-Undang PPh 2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/1996. 3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996.  Subjek Pajak Subjek pajak perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri adalah perusahaan pelayaran /penerbangan yang bertembapt kedudukan di luar negeri yang melakukan usaha melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT).  Objek Pajak Penghasilan dari pengangkutan orang dan/atau barang yang diterima oleh WP perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri yang melakukan usaha melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.  Tarif Pajak Tarif pajaknya adalah sebesar 2,64 persen dari peredaran bruto dan bersifat final. Peredaran bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang atau yang diterima atau diperoleh WP Perushaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri dari pengangkutan orang dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.  Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan 1. Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian carter, maka pihak yang membayar atau pihak yang mencarter wajib : a. Memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya imbalan/nilai pengganti;

31

b. Memberikan bukti pemotongan PPh atas penghasilan perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri (final) kepada pihak yang menerima atau memperoleh penghasilan; c. Menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP); d. Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan. 2. Dalam hal penghasilan diperoleh selain yang dimaksud pada huruf a di atas, maka WP perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri wajib : a. Menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau kantor pos selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (final); b. Melaporkan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambatlambatnya tanggal 20 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan. Pajak Penghasilan atas Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri  Dasar Hukum 1. Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan 2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 475/KMK.04/1996 3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-35/PJ.4/1996.  Objek Pajak Penghasilan yang diterima berdasarkan perjanjian carter dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.  Subjek Pajak Subjek Pajak perusahaan penerbangan dalam negeri adalah perusahaan penerbangan yang bertempat kedudukan di Indonesia yang memperoleh penghasilan berdasarkan perjanjian carter/sewa. Yang dimaskud dengan perjanjian carter meliputi semua bentuk carter, termasuk sewa ruangan pesawat udara baik untuk orang dan/atau barang (space charter).

32

 Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Penghasilan PPh Pasal 15 atas Penghasilan bagi WP Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri adalah 1,8 persen dari peredaran bruto dan tidak bersifat final. Pembayaran pajak penghasilan yang dimaksud merupakan kredit pajak yang dapat diperhitungkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Peredaran bruto bagi WP perusahaan penerbangan dalam negeri adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai yang diterima atau diperoleh WP berdasarkan perjanjian carter dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.  Pemotongan dan Pelaporan Pembayaran PPh yang terutang dilakukan melalui pemotongan oleh pencarter sepanjang pencarter tersebut adalah badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. Pemotongan dilakukan pada saat pembayaran atau saat terutangnya imbalan atau nilai pengganti. Atas pemotongan PPh tersebut pencarter wajib : 1. Memberikan bukti pemotongan PPh kepada pihak yang menerima atau memperoleh penghasilan; 2. Menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan atau nilai pengganti, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP); 3. Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke kantor pelayanan pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan atau nilai nilai pengganti.

Pajak Penghasilan Atas Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri  Dasar Hukum 1. Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan; 2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 416/KMK.04/1996  Objek Pengenaan PPh 33

Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari pengangkutan orang dan/atau barang, termasuk penyewaan kapal yang dilakukan dari : 1. 2. 3. 4.

Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lainnya di Indonesia; Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia; Pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia; dan Pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di Indonesia.  Subjek Pajak Adalah orang yang bertempat tinggal atau badan yang didirikan dan berkedudukan di

Indonesia yang melakukan usaha pelayaran dengan kapal yang didaftarkan baik di Indonesia maupun luar negeri atau dengan kapal pihak lain.

 Tarif Dasar dan Pengenaan Pajak Adalah sebesar 1,2 persen dari peredaran bruto dan bersifat final. Peredaran bruto adalah semua imbalan dari pengangkutan (orang dan/atau barang), termasuk penyewaan kapal, yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia ke pelabuhan luar negeri dan/atau sebaliknya serta pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar Indonesia.  Tata Cara Pelunasan, Pemotongan, dan Pelaporan Pelaporan PPh yang terutang dilakukan sebagai berikut. 1. Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan atau carter dengan pemotong pajak, maka pihak yang membayar atau terutang hasil tersebut wajib : a. memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya imbalan atau nilai pengganti; b. memberikan Bukti Pemotongan PPh atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran dalam Negeri (Final) kepada pihak yang menerima atau memperoleh penghasilan. c. Menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambatlambatnya sepuluh bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP); d. Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan, dilampiri dengan Lembar ke-3 SSP dan Lembar ke-2 Bukti Pemotongan PPh atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri (Final). 2. Dalam hal penghasilan diperoleh selain sebagaimana dimaksud pada poin a, maka Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri wajib :

34

a. menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambatlambatnya tanggal 15 bulan berikut setalah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) Final; b. melaporkan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambatlambatnya tanggal 20 bulan berikut setalah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan.

REFERENSI Halim, Bawono, dkk. 2014. Perpajakan; Konsep, Aplikasi, Contoh, dan Studi Kasus. Penerbit Salemba Empat.

35

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF