Jiwa Fixx

September 16, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Jiwa Fixx...

Description

 

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

LATAR BELAKANG

Hipokondriasis berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia dan  Diagnostic and Stastical Manual of

Mental

Disorder,

diklasifikasikan

Fourth

sebagai

salah

Edition, satu

Text

Revision

dari

gangguan

(DSM-IV-TR) somatoform.

Hipokondriasis dibedakan dari gangguan somatoform yang lain berdasarkan keluhan

yang

dirasakan

oleh

penderitanya,

dimana pada gangguan

somatoform yang lain tidak didapatkan gejala fisik pada suatu organ spesifik (satu organ) yang merupakan keluhan utama penderita. Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang-ulang disertai dengan permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga sudah dijelaskan oleh dokternya bahwa tidak ditemukan kelainan yang menjadi dasar keluhannya. Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas kemungkinan kaitan antara keluhan fisiknya dengan problem atau konflik dalam kehidupan yang dialaminya, bahkan meskipun didapatkan gejala-gejala anxietas dan depresi.  Istilah “hipokondriasis” didapatkan dari istilah “hipokondrium” yang artinya di bawah rusuk, dan mengambarkan bahwa biasanya keluhan abdomen dimiliki pasien dengan gangguan ini. Hipokondriasis itu sendiri adalah kekhawatiran berlebihan bahwa penderita mengalami penyakit serius dan preokupasi terhadap tubuhnya yang tidak sebanding dengan penyakit medis sebenarnya, serta yang muncul hampir setiap saat. Hipokondriasis disebabkan dari interpretasi pasien yang tidak realistik terhadap gejala atau sensasi fisik, yang menyebabkan ketakutan bahwa mereka menderita menderit a penyakit

1

 

yang serius. Ketakutan ini menyebabkan menyebabkan penderitaan yang bermakna bagi  pasien dan mengganggu kemampuan mereka untuk berfungsi di dalam  peranan personal, sosial, dan pekerjaan.  Hipokondriasis dan gangguan somatoform yang lain merupakan gangguan psikiatri paling sulit dan kompleks untuk diterapi secara medis. Seperti kelainan psikiatri lain, gangguan somatoform ini membutuhkan terapi yang kreatif, dan bersifat biopsikososial oleh klinisi yang meliputi dokter umum, sub-spesialis dan ahli psikiatri profesional. Strategi penatalaksanaan  pada hipokondriasis meliputi pencatatan gejala, tinjauan psikososial dan  psikoterapi. 

2

 

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

DEFINISI

Kata

“hypochondriasis”

berasal

dari

istilah

medis

lama

“hypochondrium” yang berarti di bawah tulang rusuk, dan merefleksikan gangguan pada bagian perut yang sering dikeluhkan pasien hipokondriasis. Hipokondriasis adalah hasil intrepretasi pasien yang tidak realistis dan tidak akurat terhadap symptom atau sensasi, sehingga mengarah pada  preokupasi dan ketakutan bahwa mereka memiliki gangguan yang parah,  bahkan meskipun tidak ada penyebab medis yang ditemukan. Pasien yakin  bahwa mereka mengalami penyakit yang serius dan belum di deteksi dan tidak dapat dibantah dengan menunjukkan kebalikannya (Kaplan H.I, Sadock B.J, Grebb J, 2010) Hipokondriasis mempunyai preokupasi bahwa ia menderita  penyakit medis yang serius seri us padahal tidak. t idak. Hal ini dianggap sebagai se bagai suatu  bentuk anxietas atau obsesi kompulsi. Pasien berulang kali mencari  pemeriksaan atau keterangan medis, tetapi tidak dapat di yakinkan. Gejala yang ditampilkan sering berupa permintaan pemeriksaan medis yang  berulang-ulang. (Willy F. Maramis, Albert A. maramis, 2009) Orang

dengan

hipokondria

salah

menginterpretasikan

atau

melebih-lebihkan reaksi tubuh yang biasa, sehingga orang yang mengembangkan hipokondria sangat peduli, bahkan benar-benar terlalu  peduli, pada simptom dan hal-hal yang mungkin mewakili apa yang ia takutkan. Penderita hipokondria akan menjadi sangat sensitif terhadap  perubahan ringan dalam sensasi fisik, seperti denyut jantung yang tidak teratur, berkeringat, batuk yang tidak sering, setitik rasa sakit, sakit perut, sebagai keyakinan mereka. Padahal kecemasan akan simptom fisik dapat

3

 

menimbulkan sensasi fisik tersendiri-misalnya, keringat berlebihan dan  pusing, bahkan pingsan, mereka juga melihat kemungkinan untuk dapat mengobati penyakitnya sangat rendah dan melihat diri mereka lemah dan tidak dapat mentoleransi upaya fisik. Hal ini cenderung menciptakan lingkaran setan (vicious cycle). (Kaplan H.I, Sadock B.J, Grebb J, 2010) Selain itu, penderita hipokondria akan menjadi marah saat dokter mengatakan bahwa ketakutan mereka sendirilah yang menyebabkan simptom-simptom simptomsimptom fisik tersebut. Mereka sering “belanja dokter” dengan harapan bahwa seorang dokter yang kompeten dan simpatik akan memperhatikan mereka sebelum terlambat. (Kaplan H.I, Sadock B.J, Grebb J, 2010) 2.2.

Epidemiologi

Meski prevalensi hipokondria masih belum diketahui, gangguan ini tampak sama umumnya diantara pria maupun wanita. Gangguan hipokondria umumnya muncul pada masa dewasa awal, dan cenderung memiliki perjalanan yang kronis. Biasanya Paling sering bermula antara usia 20 dan 30 tahun, meski dapat muncul di usia berapapun. Terdapat 49% kejadian hipokondria di praktik umum. (Willy F. Maramis, Albert A. maramis, 2009)

2.3 .

Etiologi

Pada

kriteria

diagnosis

untuk

hipokondriasi,

DSM-IV

TR

mengindikasikan bahwa gejala yang timbul menunjukkan mis interpretasi  pada gejala fisik yang dirasakan. Banyak data menunjukkan bahwa orang dengan hipokondriasis memperkuat dan memperberat sensasi somatic yang mereka rasakan sendiri. Pasien ini mempunyai batasan toleransi yang rendah terhadap ketidaknyamanan fisik. Sebagi contoh pada orang normal merasakan

itu

sebagai

tekanan

pada

perut

pasien

hipokondriasis

mengaggapnya sebagai nyeri pada perut. Mereka memfokuskan diri terhadap sensasi pada tubuh, salah menginterpetrasikannya dan selalu 4

 

teringat oleh sensasi tersebut karena kesalahan skema kognitif. (saddock BJ, 2009)  Teori yang lain mengemukakan bahwa hipokondriasis dapat suatu sifat yang dipelajari yang dimulai dari masa kanak-kanak dimana pada anggota keluarganya sering terpapar oleh suatu penyakit. Etiologi lain menunjukkan bahwa hipokondriasis adalah bagian dari gangguan depresi atau obsesi-kompulsif dengan fokus gejala pada keluhan fisik. (Kaplan H.I) 

2.4.

Patofisiologi

Defisit neurokimia berhubungan dengan hipokondriasis dan gangguan somatoform lain (sebagai contoh gangguan somatisasi, konversi, dan kelainan bentuk tubuh) terlihat sama dengan gangguan mood dan cemas. (saddock  BJ, 2009) Sebagai contoh, Hollander dkk menjelaskan bahwa “sepektrum obsesif-kompulsif” obsesifkompulsif” untuk memasukkan gangguan obsesif kompulsif , kelainan bentuk tubuh (body dysmorfhic disorder), anorexia nervosa, syndrome

tourette

dan

gangguan

control

impuls

(misalnya

trichotillomania, pathological gambling) . penulis lain menyatakan bahwa kelainan somatoform seperti hipokondriasis dapat saja merupakan hasil atas kebiasaan tak sadar yang dilakukan pasien untuk menghindari konflik internal dan stressor eksternal. (Kaplan H.I) Gangguan dari spectrum obsesif kompulsif walaupun bukan bagian dari consessus diagnostic dan klasifikasi psikiatri, terdapat beberapa kategori diagnostik DSM-IV.

Walaupun temuan kasus dari deficit

neurokimia ini bersifat ringan, beberapa menunjukkan gejala yang  berlebihan dan berakibat komorbid, dan terapi yang efektif bersifat parallel antara orang yang satu dengan orang yang lain (contoh selective serotonin reuptake inhibitor (SSRIs). (Kaplan H.I)

5

 

Pada studi terakir dari marker biologis , peneliti yang mengacu  pada criteria diagnostic hipokondriasis DSM-IV menemukan bahwa terdapat penurunan level neurotrophin 3 (NT3) dan serotonin trombosit (5HT) dalam plasma dibandingkan sengan subjek control. NT-3 adalah marker dari fungsi neuronal sementara trombosit 5-HT adalah marker untuk aktifitas serotonergik. (memon, 2009) 2.5

Faktor Penyebab Gangguan

Pengetahuan

tentang

faktor

penyebab

dalam

gangguan

somatoform, termasuk hipokondria, cukup minim dibandingkan dengan  banyak gangguan lainnya. lainnya. Namun ada dua faktor yang dapat menyebabkan seseorang menderita gangguan hipokondria diantaranya faktor biologis dan faktor psikososial. 1.  Faktor biologis Ditemukan adanya faktor genetik dalam transmisi gangguan somatisasi serta adanya penurunan metabolisme (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer nondominan. Selain itu diduga terdapat regulasi abnormal sistem sitokin yang mungkin menyebabkan  beberapa gejala yang ditemukan pada gangguan somatisasi, yang bisa  berkaitan dengan hipokondria. Selain itu, dapat pula diakibatkan oleh faktor kognitif, yaitu ketika tanda-tanda tubuh normal disalah tafsirkan sebagai tanda patologi organik yang serius. Sekarang ini banyak peneliti mengatakan bahwa kecemasan berhubungan dengan hipokondria. Proses  perhatian selektif dalam kecemasan kesehatan mungkin mirip dengan yang ditemukan pada gangguan panik. Asumsi ini mungkin merupakan manifestasi dari pengalaman di masa lalu maupun yang sedang  berlangsung. Sehingga asumsi disfungsional tentang gejala dan penyakit tersebut, dapat mempengaruhi seseorang seseoran g untuk menderita hipokondria.

6

 

2.  Faktor Psikososial a)  Memiliki penyakit yang serius selama masa kanak-kanak  b)  Memiliki riwayat keluarga hypochondriac c)  Pernah mengalami stres berat yang menyebabkan (misalnya, kematian orang tua atau teman dekat)

trauma

d)  Mengalami kekerasan fisik, seksual, trauma pada masa anak-anak e)  Mungkin

terkait

dengan

gangguan

kejiwaan

lain,

seperti

kecemasan atau gangguan obsesif-kompulsif. Dengan kata lain, hipokondriasis dapat mengembangkan dari suatu gangguan atau menjadi tanda dari salah satu gangguan lain f)  Perkuatan yang diperoleh dari lingkungan sosial. Misalnya, karena mendapatkan pengalaman yang menyenangkan waktu menderita sakit, selanjutnya seorang anak mulai mengeluh menderita macammacam penyakit setiap kali menghadapi tantangan hidup. g)  Menyaksikan kekerasan di masa kanak-kanak h)  Orang-orang yang memiliki riwayat kekerasan fisik atau seksual lebih mungkin untuk mengalami gangguan Hipokondria. Namun, ini tidak berarti bahwa setiap orang dengan gangguan hipokondria memiliki riwayat penyalahgunaan. 2.6 Gejala

Orang hipokondrial meningkatkan dan membesarkan sensasi somatiknya. Mereka memiliki ambang dan toleransi yang lebih rendah terhadap gangguan fisik yang dialaminya dan hal tersebut terjadi karena skema kognitif yang keliru . (Kaplan H.I)  a.  Model belajar sosial Gejala hipokondriasis dipandang sebagai keinginan untuk mendapatkan  peranan sakit oleh seseorang untuk menghadapi masalah yang tampaknya  berat dan tidak dapat dipecahkan . (Kaplan H.I)

7

 

a.  Varian dari gangguan mental lain Gangguan yang paling sering dihipotesiskan berhubungan dengan hipokondriasis adalah gangguan depresi dan gangguan kecemasan. Padahal kecemasan akan symptom fisik dapat menimbulkan sensasi fisik tersendiri , misalnya keringat berlebih dan pusing , bahkan pingsan . mereka juga melihat kemungkinan untuk mengobati penyakitnya sangat rendah dan melihat diri mereka lemah. (Kaplan H.I)   Selain itu penderita hipokondriasis akan sangat marah jika dokter mengatakan bahwa ketakutannya mereka sendirilah yang menyebabkan symptom fisik tersebut. Mereka sering “shoping“shoping-doctor” dengan harapan  bahwa seorang dokter yang kompeten dan simpatik akan memperhatikan mereka. Hipokondriasis mempunyai preokupasi bahwa ia menderita  penyakit medis yang serius , padahal tidak. Hal ini di anggap sebagai suatu  bentuk anxietas atau obsesif-kompulsi. Pasien berulang kali mencari  pemeriksaan dan keterangan medis , tetapi tidak dapat meyakinkannya. Gejala yang ditampilkan sering berupa permintaan pemeriksaan medis yang berulang-ulang. 2.7

Pemeriksaan Fisik

Tidak adanya kelainan pada pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan yang serial. Namun demikian, pasien tetap harus menerima pemeriksaan fisik untuk meyakinkan tidak ada kelainan organik . Pada pemeriksaan  bisa didapatkan: 1. 

Penampakan umum,kelakuan , dan pembicaraan  

Penampilan biasa, rapi

 

Kooperatif denganpemeriksa, namun gelisah dan tidak mudah





ditenangkan

8

 

 



Dapat

menunjukkan

gejala

anxietas,

berupa

tangan

yang

 berkeringat,dahi berkeringat, suara yang tegagng atau gemetar dan tatapan mata yang tajam. 2. 

Status psikomotor   Tidak dapat beristirahat dengan tenang 

 

Selalu bergerak merubah posisi.

 

Agitasi.

 

Pergerakan lambat apabila pasien kurang tidur







3. 

Mood dan afek  

Bersemangat / cemas, depresi

 

Afek terbatas, dangkal, ketakutan atau afek yang bersemangat





4. 

Proses berpikir  

Berbicara spontan dengan kadang-kadang secara tiba-tiba merubah topik yang sedang dibicarakan

 

Berespon





terhadap

pertanyaan

tetapi

dapat

mengalihkan

kecemasannya pada hal lain  



5. 

Tidak ada blocking  

Isi pikiran  

Preokupasi bahwa ia sedang sakit

 

Berbicara tentang apa yang dipikirakan bahwa dalam tubuhnya





terjadi kesalahan, kenapa bisa terjadi seperti demikian, dan  bagaimana ia merasakannya.   Dapat merasa putus asa dan tidak ada lagi harapan tentang



 penyakitnya, walaupun keadaan ini biasa juga juga tidak terjadi  



Tidak terdapat keinginan untuk bunuh diri, walaupun secara  bersamaan terdapat depresi

6. 

Fungsi kognitif  

Penuh perhatian

 

Orientasi waktu , tempat, orang baik

 

Jarang mengalami kesulitan dalam konsentrasi , memori







9

 

7. 

Insight  



8. 

Daya nilai 

   



 

Dapat mengenali sensasi yang muncul pada tubuhnya

Sering tidak terganggu Dapat terganggu bila bersamaan dengan depresi

Laboratorium

Tidak hipokindriasis.

ada

pemeriksaan

Pemeriksaan

laboratorium

laboratorium

hanya

untuk

mendeteksi

digunakan

untuk

menyingkirkan adanya penyebab organik pada pasien.  

Tes psikologis

Tes psikologis contohnya MMPI pada umumnya menunjukkan adanya preokupasi akan gejala somatik dan dapat disertai depresi dan anxietas. 2.8 Kriteria Diagnosa

Diangnosis gangguan hipokondriasis hipokondriasis berdasarkan PPDGJ-III adalah : 1.  Keyakinan yang menentap akan adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik yang serius yang melandasi keluhan-keluhanya , meskipun  pemeriksaan yang berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang menetap kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisiknya (tidak sampai waham). 2.  Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhan-keluhanya.

10

 

Kriteria diagnosis berdasarkan DSM-IV-TR Hipokondriasis :   1.  Preokupasi dengan rasa takut atau gagasan bahwa seseorang memiliki  penyakit serius berdasarkan pada kesalahan interpretasi seseorang terhadap gejala tubuh. 2.  Preokupasi tetap ada walaupun telah dilakukan evaluasi dan penjelsan medis yang sesuai. 3.  Keyakinan pada kriteria A tidak memiliki intensitas waham ( seperti pada gangguan waham tipe somatik) dan tidak terbatas pada kekhawatiran terbatas mengenai penampilan (seperti pada gangguan dismorfik tubuh) 4.  Preokupasi ini menimbulkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya di dalam fungsi sosial pekerjaan dan area fungsi penting lainnya 5.  Durasi gangguan sedikitnya 6 bulan 6.  Prekupasi ini tidak lebih mungkin disebabkan oleh gangguan ansietas menyeluruh, gangguan obsesif konfulsif, ganggan panik, episode depresi  berat, ansietas perpisahan atau gangguan somatoform lain. Tentukan jika : Dengan tilikan buruk : jika selama episode saat ini, orang tersebut tidak menyadari bahwa kekhawatiran memiliki penyakit serius adalah  berlebihan dan tidak beralasan. ber alasan. Mereka Mer eka dapat mempertahankan keyakinan  bahwa mereka mengalami penyakit tertentu, seiring waktu berjalan, mereka pada penyakit lain. Pendirian mereka bertahan meskipun hasil laboratorium negatif, perjalanan penyakit yang di duga dari waktu ke waktu hanya bersifat ringan, dan penjelasan sesuai oleh dokter, tetapi keyakinan mereka tidak sekuat seperti pada waham. Hipokondria sering disertai gejala depresi dan ansietas, dan sering timbull bersamaan dengan gangguan

ansietas dan

gangguan

depresif.

(American

Psychiatric

Association, 2000)

11

 

2.9

Diagnosa Banding

Kelainan fisik pertama-tama harus segera disingkirkan yaitu kelainan dalam bidang neurogic,endokrinologi dan penyakit sistemik lainya. Diagnosa banding pada psikiatri untuk hipokondriasis adalah : 1. 

Gangguan somatisasi ditandai oleh banyak keluhan fisik yang mengenai banyak sistem organ.

2. 

Gangguan konversi ditandai oleh satu atau dua keluhan neurologis.

3. 

Gangguan dismorfik tubuh ditandai oleh kepercayaan palsu atau  persepsi

yang

berlebih-lebihan

bahwa

suatu

bagian

tubuh

mengalami cacat. 4. 

Gangguan nyeri ditandai oleh gejala nyeri yang semata-mata  berhubungan dengan faktor psikologis atau secara bermakna dieksaserbasi oleh faktor psikologis.

5. 

Undiferrentiated somatoform, termasuk gangguan somatoform, yang tidak digolongkan salah satu diatas, yang ada selama enam  bulan atau lebih.

2.10

Penatalaksanaan

1.  Psikoterapi yaitu mencegah rasa sakit dan memberikan penjelasan tentang pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam  pikiran tidak untuk kehidupan nyata. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu. 2.  Farmakoterapi yaitu pemberian Obat antidepresan, terutama tipe SSRI, dianjurkan oleh beberapa orang ahli untuk semua pasien seperti ini, terutama jika sebagian besar gejala hipokondrial dalam  populasi umum disebabkan oleh depresi. SSRI yang dapat digunakan yaitu fluoxetine 60-80 mg/hari. Terapi antidepresan tentu saja merupakan pilihan terapi lini kedua jika terapi perilaku-

12

 

kognitif gagal atau jika terdapat penyakit penyerta yang bermakna atau gejala-gejala yang berat.  3.  Psikoterapi kelompok adalah pendekatan psikoterapi terpilih meskipun tujuan utama terapi ini biasanya suportif bukan kuratif.  Secara Secara keseluruhan, gejala pasien yang disebabkan alasan  psikologis dan sosial dan tidak adanya intervensi bedah atau medis spesifik yang dapat menyembuhkan keinginan untuk sakit haruslah diingat. Tujuannya adalah agar dapat fokus terhadap pasien secara menyeluruh. Pasien harus dipantau secara teratur dan perhatian harus diberikan pada keadaan sosial dan personal apapun yang dianggap menyebabkan timbulnya keluhan pasien.[9]  4.  Manajemen stress bisa difokuskan pada keadaan dimana stress  berkontribusi pada kekhawatiran berlebihan terhadap kesehatan. Pasien diminta untuk mengidentifikasikan stressor yang ada dan diajarkan teknik manajemen stress untuk membantu pasien mampu menghadapi stressor yang ada. Teknik yang diajarkan kepada  pasien adalah teknik relaksasi dan kemampuan untuk memecahkan masalah. Walaupun teknik ini tidak secara langsung difokuskan terhadap terapi hipokondriasis, teknik ini mampu mengurangi gejala yang muncul.

13

 

BAB III PENUTUP

Hipokondriasis berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia dan  Diagnostic and Stastical Manual of Mental Disorder, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR)

diklasifikasikan

sebagai

salah

satu

dari

gangguan

somatoform. Hipokondriasis dibedakan dari gangguan somatoform yang lain berdasarkan keluhan yang dirasakan oleh penderitanya, dimana pada gangguan somatoform yang lain tidak didapatkan gejala fisik pada suatu organ spesifik (satu organ) yang merupakan keluhan utama penderita. Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang  berulang-ulang disertai dengan permintaan pe rmintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga sudah dijelaskan oleh dokternya

bahwa

tidak

ditemukan

kelainan

yang

menjadi

dasar

keluhannya. Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas kemungkinan kaitan antara keluhan fisiknya dengan problem atau konflik dalam kehidupan yang dialaminya, bahkan meskipun didapatkan gejalagejala anxietas dan depresi. Kriteria diagnosis DSM-IV-TR hipokondriasis mengharuskan  pasien memiliki preokupasi dengan keyakinan yang salah bahwa mereka mengalami penyakit berat dan keyakinan yang salah tersebut didasarkan  pada kesalahan interpretasi tanda dan sensasi fisik. Keyakinan tersebut harus ada selama sedikitnya 6 bulan walaupun tanda adanya temuan  patologis pada pemeriksaan neurologis atau medis. Psikoterapi yaitu mencegah rasa sakit dan memberikan penjelasan tentang pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata. Farmakoterapi yaitu pemberian Obat antidepresan, terutama tipe SSRI, yaitu fluoxetine 60-80 mg/hari.

14

 

Psikoterapi kelompok adalah pendekatan psikoterapi terpilih meskipun tujuan utama terapi ini biasanya suportif bukan kuratif. Manajemen

stress

bisa

difokuskan

pada

keadaan

dimana

stress

 berkontribusi pada kekhawatiran berlebihan terhadap kesehatan. Pasien diminta untuk mengidentifikasikan stressor yang ada dan diajarkan teknik manajemen stress untuk membantu pasien mampu menghadapi stressor yang ada

15

 

DAFTAR PUSTAKA 1. Glen L.X, David David B, Hypochondriasis. Available from Medscape Reference, D Drugs, rugs, Disease &  Procedures (http://www.emedicine.medscape.com/article/290955-overview#showall)  (http://www.emedicine.medscape.com/article/290955-overview#showall)  2. Kaplan H.I, Sadock B.J,and Greeb J.A. Sinopsis Psikiatri. In : Gangguan Somatoform. Jilid  Dua. Ciputat: Binarupa Aksara. 94-7. 3. Maslim, R. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Cetakan  Pertama. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. Halaman 84. 84. 4. Puri, B. K., P. J. Laking, dan I. H. Treasaden. 2011. Bab: Gangguan Disosiasi (Konversi) dan Somatoform, Gangguan Hipokondrial. Dalam: Buku Ajar Psikiatri. Edisi 2. Jakarta: EGC.  Hal 224-7. 5. Willy F. Maramis, Albert A. maramis. (2009). Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Pusat  penerbitan dan percetakan(AUP). 6.Kaplan H.I, S. B. gangguan psikotik singkat dalam sinopsis edisi 7 jilid 1. jakarta. 7.memon, M. (2009). hypochondriasis. spartanburg regional hospitas system. 8.saddock BJ, S. V. (2009). Comprehensive textbook of psychiatry. Philadhelphia: lippincot williams 7 walkins. 9.  Kaplan, H.l dan Saddock B.J. 1993. Comprehensive Textbook of Psychiatry vol.2 6th edition. USA: Williams and Wilikins Baltimore. 10. American Psychiatric Association Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder. 4 th  ed. Text Rev. Washinton, DC American Psychiatric Association; copyright 2000, 11. Davidson, C Gerald, Neale, John M, Kring, Ann M (2006) Psikologi Abnormal Edisi ke-9,  Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada. 12. Halgin, R. P., Susan Krauss Whitbourne.(2010). Abnormal Psychology: Clinical Perspectives on Psychological Disorders, New York : McGraw-Hill. 13. American Psychiatric Association Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder. 4 th  ed. Text Rev. Washinton, DC American Psychiatric Association; copyright 2000

16

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF