Kelompok 4 - Pengaruh Oklusi Terhadap Sistem Stomatognatik

September 19, 2020 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Kelompok 4 - Pengaruh Oklusi Terhadap Sistem Stomatognatik...

Description

Tugas Oral Biology 6

PENGARUH OKLUSI TERHADAP SISTEM STOMATOGNATIK 

Kelompok 4 : DILLA NOVIA AMRILANI

04101004065

PUTRI ELYA LESTARI

04101004066

DESTI ADESTIA

04101004067

ALLISYA PERMATA SARI

04101004068

WAHYU DWI MURTINI

04101004069

PUJI YULIASTRI

04101004073

TEGUH BUDIARTO

04101004074

Dosen Pembimbing : drg.Shanty Chairani, M.Si

Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya 1

2013 PENGARUH OKLUSI TERHADAP SISTEM STOMATOGNA STOMATOGNATIK: TIK: JARINGAN PERIODONTAL, OTOT O TOT,, SENDI RAHANG Oklusi Oklusi merupa merupakan kan fenome fenomena na komple kompleks ks yang yang terdir terdirii dari dari gigi-g gigi-geli eligi, gi, ligamen periodontal, rahang, sendi temporomandibula, otot dan sistem saraf. Oklusi memiliki 2 aspek. Aspek yang pertama adalah statis yang mengarah kepada kepada bentuk, bentuk, susunan, susunan, dan artikulasi artikulasi gigi-geli gigi-geligi gi pada dan di antara lengkun lengkung g gigi, gigi, dan hubunga hubungan n antara gigi-geli gigi-geligi gi dengan dengan jaringan jaringan penyangga penyangga.. Aspek Aspek yang kedua kedua adalah adalah dinamis dinamis yang mengarah mengarah kepada kepada fungsi fungsi sistem stomatognatik stomatognatik yang terdiri terdiri dari gigi-geli gigi-geligi, gi, jaringan jaringan penyangga, penyangga, sendi temporoman temporomandibu dibula, la, sistem neuromuskular dan nutrisi.

A.

PENGA ENGARU RUH H OK OKLU LUSI SI TE TERH RHAD ADAP AP JARI JARING NGAN AN PERI PERIOD ODON ONTA TAL L

Stru Strukt ktur ur jarin jaringa gan n perio periodo dont ntal al yang yang sehat sehat,, term termas asuk uk semen sementu tum m akar, akar, ligamen ligamen periodont periodontal, al, dan tulang alveolar, membentuk membentuk suatu organ fungsional. fungsional. Strukt Struktur ur ini tergant tergantung ung pada pada kekuat kekuatan an oklusi oklusi fungsi fungsiona onall yang yang mengak mengaktiv tivasi asi mekano mekanorese resepto ptorr period periodont ontal al pada pada fisiolo fisiologi gi sistem sistem mastik mastikasi. asi. Kekuat Kekuatan an oklusi oklusi mens mensti timu mula lasi si resep resepto tor-r r-rese esept ptor or pada pada liga ligame men n peri period odon onta tall untu untuk k meng mengat atur  ur   pergerakan rahang dan kekuatan oklusi.1,4 Kekuatan fungsi dan parafungsi oklusi ditahan oleh trabekula tulang dan susu susuna nan n dind dindin ing g peno penopa pang ng tula tulang ng raha rahang ng atas atas dan dan raha rahang ng bawa bawah. h. Bila Bila  periodonsium utuh, sehat dan bebas peradangan, tulang penunjang gigi dapat mengatasi kekuatan fungsi dan parafungsi oklusi. 8

2

Gambar 1: (a) Penyebaran kekuatan oklusal pada akhir penutupan geligi lengkap yang

 berperiodonsium utuh. (b) Penyebaran oklusal pada akhir penutupan dengan berkurangnya  penunjang tulang dan kehilangan gigi akibat penyakit periodonsium kronik.8

Trauma oklusi didefinisikan sebagai perubahan struktural dan fungsional  pada jaringan periodontal yang disebabkan oleh kekuatan oklusal yang berlebihan yang melebihi kapasitas reparatifnya dari otot-otot pengunyahan sehingga menimbulkan perubahan patologik atau perubahan adaptasi. 1,2,11 Trauma oklusi dapat bersifat akut jika disebabkan oleh kekuatan eksternal atau kronis jika disebabkan oleh faktor internal oklusal (kontak prematur, grinding). 1 Terjadinya tekanan oklusal yang melampaui batas rasa sakit kemampuan adaptasi periodontal bisa karena tekanannya lebih besar dari normal, atau juga karena arah tekanannya berubah tidak lagi vertikal (arah tekanan yang dapat ditolerir oleh periodontal), atau juga karena kemampuan adaptasi peridontal yang melemah akibat kerusakan yang disebabkan oleh inflamasi. 3 Riwayat trauma oklusal diklasifikasikan menjadi trauma oklusal primer  dan trauma oklusal sekunder. Trauma oklusal primer dihasilkan dari kekuatan oklusal berlebihan yang diterima oleh gigi dengan jaringan pendukung yang normal dan sehat, sedangkan trauma oklusal sekunder merupakan perubahan yang terjadi saat kekuatan oklusal normal maupun abnormal dikenakan pada gigi dengan jaringan pendukung yang inadekuat. 11 •

 Jaringan periodontal yang sehat (non-inflammed), sebagai trauma primer . Cidera yang terjadi karena gaya oklusal berlebihan terjadi pada jaringan  periodontal yang belum terkena penyakit (jaringan periodontal yang

3

sehat). trauma oklusi pada jaringan periodontal yang sehat memicu kegoyangan gigi, tetapi tidak menyebabkan hilangnya perlekatan. Trauma oklusal primer biasanya akibat gaya oklusal berlebihan yang dikaitkan dengan faktor-faktor tertentu, seperti kebiasaan parafungsi, restorasi yang terlalu tinggi, dan gigi tiruan sebagian lepasan. Pada trauma ini tidak ada kehilangan perlekatan. Lesi bersifat reversibel dan biasanya dapat diperbaiki dengan menghilangkan faktor lokal (seperti bakteri dan produk  sampingnya) dan/ atau peneysuaian oklusi. Secara klinis ditandai adanya nyeri pada saat dilakukan perkusi, sakit saat kontak dengan gigi antagonisnya.1,4

Gambar 2. Trauma oklusi primer. 4



 Jaringan yang mengalami periodontitis, sebagai trauma sekunder . Cidera yang berasal dari gaya oklusal normal yang terjadi pada  jaringan periodontal yang lemah. Sering ditemukan setelah perawatan kasus-kasus periodontitis kronis dekstruktif tingkat lanjut. Sebagai akibatnya, terjadi inflamasi, pembentukan poket, dan gaya oklusal yang  berlebih memperburuk dan/ atau menambah perkembangan penyakit. Trauma karena oklusi dapat menjadi faktor penyerta dalam kombinasi dengan lesi periodontal aktif yang sudah ada. Semakin banyak kehilangan dukungan periodontal yang terjadi, semakin peran faktor oklusal dalam menentukan prognosis dan perawatan penyakit. Lesi yang diakibatkan keduanya tidak dapat diperbaiki dengan penyesuaian oklusal.

4

Gambar 3. Trauma oklusi sekunder. 4

 Penjalaran penyakit periodontal dan hubungan dengan oklusi Trauma karena oklusi yang menyertai lesi inflamasi aktif di periodontal dapat bertindak sebagai kofaktor dalam dekstruksi jaringan periodontal dan mengakibatkan poket yang lebih dalam, serta dapat ikut andil dalam terjadinya cacat tulang angular, tetapi perlu diingat, bahwa efek trauma oklusi terhadap  jaringan periodontal ini harus didahului oleh lesi inflamasi yang berhubunagn dengan plak. 1 Peran trauma dalam destruksi jaringan periodontal dan terjadinya cacat tulang angular dapat dipahami lebih baik apabila jaringan periodontal dianggap terdiri atas 2 zona 4,6 : 

 Zona iritasi Yaitu zona yang terdiri atas jaringan lunak yang terletak lebih koronal dari serabut puncak alveolar dan serabut transeptal.



 Zona ko-dekstruksi Yaitu zona yang terdiri dari jaringan periodontal yang terletak lebih apikal darri serabut puncak alveolar dan serabut transeptal.

5

Gambar 4. Zona iritasi dan ko-destruksi 4.

Zona iritasi terdiri atas interdental gingiva dan tepi gingiva yang dibatasi oleh serat-serat gingiva. Ini merupakan awal terjadinya gingivitis dan poket periodontal. Gingivitis dan poket terjadi karena ada irirtan lokal dari plak, bakteri, kalkulus dan impaksi makanan. Dengan berapa  pengecualian, para peenliti setuju bahwa trauma oklusi tidak meneybabkan gingivitis atau poket. Trauma karena oklusi tidak menyebabkan gingivitis atau poket periodontal .

4,6

Weinmann menyatakan bahwa inflamasi pada gingiva menjalar ke  jaringan lainya melalui aliran pembuluh darah pada jaringan ikat jarang lalu masuk ke tulang alveolar (zona ko-destruktif). Arah penjalaran keradangan ini penting , karena mempengaruhi pola atau bentuk kerusakan tulang pada penyakit periodontal. Iritasi lokal menyebabkan peradangan  pada tepi gingiva papila interdental sehingga penetrasi peradangan kejaringan di bawahnya merusak serabut gingiva di sekitar perlekatannya  pada sementum. Kemudian peradangan ini menyebar ke jaringan  penyangga yang lebih dalam yang disebut sebagai ko-dekstruksi, melalui  jalan :4,6 1. Interproximal (Interproximal Pathway) Didaerah interproksimal peradangan menjalar melalui pembuluh darah  pada jaringan ikat jarang kemudian melintasi serat transeptal lalu masuk  ke tulang alveolar melalui pembuluh darah yang menembus puncak  alveolar pada septum interdental. Lokasi masuknya peradangan kedalam

6

tulang tergantung pada lokasi dari saluran pembuluh darah. Peradangan tersebut dapat menyebar memeasuki septum interdental pada tengahtengah puncak tulang alveolar atau melalui sisi septum interdental. Peradangan ini dapat menyebar memasuki tulang alveolar melalui  beberapa saluran pembuluh darah. Setelah mencapai tulang sum-sum,  peradangan ini berbalik arah dari tulang ke ligamentum periodontal. Hal yang jarang terjadi penyebaran peradangan dari gingiva langsung keserabut periodontal dan masuk ke septum interdental. 2. Fasial dan Lingual (Facial and Lingual Pathways) Pada permukaan fasial dan lingual peradangan di tepi gingiva meneybar  sepanjang permukaan luar periosteum dan masuk ke ruang sum-sum tulang melalui pembuluh darah yang menembus kortek tulang.

Tekanan oklusal yang berlebihan dapat mengakibatkan perubahan pada ligamen periodontal, tulang alveolar, sementum, pulpa, inflamasi periapikal dan resorpsi akar.1

 Respon gingival terhadap peningkatan tekanan oklusal  Trauma karena oklusi tidak mempengaruhi gingival. Gingiva tidak  terpengaruh oleh trauma oklusi karena pasokan darah ke gingival mencukupi, meskipun pembuluh darah pada ligament periodontal terganggu karena tekanan oklusal yang meningkat. Namun, jika terjadi inflamasi pada jaringan periodontal maka akan mempengaruhi kondisi gingiva. Selain itu, gigitan dalam pada trauma oklusi dapat menyebabkan lesi pada tepi gingival.  Respon sementum terhadap peningkatan tekanan oklusal  Beban oklusal yang berlebihan dapat mempengaruhi akar gigi seperti terjadinya resorpsi. Akar gigi dilindungi oleh sementum. Sementum merupakan struktur  yang menyerupai tulang. Namun sementum lebih resisten terhadap resorpsi daripada tulang. Sejumlah teori menjelaskan dalam beberapa hipotesis hal ini terjadi kerena sementum lebih keras dan lebih terminieralisasi dibandingkan

7

tulang. sementum juga bersifat antiangiogenik, sehingga dapat mencegah akses osteoklas. Walaupun demikian, bila kekuatan besar diberikan pada apeks gigi, sementum juga dapat mengalami resorpsi. Beberapa studi juga mengatakan tekanan yang ringan dan intermitten dapat memicu terjadinya hipersentosis pada akar gigi.

 Respon ligamen periodontal terhadap peningkatan tekanan oklusal  Kekuatan oklusi menstimulasi reseptor-reseptor pada ligamen periodontal untuk mengatur pergerakan rahang dan kekuatan oklusi. Tanpa gigi antagonis, ligament periodontal akan mengalami atrofi non-fungsional. Kegoyangan gigi merupakan tanda klinis dari sifat viskoelastis ligamen dan respon fungsional. Tekanan oklusal yang ringan dan juga intermitten akan menstimulasi terjadinya  pelebaran ligamen periodontal. Sedangkan pada tekanan yang besar dan tiba-tiba akan menyebabkan terjadinya perubahan pada jaringan periodonsium,dimulai dengan tekanan dari serat-serat yang menimbulkan area hyalinisasi. Kerusakan fibroblas dan kematian sel-sel jaringan ikat kemudian mengarah terjadinya nekrosis dan kehilangan perlekatan pada ligamen periodontal. 1,4,11  Respon tulang alveolar terhadap peningkatan tekanan oklusal  Tekanan oklusal yang ringan dan intermitten tidak Glickman dan Smulow menyatakan bahwa pada kasus oklusi traumatik, arah penjalaran peradangan  berubah jalur yang biasanya dari interdental papila ke septum interdental menjadi dari serat transeptal langsung ke ligamentum periodontal menjadi angular  (miring), kompresi, degenerasi dan perubahan susunan serabut periodontal lainnnya. Akibat perubahan arah penjalaran peradangan ini terjadi bentuk  kerusakan tulang dalam arah vertikal dan terjadi “infrabony pocket” .6

Daerah furkasi merupakan daerah yang mudah mengalami kerusakan akibat tekanan oklusal yang berlebih. Luka pada jaringan peridonsium menyebabkan depresi aktivitas mitotik dan tingkat proliferasi dan differensiasi  pada fibrobla, formasi kolagen dan pada formasi tulang. Hal ini dapat kembali ke normal ketika tekanan tersebut dihilangkan. 6

8

Pemeriksaan klinis jaringan periodontal karena trauma oklusal

Tanda klinis trauma oklusal dapat berupa peningkatan mobilitas dan migrasi atau penyimpangan gigi, fremitus, dan ketidaknyamanan saat makan. Peningkatan mobilitas gigi tidak selalu diindikasikan sebagai trauma oklusi. Hipermobilitas yang terjadi sebagai akibat dari trauma oklusi dideteksi dengan adanya penurunan perlekatan periodontal pada pasien. Alasannya, trauma oklusi dapat mempercepat reduksi lebih lanjut dari  perlekatan periodontal pada pasien dengan  periodontitis aktif. Diagnosis klinis trauma hanya

dapat

 progresif  pengukuran

dipastikan

dapat

jika

mobilitas

diidentifikasi

berulang

selama

melalui beberapa

 periode.10 Radiologis

Tanda-tanda radiografis yang terlihat  biasanya

berupa

diskontinuitas

dan

 penebalan lamina dura, perlebaran ruang ligamen periodontal, radiolusen dan kondensasi tulang alveolar atan resorpsi akar.10 Histologis

Perubahan histologis yang terjadi berupa gangguan sistem sirkulasi, edema, dan hyalinisasi serat ligamen periodontal, infiltrat inflamasi sedang, dan  piknosis nukleus osteoblas, sementoblas, serta fibroblas. Ruang ligamen  periodontal bertambah luas dan terlihat berbentuk seperti jam pasir. Tidak terdapat  perubahan histologis pada serat kolagen gingiva maupun  junctional epithelium. Perubahan histologis pada periodonsium bersifat reversibel jika penyebab dieliminasi. Kegoyahan gigi juga akan kembali normal saat etiologi hilang. 12

9

Berdasarkan histologis tingkat keparahan lesi trauma oklusal pada ruang ligamen periodontal tergantung pada besarnya kekuatan. Pada kekuatan yang rendah, perubahan mikroskopis berupa peningkatan vaskularisasi, peningkatan  permeabilitas vaskuler, trombosis, dan terganggunya fibroblas dan serat kolagen. Pada kekuatan sedang, osteoklas terlihat pada permukaan alveolus dan membentuk jala resorpsi tulang. Pada kekuatan yang lebih tinggi, trauma oklusal dapat menyebabkan nekrosis jaringan ligamen periodontal, termasuk lisisnya sel, dan gangguan pada pembuluh darah serta hialinisasi serat kolagen. Osteoklas terlihat pada ruang

sumsum yang berdekatan dengan tulang alveolar,

menghasilkan resorpsi tulang. Selain itu, resorpsi permukaan akar juga dapat terjadi pada lesi trauma oklusal.11 B.

PENGARUH OKLUSI TERHADAP OTOT PENGUNYAHAN

Secara sederhana oklusi didefinisikan dengan proses bertemunya gigigeligi di rahang atas dan bawah. Kontak antara gigi-gigi rahang atas dan bawah yang hanya dapat terjadi oleh karena adanya daya sehingga kontak antara gigi-gigi rahang atas dan bawah tersebut dapat terjadi dan daya tersebut dapat terjadi oleh karena kerja otot-otot kunyah5. Semua otot-otot mastikasi atau kunyah berfungsi pada semua pergerakan mandibula, baik untuk fase kontraksi maupun relaksasi. Adapun otot-otot yang  berperan di dalam proses mastikasi adalah: M. Temporalis (elevator), M. Masseter  (elevator), M. Disgastric (ant.Belly) (depressor), M. Pterygoideus Eksternus (depressor), M. Pterygoideus Internus (elevator), M. Mylohyoideus (depressor), M. Geniohyoid (depressor) (Gambar 2) 5.

10

Gambar 5. Otot-otot Mastikasi.7

Maloklusi merupakan keadaan menyimpang dari oklusi normal yang meliputi ketidakteraturan gigi sehingga mempengaruhi estetika beberapa fungsi fisiologis mulut seperti mastikasi,  penelanan, dan bicara. Mastikasi itu sendiri merupakan

hasil

pergerakan

pembukaan

dan

penutupan

rahang

yang

memerlukan koordinasi antara gigi, rahang, otot pengunyahan, di bawah kontrol neurologis susunan saraf pusat. Ketidakserasian oklusi terjadi apabila terjadi kontak gigi yang menghalangi atau menghambat kebebasan pergerakan mandibula.9 Disfungsi tatanan stomatognatik atau pengunyahan telah diberikan dengan  beberapa sebutan dalam kepustakaan pergigian. “Sindrom Costen” merupakan salah satu dari istilah asli yang dihubungkan dengan kelewat-tutup sebagai  penyebab utama. Dengan berkembang pemikiran tentang penyebab lainnya, teori Costen dibuang dan mulailah dipakai istilah yang mengandung konsep etiologi. Jadi sindrom nyeri disfungsi miofasial (selaput otot) (sindrom MPD) dan sindrom

11

nyeri sendi temporomandibula mencerminkan bahwa nyeri dan disfungsi otot dan sendi bergabung dengan wajah, merupakan unsur utama yang terlibat. Istilah umum yang sesuai dengan disfungsi tatanan ini ialah “disfungsi rahang bawah. 8 a

Kelelahan dan kekakuan otot Kebiasaan buruk seperti bruxism pada malam hari dapat mengakibatkan kelelahan dan kekakuan otot pengunyahan (m. masseter) yang dihasilkan oleh  pengerutan otot secara terus-menerus akibat penambahan tenanga otot, dan  parafungsi umunya terdapat di pagi hari.8

 b

Nyeri otot Pengkerutan otot secara terus-menerus yang biasanya terjadi akibat bruxism dapat menyebabkan keadaan tanpa zat asam (anoksia) setempat akibat penutupan pembuluh darah yang memasok zat asam di daerah tersebut, dan pengambilan hasil buangan pertukaran zat (metabolism) menyebabkan nyeri kekurangan darah (iskemia) dalam otot. Bila otot dalam keadaan santai hasil buangan akan diambil, jaringan akan dipasok, zat asam dan nyeri akan  berkurang. 8  Nyeri disfungsi rahang bawah sering timbul karena otot daerah pelipis (temporal), pengunyahan (m. masseter) dan pterigoideus. Selain itu, juga  pada sisi nyeri daerah leher-belakang kepala (serviko-osipital). 8  Nyeri sisi kepala timbul karena otot daerah pelipis. Nyeri di daerah sudut dan cabang (ramus) rahang bawah berasal dari otot kunyah muka lateral dan dari otot pterigoideus tengah. Di daerah lengkung tulang pipi (zigomatik) nyeri timbul melampaui daerah insersi otot pelipis ke prosesus coronoideus dan dari perlekatan otot kunyah pada lengkung tulang pipi. Nyeri yang  berkaitan dengan sendi temporomandibula sering disebabkan karena tegangan dan kekejangan otot pterigoideus lateral. 8

c

Kekejangan otot

12

Kekejangan otot dihasilkan oleh daur nyeri dan gerak pengkerutan tak  sengaja yang hebat sekali. Daur kejadian diatur menjadi gerakan pada daerah yang terdaat nyeri setempat atau rudapaksa mikro otot, untuk merangsang  peningkatan pengkerutan otot lewat gerak regangan tak sengaja. Hal ini menyebabkan lebih melanjutnya nyeri dan rangsangan yang menyebabkan mengkerutnya otot dan slanjutnya. Asil akhir ialah kejang akut otot dengan nyeri iskemia. Kejang akut, nyeri, dan keterbatasan gerakan dikenal juga sebagai “trismus” atau “rahang terkunci”. 8 d

Titik pencetus Kumpulan (nodul) jaringan otot yang mengalami kemunduran dapat dihasilkan sebagai akibat tegangan dan kekejangan otot kronik. Hal ini disebut titik pencetus. Itu semua dapat meneyebabkan nyeri otot yang memancar dan yang berkenaan dengan hal tersebut serta dapat mencetuskan  pengkerutan otot dan ketegangan lebih lanjut. Titik pencetus semacam ini terjadi dalam otot pengunyahan (m. masseter), pada otot leher dan belakang kepala serta pada daerah punggung tengah dan bawah. 8

e

Hipertropi dan Atrofi otot Pada perorangan dengan riwayat adanya penggesekan geligi (bruxism) yang sudah berlangsung lama dan dipaksakan, dapat terjadi hipertropi otot  penutup. Pada perorangan semacam itu otot masseter yang sangat kuat dan membesar mudah dilihat pada ramus dan sudut rahang bawah. Kebiasaan mengunyah satu sisi akan menyebabkan terjadinya hipertropi otot pada sisi yang aktif, sementara pada sisi yang lainnya yang jarang digunakan dapat terjadi atrofi otot. 8 Manifestasi lain yang diakibatkan oleh trauma oklusi diantaranya sakit kepala yang berkaitan dengan tegangan otot pada daerah serviko-oksipital. Keterbatasan gerak dalam membuka dan menutup mulut yang dapat dilihat secara klinik sebagai penyimpangan garis tengah pada pembukaan dan  penutupan mulut, menunjukkan ketidakmampuan mencapai kedudukan buka

13

maksimum dan ketidakmampuan menggerakkan secara sengaja mulai oklusi sentries ke daerah batas lateral. Gejala telinga berdengung, melemahnya  pendengaran dan perasaan tekanan dan sumbatan pada telinga merupakan sebagian gejala disfungsi rahang bawah. Bunyi dengungan atau siulan terjadi karena tegangan dan kekejangan otot peregang rongga telinga (tensor  timpani). Otot ini mengubah tegangan membran rongga telinga (membran timpani). Gejala penyumbatan, kehilangan pendengaran, perubahan tekanan atmosfer tiba-tiba dan daya tanggapan boleh jadi disebabkan tegangan dan kekejangan dalam otot palatum (tensor palate). Fungsi otot ini adalah untuk  meregangkan palatum lunak dan membuka tuba Eustachius ketika menelan. Otot ini menyentuh otot pterigoideus tengah. Keduanya dipersarafi cabang saraf trigeminus yang sama. Telinga ini berhubungan dengan penampilan disfungsi rahang bawah sehingga disebut dengan “sindrom otomandibula”. 8 C. SENDI TEMPOROMANDIBULA (TMJ)

Oklusi dapat didefinisikan sebagai hubungan kontak statik antara tonjoltonjol

gigi

atau

permukaan

kunyah

dari

gigi-geligi

atas

dan

bawah.

Ketidakseimbangan oklusi merupakan salah satu faktor penyebab yang sangat sering ditemui pada  pasien-pasien disfungsi TMJ.1 3 Ketidakserasian

oklusi

dapat

menghambat

kebebasan

pergerakan

mandibula, tetapi kebanyakan sistem pengunyahan akan berusaha untuk  mempertahankan keserasian fungsi yaitu dengan cara melakukan gerakan menghindar dari gangguan tersebut. Bila kemampuan penyesuaian tersebut tidak  dapat terlampaui, timbul ketegangan pada otot, ketidakserasian fungsi, dan disfungsi mandibula. 14 Penyebab timbulnya ketidakserasian oklusi, antara lain adalah karena : 1. Adanya kontak permatur yang dapat terjadi pada beberapa keadaan, misalnya sewaktu relasi sentrik, pergerakan dari posisi istirahat ke oklusi sentrik.

14

2. Tonjol mahkota gigi yang mengganggu kemulusan gerakan lateral dan  protrusive yang berpaduan pada gigi.14 Gangguan fungsi akibat adanya kelainan struktural dan gangguan fungsi akibat adanya penyimpangan dalam aktifitas salah satu komponen fungsi sistem

mastikasi

(disfungsi). Kelainan struktural adalah kelainan

yang

disebabkan oleh perubahan struktur persendian akibat gangguan  pertumbuhan, trauma eksternal,  penyakit infeksi, atau neoplasma, dan umumnya jarang dijumpai. Gangguan fungsional terjadi akibat adanya penyimpangan dalam aktivitas salah satu komponen yang terlibat dalam pelaksanaan fungsi sistem mastikasi yakni kelainan posisi dan atau fungsi gigi-geligi atau otot-otot mastikasi. Sendi temporomandibula

merupakan salah satu komponen dari

sistem pengunyahan yang terdiri dari sepasang sendi kiri dan kanan yang masing-masing dapat  bergerak  bebas dalam  batas tertentu.13 a. Kliking Kliking sendi dihubungkan dengan oklusi yang tidak benar. Kehilangan gigi dan malposisi serta ektrusi gigi akan mengakibatkan perubahan keseimbangan sehingga mengakibatkan ketidakharmonisan oklusi. 14 •

Kehilangan gigi dapat mengganggu keseimbangan gigi geligi yang masih tersisa, gangguan dapat berupa migrasi, rotasi, ekstrusi gigi geligi yang masih tersisa pada rahang. Malposisi akibat kehilangan gigi tersebut mengakibatkan disharmoni oklusal, 35% dapat menyebabkan kelainan TMJ karena ada  perbedaan oklusi sentrik dan relasi sentrik. Adanya perubahan oklusi perubahan oklusi selalu menghasilkan suatu perubahan kooerdinasi otot-otot. Perubahan oklusal yang tidak sesuai dengan aksi otot-otot dan TMJ selalu menghasilkan hiperaktivitas otot dan perubahan  posisi diskus. Kehilangan gigi anterior, khususnya gigi kaninus menyebabkan

pola oklusal

menjadi

lebih

datar

karena

 berkurangnya tinggi tonjolan. Hal tersebut menyebabkan  berkurangnya tinggi gigitan dan dimensi vertikal. Pengurangan

15

dimensi vertikal menyebabkan dislokasi diskus ke anterior. Hal ini terjadi pada saat membuka mulut kondil bergerak kedepan mendorong diskus ke anterior sehingga terjadi lipatan dari diskus. Pada keadaa tertentu dimana diskus tidak dapat didorong lagi, kondilus akan melompati lipatan tersebut dan  bergerak ke bawah diskus. Lompatan itu akan menyebabkan  bunyi klik.14



Ekstrusi gigi antagonis akan menagkibatkan kurva spee berubah menjadi bergelombang. Hal ini tanpa disadari akan menimbulkan  benturan antara gigi bawah dan gigi atas saat mandibula bergerak  fungsional dan non fungsional. Benturan-benturan ini secara  bertahap akan menimbulkan disintegrasi dalam sistem kondil diskus, sehingga timbul gejala kliking.14

 b. Asimetri kondil Posisi

mandibula  pada

akhir  gerakan

menutup

mulut sangat

ditentukan oleh panduan yang diberikan oleh geseran kontak antara gigigeligi bawah dan gigi-geligi atas setelah dicapai kontak pertama antara

16

kedua lengkung gigi-geligi tersebut. Bila geseran kontak tersebut lancar  dan terjadi bersamaan antara semua gigi posterior posisi mandibula akan stabil. Apabila ada kontak prematur antara salah satu gigi, maka geseran kontak  tersebut

akan

menjadi

tidak  lancar,

dan

mungkin

akan

membuat mandibula harus menyimpang dari pola gerakannya yang normal,

sehingga posisi

menyimpang

dari

akhir 

yang

dicapainya

 juga

akan

normal. Apabila penyimpangan ini  berjalan lama

maka  posisi akhir  kondilus kanan dan kiri akan menjadi asimetri yang diikuti oleh diskus artikularnya.14

c. Arthritis TMJ Selain pada kehilangan gigi antrior, pada kehilangan gigi posterior juga dapat mendukung terjadinya kelainan TMJ berupa arthritis yaitu sebagai  predisposisi, karena kehilangan gigi posterior menyebabkan tekanan lebih  besar terjadi pada sendi

akibat menggigit hanya menggunakan gigi

anterior. Jadi perubahan pola oklusi gigi geligi yang menyebabkan terjadinya  perubahan dimensi vertikal oklusi ataupun dimensi verikal reposisi akan mengakibatkan perubahan posisi kondil dan TMD akan terjadi. 14

Mekanisme terjadinya nyeri pada bagian tubuh lain sebagai dampak lanjutan dari trauma oklusal pada sistem stomagnatik.

17

Ketegangan otot dan misalignment tulang yang menyebabkan TMD  juga dapat menekan saraf yang melalui daerah wajah. Kompresi dapat menyebabkan sakit kepala serta nyeri di leher, bahu, telinga, rahang dan  bahkan tulang belakang.15 Kerusakan jaringan otot (kondisi myofasial pain) dapat memacu  pengeluaran mediator kimia seperti bradikinin, prostaglandin, substansi P, dan lain sebagainya. Bradikinin merupakan mediator kimia yang memiliki  potensi paling besar untuk mengaktifkan free ending (nosiseptor).  Free nerve ending  yang diaktifkan oleh senyawa-senyawa tersebut akan menghantarkan impuls nyeri ke dalam kompleks batang otak sistem  persarafan trigeminal. Kemudian neuron afferent tersebut akan menuruni kompleks batang otak menuju subnukleus kaudalis untuk bersinaps dengan antar neuron sebelum menuju sistem pusat yang lebih tinggi. Hampir  sebagian besar  free nerve ending  yang bersinaps di subnukleus kaudalis akan mengalami konvergensi. 15 Konvergensi adalah peristiwa dimana beberapa neuron aferen akan  bersinaps dengan antarneuron. Impuls yang berasal dari otot-otot mastikasi memeiliki

peluang

besar

mengalami

konvergensi.

Konvergensi

menyebabkan bercampurnya berbagai muatan impuls sehingga kadangkadang nyeri pada organ tertentu juga dirasakan pada bagian tubuh lain. 15

18

19

DAFTAR PUSTAKA

1. Boever, J. De and Boever, A. De. Occlusion and Periodontal Health. 2. Daliemunthe. 2001.  Periodonsia: Etiologi Penyakit Gingivitis dan  Periodontal . FKG USU, p 118. 3. Harn WM, Chen MC, Chen YM, et al. 2001. Effect of Oclusal trauma on healing of periapical pathoses: report of two cases. International Endodontic Journal, p 554-61. 4. Peter F. Fedi, Arthur R. Vernino, Jhon L. Gray. 2004. Silabus Periodonti . Jakarta : EGC. 5.

Pramonon, Coen.  Mastikasi, Oklusi dan Artikulasi. FKG Airlangga SubBagian Bedah Mulut Instalasi Gigi dan Mulut RSU Dr. Soetomo.

6. Wiriadidjaja, Kartika. 2007. Kerusakan Jaringan Periodonsium Pada Gigi  Premolar yang disebabkan oleh Oklusi Traumatik . Skripsi. FKG UI Bagian Periodonsia. Jakarta. 7. Drake Rl, Wayne V, Adam WMM. 2005. Gray’s Anatomy for Student. St. Louis. Elsevier. P 876. 8. Gross, Martin D. 1991. Oklusi dalam Kedokteran Gigi Restoratif . Penerjemah: Krisnowati. Surabaya: Airlangga University Press. 9. Ajidarmo, Ibnu.  Efek Maloklusi Berdasarkan Klasifikasi Angle dan  Kontak Oklusal terhadap Performa Mastikasi pada Anak Sub-Ras  Deutero Malayu Usia 12-15 Tahun. Unpad 10. Davies, S.J., Gray, R. J. M., Linden, G. J., & James J. A., 2001, Occlusal: Occlusal considerations in periodontics,  British Dental Journal  191, 597 – 604 11. Deas, D. E. and Mealey, B. L., 2006, Is there an association between occlusion and periodontal destruction?  J Am Dent Assoc, Vol 137, No 10, 1381-1389.

20

12. Rateitschak, K. H., Rateitschak, E. M., Wolf, H. F., & Hassell, T. M., 1985, Color Atlas of Periodontology, Thieme Inc., New York  13. Aryanti,

Sartika.2007.

Penanggulangan

gangguan

sendi

temporo

mandibula akibat kelainan oklusi secara konservatif. Skripsi. FKG USU. Medan 14. Haryo, Mustiko.2008. Gangguan nyeri dan bunyi kliking pada sendi temporomandibula. Kajian Ilmiah Prostodonsia. FKG UGM. Yogyakarta. 15. Tanti, Ira.2007. Temporomandibular Joint ; Hubungan antara literatur. FKG UI. Jakarta.

21

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF