Makalah Harga Diri Rendah Situasional - Kelompok 12

August 12, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Makalah Harga Diri Rendah Situasional - Kelompok 12...

Description

 

SISTEM NEUROBEHAVIOR HARGA DIRI RENDAH

KELOMPOK 12

 

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Peristiwa traumatic, seperti kehilangan pekerjaan, harta benda, dan orang yang dicintai dapat meninggalkan dampak yang serius. Dampak kehilangan tersebut sangat memengaruhi persepsi individu akan kemampuan dirinya sehingga mengganggu harga diri seseorang.   Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU No. 23 Tahun 1992, Pasal 1). Departemen Kesehatan (DEPKES) memberikan perhatian besar untuk meningkatkan derajat kesehatan  bangsa Indonesia dengan visi dan misi misi Indonesia Sehat 2010.  Banyak dari individu-individu yang setelah mengalami suatu kejadian yang buruk dalam hidupnya, lalu akan berlanjut mengalami kehilangan kepercayaan dirinya. Dia merasa bahwa dirinya tidak dapat melakukan apa-apa lagi, semua yang telah dikerjakannya salah, merasa dirinya tidak berguna, dan masih banyak prasangka-prasangka negative seorang individu kepada dirinya sendiri. Untuk itu, dibutuhkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak agar rasa  percaya diri dir i dalam individu itu dapat muncul kembali. Termasuk bantuan dari seorang perawat. Perawat harus dapat menangani pasien yang mengalami diagnosis keperawatan harga diri rendah, baik menggunakan pendekatan secara individual maupun kelompok.   1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari latar belakang di atas adalah

 

a. Apa itu yang dimaksud dengan harga diri rendah?  b.  Bagaimana etiologi harga diri rendah situasional? c.  Bagaimana manifestasi klinis dari harga diri rendah? d.  Bagaimana proses terjadinya harga diri rendah? e.  Bagaimana rentang respon harga diri rendah situasional? f.  Apa saja masalah keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan harga diri rendah? g.  Apa tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien dengan harga diri rendah? h.  Bagaimana asuhan keperawatan pada klien harga diri rendah?

 

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah a.  Mengetahui pengertian dari harga diri rendah situasional  b.  Mengetahui etiologi dari harga diri rendah c.  Mengetahui manifestasi klinis dari harga diri rendah situasional d.  Mengetahui proses terjadinya harga diri rendah e.  Mengetahui rentang respon harga diri rendah f.  Mengetahui masalah keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan harga diri rendah g.  Mengetahui tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien harga diri rendah h.  Mengetahui asuhan keperawatan pada klien harga diri rendah 1.4 Manfaat penulisan

Makalah ini hendaknya bermanfaat untuk menambah pengetahuan tentang harga diri rendah situasional sehingga bisa menerapkannya dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien harga diri rendah di rumah sakit. 

 

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Harga Diri Rendah Situasional

Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang  berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif n egatif terhadp diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya  perasaan hilang kepercayaan keperca yaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai dengan ideal diri (Keliat, 1998). Gangguan harga diri rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang, perlakuan orang lain yang mengancam dan hubungan interpersonal yang buruk. Harga diri meningkat bila diperhatikan/dicintai dan dihargai atau dibanggakan. Tingkat harga diri seseorang berada dalam rentang tinggi sampai rendah. Harga diri tinggi/positif ditandai dengan ansietas yang rendah, efektif dalam kelompok, dan diterima oleh orang lain. Individu yang memiliki harga diri tinggi menghadapi lingkungan secara aktif dan mampu beradaptasi secara efektif untuk berubah serta cenderung merasa aman sedangkan individu yang memiliki harga diri rendah melihat lingkungan dengan cara negatif dan menganggap sebagai ancaman (Yoseph, 2009).  Harga diri rendah adalah evaluasi diri/perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negative dan dipertahankan dalam waktu yang lama (NANDA, 2005). Individu cenderung untuk menilai dirinya negative dan merasa lebih rendah dari orang lain (Depkes RI, 2000).Evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negative dan dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan (Towsend, 1998).Perasaan negative terhadap diri sendiri, hilangnya  percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan (Keliat, 1998)  Gangguan harga diri yang disebut dengan harga diri rendah dapat terjadi secara situasional, yaitu terjadinya trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan, diceraisuami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu terjadi(korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara dan lain-lain).  Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum sakit/dirawat.Klien ini mempunyai cara berpikir yang negatif. Kejadian sakit daan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. 

 

  2.2 Etiologi Harga Diri Rendah

Gangguan harga diri rendah menurut ( Carpenito, 2007 ) dapat terjadi secara : Kronis dan situasional. Harga diri rendah kronis adalah keadaan individu mengalami evaluasi diri negatif yang mengenai diri sendiri atau kemampuan dalam waktu lama, misalnya kegagalan untuk memecahkan suatu masalah atau berbagai stress berurutan dapat mengakibatkan harga diri rendah kronik. Sedangkan harga diri rendah situasional adalah suatu keadaan ketika individu yang sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif mengenai diri dalam  berespons terhadap suatu kejadian ( kehilangan, perubahan perubahan ).  Harga diri rendah biasanya terjadi karena adanya kritik diri sendiri dan orang lain, yang menimbulkan penurunan produktifitas yang berkepanjangan, yang dapat menimbulkan me nimbulkan gangguan dalam berhubungan dengan orang lain dan dapat menimbulkan perasaan ketidakmampuan dari dalam tubuh, selalu merasa bersalah terhadap orang lain, mudah sekali tersinggung atau marah yang berlebihan terhadap orang lain, selalu berperasaan negatif tentang tubuhnya sendiri. Karena itu dapat menimbulkan ketegangan peran yang dirasakan kepada klien yang mempunyai gangguan harga diri rendah. Harga diri rendah juga selalu mempunyai pandangan hidup yang  pesimis dan selalu sel alu beranggapan mempunyai keluhan fisik, fi sik, pandangan hidup yang bertentangan,  penolakan terhadap kemampuan yang dimiliki, dapat menimbulkan penarikan diri secara sosial, yang dapat menimbulkan kekhawatiran pada klien ( Stuart & Gail, 2007 ).  Klien yang mempunyai gangguan harga diri rendah akan mengisolasi diri dari orang lain dan akan muncul perilaku menarik diri, gangguan sensori persepsi halusinasi bisa juga mengakibatkan adanya waham ( Stuart & Gail W, 2007 ). 

2.3 Manifestasi Klinis Harga Diri Rendah

Keliat (2009) mengemukakan beberapa tanda dan gejala harga diri rendah adalah:   a.  Mengkritik diri sendiri  b.  Perasaan tidak mampu. c.  Pandangan hidup yang pesimis. d.  Penurunan produkrivitas.

 

e. Penolakan terhadap kemampuan diri.

 

Selain tanda dan gejala tersebut, penampilan seseorang dengan harga diri rendah juga tampak kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi, selera makan menurun,tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk, dan bicara lambat dengan nada suara lemah. Menurut NANDA (2005) tanda dan gejala yang dimunculkan sebagai perilaku telah dipertahankan dalam waktu yang lama atau kronik yang meliputi mengatakan hal yang negatif tentang diri sendiri dalam waktu lama dan terus menerus, mengekspresikan sikap malu/minder/rasa bersalah, kontak mata kurang/tidak ada, selalu mengatakan ketidak mampuan/kesulitan untuk mencoba sesuatu, bergantung pada orang lain, tidak asertif, pasif dan hipoaktif, bimbang dan ragu-ragu serta menolak umpan balik positif dan membesarkan umpan  balik negatif mengenai dirinya. Tanda dan gejala yang dapat dikaji:

  Perasaan malu pada diri sendiri akibat penyakit dan akibat terhadap tindakan



 penyakit.Misalnya malu dan sedih karena rambut menjadi rontok (botak) karena  pengobatan akibat penyakit kronis seperti kanker.

  Rasa bersalah terhadap diri sendiri misalnya ini terjadi jika saya tidak kerumah



sakitmenyalahkan dan mengejek diri sendiri.

  Merendahkan martabat. Mis: saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya memang bodoh



dan tidak tahu apa-apa.

  Gangguan hubungan sosial. Mis: menarik diri, klien tidak mau bertemu orang lain,



lebih sukamenyendiri.

  Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan yang suram mungkin memilih



alternatif tindakan.

  Mencederai diri akibat harga diri rendah disertai dgn harapan yg suram mungkin klien



inginmengakhiri kehidupan.

  Mudaah tersinggung atau marah yang berlebihan.



  Perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri.



  Keluhan fisik



  Penolakan terhadap kemampuan personal



Terjadinya gangguan konsep diri harga diri rendah kronis juga di pengaruhi beberapa faktor predisposisi seperti faktor biologis, psikologis, sosial dan kultural.

 

Faktor biologis biasanya karena ada kondisi sakit fisik secara yang dapat mempengaruhi kerja hormon secara umum, yang dapat pula berdampak pada keseimbangan neurotransmitter di otak, contoh kadar serotonin yang menurun dapat mengakibatkan klien mengalami depresi dan pada pasien depresi kecenderungan harga diri rendah kronis semakin  besar karena klien lebih dikuasai oleh pikiran-pikiran negatif dan tidak berdaya. berdaya. Struktur otak yang mungkin mengalami gangguan pada kasus harga diri rendah kronis adalah: 1.   Sys  Systtem L Limb imbii c   yaitu pusat emosi, dilihat dari emosi pada klien dengan harga diri rendah yang kadang berubah seperti sedih, dan terus merasa tidak berguna atau gagal terus menerus. 2.  H i pot othalam halamus us  yang juga mengatur mood dan motivasi, karena melihat kondisi klien dengan harga diri rendah yang membutuhkan lebih banyak motivasi dan dukungan dari perawat dalam melaksanakan tindakan yang sudah dijadwalkan bersama-sama dengan perawat padahal klien mengatakan bahwa membutuhkan latihan yang telah dijadwalkan tersebut. 3.  Thalamus sistem pintu gerbang atau menyaring fungsi untuk mengatur arus informasi sensori yang berhubungan dengan perasaan untuk mencegah berlebihan di korteks. Kemungkinan pada klien dengan harga diri rendah apabila ada kerusakan pada thalamus ini maka arus informasi sensori yang masuk tidak dapat dicegah atau dipilah sehingga menjadi berlebihan yang mengakibatkan perasaan negatif yang ada selalu mendominasi pikiran dari klien. 4.   Amigdala  Amigdala yang  yang berfungsi untuk emosi. Selain gangguan pada struktur otak, apabila dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan alat-alat tertentu kemungkinan akan ditemukan ketidakseimbangan neurotransmitter di otak seperti: 1.   Acetylcholine (ACh), untuk (ACh), untuk pengaturan atensi dan mood, mengalami penurunan. 2.   Norepinephrine,  Norepinephrine, mengatur  mengatur fungsi kesiagaan, pusat perhatian dan orientasi; mengatur “fight - flight”  flight” dan proses pembelajaran dan memori, mengalami penurunan yang mengakibatkan kelemahan dan depresi. 3.  Serotonin, Serotonin,   mengatur status mood, mood,   mengalami penurunan yang mengakibatkan klien lebih dikuasai oleh pikiran-pikiran negatif dan tidak berdaya.

 

4.  Glutamat, Glutamat, mengalami  mengalami penurunan, terlihat dari kondisi klien yang kurang energi, selalu terlihat mengantuk. Selain itu berdasarkan diagnosa medis klien yaitu skizofrenia yang sering mengindikasikan adanya penurunan glutamat. Berdasarkan faktor psikologis , harga diri rendah konis sangat berhubungan dengan pola asuh dan kemampuan individu menjalankan peran dan fungsi. Hal-hal yang dapat mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, orang tua yang tidak percaya pada anak, tekanan teman sebaya, peran yang tidak sesuai dengan jenis kelamin dan peran dalam pekerjaan Faktor sosial: secara sosial status ekonomi sangat mempengaruhi proses terjadinya harga diri rendah kronis, antara lain kemiskinan, tempat tinggal didaerah kumuh dan rawan, kultur social yang berubah misal ukuran keberhasilan individu. Faktor kultural: tuntutan peran sesuai kebudayaan sering meningkatkan kejadian harga diri rendah kronis antara lain : wanita sudah harus menikah jika umur mencapai duapuluhan,  perubahan kultur kearah gaya hidup individualisme.Akumulasi faktor predisposisi ini baru menimbulkan kasus harga diri rendah kronis setelah adanya faktor presipitasi. Faktor  presipitasi dapat disebabkan dari dalam diri sendiri s endiri ataupun at aupun dari luar, anta antara ra lain la in ketegangan  peran, konflik peran, peran yang tidak jelas, j elas, peran berlebihan, perkembangan transisi, situasi transisi peran dan transisi peran sehat-sakit.

2.4 Proses Terjadinya Harga Diri Rendah

Berdasarkan hasil riset Malhi (2008, dalam http:www.tqm.com) menyimpulkan bahwa harga diri rendah diakibatkan oleh rendahnya cita-cita seseorang. Hal ini mengakibatkan  berkurangnya tantangan dalam mencapai tujuan. Tantangan yang rendah menyebabkan upaya yang rendah. Selanjutnya, hal ini menyebabkan penampilan seseorang ses eorang yang tidak optimal. Dalam tinjauan life span history klien, penyebab terjadinya harga diri rendah adalah pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal di sekolah, pekerjaan, atau pergaulan. Hargadiri rendah muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuannya. Dalam Purba (2008), ada empat cara dalam meningkatkan harga diri yaitu:   1.  Memberikan kesempatan berhasil 2.  Menanamkan gagasan

 

3.  Mendorong aspirasi 4.  Membantu membentuk koping Menurut Fitria (2009), faktor -faktor yang mempengaruhi proses terjadinya harga diri rendah yaitu faktor predisposisi dan faktor presipitasi. -  Faktor predisposisi Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah adalah penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain ideal diri yang tidak realistis. -  Faktor presipitasi Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah hilannya sebagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, mengalami kegagalan serta menurunya  produktivitas. Sementara menurut Purba, dkk (2008) gangguan harga diri rendah dapat terjadi secara situasional dan kronik. Gangguan harga diri yang terjadi secara situasional bisa disebabkan oleh trauma yang muncul secara tiba-tiba misalnya harus dioperasi, mengalami kecelakaan, menjadi korban perkosaan, atau menjadi narapidana sehingga harus masuk penjara. Selain itu, dirawat di rumah sakit juga

menyebabkan rendahnya harga harga diri seseorang diakibatkan peny penyakit akit fisik,

 pemasangan alat bantu yang membuat klien tidak nyaman, harapan yang tidak tercapai akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh, serta perlakuan petugas kesehatan yang kurang mengharagai klien dan keluarga.Sedangkan gangguan harga diri kronik biasanya sudah berlangsung sejak lama yang dirasakan klien sebelum sakit atau sebelum dirawat dan menjadi semakin meningkat saat dirawat. Menurut Peplau dan Sulivan dalam Yosep (2009) mengatakan bahwa harga diri berkaitan dengan pengalaman interpersonal, dalam tahap perkembangan dari bayi sampai lanjut usia seperti good me, bad me, not me, anak sering dipersalahkan, ditekan sehingga perasaan amannya tidak terpenuhi dan merasa ditolak oleh lingkungan dan apabila koping yang digunakan tidak efektif akan menimbulkan harga diri rendah. Menurut Caplan, lingkungan sosial akan mempengaruhi individu, pengalaman seseorang dan adanya perubahan sosial seperti perasaan dikucilkan, ditolak oleh lingkungan sosial, tidak dihargai akan menyebabkan stress dan menimbulkan penyimpangan perilaku akibat harga diri rendah.

 

 

Caplan (dalam Keliat 1999) mengatakan bahwalingkungan bahwalingkungan sosial, pengalaman individu

dan adanya perubahan sosial seperti perasaan dikucilkan, ditolak oleh lingkungan sosial, tidak dihargai akan menyebabkan stress dan menimbulkan penyimpangan perilaku akibat harga diri rendah. 2.5 Rentang Respon Harga Diri Rendah

Respons harga diri rendah sepanjang sehat-sakit berkisar dari status aktualisasi diri yang  paling adaptif sampai status kerancuan identitas serta depersonalisasi yang lebih maladaptive. Kerancuan identitas merupakan suatu kegagalan individu untuk mengintegrasikan berbagai identifikasi masa kanak-kanak ke dalam kepribadian psikososial dewasa yang harmonis. Depersonalisasi ialah suatu perasaan tidak realistis dan merasa asing dengan diri sendiri, hal ini  berhubungan dengan dengan tingkat ansietas panik dan kegagalan dalam uji realitas. Individu mengalami kesulitan memberikan diri sendiri dari orang lain, dan tubuhnya sendiri terasa tidak nyata dan asing baginya. 

Respon Adaptif

Aktualisasi diri

Respon maladaptif

konsep diri positif

harga diri rendah

kerancuan Identitas

Depersonalisasi

Rentang respons harga diri rendah ( Stuart & Gail, 2007 )

2.6 Masalah Keperawatan Keperawatan yang Mungkin Muncul pada Klien Harga Diri Rendah

Masalah keperawatan yang mungkin muncul: 1.  Harga diri rendah 2.  Koping individu tidak efektif 3.  Isolasi social 4.  Perubahan persepsi sensori : halusinasi 5.  Resiko tinggi perilaku kekerasan

 

2.7 Tindakan Keperawatan yang Dilakukan pada Klien Harga Diri Rendah

Beberapa terapi keperawatan yang dapat diberikan kepada klien dengan harga diri rendah kronis ini adalah terapi kognitif, logo therapy dan therapy dan triangle therapy untuk therapy untuk di modifikasi dengan terapi medis yang diberikan Dengan pertimbangan pemberian psikofarmaka hanya untuk mengatasi masalah penyakitnya saja dimana gejalanya diharapkan menjadi berkurang atau hilang tetapi tidak merubah pola pikir, perasaan dan perbuatan klien, sehingga klien akan kembali pada situasi mengalami harga diri rendah. Karena sebenarnya sebenarnya masalah utama penyebab dari harga diri rendah kronis yang dialami belum diatasi dan kemampuan koping yang dipergunakan dalam menghadapi tekanan belum digunakan seefektif mungkin.  1.  Terapi kognitif Kata cognitive cognitive atau  atau cognition cognition berarti  berarti pengetahuan atau pemikiran, oleh karena itu kognitif terapi dianggap sebagai pengobatan psikologi untuk pikiran. Secara sederhana terapi kognitif menjalankan asumsi tentang pikiran, keyakinan, sikap dan  persepsi terhadap prasangka tanpa tekanan emosi yang berpengalaman dan juga intensitas emosi tersebut. Terapi kognitif ini ditemukan oleh Aaron Beck,M.D untuk terapi depresi. Dr Beck dan peneliti lainnya mengembangkan metode untuk menggunakan terapi kognitif untuk masalah psikiatrik lainnya, seperti, panik, masalah untuk pengontrolan marah dan pengguna obat. Bentuk terapi ini diterima sangat baik dalam

menyokong

penelitian,

terutama

terapi

yang

menyangkut

depresi.

(Westermeyer, 2005). Harga diri rendah kronis merupakan gejala yang dominan pada kondisi klien dengan depresi, sehingga terapi kognitif sangat tepat dilakukan pada klien dengan harga diri rendah kronis. Dengan dilakukannya terapi kognitif, diharapkan dapat merubah pikiran negatif klien menjadi pikiran yang positif. Menurut Burns (1988), hasil penelitian di Amerika menyimpulkan bahwa terapi kognitif lebih cepat mengatasi depresi dan gangguan emosional lainnya daripada psikoterapi konvensional seperti terapi perilaku, terapi kelompok dan terapi yang berorientasi pada pengenalan diri (insight (insight –   –  oriented) maupun  oriented) maupun terapi obat-obatan (anti depresan). Terapi kognitif dapat melatih klien untuk mengubah cara klien menafsirkan dan memandang segala sesuatu pada saat klien mengalami kekecewaan, sehingga klien merasa lebih baik dan dapat bertindak lebih produktif.

 

Terapi kognitif merupakan bentuk psikoterapi yang digunakan untuk  pengobatan klien depresi, kecemasan, phobia, dan bentuk lain dari penyakit pen yakit mental. Cognitive therapy merupakan dasar pemikiran tentang bagaimana klien berfikir (kognitif), bagaimana klien merasakan (emosi) dan bagaimana klien bertingkah laku dalam semua interaksi. Secara khusus, apa yang klien pikirkan menentukan perasaan dan tingkah laku klien. Karena itu pikiran negatif dapat menyebabkan distress distress   dan menghasilkan masalah. Cognitive Therapy merupakan salah satu pendekaan psikoterapi yang paling  banyak diterapkan dan telah terbukti efektifitasnya dalam mengatasi berbagai gangguan, termasuk kecemasan dan depresi. Asumsi yang mendasari terapi kognitif terutama untuk kasus depresi yaitu bahwa gangguan emosional berasal dari distorsi (penyimpangan) dalam berfikir. Perbaikan dalam keadaan emosi hanya dapat  berlangsung lama kalau dicapai perubahan pola-pola berfikir selama proses proses terapi. Demikian pula pada pasien pola pikir yang maladaptif (disfungsi kognitif) dan gangguan prilaku, diharapkan klien mampu melakukan perubahan cara berfikir dan mampu mengendalikan gejala-gejala dari gangguan yang dialami. Terapi kognitif  berorientasi pada pemecahan masalah, dengan terapi yang dipusatkan pada keadaan “disini dan sekarang”, yang memandang individu sebagai pengambilan keputusan  penting tentang tujuan atau masalah yang yang akan dipecahkan dalam proses terapi. Tujuan utama dalam terapi kognitif menurut Gara (2003) adalah: -  Membangkitkan pikiran-pikiran negatif/berbahaya, dialog internal atau bicara sendiri (self talk),  talk),  dan interpretasi terhadap kejadian-kejadian yang dialami. Pikiran-pikiran negatif tersebut muncul secara otomatis, sering diluar kesadaran klien, apabila menghadapi situasi stress atau mengingat kejadian penting masa lalu. Distorsi kognitif tersebut perilaku maladaptif, yang menambah berat masalah. -  Terapi bersama klien mengumpulkan bukti yang mendukung atau menyanggah interpretasi yang telah diambil. Oleh karena pikiran otomatis sering didasari atas kesalahan logika atau pemahaman yang salah, maka terapi kognitif diarahkan untuk membantu klien mengenali dan mengubah distorsi kognitif. Klien dilatih mengenali pikirannya, dan mendorong untuk menggunakan keterampilan, menginterpretasikan secara lebih rasional terhadap struktur kognitif yang maladaptif.

 

-  Menyusun desain eksperimen (pekerjaan rumah) untuk menguji validitas interpretasi dan menjaring data tambahan untuk diskusi didalam proses terapi. Dengan demikian terapi kognitif diharapkan berperan sebagai mekanisme proteksi agar kecemasan dan depresi tidak mengancam, karena klien belajar mengatasi faktor-faktor yang menyebabkan munculnya gangguan. Menurut Burns (1988) , teknik kontrol mood  yang   yang efektif dan sederhana dalam terapi kognitif yang bertujuan : -  Perbaikan simptomatik secara cepat: Terhentinya segala gejala depresi sering terjadi dalam waktu singkat (12 minggu) -  Memahami: Penjelasan tentang mengapa klien murung dan apa yang dapat klien lakukan untuk mengubahnya. Klien akan mengetahui penyebab cengkraman kuat  perasaannya dan dapat membedakan emosi yang yang normal dan abnormal. -  Kendali diri: Klien akan mengetahui cara menerapkan strategi pertolongan diri yang efektif dan aman, sehingga dapat kembali merasa lebih baik. Terapis akan membimbing klien mengembangkan rencana bantu-diri (self-help) (self-help)   secara  bertahap, realistis dan praktis. -  Pencegahan dan pertumbuhan pribadi: Pencegahan yang bertahan lama terhadap gelombang rasa murung di masa depan dapat bersandar pada penilaian kembali  beberapa nilai dan sikap dasar yang melatarbelakangi kecenderungan klien mengalami depresi. Terapis akan membantu klien bagaimana menghadapi dan mengevaluasi kembali beberapa asumsi tertentu mengenai nilai dan martabat manusia. 2.  Logo Therapy Logoterapi berfokus pada arti eksistensi manusia dan usahanya mencari arti itu. Logoterapi memandang manusia sebagai totalitas yang terdiri dari tiga dimensi: fisik, psikologis, dan spiritual. Untuk memahami diri dan kesehatan kita harus memperhitungkan ketiganya. Selama ini dimensi spiritual diserahkan kepada agama, dan pada gilirannya agama tidak diajak bicara untuk urusan fisik dan psikologis. Kedokteran, termasuk psikoterapi telah mengabaikan dimensi spiritual sebagai sumber kesehatan dan kebahagiaan.

 

Teknik analisa dalam logoterapi meliputi mengajukan pertanyaan pada diri sendiri, melihat dan merenungkan pengalaman yang bermakna dan mengungkap makna dalam kondisi kritis. Pada klien dengan harga diri rendah kronis, dimana klien lebih dominan memandang aspek negatif dirinya dan kurang bergairah dalam mencari makna kehidupan ataupun dalam pencapaian tujuan hidup. Penerapan logoterapi pada klien dengan harga diri rendah kronis akan membantu klien dalam mengungkapkan  perasaan dan menemukan makna kehidupan serta akan meningkatkan neurotransmitter di otak (terutama serotonin), sehingga harga diri klien dapat meningkat secara bermakna. 3.  Triangle Therapy Setiap hubungan antara terapis, klien dan keluarga dalam psikoterapi merupakan bagian dari triangle relationship (hubungan segitiga). Hal ini karena setiap klien merupakan bagian dari multi generasi yang disebut keluarga. Setiap terapi  berpengaruh bagi keluarga dan dipengaruhi oleh keluarga. Hal ini sesuai dengan konsep triangle therapy bahwa therapy bahwa jika dua orang anggota keluarga terjadi konflik, maka dibutuhkan pihak ketiga untuk menyelesaikan dan mendukung penyelesaian masalah mereka. Secara alamiah, proses dalam kehidupan manusia dipengaruhi oleh tiga sisi jaringan hubungan tersebut. Ketiga jaringan tersebut membentuk hubungan yang disebut ”emotional triangle”. Pada triangle”. Pada klien dengan harga diri rendah kronis, pola interaksi dengan keluarga tidak berjalan dengan baik. Sehingga dengan dilakukannya triangle therapy  therapy  ini dapat membantu klien dalam mengekspresikan perasaannya dan klien dapat diterima dalam keluarganya dan mendapat support  mendapat  support  dari   dari keluarga dalam penyelesaian masalah klien. Inti dari terapi ini adalah bukan saja menghilangkan gejala yang ditimbulkan dari masalah yang dihadapi. Akan tetapi adalah bagaimana membantu klien dengan harga diri rendah kronis yang biasanya menggunakan koping regresi menjadi lebih dewasa dalam menghadapi masalah yang dialaminya dan mencegah supaya gejala yang dialaminya tidak muncul kembali. Proses pendewasaan ini adalah proses belajar menjadi diri sendiri dalam berinteraksi dengan orang lain.

 

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian

Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari  pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan melalui data biologis , psikologis, social dan spiritual. (Keliat, Budi Ana, 1998 : 3 ) Adapun isi dari pengkajian tersebut adalah : 1.  Identitas klien  Melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang : nama mahasiswa, nama  panggilan, nama klien, nama panggilan klien, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan. Tanyakan dan catat usia klien dan No RM, tanggal pengkajian dan sumber data yang didapat. 2.  Alasan masuk   Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang, atau dirawat di rumah sakit, apakah sudah tahu penyakit sebelumnya, apa yang sudah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah ini.  3.  Faktor predisposisi Menanyakan apakah keluarga mengalami gangguan jiwa, bagaimana hasil pengobatan sebelumnya, apakah pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual,  penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga, dan tindakan criminal. Menanyakan kepada klien dan keluarga apakah ada yang mengalami gangguan jiwa, menanyakan kepada klien tentang pengalaman yang tidak menyenangkan. 4.  Pemeriksaan fisik Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan, dan tanyakan apakah ada keluhan fisik yang dirasakan klien. 5.  Psikososial a.  Genogram Genogram menggambarkan klien dengan keluarga, dilihat dari pola komunikasi,  pengambilan keputusan dan pola pola asuh  b.  Konsep diri c.  Gambaran diri Tanyakan persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang disukai, reaksi klien terhadap bagian tubuh yang tidak disukai dan bagian yang disukai.

 

d.  Identitas diri Status dan posisi klien sebelum klien dirawat, kepuasan klien terhadap status dan  posisinya, kepuasan klien sebagai laki-laki atau perempuan, keunikan yang dimiliki sesuai dengan jenis kelaminnya dan posisinya. e.  Fungsi peran Tugas atau peran klien dalam keluarga / pekerjaan / kelompok masyarakat, kemampuan klien dalam melaksanakan fungsi atau perannya, perubahan yang terjadi saat klien sakit dan dirawat, bagaimana perasaan klien akibat perubahan tersebut. f.  Ideal diri Harapan klien terhadap keadaan tubuh yang ideal, posisi, tugas, peran dalam keluarga, pekerjaan atau sekolah, harapan klien terhadap lingkungan, harapan klien terhadap penyakitnya, bagaimana jika kenyataan tidak sesuai dengan harapannya. g.  Harga diri Hubungan klien dengan orang lain sesuai dengan kondisi, dampak pada klien dalam berhubungan dengan orang lain, harapan, identitas diri tidak sesuai harapan, fungsi peran tidak sesuai harapan, ideal diri tidak sesuai harapan,  penilaian klien terhadap pandangan / penghargaan penghargaan orang lain. h.  Hubungan sosial Tanyakan orang yang paling berarti dalam hidup klien, tanyakan upaya yang biasa dilakukan bila ada masalah, tanyakan kelompok apa saja yang diikuti dalam masyarakat, keterlibatan atau peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat, hambatan dalam berhubungan dengan orang lain, minat dalam berinteraksi dengan orang lain. i.  Spiritual  Nilai dan keyakinan, kegiatan ibadah / menjalankan keyakinan, kepuasan dalam menjalankan keyakinan.  j.  Status mental

  Penampilan



Melihat penampilan klien dari ujung rambut sampai ujung kaki apakah ada yang tidak rapih, penggunaan pakaian tidak sesuai, cara berpakaian tidak seperti

biasanya,

kemampuan

klien

dalam

berpakaian,

dampak

 

ketidakmampuan berpenampilan baik / berpakaian terhadap status psikologis klien.

  Pembicaraan



Amati pembicaraan klien apakah cepat, keras, terburu-buru, gagap, sering terhenti / bloking, apatis, lambat, membisu, menghindar, tidak mampu memulai pembicaraan.

  Aktivitas motorik



 

Lesu, tegang, gelisah.

 

Agitasi : gerakan motorik yang menunjukan kegelisahan

 

Tik : gerakan-gerakan kecil otot muka yang tidak terkontrol

 

Grimasem : gerakan otot muka yang berubah-ubah yang tidak terkontrol klien

 

Tremor : jari-jari yang bergetar ketika klien menjulurkan tangan dan merentangkan jari-jari

 

Kompulsif : kegiatan yang dilakukan berulang-ulang

 

Sedih, putus asa, gembira yang berlebihan

 

Ketakutan : objek yang ditakuti sudah jelas

 

Khawatir : objeknya belum jelas

  Alam perasaan



  Afek



 

Datar : tidak ada perubahan roman muka pada saat ada stimulus yang menyenangkan atau menyedihkan.

 

Tumpul : hanya bereaksi bila ada stimulus emosi yang sangat kuat

 

Labil : emosi klien cepat berubah-ubah

 

Tidak sesuai : emosi bertentangan atau berlawanan dengan stimulus

 

Interaksi selama wawancara a)  Kooperatif : berespon dengan baik terhadap pewawancara  b)  Tidak kooperatif : tidak dapat menjawab pertanyaan pewawancara dengan spontan c)  Mudah tersinggung d)  Bermusuhan : kata-kata atau pandangan yang tidak bersahabat atau tidak ramah e)  Kontak kurang : tidak mau menatap lawan bicara

 

f)  Curiga : menunjukan sikap atau peran tidak percaya kepada  pewawancara atau orang lain. g)  Persepsi Jenis-jenis halusinasi dan isi halusinasi, frekuensi gejala yang tampak  pada saat klien berhalusinasi.

  Proses piker   Sirkumtansial : pembicaraan yang berbelit-belit tapi sampai sa mpai pada tujuan



 

Tangensial : pembicaraan yang berbelit-belit tapi tidak sampai s ampai pada tujuan

 

Kehilangan asosiasi : pembicaraan tidak ada hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lainnya

 

Flight of ideas : pembicaraan yang meloncat dari satu topik ke topik yang lainnya.

 

Bloking : pembicaraan terhenti tiba-tiba tanpa gangguan dari luar kemudian dilanjutkan kembali

Perseferasi : kata-kata yang diulang berkali-kali   Perbigerasi : kalimat yang diulang berkali-kali  

  Isi fikir



 

Obsesi

:

pikiran

yang

selalu

muncul

walaupun

klien

berusaha

menghilangkannya.  

Phobia : ketakutan yang patologis / tidak logis terhadap objek / situasi tertentu.

 

Hipokondria : keyakinan terhadap adanya gangguan organ tubuh yang sebenarnya tidak ada.

 

Depersonalisasi : perasaan klien yang asing terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

 

Ide yang terkait : keyakinan klien terhadap kejadian yang terjadi dilingkungan yang bermakna yang terkait pada dirinya.

6.  Tingkat kesadaran a.  Bingung : tampak bingung dan kacau ( perilaku yang tidak mengarah pada tujuan).  b.  Sedasi : mengatakan merasa melayang-layang antara sadar atau tidak sadar

 

c.  Stupor : gangguan gangguan motorik seperti kekakuan, gerakan yang diulang-ulang diulang-ulang,, anggota tubuh klien dalam sikap yang canggung dan dipertahankan klien tapi klien mengerti semua yang terjadi dilingkungannya dilingkungannya d.  Orientasi : waktu, tempat dan orang e.  Jelaskan apa yang dikatakan klien saat wawancara f.  Memori

  Gangguan mengingat jangka panjang : tidak dapat mengingat kejadian lebih



dari 1 bulan.

  Gangguan mengingat jangka pendek : tidak dapat mengingat kejadian dalam



minggu terakhir.

  Gangguan mengingat saat ini : tidak dapat mengingat kejadian yang baru saja



terjadi.

  Konfabulasi : pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan dengan memasukan



cerita yang tidak benar untuk menutupi gangguan daya ingatnya.

  Tingkat konsentrasi



 

  BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian

Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari  pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan melalui data biologis , psikologis, social dan spiritual. (Keliat, Budi Ana, 199 1998 8:3) Adapun isi dari pengkajian tersebut adalah : 1.  Identitas klien  Melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang : nama mahasiswa, nama  panggilan, nama klien, nama panggilan klien, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan. Tanyakan dan catat usia klien dan No RM, tanggal pengkajian dan sumber data yang didapat. 2.  Alasan masuk   Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang, atau dirawat di rumah sakit, apakah sudah tahu penyakit sebelumnya, apa yang sudah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah ini.  3.  Faktor predisposisi Menanyakan apakah keluarga mengalami gangguan jiwa, bagaimana hasil pengobatan sebelumnya, apakah pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual,  penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga, dan tindakan criminal. Menanyakan kepada klien dan keluarga apakah ada yang mengalami gangguan jiwa, menanyakan kepada klien tentang pengalaman yang tidak menyenangkan. men yenangkan. 4.  Pemeriksaan fisik Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan, dan tanyakan apakah ada keluhan fisik yang dirasakan klien. 5.  Psikososial a.  Genogram Genogram menggambarkan klien dengan keluarga, dilihat dari pola komunikasi,  pengambilan keputusan dan pola pola asuh  b.  Konsep diri c.  Gambaran diri

 

Tanyakan persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang disukai, reaksi klien terhadap bagian tubuh yang tidak disukai dan bagian yang disukai. d.  Identitas diri Status dan posisi klien sebelum klien dirawat, kepuasan klien terhadap status dan  posisinya, kepuasan klien sebagai laki-laki atau perempuan, keunikan yang dimiliki sesuai dengan jenis kelaminnya dan posisinya. e.  Fungsi peran Tugas atau peran klien dalam keluarga / pekerjaan / kelompok masyarakat, kemampuan klien dalam melaksanakan fungsi atau perannya, perubahan yang terjadi saat klien sakit dan dirawat, bagaimana perasaan klien akibat perubahan tersebut. f.  Ideal diri Harapan klien terhadap keadaan tubuh yang ideal, posisi, tugas, peran dalam keluarga, pekerjaan atau sekolah, harapan klien terhadap lingkungan, harapan klien terhadap penyakitnya, bagaimana jika kenyataan tidak sesuai dengan harapannya. g.  Harga diri Hubungan klien dengan orang lain sesuai dengan kondisi, dampak pada klien dalam berhubungan dengan orang lain, harapan, identitas diri tidak sesuai harapan, fungsi peran tidak sesuai harapan, ideal diri tidak sesuai harapan,  penilaian klien terhadap pandangan / penghargaan penghargaan orang lain. h.  Hubungan sosial Tanyakan orang yang paling berarti dalam hidup klien, kl ien, tanyakan upaya yang biasa dilakukan bila ada masalah, tanyakan kelompok apa saja yang diikuti dalam masyarakat, keterlibatan atau peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat, hambatan dalam berhubungan dengan orang lain, minat dalam berinteraksi dengan orang lain. i.  Spiritual  Nilai dan keyakinan, kegiatan ibadah / menjalankan keyakinan, kepuasan dalam menjalankan keyakinan.  j.  Status mental

  Penampilan



 

Melihat penampilan klien dari ujung rambut sampai ujung kaki apakah ada yang tidak rapih, penggunaan pakaian tidak sesuai, cara berpakaian tidak seperti

biasanya,

kemampuan

klien

dalam

berpakaian,

dampak

ketidakmampuan berpenampilan baik / berpakaian terhadap status psikologis klien.

  Pembicaraan



Amati pembicaraan klien apakah cepat, keras, terburu-buru, gagap, sering terhenti / bloking, apatis, lambat, membisu, menghindar, tidak mampu memulai pembicaraan.

  Aktivitas motorik



 

Lesu, tegang, gelisah.

 

Agitasi : gerakan motorik yang menunjukan kegelisahan

 

Tik : gerakan-gerakan kecil otot muka yang tidak terkontrol

 

Grimasem : gerakan otot muka yang berubah-ubah yang tidak terkontrol klien

 

Tremor : jari-jari yang bergetar ketika klien menjulurkan tangan dan merentangkan jari-jari

 

Kompulsif : kegiatan yang dilakukan berulang-ulang

  Alam perasaan



 

Sedih, putus asa, gembira yang berlebihan

 

Ketakutan : objek yang ditakuti sudah jelas

 

Khawatir : objeknya belum jelas

  Afek



 

Datar : tidak ada perubahan roman muka pada saat ada stimulus yang menyenangkan atau menyedihkan.

 

Tumpul : hanya bereaksi bila ada stimulus emosi yang sangat kuat

 

Labil : emosi klien cepat berubah-ubah

 

Tidak sesuai : emosi bertentangan atau berlawanan dengan stimulus

 

Interaksi selama wawancara a)  Kooperatif : berespon dengan baik terhadap pewawancara  b)  Tidak kooperatif : tidak dapat menjawab pertanyaan pewawancara dengan spontan c)  Mudah tersinggung

 

d)  Bermusuhan : kata-kata atau pandangan yang tidak bersahabat atau tidak ramah e)  Kontak kurang : tidak mau menatap lawan bicara f)  Curiga : menunjukan sikap atau peran tidak percaya kepada  pewawancara atau orang lain. g)  Persepsi Jenis-jenis halusinasi dan isi halusinasi, frekuensi gejala yang tampak  pada saat klien berhalusinasi.

  Proses piker



 

Sirkumtansial : pembicaraan yang berbelit-belit tapi sampai sa mpai pada tujuan

 

Tangensial : pembicaraan yang berbelit-belit tapi tidak sampai pada tujuan

 

Kehilangan asosiasi : pembicaraan tidak ada hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lainnya

 

Flight of ideas : pembicaraan yang meloncat dari satu topik ke topik yang lainnya.

 

Bloking : pembicaraan terhenti tiba-tiba tanpa gangguan dari luar kemudian dilanjutkan kembali

 

Perseferasi : kata-kata yang diulang berkali-kali

 

Perbigerasi : kalimat yang diulang berkali-kali

  Isi fikir



 

Obsesi

:

pikiran

yang

selalu

muncul

walaupun

klien

berusaha

menghilangkannya.  

Phobia : ketakutan yang patologis / tidak logis terhadap objek / situasi tertentu.

 

Hipokondria : keyakinan terhadap adanya gangguan organ tubuh yang sebenarnya tidak ada.

 

Depersonalisasi : perasaan klien yang asing terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

 

Ide yang terkait : keyakinan klien terhadap kejadian yang terjadi dilingkungan yang bermakna yang terkait pada dirinya.

6.  Tingkat kesadaran a.  Bingung : tampak bingung dan kacau ( perilaku yang tidak mengarah pada tujuan).

 

 b.  Sedasi : mengatakan merasa melayang-layang antara sadar s adar atau tidak sadar c.  Stupor : gangguan motorik seperti kekakuan, gerakan yang diulang-ulang, anggota tubuh klien dalam sikap yang canggung dan dipertahankan klien tapi klien mengerti semua yang terjadi dilingkungannya dilingkungannya d.  Orientasi : waktu, tempat dan orang e.  Jelaskan apa yang dikatakan klien saat wawancara f.  Memori

  Gangguan mengingat jangka panjang : tidak dapat mengingat kejadian lebih



dari 1 bulan.

  Gangguan mengingat jangka pendek : tidak dapat mengingat kejadian dalam



minggu terakhir.

  Gangguan mengingat saat ini : tidak dapat mengingat kejadian yang baru saja



terjadi.

  Konfabulasi : pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan dengan memasukan



cerita yang tidak benar untuk menutupi gangguan daya ingatnya.

  Tingkat konsentrasi



 

  NANDA, NOC, NIC N

1.

NA NAND NDA A

NO NOC C

Gangguan konsep diri Harga Diri harga diri rend Indikator : situasional

Penerimaan an keterbatas keterbatasan an diri   Penerima   Pemelihara Pemeliharaan an postur tegak   Pemeliharaan kontak mata   Deskripsi diri   Hargai orang lain   Komunikasi yang terbuka   Pemenuha Pemenuhan n peran pribadi

NI NIC C Tingkatkan Harga Diri

Aktivitas :

  Observasi perilaku klien    Monitor pernyataan klien tentang t entang









kritik diri

 

  Tentukan kepercayaan pasien dalam pandangannya sendiri    Dorong pasien untuk



 



mengidentifikasi kekuatan mengidentifikasi   Mendorong kontak mata dalam  berkomunikasi  berkomunik asi dengan oran orang g lain   Membantu pasien untuk mengidentifikasi mengidentifika si respon positif dari orang lain



signifikan   Pemeliharaan perawatan dan kebersihan







  Saldo partisipasi dan



mendengarkan dalam kelompok   Tingkat kepercayaan



  Penerima Penerimaan an pujian dari



  Menahan diri dari kritik negatif   Menahan diri dari godaan   Sampaikan kepercayaan pada

  

kemampuan pasien untuk menangani menang ani situasi

orang lain

  Respon yang diharapkan dari



orang lain   Penerima Penerimaan an kritik konstruktif   Kesediaan untuk menghadapii orang lain menghadap

  Membantu dalam menetapkan



tujuan yang realistis untuk mencapai mencap ai lebih tinggi harga diri 





  Deskripsi keberhasilan keberhasilan



  Yakinkan klien bahwa klien



mampu menghadapi situasi apapun

  Bantu klien untuk menyusun



tujuan hidup yang realistic

dalam pekerjaan   Deskripsi keberhasilan keberhasilan dalam kelompok sosial 



  Deskripsi kebanggaan dalam diri    Perasaan tentang nilai diri





  Fasilitasi lingkungan dan akitivitas

yang dapat meningkatkan harga diri   Berikan pernyataan positive tentang klien 





2.

Isolasi sso osial ial : mena Dukungan Sosial diri diri b.d b.d h har arga ga diri diri rend rend Indikator :

  Kesediaan untuk memanggil



orang lain untuk bantuan   Uang yang tersedia dari orang lain bila diperlukan



Peningkatan Sosialisasi

Aktivitas :

  Mendorong peningkatan



keterlibatan dalam hubungan yang sudah mapan   Mendorong kesabaran dalam



 

  Bantuan yang diberikan oleh



orang lain

  Waktu yang disediakan oleh



orang lain   Kerja yang disediakan oleh orang lain   Informasi yang diberikan





oleh orang lain   Bantuan emosional yang diberikan oleh orang lain   Hubungan kepercayaan orang yang bisa 

 perkembangan hubungan  perkembangan   Mempromosikan hubungan dengan orang-orang yang memiliki kepentingan dan tujuan bersama



  Mendorong kegiatan sosial dan



masyarakat

  Mempromosikan berbagai masalah



umum dengan orang lain   Mendorong kejujuran dalam menyajikan diri kepada orang lain









  Membantu sesuai kebutuhan   Jaringan sosial bantu   Kontak sosial yang







mendukung

  Jaringan sosial yang stabil 



  Mempromosikan keterlibatan dalam kepentingan yang sama

  Mendorong rasa hormat terhadap



hak orang lain   Memfasilitas Memfasilitasii penggunaan penggunaan alat  bantu defisit sensorik sensorik seperti kacamata dan alat bantu dengar



  Memberika Memberikan n umpan balik tentang dalam  Keterampilan Interaksi Sosial  perbaikan dalam   Menjaga penampilan pribadi atau 



kegiatan lainnya

Indikator :

  Menggunakan



  Menghadap Menghadapii klien tentang gangguan



 pengungkapan yang yang sesuai 

  Pameran reseptif     Bekerja sama dengan orang

 

lain    Pameran kepekaan terhadap orang lain 



  Menggunak Menggunakan an perilaku



 penilaian, jika diperlukan diperlukan

  Memberika Memberikan n umpan balik positif



ketika pasien menjangkau orang lain   Mengeksplorasi kekuatan dan kelemahan kelemaha n dari jaringan saat ini hubungan



tegas yang sesuai 

  Menggunak Menggunakan an konfrontasi



yang sesuai 

  Melibatkan orang lain    Menggunakan kompromi

 

yang sesuai 

  Menggunak Menggunakan an strategi



3.

resolusi konflik   Kop Ko ping ing iind ndiv ivid idu u ttid id Koping efe fek ktif tif b b.d .d ha harg rga a d Indikator : rendah situasional   Menunujukan fleksibilitas  peran keluarga keluarga 

  Menunjukan fleksibilitas



Peningkatan Koping

Aktivitas :

  Hargai pemahaman klien tentang



konsep diri

  Hargai dan diskusikan substitute



 peran para anggota anggota keluarga keluarga

 



Dapat mengatur masalahmasalah

respon terhadap situasi

 



Hargai sikap klien terhadap peran dan hubungan

 

  Memanajemen masalah   Melibatkan anggota



  Dukung penggunaan sumber



spiritual jika diminta



keluarga dalam membuat keputusan   Mengekspresikan perasaan dan kebiasaan emosional   Menunjukan strategi untuk





memanajemen masalah   Menggunak Menggunakan an strategi  penurunan stress stress   Menentukan prioritas

  Gunakan pendekatan yang tenang



dan berikan jaminan   Sediakan imformasi actual tentang diagnosis, penanganan dan  prognosis



  Sediakan pilihan yang realistis



tentang aspek perawatan saat ini





  Mempunyai perencanaan



 pada kondisi kegawatan kegawatan

  Mencari bantuan ketika



  Dukung penggunaan mekanisme



defensive yang tepat   Dukung keterlibatan keluarga dengan cara yang tepat



  Bantu klien untuk mengidentifikas mengidentifikasii



strategi positif untuk mengatasi keterbatasan dan mengelola gaya hidup dan perubahan gaya peran

dibutuhkan   Menggunak Menggunakan an support social



  Bantu klien beradaptasi dan



mengantisipasi perubahan klien mengantisipasi   Bantu klien mengidentifika mengidentifikasi si kemungkinan yang dapat terjadi



View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF