aNTIDIURETIK

March 21, 2019 | Author: Ramdhani | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

farmasi...

Description

DIURETIK DAN ANTI DIURETIK 

VOLUME URINE

DIURETIK

VOLUME URIN

 ANTI DIURETIK

DIURETIK  A.

DEFINISI

Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin (diuresis). Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dalam air.

B.

FUNGSI

Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstra sel kembali menjadi normal.

C.

MEKANISME KERJA

Kebanyakan diuretika bekerja dengan mengurangi reabsorpsi natrium dan air, sehingga pengeluarannya lewat kemih diperbanyak. Obat-obat ini bekerja khusus terhadap tubuli. Tetapi juga di tempat lain, yakni di: 1. Tubuli Proksimal. Ultrafiltrat mengandung sejumlah besar garam yang di sini direabsorpsi secara aktif  untuk lebih kurang 705, antara lain ion Na+ dan air, begitu pula glukosa dan ureum. Karena reabsorpsi berlangsung secara proporsionalk, maka susunan filtrat tidak   berubah dan tetap isotonis terhadap plasma. Diuretika osmotis (manitol, sorbitol)  bekerja di sini dengan merintangi reabsorpsi air dan juga natrium. 2. Lengkungan Henle. Di bagian menaik lengkungan Henle ini,  2       yang telah difiltrasi direabsorpsi secara aktif, disusul dengan reabsorpsi pasif dari Na+ dan K+, tetapi tanpa air, hingga filtrat menjadi hipotonis. Diuretika lengkungan, seperti furosemid, bumetanida, dan etakrinat bekerja terutama di sini dengan merintangi -

+

+

transpor Cl dan demikian reabsorpsi Na . Pengeluaran K  dan air juga diperbanyak. 3. Tubuli distal.

+

Di bagian pertama segmen ini, Na .direabsorpsi secara aktif pula tanpa air hingga filtrat menjadi lebih cair dan lebih hipotonis. Senyawa thiazida dan klortalidon bekerja +

-

di tempat ini dengan memperbanyak ekskresi Na dan Cl sebesar 5-10%. Di bagian +

+

+

kedua segmen ini, ion Na ditukarkan dengan ion K  atau NH4

D.

PENGGOLONGAN OBAT

Diuretik dapat dibagi menjadi 5 golongan yaitu :

PENGHAMBAT

DIURETIK

KARBONIK

OSMOTIK

ANHIDRASE

DIURETIK DIURETIK HEMAT

DIURETIK

KALIUM TIAZID

1.

KUAT

DIURETIK OSMOTIK 

Tubulus proksimal dan cabang menurun angsa Henle dengan bebas permeable air. Suatu agen osmotik yang tidak d transport menyebabkan air tertahan pada segmen tersebut dan meningkatkan dieresis air. Suatu jens agen, manitol, terutama digunakan untuk  menurunkan peningkatan tekanan intracranial, tetapi kadang kala juga digunakan untuk  meningkatan pembuangan toksin dari ginjal, yang dibutuhkan pada kasus hemolisis akut atau setelah penggunaan agen radiokontras.

Farmakologi a. Farmakokinetika

Mannitol tidak dimetabolisme dan dikelola terutama dengan filtrasi glomeruler, tanpa reabsorpsi atau sekresi tubuler yang penting. Menurut definisi,

diuretic osmotik sangat sedikit diabsorpsi, yang berarti harus diberikan secara  parenteral. Mannitol eksresi oleh penyaringan glomeruler dalam 30 -60 menit. Bila diberikan secara oral, mannitol menyebabkan diare osmotik. Efek tersebut dapat digunakan untuk menimbulkan potensiasi efek-efek resin-resin ikatan kalium ataumenghilangkan substansi toksik dari saluran cerna dalam penggambunan dengan arang aktif. b. Farmakodinamika

Diuretik osmotik membatasi reabsorpsi air terutama pada segmen dari nefron tersebut yang secara bebas permeable air : tubulus proksimal dan cabang menurun ansa Henle. Kehadiran larutan yang tak dapat direabsorpsi tersebut seperti halnya mannitol dapat mencegahabsorpsi normal air dengan menempatkan kekuatan osmotik yang berlawanan. Sebagai hasilnya volume urine meningkat  pada penggambungan dengan eksresi mannitol. Peningkatan yang cukup besar   pada laju aliran urine menurunkan waktu kontak antara cairan dan epitel tu bulus, +

sehingga menurunkan reabsorpsi Na . bagaimanapun, natriuresis yang dihasilkan lebih kecil daripada diuresis air, yang akhirnya membawa pada hipernatremia.

Indikasi Klinik Dan Dosis

a. Untuk meningkatkan volume urine : diuretika osmotik lebih diinginkan untuk  digunakan meningkatkan eksresi airdaripada eksresi natrium. Efek tersebut dapat +

 bermanfaat apabila hemodinamika ginjal dapat bekerja sama atau retensi Na yang tinggi dapat membatasi respon terhadap agen konvensional tersebut. Hal tersebut dapat digunakan untuk mempertahankan volume urine dan untuk mencegah anuria yang mungkin pada sisi lain dihasilkan dari sejumlah besar beban pigmen yang memenuhi ginjal (hemolisis atau rabdomiolisis). Beberapa pasien dengan oligouri tidak member respon pada diuretic osmotik. Untuk itulah, tes dosis mannitol (12,5g secara intravena) harus diberikan sebelum memulai pemberian infuse yang  berkelanjutan. Mannitol seyogyanya tidak dilanjutkan pemberiannya kecuali bila ada peningktan pada aliran urine lebih dari 50 ml/jam selama 3 jam setelah tes dosis. Kalau terdapat rspons,

pemberian mannitol (12,5-25 g) dapat diulangi

setiap 1-2 jam untuk mempertahankan kecepatan pengaliran urine lebih besar dari 100 ml/jam. Pemberian mannitol dalam jangka waktu panjang tidak dianjurkan.  b. Pengurangan

tekanan

intrakranial

dan

Intraokuler

:

Diuretika

osmotik 

menurunkan total air dalam tubuh lebih dari total kandungan kation tubuh dan hal itu menurunkan volume intraseluler. Efek tersebut digunakan untuk menurunkan tekanan intrakranial pada kondisi neurologis dan untuk mengurangi tekanan intraokuler sebelum prosedur optalmologis. Dosis 1-2 g/kg mannitol diberikan secara intravena. Tekanan intrakraniak harus dipantau, harus menurun dalam waktu 60-90 menit.

Toksisitas

a. Perluasan volume ekstraseluler : Manitol secara cepat didistribusikan ke kompartemen ekstraseluler dan mengekstrasi air dari kompartemen intraseluler. Sebelum diuresis, hal tersebut dapat mengantar pada perluasan volume cairan ekstraseluler dan hiponatremia. Efek tersebut dapat menjadi penyulit gagal  jantung kongestif dan dapat menimbulkan edema paru yang mencolok. Sakit kepala, mual, dan muntah lazim terjadi pada pasien yang dirawat dengan diuretik  osmotik.  b. Dehidrasi dan Hipernatremia : Penggunaan mannitol yang berlebihan tanpa  penggantian air yang memadai dapat mengakibatkan dehidrasi parah, kehilangan air yang terjadi begitu saja, dan hipernatremia. Komplikasi tersebut dapat dihindarkan dengan perhatian yang seksama pada komposisi serum ion dan keseimbangan cairan.

Contoh obat 1. Manitol

Indikasi : Edema serebral Peringatan : Gagal jantung kongestif, edema p aru Efek samping : Menggigil, demam

Dosis : Infus intravena, diuresis, 50-200 g selama 24 jam, didahului oleh dosis uji 200 mg/kg injeksi intravena yang lambat.Serebral edema, dengan dosis khasnya 1g/kg sebagai suatu larutan 20 % yang diberikan lewat infus intravena yang cepat

2. Sorbitol

Stereoisomer dari manitol dengan khasiat, sifat, dan penggunaan sama. Dosis : infus i.v. 1-2 g/kg dari larutan 20-25%

2.

DIURETIK PENGHAMBAT KARBONIK ANHIDRASE

Karbonik anhidrase terdapat dalam banyak temat di nefron, termasuk membrane luminal dan basolateral dan sitoplasma sel epitel dan sel darah merah dalam sirkulasi ginjal. Lokasi enzim yang menonjol tersebut adalah membrane luminal dari sel tubulus  poriksimal, tempat enzim tersebut mengkatalisasi dehidrasi H2CO3, suatu tahapan kritis dari reabsorpsi bikarbonat dalam tubulus proksimal. Penghambatan karbonik anhidrase menyekat reabsorpsi natrium bikarbonat, menyebabkan diuresi natrium bikarbonat dan  penurunan simpanan bikarbonat tubuh total. Penghambatan bikarbonik anhidrase tersebut adalah derifat sulfonamide dapat menyebabkan

dieresis

alkalis

dan

asidosis

metabolic

hiperkloremik.

Dengan

 perkembangan obat yang lebih baru, penghambat carbonic hidrase sekarang jarang digunakan. Prototype penghambat karbonik anhydrase adalah acetazolamide.

Farmakologi a. Farmakokinetika

Penghambat karbonik anhidrase diabsorbsi dengan baik setelah pemberian oral. Peningkatan PH urine karena dieresis bikarbonat terjadi dlam 30 menit, maksimal pada 2 jam, dan menetap selama 12 jam setelah pemberian dosis tunggal. Eksresi obat tersebut melalui sekresi tubuler dalam segmen S2 tubulus  proksimal, dan untuk alas an itulah dosis pemberian harus diturunkan pada insifisiensi ginjal.

b. Farmakodinamika

Penghambat aktivitas karbonik anhydrase menekan reabsorbsi bikarbonat secara kuat dalam tubulus proksimal. Pada dosis pemberian maksimal yang aman, 85% dari kapasitas reabsorpsi bikarbonat dari tubulus proksimal superfisial di hambat oleh acetazlamide dengan IC50 yang terjadi (konsentrasi yang dibutuhkan untuk penghambatan sebesar 50%) pada 4 mmol/L. bagaimana juga, beberapa  bikarbonat masih dapat diabsorpsi dari situs-situs nefron lain oleh mekanisme yang tidak berkaitan dengan karbonik anhydrase. Efek menyeluruh dari  pemberian acetaolamide

maksimal meliputi sekitar 45% penghambatan dari

reabsorpsi bikarbonat dari keseluruhan ginjal.namun, penghambatan karbonik  anhydrase menghilangkan bikarbonat yang bermakna, yang menyebabkan asidosis metabolic hiperkloremik. Karena efek toksisistas dari asidosis dan fakta -

 baha deplesi HCO3 meningkatkan reabsorpsi NaCL

melalui segmen tubulus

yang tersisa dalam nefron, efektifitas diuretic acetazolamide menurun bermakna  pada penggunaan yang melebihi beberapa hari. Aplikasi klinik utama dari acetazolamide melibatkan transfor bikarbonat yang bergantung pada bikarbonik anhydrase pada tempat lain dilar ginjal. Badan silier (ciliar ) mata menyekresi bikarbonat kedalam cairan bola mata.(aqueous humor ) dengan proses yang sama dengan reabsorbsi bikarbnat dari cairan tubulus  proksimal. Satu-satunya perbedaan adalah bahwa proses terbalik, bikarbonat di  pindahkan dari darah oleh badan siler dan dikembalikan ke darah pada tubulus  proksimal. Serupa dengan itu, pembentukan cairan serebrospnal oleh pleksus khoroit melibatkan sekresi bikarbonat kedalam cairan serebrospnal. Walaupun  proses tersebut terjadi dalam arah yang berlawanan dari proses terjadi pada tubulus proksimal, mereka di hambat secara bermakna oleh penghambat karbonik  anhidrase, yang pada kedua kasus secara dramatis mengubah Ph dan kuantitas cairan yang di produksi.

Indikasi Klinis dan Dosis

a. Glaukoma : Penghambatan karbonik anhidrase menurunkan laju pembentukan cairan bola mata (aqueous humor), yang dapat menyebabkan penurunan tekanan

intraokuler. Efek tersebut bermanfaat pada penatalaksanaan beberapa bentuk  glaukoma,

menyebabkannya

menjadi

indikasi

paling

lazim

penggunaan

 penghambat karbonik anhidrase.  b. Alkalisasi urine : Asam urat (uric acid) dan cystine relatif tidak dapat larut dalam urine yang asam, dan peningkatan ekskresi ginjal senyawa tersebut dapat dicapai dengan peningkatan pH urin dengan penghambatan karbonik anhidrase. Dengan cara yang sama, ekskresi ginjal dari asam lemah (misalnya aspirin) ditingkatkan oleh acetazolamide. Pada pemberian bikarbonat yang tidak berkesinambungan efek acetazolamide tersebut relatif berdurasi pendek dan hanya bermanfaat dalam mengawali suatu respons. Terapi dalam jangka waktu panjang membutuhkan  pemberian bersama bikarbonat. c. Alkalosis metabolik : Pada sebagian kasus, alkalosis metabolik yang menetap merupakan suatu konsekuensi dari penurunan total K+ tubuh dan volume intravaskuler atau kadar tinggi mineralocorticoid. Oleh karenanya pada lazimnya kasus

tersebut

mendasarinya,

dirawat tidak

dengan

dengan

melakukan

pemberian

koreksi

pada

acetazolamide.

kondisi

Apabila

yang

alkalosis

disebabkan oleh penggunaan yang berlebihan dari diuretika terhadap pasien dengan gagal jantung parah, pemberian saline (larutan garam fisiologis) dapat merupakan kontraindikasi karena peningkatan tekanan pengisian jantung. Pada kasus tersebut, acetazolamide dapat sangat berguna untuk memperbaiki alkaloid seperti halnya dengan menyebabkan sedikitnya diuresis tambahan untuk  memperbaiki gagal jantung. Acetazolamide telah pula digunakan untuk  memperbaiki secara cepat alkalosis metabolik yang mungkin berkembang pada tatanan asidosis respiratorik. d. Acute Mountain Sickness : Kelemahan, pusing, insomnia, nyeri kepala, dan mual dapat terjadi pada para pendaki gunung yang mendaki secara cepat mencapai 3000 m. Gejalanya bersifat ringan dan berlangsung untuk beberapa hari. Pada kasus yang lebih serius, edema pulmoner dan serebral yang berlanjut dengan cepat dapat mengancam jiwa. Dengan penurunan pembentukan cairan serebrospinal dan pH cairan serebrospinal dan otak, acetazolamide dapat meningkatkan status performa

dan mengurangi gejala mountain sickness. Penggunaan sebagai profilaksis dapat dicapai dengan pemberian acetazolamide secara oral 24 jam sebelum pendakian. e. Penggunaan lain : Penghambat karbonik anhidrase telah digunakan sebagai  pengobatan tambahan dalam perawatan epilepsi, dalam beberapa bentuk paralisis  periodik hipokalemik, dan untuk meningkatkan ekskresi phosphate urine selama hiperfosfatemia yang parah. Penghambat / inhibitor carbonic anhydrase oral dalam pengobatan glaukoma Dosis Oral yang Lazim (1  –  4 kali sehari)

Acetazolamide

250 mg

Dichlorpenamide

50 mg

Toksisitas

a. Asidosis Metabolik Hiperkloremik :Asidosis diperkirakan akibat dari penurunan kronis cadangan-cadangan bikarbonat oleh penghambat

karbonik anhidrase.

Pembuangan bikarbonat membatasi efikasi diuretik dari obat-obat ini selama 2-3 hari.  b. Batu ginjal : Fosfaturia dan hiperkalsiura terjadi selama respons bikarbonaturik  terhadap penghambatan karbonik anhidrase. Ekskresi ginjal dari faktor pelarut (seperti citrat) dapat juga menurun pada penggunaan kronis. Garam kalsium relatif tidak larut pada pH alkali, yang berarti bahwa potensi pembentukan batu ginjal dari garam tersebut meningkat. c. Pembuangan Kalium ginjal : Pembuangan kalium dapat terjadi karena NaHCO3 yang terdapat pada tubulus pengumpul menyebabkan suatu peningkatan pada  potensial negatif elektris-lumen pada segmen tersebut dan meningkatkan sekresi K+. Efek tersebut dapat dilawan dengan pemberian KCl. d. Toksisitas lain : Rasa kantuk dan parestesi adalah gejala yang lazim pada  pemberian dosis besar. Terjadi akumulasi obat tersebut pada pasien dengan gagal ginjalm dan terjadi toksisitas sistem saraf pusat yang jelas pada tatanan tersebut.

Reaksi hipersensitivitas (demam, ruam, supresi sumsum tulang, nefritis interstisial) dapat pula terjadi.

Kontraindikasi

Penghambat karbonik anhidrase sebisanya dihindari pada pasien dengan sirosis hari. Alkalinisasi urine akan menurunkan terjebaknya (trapping) juga ekskresinya  NH4+ urine yang diduga berperan dalam perkembangan ensefalopati hepatis.

Contoh obat 1. Acetazolamide

Indikasi : Pengobatan glaukoma (sudut terbuka kronik, glaukoma sekunder, pra operasi pada glaukoma sudut tertutup akut) dengan cara mengurangi tekanan intraokuler  Peringatan : Hindari penggunaan pada kerusakan ginjal yang berat, kehamilan. Penggunaan lama tidak dianjurkan, harus disertai dengan pemeriksaan jumlah darah total. Risiko asidosis pada kerusakan paru. Efek samping : Mual, muntah, diare, gangguan rasa, depresi, poliurea, menurunkan libido, gangguan elektrolit dan asidosis, gangguan darah termasuk  agranulositosis

dan

trombositopenia.

Dapat

menyebabkan

parestesia,

hipokalemia, berkurangnya nafsu makan, bintik merah pada kulit, dapat terjadi  batu ginjal dan sindrom stevens- johnson Interaksi : Resiko hipokalemia dapat meningkat bila diberikan dengan  bambuterol, efromoterol, reproterol, rimeterol, salmoterol. Dengan asetosal dapat menyebabkan asidosis parah dan meningkatkan efek toksik pada SSP. Dosis : Oral atau injeksi intravena 0,25  –  1 g/hari dalam dosis terbagi. Cara injeksi intramuskular seperti pada injeksi intravena tetapi lebih baik dihindari karena pH alkalis.

3.

DIURETIK KUAT (DIURETIK LENGKUNGAN/ANSA)

Diuretik kuat secara selektif menghambat reabsorpsi NaCl pada cabang meningkat yang tebal dari ansa Henle. Mengacu pada besarnya kapasitas absorpsi segmen tersebut

dan kenyataan bahwa diuresis tidak terbatas oleh perkembangan asidosis, seperti halnya dengan penghambat anhidrase, obat tersebut adalah agen diuretik yang paling efektif yang tersedia.

Farmakologi a. Farmakokinetika

Agen-agen ansa tersebut diabsorpsi dengan cepat. Mereka dieliminasi oleh sekresi ginjal begitu juga oleh filtrasi glomeruler. Absorpsi torsemide oral lebih cepat (1 jam) daripada furosemide (2-3 jam) dan hampir sebanding dengan  pemberian intravena. Respons diuretik sangat cepat pada pemberian injeksi intravena. Masa kerja furosemide biasanya 2-3 jam dan untuk tursemide 4-6 jam. Waktu paruhnya bergantung pada fungsi ginjal. Karena agen ansa bekerja pada sisi luminal tubulus, respons diuretik berkaitan secara positif dengan ekskresi urine. b. Farmakodinamika +

+

-

Obat tersebut menghambat sistem transpor gabungan Na /K  /2Cl pada membran luminal cabang meningkat yang tebal pada ansa henle. Dengan menghambat transporter tersebut, diuretika ansa menurunkan reabsorpsi NaCl dan +

 juga menurunkan potensial positif-lumen normal yang berasal dari daur ulang K . Potensial elektris tersebut pada keadaan normal menggerakkan reabsorpsi kation divalen pada ansa. Diuretika ansa, dengan menurunkan potensial positif  2+

menyebabkan suatu peningkatan ekskresi Mg

2+

dan Ca . Penggunaan dalam

 jangka panjang dapat menyebabkan hipomagnesemia pada beberapa pasien. 2+

Karena Ca

secara aktif direabsorpsi pada tubulus berbelit distal, diuretika

umumnya tidak menyebabkan hipokalsemia. Namun, pada kelainan yang 2+

menyebabkan hiperkalsemia, ekskresi Ca

dapat ditingkatkan dalam jumlah

 besar dengan memadukan agen ansa dengan infus garam fisiologis. Efek tersebut sangat berharga untuk penatalaksanaan akut dari hiperkalsemia.

Indikasi Klinis dan Dosis

a. Hiperkalemia : Pada hiperkalemia ringan atau setelah penatalaksanaan akut hiperkalemia yang parah dengan cara lain, diuretika ansa dapat secara bermakna meningkatkan ekskresi urine dari K+ sebagai sarana menurunkan simpanan K+ tubuh total. Respons tersebut ditingkatkan dengan pemberian bersama NaCl dan air.  b. Gagal ginjal akut : Agar ansa dapat meningkatkan kecepatan aliran urine dan meningkatkan ekskresi K+ pada gagal ginjal akut. Agen tersebut dapat mengatasi gagal ginjal oligurik menjadi gagal nonoligurik, yang dapat mempermudah  penatalaksanaan

pada

pasien.

Namun

penatalaksanaan

tersebut

tidak 

memperpendek masa berlangsungnya gagal ginjal. c. Overdosis anion : Bromide, fluoride dan iodide semuanya diabsorpsi kembali  pada cabang meningkat yang tebal; sehingga diuretika ansa berguna dalam  penatalaksamaam keracunan makanan yang disebabkan ion-ion tersebut. Larutan garam fisiologis harus diberikan untuk menggantikan kehilangan Na+ dari urine dan untuk menyediakan Cl-, begitu juga untuk menghindari deplesi volume cairan ekstraseluler. Diuretika ansa : dosis Obat

Dosis Oral Harian

Bumetanide

0,5 – 2 mg

Ethacrynic acid

50 – 200 mg

Furosemide

20 – 80 mg

Torsemide

2,5 – 20 mg

Toksisitas

a. Alkalosis Metabolik Hipokalemik : Diuretik ansa meningkatkan penghantaran garam dan air ke duktus pengumpul dan karenanya meningkatkan sekresi K+ dan H+ ginjal, yang mengakibatkan alkalosis metabolik hipokalemik. Toksisitas tersebut merupakan suatu fungsi dari pembesaran efek diuretik dan dapat dihentikan dengan penggantian K+ dan koreksi hipovolemia.

 b. Ototoksisitas : Diuretika ansa dapat mengakibatkan hilangnya pendengaran yang  berkaitan dengan dosis dan lazimnya bersifat reversibel. Hilangnya pendengaran tersebut terjadi pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal atau pada pasien yang juga mendapat agen ototoksik lain seperti antibiotik aminoglicoside c. Hiperurikemia : Diuretika ansa dapat menyebabkan hiperurikemia dan memicu serangan pirai. Keadaan tersebut disebabkan oleh peningkatan reabsorpsi uric acid pada tubulus proksimal yang dihubungakan dengan hipovolemia. Keadaan tersebut dapat dihindari dengan pemberian diuretika dosis rendah. d. Hipomagnesemia : Deplesi magnesium merupakan konsekuensi yang dapat diperkirakan dari penggunaan kronis agen ansa dan terjadi pada pasien dengan defisiensi diet magnesium. Keadaan tersebut dapat diperbaiki secara cepat dengan pemberiaan sediaan magnesium oral. e. Reaksi alergi : Ruam pada kulit, eosinofilis, dan yang lebih jarang, nefritis interstisial merupakan efek samping yang kadang terjadi pada terapi furosemide. Keadaan tersebut dapat membaik secara cepat setelah penghentian obat. Pengalaman penggunaan torsemide terbatas, tetapi reaksi alergi yang mirip diduga terjadi berkaitan dengan struktur kimianya. Reaksi alergi tersebut diduga terkait dengan gugus sulfonamide kurang lazim terjadi pada ethacrynic acid.

Kontraindikasi

Furosemide, bumetanide, dan torsemide dapat dibuktikan mempunyai reaktivitas silang pada pasien yang sensitif pada sulfonamide yang lain. Penggunaan  berlebihan diuretika tersebut berbahaya bagi sirosis hati, gagal ginjal pada garis batas (borderline), atau gagal ginjal kongestif.

Contoh Obat 1. Furosemid

Indikasi : Penanganan edema yang berhubungan dengan gagal jantung koroner  dan penyakit hati, diberikan tunggal atau dalam kombinasi dengan antihipertensi  pada penanganan hipertensi.

Dosis : Bayi dan Anak : Oral : 1-2 mg/kg/dosis dengan peningkatan 1 mg/kg/dosis pada setiap tahap peningkatan, sampai tercapai respon yang memuaskan, dosis maksimum 6 mg/kg/dosis pada rentang tidak lebih dari 6 jam. I.M, I.V : 1 mg/kg/dosis dengan peningkatan 1 mg/kg/dosis pada interval 6-12  jam sampai 6 mg/kg/dosis. Dewasa : Oral : Dosis awal 20-80 mg/dosis,dengan peningkatan 20-40 mg/dosis  pada interval 6-8 jam; umumnya dosis pemeliharaan adalah dua kali sehari atau setiap hari; mungkin dititrasi lebih dari 600 mg/hari pada keadaan edermatous  parah. Untuk hipertensi : 20-80 mg/hari dalam dua dosis terbagi. I.M.I.V : 20-40 mg/dosis, yang mungkin diulang 1-2 kali sesuai kebutuhan dan ditingkatkan 20 mg/dosis sampai tercapai efek yang diinginkan.Interval dosis yang umum : 6-12 jam ; untuk edema paru-paru akut, dosis yang umum digunakan adalah 40 mg, I.V selama 1-2 menit. Jika belum tercapai respon, dosis ditingkatkan sampai 80 mg. Infus I.V kontinyu : Dosis bolus i.v adalah 0,1mg/kg diikuti dengan infus i.v kontinyu 0,1 mg/kg/hari-dosis ditingkatkan setiap 2 jam sampai maksimum 0.4 mg/kg/jam jika output urin adalah rilis ADH d. terletak di luar penghalang darah-otak  e. sangat

sensitif;

peningkatan

kecil

dalam

osmolalitas yang cukup untuk secara signifikan meningkatkan laju sekresi ADH 2. Volume darah a. dimediasi

oleh

atrium

sensitif

sel-stretch

(baroreseptor tekanan rendah atau reseptor volume vascular)  b.  penurunan volume darah => ADH rilis c. kurang sensitif (ambang tinggi): 5-10% penurunan volume darah diperlukan untuk meningkatkan ADH signifikan d. ampuh: dehidrasi

sekali

ambang

serius

atau

dilewatkan

(misalnya

perdarahan), dapat

menyebabkan peningkatan besar dalam ADH

3. Tekanan darah arteri sistemik  a. dimediasi oleh baroreseptor dalam sinus karotis dan arkus aorta (baroreseptor sama terlibat dalam regulasi tekanan darah)  b.  penurunan tekanan darah => ADH rilis c. kurang sensitif (ambang tinggi): 10% penurunan tekanan

darah

yang

diperlukan

untuk 

meningkatkan ADH signifikan d. sangat

ampuh:

sekali

ambang

dilewatkan

(misalnya perdarahan utama), dapat menyebabkan  peningkatan besar dalam ADH (tanggap darurat)

D.

MACAM-MACAM OBAT

Antidiuretik dibagi menjadi dua kelompok obat yaitu 1. Alamiah , contoh nya Vasopresin 2. Sintetis, contohnya Desmopresin dan terlipresin

E.

F.

DOSIS OBAT

1.

Vp=P →  20U/  p 0,  1  (  )

2.

Vasopresin tanat: 5U/ml (im)

3.

Bubuk hipofisis posterior: insuflasi hidung

4.

Lipresin: semprot hidung 50 U/ml

5.

Desmopresin acetat: lar 0,1 mg/ml dalm botol 2,5 ml (intranasal)

TERAPI

1. Terapi substitusi dengan: - Desmopresin 10-20 ug intranasal (MINRIN) atau 1-4 ug subkutan, efektif selama 12-24 jam. MINRIN adalah derivat dari vasopressin dari pabrik FERRING AB, Malmoe, Swedia. Sudah lama digunakan dengan sukses di Eropa. Pemakaian mudah sekali karena dihirup secara intra nasal.

- Vaso pressin dalam aqua 5-10 U sub kutan, efektif antara 1-6 jam - Lypressin 2-4 unit intranasal, efektif antara 4-6 jam. - Vasopressin dalam ol. Tannate 5 unit intramuskuler, efektif selama 24-72 jam. 2. Terapi Transplantasi dengan: Implantasi hipofisis kera subkutan. Biasanya implant ini tidak bisa bertahan lama. 3. Terapi medika mentosa, efektifitas diragukan. -

Chlorpropamide (antikonvulsan kuat yang berkhasiat sebagai antiepileptik,  psikotropik dan analgesik spesifik) 200-500 mgr perhari.

-

Clofebrate (belum jelas tapi di gunakan untuk obat yang menurunkan kadar  kolesterol) 4x500 mgr perhari

-

Carbamazepine (untuk pengobatan epilepsi. Dipakai untuk epilepsi grand mal/ di gabungkan dengan obat lain untuk pasien yang resisten terhadap pengobatan). 400-600 mgr perhari

4. Terapi cairan parenteral 5. Jika hanya kekurangan ADH, dapat diberikan obat Clorpropamide, clofibrate untuk  merangsang sintesis ADH di hipotalamus. 6. Jika berat diberikan ADH melalui semprotan hidung dan diberikan vasopresin (larutan pteresine).

G.

PENGGOLONGAN OBAT 1. Vasopresin (pitressin)

Indikasi : diabetes insipidus kranial ; perdarahan varises esofagus Kontraindikasi : penyakit vaskular  Peringatan : gagal jantung, asma bronkial, epilepsi, migren, kehamilan Efek samping : Pucat, mual, cegukan, kejat perut, serangan angina, reaksi alergi Dosis : injeksi subkutan atau intramuskular 5-20 unit tiap jam. Injeksi intravena, untuk   perdarahan esofagus : 20 unit dalam 15 menit Farmakologi : Suntikan vasopresin yang terdapat di pasaran mengandung hormon antidiuretik  (ADH) dan presor utama hipofise posterior sapi dan babi yang larut dalam air. Potensi vasopresin distandardisasi menurut aktivitas presor dan dinyatakan dalam unit (presor)

USP Hipofise Posterior. Aksi antidiuretik disebabkan oleh peningkatan reabsorpsi air  oleh tubulus ginjal. Vasopresin meningkatkan kontraksi otot polos GI dan bidang vaskuler. Peningkatan motilitas GI dapat bermanifestasi sebagai nyeri abdomen, mual, muntah. Efek langsung terhadap otot polos vaskular tidak diantagonis oleh denervasi atau obat-obatan penyekat adrenergik. Vasokonstriksi umum dan peningkatan tekanan darah hanya terjadi pada dosis yang jauh lebih besar daripada dosis yang diberikan untuk pengobatan diabetes insipidus. 2. Desmopresin (Minrin) .

Khasiat antidiuretiknya lebih kuat dan lebih lama kerjanya. Dapat digunakan intranasal sebagai spray atau tetes hidung, antara lain pada ngompol malam (enuresis nocturna). 3. Terlipresin (Glypressin).

Daya

antidiuretik

lebih

ringan,

tetapi

digunakan

vasokonstriksinya terutama di saluran cerna dan rahim.

berdasarkan

efek 

KESIMPULAN Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin (diuresis). Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstra sel kembali menjadi normal. Penggolongan Obat Diuretik dibagi menjadi : 1.

Diuretik osmotik 

2.

Diuretik thiazid

3.

Diuretik kuat

4.

Diuretik hemat kalium

5.

Diuretik penghambat enzim karbonik anhidrase

Antidiuretik adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada suatu kondisi, sifat atau  penyebab turunnya laju urinasi. Antidiuretik memiliki khasiat yaitu mencegah ekskresi air   berlebihan oleh ginjal dengan jalan meningkatkan resorpsi kembalinya oleh tubuli ginjal. Penggunaannya untuk menguji fungsi hipofisis berdasarkan daya kerjanya menstimulir  ekskresi ACTH. Terutama digunakan pada diabetes insipidus, yang bergejala poliuria (berkemih banyak) akibat kekurangan ADH. Penggolongan Obat Antidiuretik dibagi menjadi : 1.

Alamiah , contoh nya Vasopresin

2.

Sintetis, contohnya Desmopresin dan terlipresin

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF