Encephalocele referat

September 15, 2020 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Encephalocele referat...

Description

BAB I PENDAHULUAN Ensefalokel (Encephalocele) merupakan kelainan kongenital yang sering terjadi pada bedah saraf. Ukuran ensefalokel dapat bervariasi mulai dari ukuran kecil hingga besar. Kelainan ini merupakan salah satu kelainan kongenital yang termasuk dalam defek tuba neuralis di daerah cranial yang disebut kranium bifidum. Di antara kelainan lain akibat defek tuba neuralis seperti anensefali atau spina bifida, ensefalokel tidak terlalu sering, yakni berkisar 1 kejadian di antara 5.000 hingga 10.000 kelahiran. Defek tersebut terkait adanya gangguan proses embriologis pada minggu III hingga minggu IV kehamilan yang menyebabkan adanya celah pada penutupan tuba neuralis sehingga terjadi herniasi jaringan saraf pusat. Herniasi dapat berisi meningen, cairan serebrospinal, maupun jaringan otak dan tampak sebagai kantong kecil bertangkai maupun berbentuk kista dengan ukuran melebihi kranium. Lokasi anatomis terjadinya defek paling sering di daerah oksipital dan dapat terjadi di lokasi lain seperti frontoethmoidal, parietal, dan sphenoidal.1,2,3 Pembentukan ensefalokel terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi proses embriologis pembentukan saraf pusat. Faktor-faktor yang meningkatkan kejadian ensefalokel tersebut antara lain radiasi, obat, malnutrisi, bahan-bahan kimia, faktor predisposisi genetik, maternal hypertermia pada trimester awal kehamilan. Di samping itu, faktor yang menurunkan kemungkinan terjadinya ensefalokel dan defek tuba neuralis lain yakni suplementasi asam folat pada masa konsepsi dan awal kehamilan.2,3 Manifestasi klinis utama ensefalokel adalah benjolan di di garis tengah kepala yang telah ada sejak lahir. Variasi pada

gejala tergantung malformasi serebral dan anomali kongenital yang menyertai antara lain hidrosefalus dan herniasi jaringan otak yang mengalami displasia. Diagnosis ensefalokel dapat ditegakkan dini melalui USG antenatal dan membutuhkan intervensi dini melalui pembedahan. Penatalaksanaan utama ensefalokel adalah intervensi bedah saraf.4,5 Intervensi bedah dilakukan untuk membuang isi herniasi, menutup defek, serta mempertahankan fungsi otak. Hasil pembedahan bergantung pada variasi kasus. Pasien yang bertahan hidup sebagian besar dapat tetap memiliki intelegensia normal meski sering didapati adanya gangguan motorik. Prognosis pada penderita ensefalokel ditentukan terutama oleh ada tidaknya jaringan otak di dalam kantung ensefalokel yang seiring waktu dapat terus membesar. Prognosis dapat menjadi buruk dan bahkan tidak dapat diterapi apabila berukuran besar dan berisi banyak jaringan otak di dalamnya. Ensefalokel dengan herniasi jaringan otak displastik dapat menimbulkan kecacatan fisik dan intelektual sedangkan pada ensefalokel dengan kantung mengandung meningen saja dapat berkembang normal.4,5

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 ENCEPHALOCELE 2.1.1 Definisi dan Klasifikasi Ensefalokel (Encephalocele) adalah herniasi isi kranium berupa suatu bagian otak dan meninges (selaput otak) melalui suatu defek pada tengkorak yang muncul secara kongenital atau dapatan. Disebut juga cephalocele, craniocele, encephalomeningocele, dan meningoencephalocele.1,2,3 Ensefalokel dapat tertutup kulit (closed defect) atau selapis tipis epitel saja (open defect). Isi kantung ensefalokel dapat berupa meninges (meningokel), meninges dan otak (meningoensefalokel), maupun meninges, otak, dan ventrikel (meningoensefalosistokel).4,5 Klasifikasi ensefalokel didasarkan pada lokasi defek dan patofisiologinya. Ensefalokel dapat bersifat kongenital maupun dapatan yang muncul post traumatik, iatrogenik, post operasi, dan post radiasi. Secara garis besar berdasar letak defek, ensefalokel dapat terbagi atas ensefalokel frontal/sinsipital, ensefalokel basal, dan ensefalokel oksipital. Defek pada ensefalokel frontal terjadi di antara bregma dan tepi depan os

ethmoid, sedangkan defek pada ensefalokel basal terjadi di dasar tengkorak, dan defek pada ensefalokel terjadi di antara lambda dan forramen magnum atau atlas.6,7 Menurut Suwanwela, klasifikasi terbagi atas:2 1. Lesi kubah tengkorak a. Oksipital b. Interfrontal c. Parietal d. Fontanel anterior atau posterior e. Temporal 2. Lesi sinsipital a. Naso frontal b. Naso ethmoidal c. Naso orbital 3. Ensefalokel basal, terbagi atas: a. Transethmoidal: Kantung ensefalokel terletak di fossa nasal anterior. b. Sphenoethmoidal: Kantung ensefalokel terletak di fossa nasal posterior. c. Sphenoorbital: Kantung ensefalokel terletak dalam orbita dan menyebabkan eksoftalmus. d. Sphenomaxillary: Kantung ensefalokel terletak dalam fossa pterigopalatinus. e. Sphenopharingeal: Kantung ensefalokel terletak dalam rhinopharynx atau sinus sphenoid. Ensefalokel oksipital terbagi menjadi tiga derajat yakni ensefalokel oksipital letak tinggi, ensefalokel oksipital letak rendah, dan ensefalokel serviko-oksipital. Pada ensefalokel oksipital letak tinggi, herniasi terjadi pada os oksipital di atas foramen magnum. Pada ensefalokel oksipital letak rendah, herniasi pada os oksipital berada di dekat foramen magnum, sedangkan pada ensefalokel servikooksipital, defek termasuk sisi posterior arkus C1–C2. Ensefalokel serviko oksipital disebut juga “malformasi chiari tipe III” yang berisi hampir seluruh serebelum.5,6

2.1.2 Epidemiologi Ensefalokel lebih sering muncul bersama malformasi kongenital non-neural daripada bersama maflormasi kongenital neural atau spina bifida. Insidensi ensefalokel kurang lebih 0,08 dalam 1.000 total kelahiran di Australia, 0,3-0,6 per 1.000 kelahiran di Inggris, dan 0,15 per 1000 kelahiran keseluruhan di dunia. Tipe ensefalokel yang dominan di Eropa dan Australia adalah ensefalokel oksipital (75%), frontoethmoidal (13-15%), parietal (10-12%), dan sphenoidal. Meskipun demikian, di Asia Tenggara ensefalokel frontal merupakan tipe paling dominan.3 2.3 Etiologi Etiologi pasti ensefalokel masih belum diketahui hingga saat ini. Meskipun demikian, berbagai faktor terkait terjadinya ensefalokel telah berhasil diidentifikasi.2,4 Faktor-faktor yang mendukung terjadinya ensefalokel antara lain: a. b. c. d. e. f. g. h.

3,12

Infeksi rubella pada ibu Diabetes maternal Sindrom genetik Amniotic band syndrome Hipervitaminosis Defisiensi asam folat Sosioekonomi ibu rendah Pajanan obat-obatan: methotrexate, asam valproat, dan

aminoterin i. Pernikahan sedarah (consanguineous marriage). 2.1.4 Patofisiologi Pada embriogenesis, tuba neuralis menutup pada hari ke27 atau ke-28 kehamilan. Ujung anterior dan posterior tuba neuralis menutup pada saat berbeda. Neuropore anterior yang terletak sama tinggi dengan foramen cecum menutup pada hari ke-24.10 Teori mengenai terjadinya ensefalokel:10

a. Kegagalan penutupan tuba neuralis sebelum hari 25 kehamilan b. Terbukanya kembali tuba neuralis setelah penutupan pada minggu ke-8 kehamilan karena adanya defek permeabilitas pada dasar ventrikel keempat. c. Defek primer pada jaringan penyusun mesensefalon yang menyebabkan terjadinya herniasi encephalon sehingga terbentuk ensefalokel oksipital. Hidrosefalus dapat muncul menyertai ensefalokel karena adanya distorsi saluran cairan otak / CSF. Ensefalokel dapat muncul sebagai salah satu komponen utama sebuah sindrom. Sindrom dengan ensefalokel sebagai komponen utama yakni Sindrom Chernke, Sindrom Fraser, Sindrom Knobloch, Sindrom Meckel-Gruber, Sindrom Robert, amniotic band syndrome, dan displasia frontonasal.3 2.1.5 Manifestasi Klinis Manifestasi klinis paling utama dari ensefalokel adalah adanya benjolan yang muncul sejak lahir. Benjolan ini dapat disertai gejala dan kelainan kongenital lainnya. Secara umum, manifestasi klinis yang dapat muncul pada ensefalokel adalah:3,4,10 1.

Benjolan atau kantung pada garis tengah yang ada sejak lahir dan cenderung membesar, terbungkus kulit normal, membranous ataupun kulit yang mengalami maserasi. Konsistensi kistous dan kenyal atau lebih solid bila terdapat herniasi otak. Kantung dapat mengempis dan menegang, tergantung tekanan intrakranial karena berhubungan dengan

ruang intrakranial. 2. Hidrosefalus 3. Mikrosefalus 4. Pada ensefalokel basal adanya kantung seringkali tidak tampak menonjol di luar melainkan di dalam rongga hidung

atau massa epifaringeal sehingga seringkali tampak seperti polip nasal. Kelainan penyerta yang muncul berupa hipertelorisme, nistagmus, snoring persisten dan cleft palate sekunder. 5. Kelumpuhan anggota gerak, gangguan perkembangan, gangguan penglihatan dan gangguan lain akibat pendesakaan massa maupun sindrom kelainan kongenital terkait. Gejala klinis ensefalokel ditandai dengan adanya benjolan di salah satu lokasi di sepanjang garis tengah kepala, baik di parietal, frontal, nasofaringeal, maupun nasal. Letak benjolan di oksipital terjadi pada 75% kasus, sedangkan letak di oksipital sebesar 15%, serta benjolan di vertex sebesar 5% jumlah keseluruhan kasus ensefalokel. Isi benjolan atau kantung ensefalokel ditentukan melalui pemeriksaan fisik palpasi dan transluminasi. Pemeriksaan transluminasi dilakukan dengan penyorotan lampu yang kuat pada tonjolan tersebut (di dalam ruangan gelap) diharapkan akan menampakkan bayang-bayang isi ensefalokel.4,8,10

Gambar 2.1 Ensefalokel Oksipital dengan Hidrosefalus.10

Gambar 2.2 Ensefalokel Oksipital dengan Ukuran Lebih Besar dari Kepala.10

Ensefalokel frontoethmoidal muncul dengan massa di wajah sedangkan Ensefalokel basal tidak tampak dari luar. Ensefalokel nasofrontal muncul di pangkal hidung di atas tulang hidung. Ensefalokel nasoethmoidal terletak di bawah tulang hidung dan naso-orbital ensefalokel menyebabkan, hipertelorisme, proptosis dan mendesak bola mata.11

Gambar 2.3 Ensefalokel Nasoethmoidal dengan Hipertelorisme12

Gambar 2.4 Ensefalokel Nasofrontal12

Pada pemeriksaan neurologis umumnya didapatkan hasil normal, tetapi beberapa kelainan dapat terjadi meliputi deficit fungsi saraf cranial, gangguan penglihatan, dan kelemahan motorik fokal.10 Ensefalokel seringkali muncul bersama kelainan kongenital lain. Sekitar 40% kasus disertai dengan kelainan defek tuba neuralis lain seperti mikrosefali.3,4 Mikrosefali tersebut disebabkan oleh berpindahnya massa intrakranial ke dalam kantung ensefalokel. Kelainan lain yang muncul antara lain amniotic band syndrome, sindrom genetik meliputi Meckel-Gruber, Fraser, Roberts dan Chemke’s syndrome, facial cleft, spina bifida, agenesis renal, dekstrokardia, dan hipoplasia pulmoner.2,10 2.1.6 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan pada ensefalokel adalah USG, CT scan, foto polos kepala, dan MRI. USG merupakan pemeriksaan untuk mendeteksi ensefalokel sejak dini. CT scan dipilih untuk visualisasi defek internal dan eksternal. MRI dapat memvisualisasikan isi dari ensefalokel dan membantu mendeteksi anomaly otak yang lain.11 Pemeriksaan penunjang paling bermanfaat dalam penegakan diagnosis prenatal ensefalokel adalah ultrasonografi (USG). USG yang dilakukan dapat terdiri dari USG 2 dimensi maupun 3 dimensi serta secara transabdominal maupun transvaginal. Pada USG yang dilakukan antenatal, tampak adanya defek pada cranium serta massa kistik, kombinasi massa kistik dan solid, maupun massa dominan solid tampak menempel di calvaria.3,4,8 Pada USG terutama USG 3 dimensi, ensefalokel dapat tampak kurangnya diameter biparietal, kecilnya lingkar kepala, serta gambaran unik berupa “cyst within a cyst” dan “target

sign” appearance, banana sign, lemon sign. Pada USG 3 dimensi, defek cranial dapat tampak dengan jelas.9

Gambar 2.5 Gambaran USG 2 dimensi pada Ensefalokel.9

Gambar 2.6 Gambaran ensefalokel pada USG 3 dimensi.9

Gambar 2.7 Gambaran defek cranial pada USG 3 dimensi.9 Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dimanfaatkan adalah foto polos kepala, CT scan, dan MRI. Foto polos kepala untuk mencari defek pada tengkorak dan mendeteksi keadaan patologis penyerta lainnya. Pemeriksaan CT scan digunakan pada persiapan preoperatif untuk menentukan isi kantung ensefalokel

dan ukuran ventrikel. Dengan menggunakan MRI, dapat diketahui lokasi defek beserta isinya dengan lebih jelas.14

Gambar 2.8 Foto polos lateral pasien dengan ensefalokel serviko-oksipital.14

Gambar 2.9 Gambaran CT scan Ensefalokel Oksipital.16

Gambar 2.10 Gambaran MRI ensefalokel oksipital.3 2.1.7 Diagnosis Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik melalui manifestasi klinis yang khas. Manifestasi klinis utama ensefalokel adalah benjolan yang muncul sejak lahir di daerah kepala, bisanya di garis tengah. Penegakan diagnosis dapat dilakukan sebelum kelahiran yakni dengan pemeriksaan USG antenatal. Pada pemeriksaan USG, kriteria yang dipakai untuk menegakkan diagnosis ensefalokel adalah sebagai berikut:3 1. Tampak massa melekat pada kepala janin atau bergerak sesuai gerakan kepala janin. 2. Tampak defek tulang tengkorak.

3. Tampak ketidaknormalan anatomis, contohnya hidrosefalus. 4. Scan tulang belakang untuk mengetahui ada tidaknya spina bifida. 5. Pemeriksaan ginjal janin, karena tingginya keterkaitan dengan penyakit ginjal kistik. Terdapat beberapa kelainan pada sistem saraf pusat yang dapat membantu diagnosa ensefalokel, yakni sebagai berikut:3 1. 2. 3. 4.

Defek tengkorak (didapatkan pada 96% kasus). Ventrikulomegali (didapatkan pada 23% kasus). Mikrosefali (didapatkan pada 50% kasus). Basio-occiput mendatar (didapatkan 38% kasus).

2.1.8 Diagnosis Banding Diagnosa banding ensefalokel antara lain higroma kistik, teratoma, dan hemangioma. Higroma kistik tidak berbatas jelas, berisi cairan, bersepta, dan sering disertai efusi pleura dan asites sedangkan teratoma berisi massa solid dan tidak melibatkan jaringan otak. Ensefalokel nasoethmoidal dapat disalahartikan sebagai polip nasal. Perbedaan keduanya terletak pada pulsasi, pada ensefalokel nasoethmoidal teraba pulsasi sedangkan pada polip nasal tidak. Selain itu, diferensial diagnosis untuk ensefalokel antara lain lipoma, kista dermoid, dan lesi kulit kepala yang lain.3,17

2.1.9 Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada ensefalokel adalah koreksi melalui pembedahan. Pembedahan dilakukan sedini mungkin yakni saat pasien berusia kurang dari 4 bulan. Bila tidak dilakukan koreksi, ensefalokel akan terus membesar karena bertambahnya herniasi jaringan otak yang dapat menimbulkan defisit neurologis.. Meskipun demikian, ensefalokel dengan ukuran sangat minimal

dan hanya melibatkan segi kosmetis dapat dipertimbangkan untuk tidak dikoreksi secara pembedahan. Pembedahan pada ensefalokel dilakukan elektif sedini mungkin kecuali terjadi rupture pada kantung dan kebocoran CSF 2. Pembedahan elektif memberikan waktu bagi pasien untuk kenaikan berat badan dan kekuatan, serta memberikan waktu bagi ahli bedah untuk pemilihan teknik operasi dan komunikasi dengan orang tua pasien.2,10,11 Pembedahan ensefalokel terdiri dari membuka dan mengeksplorasi isi kantung, eksisi jaringan otak yang mengalami displasia, dan menutup kembali defek secara ‘water tight’. Jaringan otak displastik di dalam kantung telah menjadi nonfungsional akibat strangulasi, iskemi, dan edema sehingga dapat diangkat dengan aman daripada mendorongnya ke dalam rongga cranium. Pada ensefalokel dengan ukuran dan herniasi sangat minimal, jaringan yang mengalami herniasi dimasukkan kembali ke dalam rongga intracranial. Pembedahan ini dihadapkan pada tantangan untuk menutup defek anatomis pada tulang tengkorak, hasil operasi sedekat mungkin dengan fungsi normal, dan menghindari defek pada psikomotor.11,13,17 Pada ensefalokel oksipital, pasien diposisikan lateral atau dapat pula telungkup dengan menggunakan penyangga kepala berbentuk tapal kuda. Posisi pasien dijaga agar tidak terjadi cedera karena penekanan bola mata. Langkah-langkah koreksi bedah pada ensefalokel oksipital dimulai dengan membuat insisi melintang pada benjolan hingga perikranium dapat teridentifikasi dan dipisahkan dari jaringan yang lebih dalam. Setelah itu, dilakukan insisi perikranial dengan inspeksi dan diseksi isi benjolan. Koreksi bedah dilakukan untuk mempertahankan jaringan otak agar tidak mengalami herniasi lebih banyak lagi. 10,17 Pada anak-anak, defek pada cranium ditutup dengan autogenous bone. Insisi kulit kemudian ditutup. Pada ensefalokel

oksipital berukuran besar dengan mikrosefali sekunder akibat herniasi otak masif, digunakan fine mesh untuk mencegah kompartemen ekstrakranial. Pembedahan pada ensefalokel dengan penyerta memerlukan beberapa prosedur tambahan. Bila didapatkan hidrosefalus yang menyertai, maka dilakukan VP shunt. Kadang prosedur ini harus dilakukan sebelum terapi pembedahan definitive. Ventrikulostomi endoskopi digunakan untuk menangani hidrosefalus pada kasus ensefalokel.10,11,12

Gambar 2.11 Posisi pada Saat Pembedahan.10

Gambar 2.12 Pembedahan pada Ensefalokel Oksipital.16

Gambar 2.13 Penutupan Defek Luas pada Ensefalokel Oksipital.2 Pada ensefalokel frontal terdapat beberapa perbedaan dalam hal pertimbangan bedah bila dibandingkan dengan ensefalokel oksipital. Secara umum, pembedahan pada ensefalokel frontal meliputi pengangkatan ensefalokel, penutupan dura secara intracranial, bone grafting transkranial, dan koreksi hipertelorisme orbital atau dystopia. Pembedahan pada ensefalokel frontal umumnya dilakukan elektif dengan indikasi berupa proteksi otak, pencegahan infeksi, perbaikan jalan nafas, kemampuan bicara, dan penglihatan, serta kosmetis. Indikasi pembedahan darurat pada ensefalokel frontal yakni tidak adanya kulit yang membungkus kantung ensefalokel, obstruksi jalan nafas, atau gangguan penglihatan.10,11 Pada ensefalokel nasoethmoidal, terdapat beberapa tambahan sasaran hasil koreksi pembedahan. Selain bertujuan untuk menutup defek dan membuang atau mengembalikan jaringan yang mengalami herniasi, koreksi bedah pada ensefalokel nasoethmoidal juga ditujukan untuk merekonstruksi

kraniofasial sehingga mencegah “long nose deformity”. Koreksi dilakukan dengan osteotomi dan rekonstruksi bentuk wajah di sekitar defek, termasuk mengoreksi hipertelorisme yang kerap menyertai.16

Gambar 2.14 Koreksi bedah pada ensefalokel nasoethmoidal.16

Gambar 2.15 Pasien ensefalokel nasoethmoidal sebelum dioperasi.16

Gambar 2.16 Pasien ensefalokel nasoethmoidal setelah dioperasi.16 Pembedahan pada ensefalokel basal memerlukan teknik yang sedikit berbeda dan peralatan tambahan karena letak ensefalokel tertutup struktur wajah. Salah satu tipe ensefalokel basal, yakni ensefalokel transethmoidal yang bermanifestasi sebagai massa intranasal membutuhkan endoskopi nasal dalam pembedahan.26 Endoskopi nasal inisial digunakan untuk melihat struktur intranasal, kemudian dilakukan ethmoidectomi dan eksisi prosesus uncinatus agar dapat mengakses ensefalokel yang terletak di dekat dasar tengkorak. Setelah ensefalokel terlihat, dilakukan penilaian kantung ensefalokel dan defek pada ehtmoid kemudian dilakukan reseksi ensefalokel dengan forsep bipolar tipe pistolgrip.15 Reseksi dilakukan hingga pedikel ensefalokel tereduksi mendekati dasar tengkorak. Perbaikan defek dilakukan dengan memotong mukosa di sekitar defek hingga tampak os ethmoid. Untuk defek lebih dari 5 mm, kartilago atau tulang dari septum nasi ditempatkan antara dura dan dasar tengkorak. Selain graft tulang, prostetik yang absorbable dapat pula digunakan. Setelah itu, graft mukosa dari dasar hidung digunakan untuk menutup defek tersebut.15

Gambar 2.17 Tahap-tahap Pembedahan pada Ensefalokel Transethmoidal.15 2.10 Komplikasi Ensefalokel besar dapat berkomplikasi pada kebocoran CFS dan terjadi infeksi. Ensefalokel juga dapat menimbulkan hidrosefalus. Pembuluh darah intracranial dapat masuk ke dalam kantung sehingga dapat teriris saat eksisi dan menyebabkan infark. Mikrosefali yang terjadi sekunder akibat herniasi masif jaringan otak merupakan penyulit karena jaringan otak yang mengalami herniasi sangat sulit bahkan tidak dapat dimasukkan kembali ke dalam rongga kranial. Selain itu, sebagaimana defek tuba neuralis lain, ensefalokel dapat menimbulkan aborsi spontan, kematian janin intrauterine, kematian bayi pada awal kehidupan, dan kecacatan seumur hidup. Pada kasus yang jarang, baik ensefalokel maupun pembedahannya dapat mengakibatkan kebutaan. Pembedahan yang dilakukan sebagai tatalaksana utama ensefalokel dapat menimbulkan perdarahan intraserebral, infeksi, kehilangan kemampuan penghidu, epilepsy, disfungsi lobus frontal, edema serebri, dan defisit kemampuan konsentrasi.2,7,10 2.11 Prognosis Faktor penentu prognosis pada pasien ensefalokel meliputi ukuran ensefalokel, banyaknya jaringan otak yang mengalami herniasi derajat ventrikulomegali, adanya mikrosefali dan hidrosefalus terkait, serta munculnya kelainan kongenital lain. Ensefalokel berukuran besar memiliki prognosis yang buruk. Pasien ensefalokel tanpa hidrosefalus memiliki peluang mencapai intelektual normal sebesar 90% sedangkan ensefalokel dengan hidrosefalus memiliki peluang lebih rendah 30%.4,10

BAB III KESIMPULAN Ensefalokel adalah herniasi isi kranium berupa suatu bagian otak dan meninges (selaput otak) melalui suatu defek pada tengkorak yang muncul secara kongenital maupun dapatan. Insidensi ensefalokel di dunia kurang lebih 0,15 per 1000 kelahiran dengan jenis terbanyak tipe oksipital kecuali di Asia Tenggara ensefalokel didominasi tipe frontal. Ensefalokel terjadi

didasari oleh adanya gangguan pada proses embriologis penutupan tuba neuralis pada awal kehamilan. Penyebab pasti ensefalokel belum diketahui, hanya faktor resiko saja yang sudah teridentifikasi. Manifestasi klinis berupa gejala utama benjolan atau kantung di sepanjang garis tengah kepala sejak lahir. Ensefalokel dapat muncul sendiri, disertai gejala penyerta lain, maupun muncul sebagai bagian dari suatu sindrom kelainan kongenital. Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Terapi untuk ensefalokel adalah koreksi dengan pembedahan sedini mungkin untuk memperbaiki defek, membuang atau mengembalikan jaringan herniasi, menutup kembali kantung serta menatalaksana penyulit. Penyulit yang terjadi antara lain hidrosefalus, mikrosefalus, dan infeksi. Prognosis pada pasien ensefalokel dipengaruhi ukuran ensefalokel, herniasi, derajat ventrikulomegali, adanya kelainan kongenital lain.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dorland, W.A. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC Penerbit Buku Kedokteran 2. Lyons, KP. 2003. Operative Techniques in Pediatric Neurosurgery. New York: Thieme. 3. Bianchi, DW, Crombleholme, TM, D’alton, ME. 2000. Fetology: Diagnosis and Management of the Fetal Patient. New York: McGraw-Hill. 4. Kumar, S. 2010. Handbook of Fetal Medicine. Cambridge: Cambridge University Press. 5. Burton, Barbara K. dan Kumar, Praveen. 2008. Congenital Malformation Evidence-Based Evaluation and Management. New York: McGraw-Hill Company. 6. Bhatoe, dkk.. Traumatic Frontonasoethmoidal Encephalocele. Indian J. Neurotrauma, 2007; 1(1):73-74. 7. Vargas, dkk. Temporal Anterior Encephalocele. Neurology, 2008; 71: 1293. 8. Noriega, Fleming, dan Bonebrake. A False-Positive Diagnosis of a Prenatal Encephalocele on Transvaginal Ultrasonography. J Ultrasound Med, 2001; 20: 926-927. 9. Yoon, dkk. An Antenatally Diagnosed Huge Non-syndromic Encephalocele with Succesful Term Delivery and Postnatal Management. J Women’s Med, 2010; 3(3): 127-130. 10. Oak, SN, Chaubal, NG., Viswanath, N. 2007. Paediatric Surgical Diagnostic. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers. 11. Raja, RA dkk. Pattern of Encephaloceles: A Case Series. J. Ayub. Med. Coll. Abbottabad, 2008; 20(1): 125-128. 12. Barkovich, JA. 2005. Pediatric Neuroimaging. New York: Lippincott Williams & Wilkins. 13. Rowland, dkk. Are Encephaloceles Neural Tube Defects?. Pediatrics, 2005; 118: 916-923. 14. Goodrich, JT. 2008. Neurosurgical Operative, Atlas: Pediatric Neurosurgery. New York: Thieme Medical Publisher, Inc.

15. Jackler, RK. 2008. Atlas of Skull Base Surgery and Neurotology. New York: Thieme Medical Publishers, Inc. 16. Holmes dkk. Frontoethmoidal Encephaloceles: Reconstruction and Refinements. J Craniofacial Surg, 2001; 12(1): 6-18. 17. Senel, Sahiner, Erkek, Yoney, dan Karacan. A Case of Atretic Parietal Cephalocele. New Eng J Med, 2007; 24: 237238. 18. Agarwal, dkk. A Giant Occipital Encephalocele. J Case Rep,

2010; 1(1): 16.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF