Determinan Kematian Ibu

March 8, 2019 | Author: SusyenSihite | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

KIA...

Description

DETERMINAN KEMATIAN IBU

KELOMPOK 3 : 1. Yosefa Dessy J T

( 131 000 451)

2. Theresia Siadari

( 131 000 420)

3. Susyentina Sihite

( 131 000 458)

4. Vivi pretty L.Toruan

( 131 000 736)

5. Mai Debora Gultom

( 131 000 461)

6. Sinta Sihaloho

( 131 000 422)

7. Ira Risnawati

( 131 000 452)

8. Siska Silaban

( 131 000 423)

9. Mei intan Gurusinga

( 131 000 740)

10.Claodia R Purba

(131 000 445)

11. Basa M Datubara

( 131 000 476)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan  pertolongan-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.Adapun judul dari makalah ini “ DETERMINAN KEMATIAN IBU”. Penyusunan makalah ini merupakan tugas mata kuliah Keselamatan Ibu dan Anak di Fakultas Keseh atan Masyarakat. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang masih perlu diperbaiki, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat  bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Medan,

Desember 2014

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan dan salah satu target yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium yaitu meningkatkan kesehatan dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai ¾ jumlah kematian ibu. Menurut data WHO, 99% AKI akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara berkembang dan merupakan yang tertinggi dengan 450 kematia n ibu per 100.000 kelahiran bayi hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di sembilan negara maju dan 51 negara persemakmuran. Menurut laporan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, AKI di Indonesia mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup, jauh diatas AKI tahun 2007. Angka ini masih sangat jauh dari target MDGs sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Menurut McCarthy dan Maine dalam satu studi yang mengemukakan faktor-faktor risiko penyebab kematian ibu, yang dipublikasi dalam judul “A framework for analyzing the determinants of maternal mortality, menyebutkan faktor-faktor risiko tersebut terbagi atas: (1) faktor jauh yang meliputi: pendidikan ibu dan pekerjaan suami, (2) faktor antara yang meliputi: usia ibu, paritas, tempat tinggal, status rujukan, jumlah kunjungan antenatal care (ANC), jarak kehamilan, penolong persalinan pertama, tempat persalinan dan riwayat  penyakit ibu, (3) faktor hasil yang meliputi: jenis persalinan, komplikasi dalam kehamilan, komplikasi persalinan, dan kompikasi pada masa nifas. 1.2 Rumusan Masalah A. Apa yang menyebabkan tingkat kematian ibu di Indonesia tinggi? B. Bagaimana peran Puskesmas dalam menurunkan AKI? 1.3 Tujuan Penulisan Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kematian maternal yang terjadi di Indonesia berdasarkan faktor-faktor yang meliputi determinan jauh, determinan antara, dan determinan hasil sebagai faktor risiko terjadinya kematian ibu.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi kematian IBU (maternal) Kematian maternal menurut batasan dari The Tenth Revision of The International Classification of Diseases (ICD-10) adalah kematian wanita yang terjadi pada saat kehamilan, atau dalam 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tidak tergantung dari lama dan lokasi kehamilan, disebabkan oleh apapun yang berhubungan dengan kehamilan, atau yang diperberat oleh kehamilan tersebut atau penanganannya, tetapi bukan kematian yang disebabkan oleh kecelakaan atau kebetulan (WHO,2007). Kematian-kematian yang terjadi akibat kecelakaan atau kebetulan tidak dim asukkan ke dalam kematian maternal. Untuk memudahkan identifikasi kematian maternal ICD-10 memperkenalkan kategori baru yang disebut pregnancy –  related death (kematian yang dihubungkan dengan kehamilan) yaitu kematian wanita selama hamil atau dalam 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tidak tergantung dari penyebab kematian (WHO, 2007)

2.2 Determinan tinginya AKI di Indonesia dapat diklasifikasikan menjadi : Penyebab kematian maternal di Indonesia yang paling sering adalah perdarahan pasca  persalinan (28 %), eklampsia (24 %), infeksi (11 %), abortus (5 %), partus lama/macet (5 %), emboli obstetrik (3 %), trauma obstetrrik (5 %),9 komplikasi puerperium (8%), dan lain  –  lain (11 %) (Kemenkes 2008 dalam Wilopo 2010). Berdasarkan data SKRT tahun 2001, 90% penyebab kematian ibu adalah terjadinya komplikasi dan 28% diantaranya terjadi perdarahan di masa kehamilan dan persalinan.(K. Resty, 2007).

Menurut McCharty dan Maine (1992) faktor –  faktor yang mempengaruhi kematian maternal dikelompokkan sebagai berikut: 1. Determinan dekat Determinan dekat merupakan proses yang paling dekat dengan kejadian kematian itu sendiri, yaitu kehamilan dan komplikasi dari kehamilan itu sendiri, persalinan dan masa nifas (Wibowo, 1994). Wanita yang hamil memiliki risiko untuk mengalami komplikasi, baik komplikasi kehamilan maupun komplikasi persalinan, sedangkan wanita yang tidak hamil tidak memiliki risiko tersebut (WHO, 1998). a. Komplikasi kehamilan Komplikasi kehamilan merupakan penyebab langsung kematian maternal. Komplikasi kehamilan yang sering terjadi yaitu perdarahan, preeklamsia / eklamsia, dan infeksi (Abdulla et al, 2010).  b. Komplikasi persalinan dan nifas Komplikasi yang timbul pada persalinan dan masa nifas merupakan penyebab langsung kematian maternal. Komplikasi yang terjadi menjelang persalinan, saa t dan setelah  persalinan terutama adalah perdarahan, partus macet atau partus lama dan infeksi akibat trauma pada persalinan (UNFPA, 2004). 2. Determinan antara a. Status kesehatan ibu Status kesehatan ibu yang berpengaruh terhadap kejadian kematian ibu meliputi status gizi, anemia, penyakit yang diderita ibu, dan riwayat komplikasi pada kehamilan dan  persalinan (Kemenkes RI, 1994).  b. Status reproduksi Status reproduksi yang berperan penting terhadap kejadian kematian ibu adalah usia ibu hamil, jumlah kelahiran, jarak kehamilan dan status perkawinan ibu (Royston et al, 1998). 1) Terlalu Tua Kehamilan diatas usia 35 tahun menyebabkan wanita terpapar pada komplikasi medik dan obstetrik. Kejadian perdarahan pada usia kehamilan lanjut meningkat pada wanita yang hamil di usia > 35 tahun, dengan peningkatan insidensi perdarahan akibat solusio plasenta dan plasenta previa. Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat menyatakan bahwa kematian maternal akan meningkat 4 kali lipat pada ibu yang hamil pada usia 35 –  39 tahun bila dibanding wanita yang hamil pada usia 20 –  24 tahun. Usia kehamilan yang paling aman untuk melahirkan adalah usia 20 –  30 tahun (Kemenkes RI, 2004).

2) Terlalu Muda Usia di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun merupakan usia berisiko untuk hamil dan melahirkan (Kemenkes RI, 1994). Wanita yang melahirkan pada usia 14 tahun tahun mengalami risiko kematian saat melahirkan sebesar 5 sampai 7 kali. Sedangkan wanita yang melahirkan pada usia antara 15 sampai 19 tahun,11 mengalami risiko kematian saat melahirkan sebesar 2 kali lipat.Tingginya tingkat kematian tersebut disebabkan oleh  preeklampsi, perdarahan post partum, sepsis, infeksi HIV dan malaria (Nour,2009). Kekurangan akses ke pelayanan kesehatan untuk mendapatkan perawatan kehamilan dan persalinan merupakan penyebab yang penting bagi terjadinya kematian maternal di usia muda. Keadaan ini diperburuk oleh kemiskinan dan kebuta- hurupan, ketidaksetaraan kedudukan antara pria dan wanita, pernikahan usia muda dan kehamilan yang tidak diinginkan (Kemenkes RI, 2008). 3) Terlalu Sering Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian mat ernal. Paritas ≤ 1 (belum pernah melahirkan/baru melahirkan pertama kali) dan paritas > 4 memiliki angka kematian maternal lebih tinggi (Saifudin,1994). Paritas ≤ 1 dan usia muda berisiko karena ibu belum siap secara medis maupun secara mental, sedangkan paritas di atas 4 dan usia tua, secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan (Kemenkes RI, 2004). 4) Terlalu Dekat Jarak antar kehamilan yang kurang dari 2 tahun dapat meningkatkan risiko terjadinya kematian maternal ( Kemenkes RI, 2004). Persalinan dengan interval kurang dari 24 bulan merupakan kelompok resiko tinggi untuk perdarahan postpartum, kesakitan dan kematian ibu (Kemenkes RI, 2004). Penelitian yang dilakukan di tiga rumah sakit di Bangkok (Cunningham, 2006) memperlihatkan bahwa wanita dengan interval kehamilan kurang dari dua tahun memiliki risiko 12 dua setengah kali lebih besar untuk meninggal dibandingkan dengan wanita yang memiliki jarak kehamilan lebih lama (Royston, 2008). c. Akses terhadap pelayanan kesehatan Hal ini meliputi keterjangkauan lokasi tempat pelayanan kesehatan, tempat pelayanan yang lokasinya sulit dicapai oleh para ibu menyebabkan berkurangnya akses ibu hamil terhadap pelayanan kesehatan, jenis dan kualitas pela yanan yang tersedia dan keterjangkauan terhadap informasi (WHO, 2008). Akses terhadap tempat pelayanan kesehatan dapat dilihat dari beberapa faktor, seperti lokasi dimana ibu dapat memperoleh pel ayanan kontrasepsi,  pemeriksaan antenatal, pelayanan kesehatan primer atau pelayanan kesehatan rujukan yang tersedia di masyarakat (Kemenkes RI, 2004).

d. Perilaku penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan Perilaku penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan antara lain mel iputi perilaku  penggunaan alat kontrasepsi. Ibu yang mengikuti program keluarga berencana (KB) akan lebih jarang melahirkan dibandingkan dengan ibu yang tidak mengikuti program Keluarga Berencana. Demikian juga perilaku pemeriksaan antenatal, ibu yang melakukan pemeriksaan antenatal secara teratur akan terdeteksi masalah kesehatan dan komplikasinya. Termasuk juga dalam hal ini adalah penolong persalinan, ibu yang ditolong oleh dukun berisiko lebih besar untuk mengalami kematian dan kesakitan dibandingkan dengan ibu yang melahirkan dibantu oleh tenaga kesehatan, serta tempat persalinan, persalinan yang dilakukan di rumah akan menghambat akses untuk mendapatkan pelayanan rujukan secara cepat apabila sewaktuwaktu dibutuhkan (WHO, 2008). 3. Determinan jauh Meskipun determinan ini tidak secara langsung mempengaruhi kematian maternal, akan tetapi faktor sosio kultural, ekonomi, keagamaan dan faktor –  faktor lain juga perlu dipertimbangkan dan disatukan dalam pelaksanaan intervensi penanganan kematian ibu ( Wibowo, 1997).Termasuk dalam determinan jauh adalah status wanita dalam keluarga dan masyarakat, yang meliputi tingkat pendidikan, pekerjaan ibu (ekonomi) dan kemiskinan. a)

Pendidikan ibu

Pendidikan ibu terutama yang berada di pedesaan masih rendah. Masih banyaknya ibu yang beranggapan bahwa kehamilan dan persalinan me rupakan sesuatu yang alami yang  berarti tidak memerlukan pemeriksaan dan perawatan, serta tanpa mereka sadari bahwa ibu hamil termasuk kelompok risiko tinggi. Ibu hamil memiliki risiko 50 % dapat melahirkan dengan selamat dan 50 % dapat mengakibatkan kematian. (K. Resty, 2007) Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap sikap seorang i bu terhadap sikap dalam mengambil keputusan, misalnya karena pengetahuan yang rendah, seorang ibu tidak melakukan kujungan antenatal selama masa kehamilan yang sebetulnya sudah difasilitasi oleh pemerintah. Selain itu, karena pengetahuan yang rendah, ibu cenderung memilih untuk melakukan persalinan di rumah dengan tenaga non kesehatan seperti dukun, dengan tidak memperhatikan risiko yang akan terjadi.  b)

Faktor ekonomi

Faktor ekonomi berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk dapat mengakses  pelayanan kesehatan. Data profil kesehatan 2010 menunjukkan bahwa tingkat ekonomi  berpengaruh terhadap akses seorang ibu terhadap pelayanan kesehatan. Semakin tinggi tingkat pengeluaran per kapita keluarga maka semakin tinggi pula persentase persali nan yang ditolong oleh tenaga kesehatan. Riskesdas 2010 menggambarkan bahwa persentase ibu melahirkan di fasilitas kesehatan sebesar 55,4%, sedangkan lainnya di rumah atau tempat lain. Ibu yang melahirkan di rumah, 40,2 persen diantaranya ditolong oleh tenaga non kesehatan terutama dukun.

Di pedesaan, persentase ibu yang menggunakan fasiltas kesehatan sangat rendah yaitu 35,2% sebaliknya persalinan yang dilakukan di rumah atau tempat lain sangat tinggi yaitu 62,7%. Hal itu disebabkan karena keterbatasan akses ibu terhadap pela yanan kesehatan yang kemungkinan dipengaruhi oleh faktor geografi, tingkat ekonomi dan pendidikan. (Kemenkes, 2011) c)

Faktor sosial budaya dan peran serta masyarakat.

Faktor sosial budaya memegang peranan penting dalam menentukan kesehatan ibu di suatu wilayah.Secara nasional, data profil kesehatan 2010 menunjukkan bahwa perempuan  berusia 10-59 tahun yang pernah menikah sebanyak 41,9%, diantaranya menikah pertama kali usia 15-19 tahun sebesar 41,9%, kemudian yang menikah pertama kali usia 20-24 tahun sebesar 33,6%. Kondisi ini menunjukkan masih re ndahnya usia pernikahan pertama  preempuan Indonesia. (Kementrian Kesehatan, 2011) Hal ini terutama dipengaruhi oleh faktor sosial budaya di wilayah tersebut, terutama di wilayah pedesaan. Dengan usia yang masih relatif muda tersebut, pada dasarnya seorang wanita belum memiliki kematangan atau kesiapan secara biologis sehingga dari segi kesehata n memiliki risiko untuk melahirkan. Hal ini juga berlaku jika seorang wanita yang menikah dan hamil di usia yang sudah tua. Kemudian dikenal istilah “4 terlalu “dalam melahirkan, yaitu terlalu muda, ter lalu tua, terlalu sering dan terlalu banyak. Selain itu juga t edapat istilah “3 terlambat”, yaitu terlambat mengambil keputusan, terlambat untuk dikirim ke tempat pelayanan kesehatan dan terlambat mendapatkan pelayanan kesehatan. (K. Resty, 2007) Peran serta masyarakat khususnya yang terkait dengan upaya kesehatan ibu dan anak masih belum baik. Keluarga dan masyarakat masih belum berdaya untuk mencegah terjadinya ”4 terlalu” dan ”3 terlambat”. (L. Pratiwi, 2007) 2.3 Peranan Puskesmas dalam mengurangi Angka Kematian Ibu Puskesmas dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatannya memiliki program kesehatan dasar yang wajib ada dalam setiap program upaya kesehatan yang dilakukan. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah Promosi Kesehatan,Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Ibu dan Anak termasuk Keluarga Berencana,Perbaikan Gizi, Pemberantasan Penyakit Menular (imunisasi), dan Pengobatan Dasar.Terdapat point Kesehatan Ibu dan Anak dalam program pokok wajib puskesmas, yang memiliki tujuan untuk menurunkan kematian (mortality), dan kejadian sakit di kalangan ibu. Kegiatan program ini ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu selama kehamilan, pada saat bersalin dan saat ibu menyusui. Selain itu bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan anak, melalui pemantauan status gizi dan  pencegahan sedini mungkin berbagai penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi dasar sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Program ini juga memiliki sasaran terhadap ibu hamil, ibu menyusui, dan anak-anak sampai umur 5 tahun. Kelompok-kelompok masyarakat ini merupakan sasaran primer  program. Sasaran sekunder adalah dukun bersalin dan kader kesehatan.Ruang lingkup kegiatan KIA terdiri dari kegiatan pokok dan integratif.Kegiatan integratif adalah kegiatan

 program lain ( misalnya kegiatan imunisasi merupakan kegiatan pokok P2M) yang dilaksanakan pada program KIA karena sasaran penduduk program P2M (ibu hamil dan anak-anak) juga menjadi sasaran KIA. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah; memeriksa kesehatan ibu hamil (ANC),mengamati perkembangan dan pertumbuhan anak-anak balita, integrasi dengan program gizi, memberikan nasehat tentang makanan, mencegah timbulnya masalah gizi karena kekurangan protein dan kalori dan memperkenalkan jenis makanan tambahan (vitamin dan garam yodium) Integrasi dengan program PKM(konselinga) dan Gizi, memberikan pelayanan KB kepada pasangan usia subur (integrasi dengan program KB), merujuk ibu-ibu atau anak-anak yang memerlukan pengobatan (integrasi program  pengobatan), memberikan pertolongan persalinan dan bimbingan selama masa nifas (integrasi dengan program perawatan kesehatan masyarakat), serta mengadakan latihan untuk dukun  bersalin dan kader kesehatan Posyandu. Dengan adanya program-program pokok KIA ini, diharapkan bisa menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan balita,sehingga tujuan untuk mendapatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bisa terwujud (Alisjahbana, 2010). Selain melalui puskesmas pemerintah juga mengeluarkan program Jaminan Persalinan (JAMPERSAL). Dalam petunjuk teknis penggunaan dana alokasi khusus bidang kesehatan tahun anggaran 2011, kebijakan alokasi dana khusus tersebut adalah meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan dalam rangka percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dengan jaminan persalinan di sarana kesehatan milik pemerintah dan Angka Kematian Bayi (AKB) .Dalam rangka mempercepat pencapaian tujuan pembangunan kesehatan nasional serta Millennium Development Goals (MDGs), pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan dalam keputusan menteri kesehatan nomor:1810/Menkes/SK/XII/2010 meluncurkan kebijakan Jaminan Persalinan(Jampersal) bagi ibu-ibu hamil. Sebagaimana telah di ketahui bersama dari beberapa pencapaian tujuan pembangunan kesehatan nasional serta MDGs, yaitu menurunkan jumlah kematian ibu dan anak. Untuk mencapai tujuan tersebut maka dibutuhkan suatu kebijakan salah satunya yang menjadi faktor yang penting adalah perlunya meningkatkan akses masyarakat terhadap persalinan yang sehat dengan cara memberikan kemudahan pembiayaan kepada seluruh ibu hamil yang belum memiliki jaminan  persalinan. Jaminan Persalinan ini diberikan kepada semua ibu hamil agar dapat mengakses  pemeriksaan persalinan, pertolongan persalinan, pemeriksaan nifas dan pelayanan KB oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan sehingga pada gilirannya dapat menekan angka kematian ibu dan bayi.

BAB III PENUTUP

3.1

Kesimpulan

Faktor determinan jauh, determinan antara dan determinan hasil yang memiliki hubungan yang bermakna dengan hasil dari persalinan adalah pendidikan formal, status rujukan, tempat  persalinan, riwayat penyakit sistemik, jenis persalinan, komplikasi kehamilan, dan komplikasi nifas. 3.2

Saran

Untuk menurunkan angka kematian ibu yang masih tinggi diperlukan peran serta semua  pihak, langkah-langkah yang dapat diambil diantaranya adalah: 1. Memberikan advokasi kepada para pemegang kebijakan, agar dapat membantu mengeluarkan kebijakan-kebijakan dan program-program guna penurunan angka kematian ibu 2. Memberikan KIE kepada setiap elemen masyarakat mengenai pentingnya kesehatan ibu dan  penurunan angka kematian ibu 3. Menambah dan melatih tenaga-tenaga kesehatan agar bisa membantu pengentasan masalah kesehatan khususnya membantu dalam proses persalinan ibu 4. Memberikan pelatihan kepada dukun tradisional dan mengikutsertakan dukun tradisional pada sistem rujukan dalam proses persalinan ibu melahirkan sehingga proses persalinan ibu dapat ditangani oleh tenaga-tenaga professional 5. Perlu ditingkatkannya akses pada sarana dan pelayanan kesehatan sehingga dapat menjangkau masyarakat yang tinggal di daerah terpencil 6. Mengubah paradigma masyarakat mengenai pentingnya kesehatan ibu dan peran serta para ibu dalam proses menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas untuk pembangunan.

DAFTAR PUSTAKA

Royston E, Amstrong S. Pencegahan morbiditas dan mortalitas ibu hamil. Alih bahasa : Maulany R.F. Jakarta. Binarupa aksara.2000. Saifuddin AB,dkk. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.2000 http://annashr.blog.com/2012/10/09/aki-dan-faktor-determinannya/ http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:kczUwxGdeeMJ:www.kesehatanibu .depkes.go.id/wp-content/plugins/downloadmonitor/download.php%3Fid%3D46+&cd=4&hl=id&ct=clnk&gl=id https://id.scribd.com/doc/128374582/67521097-Peranan-Puskesmas-Untuk-MenurunkanAngka-Kematian-Ibu

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF